"Kenapa aku agak kasihan ya," gumam Devano pelan. Lelaki itu langsung memalingkan wajah, lalu meminta agar video call disudahi. Sedangkan Kania menitihkan air mata merasakan tubuh yang tengah ditato, karena lumayan banyak wanita ini sampai pingsan. Selesai melaksanakan tugas, Alex segera membopong Kania dan memasuki ke kendaraan karena ia memandang prihatian gadis tawanan sang bos. "Aku mereka Tuan Devano menyukaimu, Kania, tapi dia hanya belum sadar aja. Semoga segera sadar, dia gak pernah lakuin ini sebelumnya. Dia suka menyaksikan seseorang di siksa tapi tadi ...." Ucapannya tak dilanjutkan saat mendengar suara telepon berbunyi, ia segera keluar dari kendaraan dan menutup pintu. Lekas dia merogoh saku dan menempelkan ke telinga, Alex memilih bersandar di mobil. "Ini udah selesai, Tuan. Aku bakal langsung antar ke rumah," balas Alex. "Nona Kania lagi pingsan, nanti aja setelah dia bangun nanti disuruh telepon Tuan." Devano menganggukan kepala, lelaki itu langsung mematikan sam
"Cepatlah pergi! Nyonya besar ingin menemuimu," bentak salah satu pembantu. Wanita itu yang dulu melaporkan pada Devano, insiden di dapur. Mendengar hal ini Kania memilih segera berlari keluar, sedangkan sang empu yang membentak menyeringai. "Rasakan! Pasti kamu bakal dimarahi habis-habisan," ucap wanita itu. Sedangkan gadis yang lebih dulu melapor mendelik memandang kesal wanita yang membentak Kania. Perempuan tawanan Devano ini memandang orang yang disegani selain pemilik kediaman, ia melangkah pelan dan menundukkan kepala. "Nyonya besar," sapa wanita itu. Mendengar panggilan itu wanita paruh baya tersebut melirik Kania. Senyuman terulas kala melihat wajah yang ingin dia temui. "Gadis kecil," seru wanita itu. Merasa familiar dengan sapaan tersebut, Kania langsung mendongak. Ia mengulas senyuman saat melihat wajah yang dia kenal. "Nenek," pekik wanita itu.Langkah jalannya langsung ia percepatan dan wanita itu segera berhamburan memeluk perempuan paruh baya tersebut. "Apa ka
Mereka menggerakan kepala mengarah ke asal bunyi saat mendengar suara yang sangar familiar. Sedangkan pada bawahan lelaki itu segera menunduk hormat, sesampai di ruang makan. Pria yang memiliki kuasa di kediaman ini berdiri di samping Kania, lalu mendaratkan tangan di bahu gadis tersebut. Semua menahan napas saat kedatangan lelaki itu, sedangkan nenek Devano melipat tangan di meja sesekali mengetuk dengan jari. "Grandma! Jangan macem-macem, dia mainanku," seru lelaki itu.Kania mendongak memandang lelaki yang kini memegang bahunya, ia mengerutkan kening. Sedangkan wanita yang dipanggil Grandma menyeringai, perempuan itu memiringkan kepala seperti menimang-nimang sesuatu dipikirannya. "Memangnya kenapa, gadis ini gak menuruti perkataan Grandma. Haruskan Grandma bawa ke tempat penyiksaan," balas wanita itu."Emangnya kenapa! Gadis ini gak mau menuruti perintahku. Harusnya Grandma membawa dia ke tempat penyiksaan," lontar wanita itu. Nada suaranya sangat tegas, pandangan terarah ke K
Durasi terus bergerak, waktu berjalan maju. Kania memilih berusaha mendapatkan hati lelaki yang menawannya, sesuai permintaan nenek pria tersebut. Sikap Devano sangat membuat ia kebingungan, kebaikan dan keburukan menjadi satu. Sikap kasar tidak hilang walau Kania berjuang untuk terus menurut. "Pokoknya kamu harus memakai lingerie ini, ingatlah! Jangan banyak membantah, aku gak suka itu. Setiap inci tubuhmu sudah hafal aku, jadi jangan berlaga sok suci. Kamu itu pelacurku," sinis Devano. Kania memejamkan mata, memikirkan kata-kata Devano yang menggema di kepala. Ucapan yang menyakiti hati bahkan menusuk sangat dalam. Disaat wanita itu hanyut dalam ingatan, seseorang melihat hal ini segera mendekat. Memegang bahu Kania agak keras, membuat sang empu terkejut sampai terjungkal dari kursi. "Hayo ... lagi ngelamunin apa!" Suara Yasmin yang mengejutkan Kania, wanita itu langsung meringis kala punggung mendarat sekaligus. "Arghh ...." Pekikan Kania membuat beberapa orang terke
Setelah sampai di kediaman Devano, wanita itu tersenyum sumringah. Bibir perempuan tersebut melengkung dengan sempurna, ia segera turun dari taksi dan memandang kediaman yang sangat megah. "Devanoku, aku datang," pekik perempuan itu bersemangat. Sedangkan supir taksi ini membantu mengeluarkan koper yang ada di bagasi. Ia segera menyerahkan pada wanita yang memandang kediaman dengan tatapan berbinar."Ini, Nona. Kalau gitu saya pergi dulu," kata lelaki itu.Wanita itu hanya melirik sekilas lalu kembali merapikan diri membuat sang supir hanya menggelengkan kepala. Ia memilih pergi dan lekas melajukan kendaraan, sedangkan perempuan ini setelah dirasa sudah cakep segera memandang gerbang rumah Devano, dia melangkah dengan menggeret koper. "Maaf, Nona siapa? Apa sudah ada janji dengan Tuan Devano," seru security. Dia langsung mencegat perempuan itu membuat sang empu memandang sinis. Ia langsung bersidekap menggeram kesal karena dihalangi. "Aku gak perlu izin sama Devano buat masuk ke
Wanita itu segera meraih jubah untuk menutupi pakaian dinasnya, lalu melirik handphone yang tergelatak di nakas. Ia lekas mengambil dan berusaha menyalakan. "Aishh ... lupa! aku gak changer," kata perempuan tersebut. Dia segera menchanger handphonenya lalu setelah tersambung lekas melangkah keluar. Karena perut berbunyi sangat kencang, kalau Devano tau pasti sudah dimarahi."Yasmin ... aku lapar, ada makanan gak," teriak Kania. Dia melambaikan tangan saat matanya menangkap keberadaan sang teman. Mendengar namanya dipanggil, Yasmin segera menoleh lalu mendekati perempuan tawanan Devano."Kania," sahut Yasmin. Dia memegang tangan Kania membuat perempuan itu segera menghentikan langkahnya. "Ada apa? Kalau mau sesuatu kan tinggal telepon aja. Atau pencet tombol di kamar, kamu ini ya! Masih aja capek-capek keluar kamar," lanjut wanita itu.Kania mengerutkan kening mendengar perkataan Yasmin yang terdengar nada aneh. "Sudah sana ke kamarmu, mau apa? Nanti aku ambilin." Kania menggele
Wajah Chelsi berubah masam saat mendengar perkataan lelaki yang ia cintai. Wanita tersebut langsung mengalihkan pandangan pada Kania, tatapan penuh dengan permusuhan, apalagi kala melihat Devano tangannya bersentuhan dengan kulit lengab gadis tersebut. Ekspresinya langsung penuh dengan kekecewaan, matanya yang sejak dulu saat bersama Devano penuh dengan cahaya. Kini pertama kali redup, mencerminkan perasaan yang terluka. "Terus itu!" Suaranya lumayan tinggi, tangannya juga menunjuk ke arah jemari Devano yang menyentuh Kania. "Kenapa gak bereaksi pas megang dia," tambahnya. Suaranya sedikit gemetar, ia berusaha meredam emosi yang terus bertumbuk di dada. Apalagi situasi yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya.Lelaki itu menghela napas panjang mendengar pertanyaan Chelsi. Terlihat pandangannya penuh dengan protesan, ia memilih tidak menjawab ucapan wanita tersebut. "Ayo makan! Bukannya kamu lapar, aku gak mau kamu sampai pingsan karena ...." Setelah berkata demikian lelaki it
Seminggu berlalu semenjak kedatangan Chelsi, wanita itu terus berada di kediaman Devano. Ia terus berusaha mendekati lelaki itu, walaupun hati kadang panas saat melihat ada perempuan lain yang bisa menyentuh pujaannya. "Kamu gak usah bangga! Cuma karena bisa disentuh Devano. Kamu cuma dianggap pelacurnya aja," hina Chelsi. Kania langsung melirik Chelsi yang berkata di sampingnya. Mereka memang baru saja mengantarkan Devano di depan pintu, bahkan tangan gadis tawanan lelaki itu masih melambai. "Mulai deh mulut pedesnya berkicau lagi," cibir Kania. Matanya memutar lalu memilih melangkah masuk tanpa menghiraukan Chelsi. Sedangkan wanita itu melotot geram dan mengikuti Kania, menarik lengan perempuan tersebut. "Apaan, sih! Aku capek, mau istirahat. Tuan Devano sangat kuat tadi malam," ujar Kania.Bibir Chelsi hendak bergerak membentak Kania, bahkan tangannya hendak menyerang perempuan tersebut tetapi ditahan. "Sialan! Dasar murahan," sembur Chelsi.Setelah berkata demikian wanita it
Devano terperanjak mendengar seruan sang istri kala selesai menutup pintu, percakapan mereka tidak terdengar ke luar. Lelaki itu segera memandang wajah cemburu Kania dan membelai penuh kasih sayang. “Apa yang dipikirkan otak kecilmu itu, jangan bicara sembarangan,” tegur lelaki itu. Dia mendorong kening Kania membuat sang empu mengerucutkan bibirnya, lelaki itu segera menyalakan kemudi lalu Kania spontan memegang lengannya membuat dia menoleh. “Ada apa lagi,” kata Devano dengan nada malas. Perempuan itu masih memajukan bibirnya, dia bahkan berani menunjuk pipi sang suami sampai jari wanita tersebut menyentuh wajah Devano. “Kamu pasti berbohong, karena kamu sedikit lagi mau sembuh. Kamu mau mencari wanita lain yang lebih pantas denganmu,” sungut perempuan tersebut. Devano memutarkan bola mata mendengar ucapan sang istri, ia memilih mematikan mesin kendaraan lagi dan tangannya memilih menggengga
Li Jiazhen segera pergi setelah selesai dengan urusannya, tidak ingin menyulut amarah Devano lagi. Kini hanya sepasang suami istri ini yang ada di ruangan, kekasih Kania melangkah kaki menuju dispenser air lalu menyalakan unruk mengisi air di gelas dan meneguk hingga tandas. Sang perempuan tersebut mengikuti, tetapi lelaki ini sama sekali tak mengeluarkan suara. Terlihat jelas dari wajah tidak ingin diganggu sedikitpun."Sayang ….""Kamu marah?" tanyanya pelan.Lelaki ini hanya melirik tanpa menjawab pertanyaan Kania, padahal wanita itu sudah sangat jelas tau jika sang suami tengah berperang dengan emosi yang bergejolak."Pergilah! aku bakal lembur, kamu pulang aja."Devano secara halus mengusir sang istri, mendengar hal ini Kania menggeleng. Perempuan itu segera memeluk suaminya yang berjalan menuju sofa, membuat sang empu menghentikan langkah."Maafkan aku, Sayang. Lain kali aku gak bakal berbicara dengan pria itu kalau diajak
Karyawan itu tidak menanggapi ucapan Devano, dia langsung berlari lalu memeluk suami Kania. Mata pria tersebut membulat sempurna karena terkejut, ia berusaha melindungi minuman yang dibawa agar tidak tumpah.“Tuan … terima kasih!”seru lelaki tersebut.Setelah tersadar akan pandangan mata Devano, ia segera melepaskan pelukkan lalu menjauh. Menundukkan kepala tidak berani memandang wajah pemilik perusaaan ini.“Di mana sikapmu yang tadi? Kenapa sangat cepat lenyap,” ucap Devano datar.Pria ini semakin menunduk, sedangkan yang lain hanya memandang nanar. Mereka segera melakukan pekerjaan kembali kala Devano melirik semua. “Sudahlah, aku tidak mau menakutimu lagi. Selamat karena sudah menjadi Ayah, doakan istriku juga. Semoga dia lancar sampai anakku lahir,” ujar Devano.Karyawan itu mengangguk lalu mengucapkan terimakasih dan mendoakan istri Devano yang dibalas senyuman pria tersebut. Beberapa orang yang melihat memandang tak perca
Devano mendengar ucapan karyawannya langsung mendelik, ia kembali memandang ke depan.“Kalau kamu ada kesalahan lagi aku gak akan mengeluarkanmu begitu saja dari ruangan, aku aku keluar mau menjemput istriku di luar. Oh ya, siapkan minuman untuk dia, eh jangan! Biar saya aja yang buat, kamu cepat pergi beli susu untuk ibu hamil,” seru Devano.Setelah berkata demikian lelaki itu kembli bergegas melangkah, sedangkan karyawan yang diperintahkan mulutnya terbuka lebar. Ia benar-benar tidak mengenali Devano, sikap sangat berbeda dengan dulu. Bahkan sekarang ada rasa toleransi, dia merasa bersyukur akan kehadiran yang datang ke hidup sang Bos.“Ah, iya! Aku harus segera pergi membeli susu ibu hamil,” pekik pria tersebut.Dia langsung berlari untuk melakukan kerjaannya, se
William terperanjak mendengar suara Devano, membuat ia spontan menginjak pedal gas. Beruntung Kania sudah memakai sabuk pengaman dan berpegangan sebagai jaga-jaga. Bahkan handphone yang dipegang perempuan tersebut sampai terjatuh, lelaki sedang berganti profesi jadi supir ini lekas mematikan mesin dan membantu mengambil ponsel sang majikan.“Tu-Tuan,” kata William terbata-bata kala melihat layar handphone.Pria yang dipanggil Tuan itu memasang wajah datar kala mendengar suara William, sedangkan Kania segera mengambil handphone lalu segera mengganti jadi kamera depan.“Sayang, kamu mengejutkan kami,” tegur Kania.Lelaki itu hanya mendengkus mendengar teguran sang istri, ia memalingkan wajah menyembunyikan riak kekesalan.“Iya, maafkan aku. Aku hanya terkejut karena William melajukan kendaraan sangat kencang,” seru Devano.Me
Waktu terus bergerak sangat cepat, kini kehidupan sepasang suami istri itu sangat harmonis. Tetapi kadang Kania sangat jengkel pada Devano karena terlalu oper protektif pada dia. Bahkan untuk ke dapur aja tidak diperbolehkan, katanya takut sesuatu hal buru terjadi."Yasmin … aku sangat bosan," keluh Kania.Bibirnya mengerucut tanda sangat kesal, sedangkan Yasmin paham akan perasaan keduanya. Satu sisi Devano takut sesuatu terjadi, karena pas usia kandungan perempuan itu empat bulan, Kania sempat hendak terjatuh di dapur akibat ada minyak yag tumpah. Bahkan karena hal tersebut, beberapa pelayan dipecat begitupun yang tak menyukai wanita hamil ini."Tuan begitu karena sangat menyayangimu, takut kamu kenapa-napa," balas Yasmin.Kania menganggukkan kepala mengiyakan perkataan Yasmin, tetapi ia juga kembali cemberut karena merasa terkekang di sangkar emas milik sang suami. Sedangkan sahabat perempuan tersebut, sebenarnya mereka percakapan dan segera m
Mendengar ucapan wanita itu mereka terdiam sejenak, membuat Elsa langsung menyeringai. Tak berselang lama perempuan tersebut segera dibopong salah satu dari para pria ini.“Diamlah, Nyonya! Ini perintah Tuan Devano, kalau anda terus memberontak. Mohon maaf kalau kami bakal kasar, karena Tuan Devano memperbolehkan hal itu.”Mendengar hal itu Elsa membulatkan mata, perempuan tersebut berhenti memberontak. Sedangkan bawahan Devano lekas memasuki ke kendaraan, William yang ada di dalam mobil hanya tersenyum lalu melajukan alat tranfortasi tersebut.“William, kalian mau membawaku ke mana?” tanya wanita tersebut.Lelaki tersebut tidak menjawab, membuat Elsa mengepalkan tangan.“Pinjam handphone-mu, aku mau berbicara dengan anakku.’Elsa menyodorkan tangannya ke arah William, pria tersebut tak merespon sedikitpun membuat Ibu Devano memakinya. Tangan perempua
Suara lembut dan serak terdengar di indra pendengar Devano, apalagi panggilan sayang membuat ia bergegas menoleh. Senyuman langsung ia lemparkan kala mata bertabrakan dengan manik Kania. Tatapan perempuan itu masih sangat sayu, pria ini segera menyudahi telepon lalu memasukkan benda pipih ke saku. Melangkah mendekat dan melingkarkan pelukkan di pinggang Kania.“Sayang, kamu ngobrol sama siapa tadi?” tanya Kania dengan suara serak.Devano mendengar perkataan Kania hanya mengulas senyuman, dia membenarkan pelukkan pada istrinya agar wanita ini nyaman.“Gak perlu kamu pikirkan, mendingan temani aku berbaring sebentar. Kepalaku agak pusing,” tutur pria tersebut.Mendengar perkataan sang suami, Kania spontan mengarahkan punggung tangan ke dahi Devano dan dia sendiri. Gerakkan perempuan tersebut sangat cepat, refleks dilakukan seolah ingin segera memastikan keadaan pri
Liburan keluarga besar ini masih sangat ramai, walau beberapa sudah ada yang pergi. Entah karena urusan mendadak atau usiran dari pria berstatus suami Kania. Mereka sekarang tengah pulang ke kediaman masing-masing, sedangkan Devano pergi mengantarkan Farrah terlebih dahulu. Saat gadis kecil itu turun diikuti istri lelaki tadi mengemudi, kedua manusia saling berpelukkan."Auntie, nanti kalau jalan-jalan ajak aku lagi ya," kata Farrah.Mendengar perkataan gadis kecil itu, Devano mendelik. Dia memandang sinis Farrah, tetapi disambut senyuman di bibir perempuan muda ini."Cih, malas aku bawa kamu. Kamu menyabotase waktu istriku," balas lelaki berkemeja hitam itu.Kania hanya terkekeh mendengar balasan sang suami pada Farrah, wanita itu langsung mengulurkan tangan dan mengusap penuh kasih sayang puncuk kepala gadis kecil tersebut."Gak usah dengarkan, Paman. Okey, nanti Auntie ajak ka