Ekspresi sinis yang terpasang di wajah Devano, lelaki itu memandang istrinya dengan tatapan tajam sebelum menghela napas berat. Melihat ketakutan yang terpancar dari mimik muka Kania, ia segera menggenggam erat jemari perempuan ini penuh kelembutan yang tak terduga. "Udahlah, kamu istirahat lagi. Sekarang fokus ke Yasmin dulu, baru nanti urusan kita," tutur pria itu. Kania mendengar penuturan sang suami bernapas lega, tatapannya terarah ke lelaki tersebut. Ia segera memandang sekitar lalu menatap Yasmin yang ada di brankar, spontan dia hendak turun tetapi ditahan Devano. "Mau ke mana! Tidur lagi, udah aku bilang kamu mendingan istirahat lagi," seru Devano. Wanita itu memandang Devano lalu melirik Yasmin, paham akan pandangan sang istri. Suami perempuan tersebut mengembuskan napas dan menarik dagu Kania agar memandangnya. "Tenang aja, dia udah lewati masa kritis. Sekarang dia lagi istirahat, kamu juga harus istirahat! Ingat kamu lagi hamil," tutur suami perempuan itu. Perempuan
Dengan mata terpaku pada layar yang menampilkan gambaran janin yang berusia dua belas minggu di dalam rahim Kania, Devano terus memperhatikan dengan tatapan sulit diartikan. Setiap gerakan janin yang terlihat begitu jelas di layar, membuat hati sedikit merasakan denyutan sesuatu. Sang dokter sangat menjelaskan dengan lengkap, ukuran janin yang sebesar jeruk, berat lima belas gram, panjang dari kepala dan kaki lima sentimeter. Wajah telah menyerupai manusia, mata semula di bagian sisi kepala kini bergeser menjadi lebih rapat. Kuku tangan, kaki mulai terbentuk. Setelah sudah melakukan tugasnya, dokter menyudahi kerjaan tersebut. Istri Devano perlahan duduk dibantu pria tersebut, sedangkan perempuan yang memeriksa merapikan peralatan. "Bagus, sampai saat ini sepertinya kehamilanmu lancar. Gak merasakan morning sick juga bukan," tutur dokter tersebut.Kania menganggukan kepala saat mendengar penuturan sang dokter, lelaki yang berstatus suaminya ini kembali mengulurkan tangan membuat per
Kini mereka baru aja sampai di kediaman Devano, pembantu lelaki itu menundukkan kepala. Bibirnya ia gigit karena merasa gelisah, melihat hal tersebut pria ini mengembuskan napas. "Kamu ke kamar, istirahat gih!" perintah lelaki itu. Dia memandang Kania yang berada di sisinya, membuat sang empu yang diperintahkan menggelengkan kepala. Dia memegang lengan Devano lalu menggoyangkan pelan. "Tuan ... jangan pecat temanku," pinta Kania. Devano memiringkan kepala, dia langsung melirik Yasmin yang masih berdiri. Terlihat lelaki ini menghela napas kembali, ia memilih mendaratkan bokong di sofa lalu bersidekap dan menopang kaki. "Kamu terlalu banyak maunya, ya," tutur lelaki itu. Setelah berkata demikian Devano memandang Yasmin yang menundukkan kepala. "Aku memecatmu jadi pembantuku, tapi aku memberikan gantinya. Karena kamu menyelamatkan istriku dan calon keturunanku, aku bakal memberikan pekerjaan yang lebih bagus dari itu. Sekalian hadiahnya, aku berterimakasih karena menyelamatkan dua
Kania mematung melihat banyak kendaraan roda empat terparkir, Devano yang terhenti akibat sang istri berhenti mendadak menoleh. Ia mengikuti pandangan wanitanya dan segera mendekat mengusap lembut punggung tangan ibu hamil ini. "Tenanglah, ada aku di sini. Mungkin Grandma terlampau bahagia jadi mengundang semua keluarga besar," tutur Devano. Perempuan tersebut langsung memandang wajah suaminya, melihat Devano yang mengerakan kepala ke atas dan bawah membuat ia menghela napas. Dan tatapan kembali pada kediaman megang di depan mata. "Udah, ayo! Grandma pasti udah nunggu banget sejak tadi. Kamu juga tau kan setiap jam Grandma terus menelepon sejak pagi," ujar lelaki itu. Dia mengangguk sebagai jawaban dan menarik napas, membuang secara perlahan. Kania memejamkan mata lalu kembali memandang sang suami. "Ayo, Tuan," kata Kania. Lelaki berstatus suaminya ini mengangguk, mereka mulai melangkah menuju kediaman yang lumayan jauh. Lalu saat hendak santai, terlihat Grandma melambaikan tang
Ida melotot mendengar ucapan wanita di sampingnya, ia langsung bersidekap dan memang tajam perempuan tersebut. "Jaga ucapanmu! Menantuku hanya Kania, titik! Gak ada yang bisa gantikan dia," sungut perempuan itu. "Kalau kamu gak menyukai menantuku, pergi dari sini!" usir nenek Devano. Baru saja hendak membuka mulut menjawab Ida, wanita paruh baya itu langsung melangkah meninggalkan perempuan tersebut. "Apa sebenarnya kelebihan wanita itu? Kenapa sampai tidak tergantikan gini. Padahal Devano kalau beneran udah sembuh pantasnya sama Chelsi, jadi aku bisa pamer sama teman tongkrongan atau arisan," ujarnya pelan. Perempuan itu menggelengkan kepala pelan, dia memilih melangkah menuju ruangan berkumpul. Saat sesampai di sana ucapan selamat pada Devano sangat bergema, membuat lelaki tersebut yang tadi kesal sedikit tersenyum bahagia begitupun Kania. "Dia sama sekali tidak pantas bersanding dengan Devano," gumamnya pelan. Beberapa orang di sisinya langsung menoleh lalu mengangguk mengiy
Chelsi yang mendengar suara perempuan itu dari telepon segera menjauhkan benda pipih tersebut. "Aku harus gimana, Thania. Aku bukan keluarga kalian buat ke sana," balas Chelsi. Thania mendengar ucapan Chelsi mengembuskan napasnya. Wanita itu bersandar dan bergerak sangat gelisah. Bahkan tangan terkepal saking emosi. "Pokoknya kamu yang harus jadi istri Devano, titik!" seru perempuan tersebut. Seseorang yang mendengar percakapan itu bersidekap, memiringkan kepala dan memandang tajam Thania. Dia mendekat tanpa terdengar langkah suara, sampai perempuan tersebut kaget dengan ucapan sang empu. "Memang kamu siapa bisa memutuskan hal itu, hm ...," kata Devano dingin. Wanita itu langsung tertunduk, tangan yang memegang handphone ke telinga segera turun. Sedangkan tatapan lelaki tersebut seperti hendak menguliti sang empu lewat pandangan mata. "Kenapa berhenti mengobrol? Ayo lanjutkan, aku ingin dengar percakapan kalian selanjutnya," seru lelaki tersebut. Kepalanya kembali ia miringkan
Chelsi baru saja hendak keluar lalu mobil melaju membuat sang empu memekik. Sedangkan supir yang mengemudi hanya menyeringai senang, perempuan tersebut segera memandang tajam lelaki ini. "Apa yang kamu lakukan! Mau membahayakanku," omel wanita itu.Mendengar omelan Chelsi lelaki itu menggeleng, matanya sesekali memandang wajah kesal perempuan yang memesan taksinya. "Saya gak bermaksud, tadi kan udah berubah jadi lampu hijau. Jadi saya segera jalan dong, bukannya kamu yang menginginkan cepat-cepat. Lagian ini jalan raya gak boleh sembarangan parkir," balas sang supir. Perempuan ini memutarkan bola mata kala mendengar jawaban lelaki yang mengemudi. Dia tau jika supir tersebut balas dendam padanya, dia memukul tempat duduk dan melipat tangan. Pandangan menatap keluar jendela yang terlihat kendaraan pria merengut mahkota saat pernikahan Devano telah melaju pergi. "Sialan! Sialan!" makinya. Kepuasan terlihat diwajah sang supir telah membalas dendam lewat hal ini, setelah sampai ke per
Chelsi berkata demikian dengan langkah cepat mendekati pemilik perusahaan ini dan dengan spontan mendarat di pangkuan Devano sebelum sang empu bereaksi. Senyuman mengembang di bibir perempuan tersebut kala tidak mendaratkan dorongan dari pria pujaannya, sedangkan Devano memang wajah gadis yang selalu menempel pada dia sejak kecil. "Turunlah! Aku belum bisa bersentuhan lama," perintah lelaki ini.Perempuan ini akhirnya menurut, dia sudah sangat bahagia karena Devano tidak menghindar lagi. Tetapi tangan wanita tersebut masih menempel di leher sang pria, tetapi suami Kania sangat tenang dan tak menepisnya. "Ada apa kemari? Aku masih banyak kerjaan. Gak bisa melayanimu bermain-main," jelas Devano. Senyuman Chelsi pudar kala mendengar ucapan Devano, dia segera menarik tangannya lalu melangkah memutari meja kerja lelaki itu. Sedangkan William pamit dari sana setelah mendapatkan persetujuan sang Bos. "Cepatlah! Mau bicara apa? Pintu sudah t
Devano terperanjak mendengar seruan sang istri kala selesai menutup pintu, percakapan mereka tidak terdengar ke luar. Lelaki itu segera memandang wajah cemburu Kania dan membelai penuh kasih sayang. “Apa yang dipikirkan otak kecilmu itu, jangan bicara sembarangan,” tegur lelaki itu. Dia mendorong kening Kania membuat sang empu mengerucutkan bibirnya, lelaki itu segera menyalakan kemudi lalu Kania spontan memegang lengannya membuat dia menoleh. “Ada apa lagi,” kata Devano dengan nada malas. Perempuan itu masih memajukan bibirnya, dia bahkan berani menunjuk pipi sang suami sampai jari wanita tersebut menyentuh wajah Devano. “Kamu pasti berbohong, karena kamu sedikit lagi mau sembuh. Kamu mau mencari wanita lain yang lebih pantas denganmu,” sungut perempuan tersebut. Devano memutarkan bola mata mendengar ucapan sang istri, ia memilih mematikan mesin kendaraan lagi dan tangannya memilih menggengga
Li Jiazhen segera pergi setelah selesai dengan urusannya, tidak ingin menyulut amarah Devano lagi. Kini hanya sepasang suami istri ini yang ada di ruangan, kekasih Kania melangkah kaki menuju dispenser air lalu menyalakan unruk mengisi air di gelas dan meneguk hingga tandas. Sang perempuan tersebut mengikuti, tetapi lelaki ini sama sekali tak mengeluarkan suara. Terlihat jelas dari wajah tidak ingin diganggu sedikitpun."Sayang ….""Kamu marah?" tanyanya pelan.Lelaki ini hanya melirik tanpa menjawab pertanyaan Kania, padahal wanita itu sudah sangat jelas tau jika sang suami tengah berperang dengan emosi yang bergejolak."Pergilah! aku bakal lembur, kamu pulang aja."Devano secara halus mengusir sang istri, mendengar hal ini Kania menggeleng. Perempuan itu segera memeluk suaminya yang berjalan menuju sofa, membuat sang empu menghentikan langkah."Maafkan aku, Sayang. Lain kali aku gak bakal berbicara dengan pria itu kalau diajak
Karyawan itu tidak menanggapi ucapan Devano, dia langsung berlari lalu memeluk suami Kania. Mata pria tersebut membulat sempurna karena terkejut, ia berusaha melindungi minuman yang dibawa agar tidak tumpah.“Tuan … terima kasih!”seru lelaki tersebut.Setelah tersadar akan pandangan mata Devano, ia segera melepaskan pelukkan lalu menjauh. Menundukkan kepala tidak berani memandang wajah pemilik perusaaan ini.“Di mana sikapmu yang tadi? Kenapa sangat cepat lenyap,” ucap Devano datar.Pria ini semakin menunduk, sedangkan yang lain hanya memandang nanar. Mereka segera melakukan pekerjaan kembali kala Devano melirik semua. “Sudahlah, aku tidak mau menakutimu lagi. Selamat karena sudah menjadi Ayah, doakan istriku juga. Semoga dia lancar sampai anakku lahir,” ujar Devano.Karyawan itu mengangguk lalu mengucapkan terimakasih dan mendoakan istri Devano yang dibalas senyuman pria tersebut. Beberapa orang yang melihat memandang tak perca
Devano mendengar ucapan karyawannya langsung mendelik, ia kembali memandang ke depan.“Kalau kamu ada kesalahan lagi aku gak akan mengeluarkanmu begitu saja dari ruangan, aku aku keluar mau menjemput istriku di luar. Oh ya, siapkan minuman untuk dia, eh jangan! Biar saya aja yang buat, kamu cepat pergi beli susu untuk ibu hamil,” seru Devano.Setelah berkata demikian lelaki itu kembli bergegas melangkah, sedangkan karyawan yang diperintahkan mulutnya terbuka lebar. Ia benar-benar tidak mengenali Devano, sikap sangat berbeda dengan dulu. Bahkan sekarang ada rasa toleransi, dia merasa bersyukur akan kehadiran yang datang ke hidup sang Bos.“Ah, iya! Aku harus segera pergi membeli susu ibu hamil,” pekik pria tersebut.Dia langsung berlari untuk melakukan kerjaannya, se
William terperanjak mendengar suara Devano, membuat ia spontan menginjak pedal gas. Beruntung Kania sudah memakai sabuk pengaman dan berpegangan sebagai jaga-jaga. Bahkan handphone yang dipegang perempuan tersebut sampai terjatuh, lelaki sedang berganti profesi jadi supir ini lekas mematikan mesin dan membantu mengambil ponsel sang majikan.“Tu-Tuan,” kata William terbata-bata kala melihat layar handphone.Pria yang dipanggil Tuan itu memasang wajah datar kala mendengar suara William, sedangkan Kania segera mengambil handphone lalu segera mengganti jadi kamera depan.“Sayang, kamu mengejutkan kami,” tegur Kania.Lelaki itu hanya mendengkus mendengar teguran sang istri, ia memalingkan wajah menyembunyikan riak kekesalan.“Iya, maafkan aku. Aku hanya terkejut karena William melajukan kendaraan sangat kencang,” seru Devano.Me
Waktu terus bergerak sangat cepat, kini kehidupan sepasang suami istri itu sangat harmonis. Tetapi kadang Kania sangat jengkel pada Devano karena terlalu oper protektif pada dia. Bahkan untuk ke dapur aja tidak diperbolehkan, katanya takut sesuatu hal buru terjadi."Yasmin … aku sangat bosan," keluh Kania.Bibirnya mengerucut tanda sangat kesal, sedangkan Yasmin paham akan perasaan keduanya. Satu sisi Devano takut sesuatu terjadi, karena pas usia kandungan perempuan itu empat bulan, Kania sempat hendak terjatuh di dapur akibat ada minyak yag tumpah. Bahkan karena hal tersebut, beberapa pelayan dipecat begitupun yang tak menyukai wanita hamil ini."Tuan begitu karena sangat menyayangimu, takut kamu kenapa-napa," balas Yasmin.Kania menganggukkan kepala mengiyakan perkataan Yasmin, tetapi ia juga kembali cemberut karena merasa terkekang di sangkar emas milik sang suami. Sedangkan sahabat perempuan tersebut, sebenarnya mereka percakapan dan segera m
Mendengar ucapan wanita itu mereka terdiam sejenak, membuat Elsa langsung menyeringai. Tak berselang lama perempuan tersebut segera dibopong salah satu dari para pria ini.“Diamlah, Nyonya! Ini perintah Tuan Devano, kalau anda terus memberontak. Mohon maaf kalau kami bakal kasar, karena Tuan Devano memperbolehkan hal itu.”Mendengar hal itu Elsa membulatkan mata, perempuan tersebut berhenti memberontak. Sedangkan bawahan Devano lekas memasuki ke kendaraan, William yang ada di dalam mobil hanya tersenyum lalu melajukan alat tranfortasi tersebut.“William, kalian mau membawaku ke mana?” tanya wanita tersebut.Lelaki tersebut tidak menjawab, membuat Elsa mengepalkan tangan.“Pinjam handphone-mu, aku mau berbicara dengan anakku.’Elsa menyodorkan tangannya ke arah William, pria tersebut tak merespon sedikitpun membuat Ibu Devano memakinya. Tangan perempua
Suara lembut dan serak terdengar di indra pendengar Devano, apalagi panggilan sayang membuat ia bergegas menoleh. Senyuman langsung ia lemparkan kala mata bertabrakan dengan manik Kania. Tatapan perempuan itu masih sangat sayu, pria ini segera menyudahi telepon lalu memasukkan benda pipih ke saku. Melangkah mendekat dan melingkarkan pelukkan di pinggang Kania.“Sayang, kamu ngobrol sama siapa tadi?” tanya Kania dengan suara serak.Devano mendengar perkataan Kania hanya mengulas senyuman, dia membenarkan pelukkan pada istrinya agar wanita ini nyaman.“Gak perlu kamu pikirkan, mendingan temani aku berbaring sebentar. Kepalaku agak pusing,” tutur pria tersebut.Mendengar perkataan sang suami, Kania spontan mengarahkan punggung tangan ke dahi Devano dan dia sendiri. Gerakkan perempuan tersebut sangat cepat, refleks dilakukan seolah ingin segera memastikan keadaan pri
Liburan keluarga besar ini masih sangat ramai, walau beberapa sudah ada yang pergi. Entah karena urusan mendadak atau usiran dari pria berstatus suami Kania. Mereka sekarang tengah pulang ke kediaman masing-masing, sedangkan Devano pergi mengantarkan Farrah terlebih dahulu. Saat gadis kecil itu turun diikuti istri lelaki tadi mengemudi, kedua manusia saling berpelukkan."Auntie, nanti kalau jalan-jalan ajak aku lagi ya," kata Farrah.Mendengar perkataan gadis kecil itu, Devano mendelik. Dia memandang sinis Farrah, tetapi disambut senyuman di bibir perempuan muda ini."Cih, malas aku bawa kamu. Kamu menyabotase waktu istriku," balas lelaki berkemeja hitam itu.Kania hanya terkekeh mendengar balasan sang suami pada Farrah, wanita itu langsung mengulurkan tangan dan mengusap penuh kasih sayang puncuk kepala gadis kecil tersebut."Gak usah dengarkan, Paman. Okey, nanti Auntie ajak ka