Dua minggu berlalu semenjak kepergian Kania ke rumah sakit. Wanita itu kini semakin lahap makan apapun, bahkan bobot badan sepertinya telah bertambah. Sedangkan Devano, lelaki tersebut terlihat sering pucat bahkan tidak berselera mengisi perut. William yang mendapati sang bos demikian sangat bingung. "Kenapa Tuan Devano sekarang agak lemah ya? Biasanya dia sangat fit. Jarang sekali dia sakit," tutur William. Alex memang kini berada di samping lelaki itu, mereka menunggu Devano yang berlari ke toilet untuk memuntahkan isi perut karena mencium bau minuman keras. "Sepertinya Tuan Devano yang morning sick," ucap Alex dalam hati. Pria berpakaian warna cokelat itu mengedikan bahu. Ia memilih tidak melaporkan apa yang ia lihat dua minggu lalu. Tak berselang lama Devano keluar dari toilet dengan wajah pucat. "Baunya sangat gak enak, cepat bawa pergi lagi! Aku gak jadi meminumnya," perintah Devano.Pria ini saat keluar dari toilet segera menutup hidungnya. Mendengar hal ini, Alex dan Will
Devano sempat terpaku, karena ia tak langsung kambuh. Dia segera menyingkirkan lengan wanita tersebut dari lehernya, lalu memilih pergi tanpa mengeluarkan suara. Sedangkan sang empu tubuh sudah gemetar tetapi hati menjerit senang akibat bersentuhan agak lama dengan sang bos. "Antar aku ke Rayyan!" Lelaki berkata demikian saat melihat William yang berpapasan dengannya, mendengar hal itu ia segera berbalik badan lalu bergegas melangkah cepat mengikuti langkah sang Bos. "Dimana, kami akan segera ke sana," seru William saat telepon tersambung. Setelah Rayyan memberitahu keberadaannya, lelaki itu segera memasukan benda pipih ke saku. Dia lekas membuka pintu mobil agar sang bos memasuki kendaraan tersebut lalu diikuti iaa yang menempati kursi kemudi. "Cepat!" seru Devano lagi. Mendengar perintah sang bos, William mengangguk cepat. Dia segera menyalakan kendaraan lalu mulai mengendarai dengan kecepatan perlahan lalu semakin cepat. Saat baru beberapa menit mengemudi, Devano berteriak me
Tangan Devano mengepal mendengar perkataan Rayyan. Dia langsung mengeluarkan nada suara yang sangat tinggi, khas pria ini sedang murka."Jangan! Dia milikku." Rayyan mendengar ucapan Devano bukannya takut, dia langsung menyeringai dan menganggukan kepala. Dia terus melakukan tugas setelah merasa sudah selesai. Terlihat suami Kania membuka mata, ia memandang lelaki yang ada di sampingnya. "Sudah enakan? Merasa lebih ringan," tutur Rayyan. Devano hanya melirik sekilas, dia segera merenggangkan otot kala merasa pegal. Sedangkan Rayyan, lelaki itu melangkah pergi dan mengambilkan air putih untuk sang pasien."Jangan terlalu sering menyakiti istrimu, manjakan dia. Agar kamu gak menyesal, sepertinya ... kamu menyukai gadis itu," tutur pria tersebut. Pria yang masih memakai setelan jas kantor ini langsung melayangkan tatapan tajam ke arah Rayyan. Membuat sang empu terkekeh, lalu segera menyodorkan segelas air pada Devano. "Minumlah," kata pria seusianya.Dia segera meraih gelas yang di
"Apa yang kalian lakukan!" seru Devano dingin. Suaranya lumayan nyaring membuat kedua manusia itu terkejut. Mereka spontan menoleh ke arah pintu, terlihat Devano yang memandang tajam lalau melangkah mendekat. Suami Kania ini segera menarik dia agar berada di sampingnya."Apa yang kalian obrolin? Kayanya asik banget, sampai kamu lupa gak masakin aku hm ...," ujar Devano dengan nada sedikit menekan.Kania memandang takut sang suami, sedangkan lelaki itu segera memandang tajam Eric. Devano memiringkan kepala, pandangannya sama sekali tidak berkedip. "Tuan, Eric tadi cuma nanya aja. Kenapa aku di sini," jelas Kania. Pria yang baru membersihkan diri itu memandang sang istri. Ia menggerakan kepala ke atas dan kebawah lalu kembali memandang Eric. "Kamu pergi, jangan berlama-lama di kediamanku. Sudahi main-mainnya," tegur Devano.Sang istri langsung menoleh memandang suaminya, ia mengerutkan kening lalu memandang Eric yang menghela napas. "Aku masih nyaman di sini, lagian ... aku masih s
Kania mulai kehabisan ide untuk membuatkan sarapan, makan siang dan makan malam untuk suaminya. Ia bahkan harus mengantarkan bekal ke perusahaan Devano. "Apa yang harus aku buat, huh ...," erang Kania. Perempuan itu mengacak-acak rambutnya, dia memandang isi kulkas dengan pandangan frustasi. Yasmin yang melihat hal ini segera mendekat, wanita tersebut memegang bahu sang teman membuat istri pemilik kediaman menoleh. "Ada apa?" tanya perempuan itu. Wajah Kania cemberut mendengar pertanyaan sang teman. Ia membalikan tubuh agar berhadapan dengan Yasmin, helaan napas keluar dari bibir perempuan ini."Aku bingung, Yas ... apa lagi yang harus aku masak buat Tuan," tutur istri Devano. Wanita berseragam pembantu terdiam sebentar, keningnya berkerut memikir sesuatu lalu senyuman terukir di bibir perempuan itu. "Ini, lihat aja di aplikasi ini. Kali aja kamu dapat infirasi, bukannya katamu yang penting menu beda-beda kan," ujar Yasmin. Istri Devano ini menganggukan kepalanya, dia segera me
Devano tidak menyadari dirinya sendiri jika mulai lembut dan melunak kepada Kania. Beberapa bulan berlalu, kini kandungan istri pemilik perusahaan ini sudah menginjak usia kehamilan tiga bulan. "Nia, kayanya kamu harus beli baju lagi. Kalau bisa yang gak ketat, takutnya ketauan sama Tuan Devano," seru Yasmin pelan. Ia berkata demikian setelah memandang sekitar, semenjak kepergian Eric lelaki itu tidak terlibat batang hidungnya. Sedangkan Kania sudah tak menjadi koki dadakan lagi, ia hanya memasak jika sang suami memerintah atau dia menginginkan membawa bekal untuk Devano."Iya, nanti aku izin sama Tuan Devano dulu. Sekalian sambil beli susu lagi, udah mau habis," balas perempuan itu. Yasmin mengangguk, ia melirik jam dipergelangan tangannya lalu memilih izin pergi untuk kembali bekerja. Sedangkan Kania mengembuskan napas, dia sangat bosan di kediaman ini. Dengan pelan mendaratkan bokong dikursi taman dan memainkan benda pipih. [Tuan, aku izin mau beli pakaian boleh?]Perempuan itu
Lutut Yasmin terhantam keras ke lantai, rasa lemas langsung membuat ia berlutut dan sakit menusuk dalam diri. Perempuan ini terduduk lemah, tangan terus memegang erat pisau yang menancap di perut, menyebabkan rasa menyakitkan tak tertahankan. Di sampingnya Kania terpaku, segera menggelengan kepala sangat cepat dan dengan gemetar menyentuh ke arah benda tajam yang terbenam di perut sang teman. "Bodoh! Apa yang kamu lakukan? Ini bukan salahku ... ini kesalahanmu yang berusaha melindunginya," desis perempuan itu dengan lirih di antara nafas yang terengah-engah.Sementara itu, Devano, terguncang oleh adegan tragis yang ia saksikan melalui layar ponselnya, refleks bergerak berlari. William, yang berada di sekitar, terkejut oleh tindakan tiba-tiba sang bos, tertunduk mengucapkan permintaan maaf dan menyusul pria tersebut. "Cepat, bawa dia ke rumah sakit!" perintah Devano dengan keras.Ketegangan dan kepanikan terasa di seluruh kediaman Devano, seakan hawa panik merambat cepat tanpa kendal
Ekspresi sinis yang terpasang di wajah Devano, lelaki itu memandang istrinya dengan tatapan tajam sebelum menghela napas berat. Melihat ketakutan yang terpancar dari mimik muka Kania, ia segera menggenggam erat jemari perempuan ini penuh kelembutan yang tak terduga. "Udahlah, kamu istirahat lagi. Sekarang fokus ke Yasmin dulu, baru nanti urusan kita," tutur pria itu. Kania mendengar penuturan sang suami bernapas lega, tatapannya terarah ke lelaki tersebut. Ia segera memandang sekitar lalu menatap Yasmin yang ada di brankar, spontan dia hendak turun tetapi ditahan Devano. "Mau ke mana! Tidur lagi, udah aku bilang kamu mendingan istirahat lagi," seru Devano. Wanita itu memandang Devano lalu melirik Yasmin, paham akan pandangan sang istri. Suami perempuan tersebut mengembuskan napas dan menarik dagu Kania agar memandangnya. "Tenang aja, dia udah lewati masa kritis. Sekarang dia lagi istirahat, kamu juga harus istirahat! Ingat kamu lagi hamil," tutur suami perempuan itu. Perempuan
Devano terperanjak mendengar seruan sang istri kala selesai menutup pintu, percakapan mereka tidak terdengar ke luar. Lelaki itu segera memandang wajah cemburu Kania dan membelai penuh kasih sayang. “Apa yang dipikirkan otak kecilmu itu, jangan bicara sembarangan,” tegur lelaki itu. Dia mendorong kening Kania membuat sang empu mengerucutkan bibirnya, lelaki itu segera menyalakan kemudi lalu Kania spontan memegang lengannya membuat dia menoleh. “Ada apa lagi,” kata Devano dengan nada malas. Perempuan itu masih memajukan bibirnya, dia bahkan berani menunjuk pipi sang suami sampai jari wanita tersebut menyentuh wajah Devano. “Kamu pasti berbohong, karena kamu sedikit lagi mau sembuh. Kamu mau mencari wanita lain yang lebih pantas denganmu,” sungut perempuan tersebut. Devano memutarkan bola mata mendengar ucapan sang istri, ia memilih mematikan mesin kendaraan lagi dan tangannya memilih menggengga
Li Jiazhen segera pergi setelah selesai dengan urusannya, tidak ingin menyulut amarah Devano lagi. Kini hanya sepasang suami istri ini yang ada di ruangan, kekasih Kania melangkah kaki menuju dispenser air lalu menyalakan unruk mengisi air di gelas dan meneguk hingga tandas. Sang perempuan tersebut mengikuti, tetapi lelaki ini sama sekali tak mengeluarkan suara. Terlihat jelas dari wajah tidak ingin diganggu sedikitpun."Sayang ….""Kamu marah?" tanyanya pelan.Lelaki ini hanya melirik tanpa menjawab pertanyaan Kania, padahal wanita itu sudah sangat jelas tau jika sang suami tengah berperang dengan emosi yang bergejolak."Pergilah! aku bakal lembur, kamu pulang aja."Devano secara halus mengusir sang istri, mendengar hal ini Kania menggeleng. Perempuan itu segera memeluk suaminya yang berjalan menuju sofa, membuat sang empu menghentikan langkah."Maafkan aku, Sayang. Lain kali aku gak bakal berbicara dengan pria itu kalau diajak
Karyawan itu tidak menanggapi ucapan Devano, dia langsung berlari lalu memeluk suami Kania. Mata pria tersebut membulat sempurna karena terkejut, ia berusaha melindungi minuman yang dibawa agar tidak tumpah.“Tuan … terima kasih!”seru lelaki tersebut.Setelah tersadar akan pandangan mata Devano, ia segera melepaskan pelukkan lalu menjauh. Menundukkan kepala tidak berani memandang wajah pemilik perusaaan ini.“Di mana sikapmu yang tadi? Kenapa sangat cepat lenyap,” ucap Devano datar.Pria ini semakin menunduk, sedangkan yang lain hanya memandang nanar. Mereka segera melakukan pekerjaan kembali kala Devano melirik semua. “Sudahlah, aku tidak mau menakutimu lagi. Selamat karena sudah menjadi Ayah, doakan istriku juga. Semoga dia lancar sampai anakku lahir,” ujar Devano.Karyawan itu mengangguk lalu mengucapkan terimakasih dan mendoakan istri Devano yang dibalas senyuman pria tersebut. Beberapa orang yang melihat memandang tak perca
Devano mendengar ucapan karyawannya langsung mendelik, ia kembali memandang ke depan.“Kalau kamu ada kesalahan lagi aku gak akan mengeluarkanmu begitu saja dari ruangan, aku aku keluar mau menjemput istriku di luar. Oh ya, siapkan minuman untuk dia, eh jangan! Biar saya aja yang buat, kamu cepat pergi beli susu untuk ibu hamil,” seru Devano.Setelah berkata demikian lelaki itu kembli bergegas melangkah, sedangkan karyawan yang diperintahkan mulutnya terbuka lebar. Ia benar-benar tidak mengenali Devano, sikap sangat berbeda dengan dulu. Bahkan sekarang ada rasa toleransi, dia merasa bersyukur akan kehadiran yang datang ke hidup sang Bos.“Ah, iya! Aku harus segera pergi membeli susu ibu hamil,” pekik pria tersebut.Dia langsung berlari untuk melakukan kerjaannya, se
William terperanjak mendengar suara Devano, membuat ia spontan menginjak pedal gas. Beruntung Kania sudah memakai sabuk pengaman dan berpegangan sebagai jaga-jaga. Bahkan handphone yang dipegang perempuan tersebut sampai terjatuh, lelaki sedang berganti profesi jadi supir ini lekas mematikan mesin dan membantu mengambil ponsel sang majikan.“Tu-Tuan,” kata William terbata-bata kala melihat layar handphone.Pria yang dipanggil Tuan itu memasang wajah datar kala mendengar suara William, sedangkan Kania segera mengambil handphone lalu segera mengganti jadi kamera depan.“Sayang, kamu mengejutkan kami,” tegur Kania.Lelaki itu hanya mendengkus mendengar teguran sang istri, ia memalingkan wajah menyembunyikan riak kekesalan.“Iya, maafkan aku. Aku hanya terkejut karena William melajukan kendaraan sangat kencang,” seru Devano.Me
Waktu terus bergerak sangat cepat, kini kehidupan sepasang suami istri itu sangat harmonis. Tetapi kadang Kania sangat jengkel pada Devano karena terlalu oper protektif pada dia. Bahkan untuk ke dapur aja tidak diperbolehkan, katanya takut sesuatu hal buru terjadi."Yasmin … aku sangat bosan," keluh Kania.Bibirnya mengerucut tanda sangat kesal, sedangkan Yasmin paham akan perasaan keduanya. Satu sisi Devano takut sesuatu terjadi, karena pas usia kandungan perempuan itu empat bulan, Kania sempat hendak terjatuh di dapur akibat ada minyak yag tumpah. Bahkan karena hal tersebut, beberapa pelayan dipecat begitupun yang tak menyukai wanita hamil ini."Tuan begitu karena sangat menyayangimu, takut kamu kenapa-napa," balas Yasmin.Kania menganggukkan kepala mengiyakan perkataan Yasmin, tetapi ia juga kembali cemberut karena merasa terkekang di sangkar emas milik sang suami. Sedangkan sahabat perempuan tersebut, sebenarnya mereka percakapan dan segera m
Mendengar ucapan wanita itu mereka terdiam sejenak, membuat Elsa langsung menyeringai. Tak berselang lama perempuan tersebut segera dibopong salah satu dari para pria ini.“Diamlah, Nyonya! Ini perintah Tuan Devano, kalau anda terus memberontak. Mohon maaf kalau kami bakal kasar, karena Tuan Devano memperbolehkan hal itu.”Mendengar hal itu Elsa membulatkan mata, perempuan tersebut berhenti memberontak. Sedangkan bawahan Devano lekas memasuki ke kendaraan, William yang ada di dalam mobil hanya tersenyum lalu melajukan alat tranfortasi tersebut.“William, kalian mau membawaku ke mana?” tanya wanita tersebut.Lelaki tersebut tidak menjawab, membuat Elsa mengepalkan tangan.“Pinjam handphone-mu, aku mau berbicara dengan anakku.’Elsa menyodorkan tangannya ke arah William, pria tersebut tak merespon sedikitpun membuat Ibu Devano memakinya. Tangan perempua
Suara lembut dan serak terdengar di indra pendengar Devano, apalagi panggilan sayang membuat ia bergegas menoleh. Senyuman langsung ia lemparkan kala mata bertabrakan dengan manik Kania. Tatapan perempuan itu masih sangat sayu, pria ini segera menyudahi telepon lalu memasukkan benda pipih ke saku. Melangkah mendekat dan melingkarkan pelukkan di pinggang Kania.“Sayang, kamu ngobrol sama siapa tadi?” tanya Kania dengan suara serak.Devano mendengar perkataan Kania hanya mengulas senyuman, dia membenarkan pelukkan pada istrinya agar wanita ini nyaman.“Gak perlu kamu pikirkan, mendingan temani aku berbaring sebentar. Kepalaku agak pusing,” tutur pria tersebut.Mendengar perkataan sang suami, Kania spontan mengarahkan punggung tangan ke dahi Devano dan dia sendiri. Gerakkan perempuan tersebut sangat cepat, refleks dilakukan seolah ingin segera memastikan keadaan pri
Liburan keluarga besar ini masih sangat ramai, walau beberapa sudah ada yang pergi. Entah karena urusan mendadak atau usiran dari pria berstatus suami Kania. Mereka sekarang tengah pulang ke kediaman masing-masing, sedangkan Devano pergi mengantarkan Farrah terlebih dahulu. Saat gadis kecil itu turun diikuti istri lelaki tadi mengemudi, kedua manusia saling berpelukkan."Auntie, nanti kalau jalan-jalan ajak aku lagi ya," kata Farrah.Mendengar perkataan gadis kecil itu, Devano mendelik. Dia memandang sinis Farrah, tetapi disambut senyuman di bibir perempuan muda ini."Cih, malas aku bawa kamu. Kamu menyabotase waktu istriku," balas lelaki berkemeja hitam itu.Kania hanya terkekeh mendengar balasan sang suami pada Farrah, wanita itu langsung mengulurkan tangan dan mengusap penuh kasih sayang puncuk kepala gadis kecil tersebut."Gak usah dengarkan, Paman. Okey, nanti Auntie ajak ka