Devano dan Kania melanjutkan mengisi perut kembali, walaupun sudah malas untuk makan tetapi karena uangnya yang keluar jadi perempuan tersebut memilih memakan. "Kamu ini ya! Belum pernah koki buatin makanan kaya gini," lontar Devano.Kania yang mendengar meringis, ia langsung menatap Devano. Karena tak ingin mendapatkan amukan emosi pria tersebut lagi. "Tuan kan punya saldo, kenapa gak beli makanan di luar aja. Malah menyuruhku memasak, jadi ya maklumi tangan dan otakku itu cuma bisa memasak masakan orang kampung," jawab perempuan tersebut. Lelaki tampan ini menganggukkan kepala dan mengulum senyum mendengar jawaban Kania. "Gak perlu! Setidaknya masakanmu ini masih bisa aku cerna. Ingat! Kamu hanya boleh memasakanku aja," seru Devano. Kania mengiyakan perkataan Devano, lalu beberapa menit kemudian mereka dihantam keheningan. Wanita itu melirik sang pria yang sangat lahap mengisi perut, ia menggelengkan kepala lalu tersenyum kecil. "Dasar, bilangnya gitu tapi makanan sampe limit
Devano memandang sinis lelaki yang berstatus ketua RT itu. Sedangkan Alex yang mengenal menganggukkan kepala. "Ya, dia Tuan kami. Yang kasih bantuan ke sini buat bangun rumah sakit," balas Alex.Mulut lelaki itu terbuka, ia sangat syok dengan perkataan Alex. Begitupun Asih, sedangkan para warga yang memang sudah tau saling memandang. "Tuan, Tuan ... Maafkan saya dan mereka," ucap ketua RT.Pria tersebut langsung mendekati Devano lalu bersujud, Asih pun mengikuti suaminya. Sedangkan semua warga saling memandang melihat adegan tersebut. "Ternyata bener tebakanku, dia ... siapa sih namanya inget nama depan doang Devano," celoteh seseorang."Devano Arthur Rafandra, gila! Dia beneran Mah, akhirnya aku bisa melihat pria tampan yang kemaren-kemaren cuma bisa lihat di sosmed," pekik sang anak. "Bukannya dia gak bisa nyentuh cewek? Itu kok dia bisa megang Kania," lontar seseorang. "Itu kayanya cuma khusus Kania aja
"Telepon!" Devano kembali memejamkan matanya, setelah berkata demikian. Kania mengerutkan kening mendengar perkataan lelaki itu, lalu mengangguk kala paham akan kata-kata sang pria. Dia lekas merogoh handphonenya di saku. "Pakai handphoneku." Kania kembali menoleh memandang Devano yang matanya masih terpejam. Ia terdiam sejenak dengan riak wajah bingung bahkan wanita tersebut mengigit bibir. "Kenapa diam aja, ambil handphonenya. Apa harus aku mengambilkan untukmu!" ketus lelaki itu. Dengan gerakan cepat Kania menggelengkan kepala untuk jawaban pada Devano. "Di, di mana handphonenya, Tuan?" tanya Kania pelan. Helaan napas kasar terdengar dari Devano, membuat Kania yang mendengar dan melihat mencengkram erat pakaian yang dipakai. "Saku celanaku, cepat ambil! Kenapa kamu berisik sekali," bentak sang majikan.Perempuan itu tersentak mendengar bentakan sang lelaki. Spontan ia memegang celana Devano bagian saku, membuat sang empu melotot. "Maaf, Tuan. Gak sengaja," katanya dengan
Waktu berlalu begitu cepat, wanita itu kini tengah memandang keluar. Menatap rintik hujan yang mengguyur bumi. Hawa dingin menyusup membuat ia merasa merinding, sejak kejadian peculikan tersebut, gadis tawanan Devano dihukum untuk tidak keluar rumah selama seminggu. "Udah dikurung berhari-hari, pas udah dibolehin keluar ada aja yang bikin aku dihukum dan dikurung di rumah ini lagi," keluh Kania.Helaan napas keluar dari bibir Kania, ia menyandarkan kepala di kursi ayunan gantung rotan. Perempuan ini memesan benda tersebut untuk bersantai, ingin membuat pemilik kediaman kesal karena dia boros. Tetapi, Devano terus menuruti perkataan membuatnya kesal."Huh ... Bosen banget." Perempuan tersebut mengeluarkan keluhannya."Enaknya kalau ujan gini makan seblak mah mantep nih," gumamnya pelan. Setelah bergumam demikian wanita itu langsung berdiri, ia segera melangkah menuju kamar dan membuka pintu. Dia memang dilarang keluar kediaman, tetapi boleh berkeliaran di dalam rumah. "Yasmin," pan
Kania bersenandung saat memasak seblak bersama Yasmin. Ada beberapa teman mereka yang ikut membantu karena menginginkan makanan itu juga. Sedangkan Eric lelaki itu memilih pergi meninggalkan semua takut ia menganggu lagian tak suka keramaian. "Pecahin telornya, Yas! Kita buat agak banyakan. Kalian pada mau kan," seru Kania. Semua mengangguk sebagai jawaban, sesaat mereka diterpa kebahagiaan. Seseorang melirik dengan penuh kebencian pada Kania, wanita itu sengaja membuka pintu. "Aku ingin melihat gimana kamu membela mereka atau dirimu sama Tuan Devano," gumam wanita itu. Ia bergegas pergi dari sana karena tak ingin ikut terlibat. Sedangkan di lain tempat, William tengah melajukan kendaraan menuju kediaman sang majikan. Jalanan lumayan tak padat, karena masih waktu bekerja. "Cepatlah! Gak lumayan padat juga kan. Ngebut dong, lamban banget sih," gerutu Devano.William langsung melirik Devano, ia hanya menundukkan kepala lalu mulai mempercepat laju kendaraan. Sedangkan sang bos terus
Semua berkerja sangat keras, bahkan makanan mereka masih lumayan banyak. Saat sedang merapikan segalanya, netra salah satu pembantu melotot saat melihat kedatangan Devano dengan tatapan yang menyeramkan. "Nona Kania, gimana dong ini ... itu Tuan Devano udah datang," rengek salah satu dari mereka.Kania langsung menoleh ke arah tatapan wanita itu. Saat kedatangan Devano semakin dekat, semua menundukan kepala dengan cepat. Sedangkan pria yang ditakuti mereka merengut saat membuka pintu. "Apa yang kalian masak! Bau banget," sentak Devano spontan.Setelah berkata demikian, lelaki itu langsung tatapannya menangkap sang gadis. Ia melirik para pembantu yang berdiri di belakang Kania dan menundukan kepala."Tu-Tuan, aku bisa jelasin. Tolong tenang aja," ucap Kania terbata-bata. "Kok Tuan pulang jam segini, tumben," lanjutnya. Ia berkata demikian sambil melangkah dan mendekati Devano. Wanita itu mengulurkan tangan dan menggenggam jemari sang pria, dia mendongak menatap takut lelaki tersebu
Devano langsung menatap datar Eric yang berucap demikian, sedangkan yang mendengar segera menyenggol. Tenggorokan Kania merasa tercekat kala melihat pandangan sang pria, dengan gerakan cepat segera memegang lengan pemilik kediaman ini. "Tuan, ayo kita pergi. Mau ke kamar atau ke ruang kerja," lontar Kania. "Gak usah pedulikan dia ya, dia cuma salah bicara aja," lanjutnya. Pria itu langsung memandang Kania, ia akhirnya melirik sekilas Eric lalu kembali melangkah pergi menarik Kania dengan tali. Seperti seekor anjing yang mengikuti sang majikan, Lelaki yang menjadi koki kediaman segera ditahan oleh beberapa pelayan. "Jangan berulah! Jangan membuat usaha Kania jadi sia-sia buat ngelindungi kita," ucap salah satu dengan pelan. Kini Eric hanya bisa berdiam diri dan melihat wanita yang ia sukai diperlakukan demikian. Tangannya mengepal membuat urat terlihat, sedangkan Devano menyeringai melihat reaksi bawahannya. Dia mengetahui jika sang koki menaruh hati pada gadis tawanan miliknya.
Kania menggelengkan kepala tanda menolak perkataan Devano, membuat pria tersebut melotot kesal. Dia langsung mencengkram kuat pipi dekat rahang sang gadis dan memandang tajam. "Aku gak butuh persetujuanmu! Persiapkan diri aja, aku ingin melihatmu bertato," lontar Devano.Setelah berkata demikian lelaki itu segera menjauh dari Kania dan merapikan pakaian. "Cepat ikut aku! Aku ingin makan bersamamu," seru nya kembali."Ayo cepat turun! Ingat harus merangkak." Devano sama sekali tidak membiarkan Kania mengeluarkan suara. Lelaki itu langsung menarik tali membuat sang perempuan terbawa, gadis tersebut segera menuruti perintah Devano. "Jadilah peliharaan yang baik, nanti aku bakal memperlakukanmu begitu juga."Pria itu melangkah dengan terus memegang tali, sedangkan Kania mengikuti dengan merangkak. Sesekali ia meringis saat merasakan ada kotoran menekan lutut atau telapak. Beberapa ada yang memandang perihatin begitupun bahagia. Devano sama sekali tidak memperdulikan sang gadis, pandan
Devano terperanjak mendengar seruan sang istri kala selesai menutup pintu, percakapan mereka tidak terdengar ke luar. Lelaki itu segera memandang wajah cemburu Kania dan membelai penuh kasih sayang. “Apa yang dipikirkan otak kecilmu itu, jangan bicara sembarangan,” tegur lelaki itu. Dia mendorong kening Kania membuat sang empu mengerucutkan bibirnya, lelaki itu segera menyalakan kemudi lalu Kania spontan memegang lengannya membuat dia menoleh. “Ada apa lagi,” kata Devano dengan nada malas. Perempuan itu masih memajukan bibirnya, dia bahkan berani menunjuk pipi sang suami sampai jari wanita tersebut menyentuh wajah Devano. “Kamu pasti berbohong, karena kamu sedikit lagi mau sembuh. Kamu mau mencari wanita lain yang lebih pantas denganmu,” sungut perempuan tersebut. Devano memutarkan bola mata mendengar ucapan sang istri, ia memilih mematikan mesin kendaraan lagi dan tangannya memilih menggengga
Li Jiazhen segera pergi setelah selesai dengan urusannya, tidak ingin menyulut amarah Devano lagi. Kini hanya sepasang suami istri ini yang ada di ruangan, kekasih Kania melangkah kaki menuju dispenser air lalu menyalakan unruk mengisi air di gelas dan meneguk hingga tandas. Sang perempuan tersebut mengikuti, tetapi lelaki ini sama sekali tak mengeluarkan suara. Terlihat jelas dari wajah tidak ingin diganggu sedikitpun."Sayang ….""Kamu marah?" tanyanya pelan.Lelaki ini hanya melirik tanpa menjawab pertanyaan Kania, padahal wanita itu sudah sangat jelas tau jika sang suami tengah berperang dengan emosi yang bergejolak."Pergilah! aku bakal lembur, kamu pulang aja."Devano secara halus mengusir sang istri, mendengar hal ini Kania menggeleng. Perempuan itu segera memeluk suaminya yang berjalan menuju sofa, membuat sang empu menghentikan langkah."Maafkan aku, Sayang. Lain kali aku gak bakal berbicara dengan pria itu kalau diajak
Karyawan itu tidak menanggapi ucapan Devano, dia langsung berlari lalu memeluk suami Kania. Mata pria tersebut membulat sempurna karena terkejut, ia berusaha melindungi minuman yang dibawa agar tidak tumpah.“Tuan … terima kasih!”seru lelaki tersebut.Setelah tersadar akan pandangan mata Devano, ia segera melepaskan pelukkan lalu menjauh. Menundukkan kepala tidak berani memandang wajah pemilik perusaaan ini.“Di mana sikapmu yang tadi? Kenapa sangat cepat lenyap,” ucap Devano datar.Pria ini semakin menunduk, sedangkan yang lain hanya memandang nanar. Mereka segera melakukan pekerjaan kembali kala Devano melirik semua. “Sudahlah, aku tidak mau menakutimu lagi. Selamat karena sudah menjadi Ayah, doakan istriku juga. Semoga dia lancar sampai anakku lahir,” ujar Devano.Karyawan itu mengangguk lalu mengucapkan terimakasih dan mendoakan istri Devano yang dibalas senyuman pria tersebut. Beberapa orang yang melihat memandang tak perca
Devano mendengar ucapan karyawannya langsung mendelik, ia kembali memandang ke depan.“Kalau kamu ada kesalahan lagi aku gak akan mengeluarkanmu begitu saja dari ruangan, aku aku keluar mau menjemput istriku di luar. Oh ya, siapkan minuman untuk dia, eh jangan! Biar saya aja yang buat, kamu cepat pergi beli susu untuk ibu hamil,” seru Devano.Setelah berkata demikian lelaki itu kembli bergegas melangkah, sedangkan karyawan yang diperintahkan mulutnya terbuka lebar. Ia benar-benar tidak mengenali Devano, sikap sangat berbeda dengan dulu. Bahkan sekarang ada rasa toleransi, dia merasa bersyukur akan kehadiran yang datang ke hidup sang Bos.“Ah, iya! Aku harus segera pergi membeli susu ibu hamil,” pekik pria tersebut.Dia langsung berlari untuk melakukan kerjaannya, se
William terperanjak mendengar suara Devano, membuat ia spontan menginjak pedal gas. Beruntung Kania sudah memakai sabuk pengaman dan berpegangan sebagai jaga-jaga. Bahkan handphone yang dipegang perempuan tersebut sampai terjatuh, lelaki sedang berganti profesi jadi supir ini lekas mematikan mesin dan membantu mengambil ponsel sang majikan.“Tu-Tuan,” kata William terbata-bata kala melihat layar handphone.Pria yang dipanggil Tuan itu memasang wajah datar kala mendengar suara William, sedangkan Kania segera mengambil handphone lalu segera mengganti jadi kamera depan.“Sayang, kamu mengejutkan kami,” tegur Kania.Lelaki itu hanya mendengkus mendengar teguran sang istri, ia memalingkan wajah menyembunyikan riak kekesalan.“Iya, maafkan aku. Aku hanya terkejut karena William melajukan kendaraan sangat kencang,” seru Devano.Me
Waktu terus bergerak sangat cepat, kini kehidupan sepasang suami istri itu sangat harmonis. Tetapi kadang Kania sangat jengkel pada Devano karena terlalu oper protektif pada dia. Bahkan untuk ke dapur aja tidak diperbolehkan, katanya takut sesuatu hal buru terjadi."Yasmin … aku sangat bosan," keluh Kania.Bibirnya mengerucut tanda sangat kesal, sedangkan Yasmin paham akan perasaan keduanya. Satu sisi Devano takut sesuatu terjadi, karena pas usia kandungan perempuan itu empat bulan, Kania sempat hendak terjatuh di dapur akibat ada minyak yag tumpah. Bahkan karena hal tersebut, beberapa pelayan dipecat begitupun yang tak menyukai wanita hamil ini."Tuan begitu karena sangat menyayangimu, takut kamu kenapa-napa," balas Yasmin.Kania menganggukkan kepala mengiyakan perkataan Yasmin, tetapi ia juga kembali cemberut karena merasa terkekang di sangkar emas milik sang suami. Sedangkan sahabat perempuan tersebut, sebenarnya mereka percakapan dan segera m
Mendengar ucapan wanita itu mereka terdiam sejenak, membuat Elsa langsung menyeringai. Tak berselang lama perempuan tersebut segera dibopong salah satu dari para pria ini.“Diamlah, Nyonya! Ini perintah Tuan Devano, kalau anda terus memberontak. Mohon maaf kalau kami bakal kasar, karena Tuan Devano memperbolehkan hal itu.”Mendengar hal itu Elsa membulatkan mata, perempuan tersebut berhenti memberontak. Sedangkan bawahan Devano lekas memasuki ke kendaraan, William yang ada di dalam mobil hanya tersenyum lalu melajukan alat tranfortasi tersebut.“William, kalian mau membawaku ke mana?” tanya wanita tersebut.Lelaki tersebut tidak menjawab, membuat Elsa mengepalkan tangan.“Pinjam handphone-mu, aku mau berbicara dengan anakku.’Elsa menyodorkan tangannya ke arah William, pria tersebut tak merespon sedikitpun membuat Ibu Devano memakinya. Tangan perempua
Suara lembut dan serak terdengar di indra pendengar Devano, apalagi panggilan sayang membuat ia bergegas menoleh. Senyuman langsung ia lemparkan kala mata bertabrakan dengan manik Kania. Tatapan perempuan itu masih sangat sayu, pria ini segera menyudahi telepon lalu memasukkan benda pipih ke saku. Melangkah mendekat dan melingkarkan pelukkan di pinggang Kania.“Sayang, kamu ngobrol sama siapa tadi?” tanya Kania dengan suara serak.Devano mendengar perkataan Kania hanya mengulas senyuman, dia membenarkan pelukkan pada istrinya agar wanita ini nyaman.“Gak perlu kamu pikirkan, mendingan temani aku berbaring sebentar. Kepalaku agak pusing,” tutur pria tersebut.Mendengar perkataan sang suami, Kania spontan mengarahkan punggung tangan ke dahi Devano dan dia sendiri. Gerakkan perempuan tersebut sangat cepat, refleks dilakukan seolah ingin segera memastikan keadaan pri
Liburan keluarga besar ini masih sangat ramai, walau beberapa sudah ada yang pergi. Entah karena urusan mendadak atau usiran dari pria berstatus suami Kania. Mereka sekarang tengah pulang ke kediaman masing-masing, sedangkan Devano pergi mengantarkan Farrah terlebih dahulu. Saat gadis kecil itu turun diikuti istri lelaki tadi mengemudi, kedua manusia saling berpelukkan."Auntie, nanti kalau jalan-jalan ajak aku lagi ya," kata Farrah.Mendengar perkataan gadis kecil itu, Devano mendelik. Dia memandang sinis Farrah, tetapi disambut senyuman di bibir perempuan muda ini."Cih, malas aku bawa kamu. Kamu menyabotase waktu istriku," balas lelaki berkemeja hitam itu.Kania hanya terkekeh mendengar balasan sang suami pada Farrah, wanita itu langsung mengulurkan tangan dan mengusap penuh kasih sayang puncuk kepala gadis kecil tersebut."Gak usah dengarkan, Paman. Okey, nanti Auntie ajak ka