Susan masih tidak mengerti dengan yang baru saja terjadi di kamar Evan dan Renata. Tubuhnya masih terasa lemas dan menggigil duduk di pinggir ranjang. Sebab dirinya lah pasangan suamii istri itu sekarang bertengkar hebat dan entah apa yang akan terjadi pada rumah tangga mereka setelah semua ini. Susan tidak yakin jika Renata akan memaafkan Evan setelah apa yang terjadi.“Sekarang aku harus gimana? Aku nggak ada muka lagi ketemu sama mba Renata,” gumam Susan dengan isak tangis yang mengguncang tubuhnya.Dirinya bahkan tidak sempat untuk memakai pakaian dan masih duduk dengan selembar handuk yang melingkar di tubuh moleknya itu. Susan benar-benar merasa syok dengan keadaan yang terjadi saat ini. Mana mungkin dia tidak memikirkan semua hal itu sampai membuatnya pusing.Pintu kamar diketuk dari luar dan Susan tidak tahu siapa yang ada di luar saat ini. Tubuhnya tegang membayangkan jika saja yang datang itu adalah Renata. “Si-siapa?” tanya Susan yang ingin memastikan terlebih.“Ini Mbok Na
“Kamu harus mau, Susan! Kamu udah tidur sama suami aku. Kalau kamu hamil gimana? Kamu baru akan minta tanggung jawab setelah hamil dan bikin karir suami aku hancur? Kamu mau bikin malu aku dan suamiku?” tanya Renata bertubi-tubi kepada Susan dan tidak memberikan gadis itu kesempatan membela diri.“Apa maksudnya, Mba? Aku nggak akan hamil hanya karena sekali melakukan kesalahan itu. Aku akui kalau semalam kami udah melakukan hal terlarang itu. Tapi, aku sama sekali nggak pernah menggoda mas Evan dan nggak pernah sengaja untuk membuat dia meniduriku. Aku masih punya hati nurani sebagai seorang perempuan, Mba! Apalagi, mas Evan adalah orang yang udah menyelamatkan aku. Nggak mungkin aku setega itu merusak rumah tangganya!” ungkap Susan membela diri dan memberikan bantahan atas segala ucapan Renata.Meski terasa berat, tapi Susan juga tidak ingin bohong dan munafik. Dia mengakui bahwa semalam sudah melakukan hubungan terlarang itu dengan Evan. Namun, tidak ingin dia membiarkan semua orang
“Kamu serius, Mas?” tanya Renata dengan mata berbinar.Tidak tergambar sedikit pun raut kesedihan dari rona wajah Renata saat ini. Tidak sebagaimana reaksi seorang istri yang mendengar bahwa suaminya akan menikah lagi. Namun, semua itu hanya sekejab mata dan Renata seperti sedang memperbaiki ekspresi juga nada bicaranya agar tidak ada yang salah mengira maksud dan niat hatinya yang sebenarnya.“Maksud aku, kamu serius mau menikahi Susan? Kamu akan bertanggung jawab atas hidupnya dan itu artinya sekarang kamu punya istri dua,” jelas Renata memperbaiki bahasanya tadi.“Aku yakin dan tolong jangan sudutkan dia lagi. Susan nggak salah apa-apa dalam hal ini. Yang salah itu kita berdua!” ucap Evan dengan nada yang sangat tegas.“Kita berdua? Kamu juga menyalahkan aku atas semua kejadian ini, Mas?”“Tentu. Semua berawal dari kamu dan akhirnya aku juga melakukan kesalahan pada Susan. Sebagai seorang istri, kamu juga udah gagal menjaga dirimu saat jauh dariku, Ren!”“Apa yang sedang kamu bicar
Hati Susan begitu dilema d an merasa hancur di saat dia tidak lagi bisa memilih yang sebenarnya juga tidak diberikan pilihan. Sebagai seorang wanita, jelas dia tidak ingin mengandung anak untuk diserahkan pada wanita lain. Sesulit apapun hidupnya dan juga kondisinya, tidak akan mungkin seorang ibu tega menyerahkan anak yang dikandung dan dilahirkan kepada orang lain“Pilihan ada padamu, Nak. Mbok Nah nggak memaksa kamu harus menerima pernikahan itu, tapi Mbok Nah sangat berharap kamu bisa membantu mba Renata dalam hal ini,” ungkap mbok Minah yang jelas mengandung banyak harapan kepada Susan.“Aku nggak tau dan nggak bisa jawab sekarang, Mbok. Semuanya terasa begitu cepat dan juga seperti nggak nyata gitu bagi aku. Aku aja masih bingung dengan keadaan ini sekarang,” sahut Susan yang memang masih dilema dan tidak mengerti harus bagaimana dengan semua ini.“Kamu masih punya waktu untuk menentukan jalan hidupmu. Tapi, satu hal yang perlu kamu tau, Nak. Mungkin, menjadi istri kedua akan se
Melihat Evan datang menghampiri kamar Susan, dengan cepat mbok Minah undur diri dan pergi dari sana. Sebagai orang tua, dia tahu banyak hal yang akan dibicarakan oleh Evan dan Susan. Terlebih lagi, yang saat ini mereka hadapi bukan masalah sepele dan biasa saja.“Aku mau bicara sama kamu. Cepat ganti baju dan susul aku ke mobil,” titah Evan pada Susan dengan suara yang lantang.“Bicaranya di mana, Mas? Nggak bisa di rumah aja?” tanya Susan yang merasa khawatir dengan titah Evan itu.Walaupun dia sadar dan tahu bahwa Evan adalah pria yang baik, tetap saja Susan tidak bisa menebak apa yang ada dalam pikiran seseorang. Banyak berita yang sudah merujuk pada dibunuhnya seorang wanita dengan masalah dan kasus berbeda oleh orang yang dianggapnya paling bisa melindungi. Apalagi, saat ini Susan hanya sebatang kara di kota sebesar itu dan tidak mungkin ada yang merasa kehilangan dirinya nanti saat dia benar-benar dilenyapkan oleh Evan.Pikiran buruk itu tentu saja dengan mudah masuk ke dalam pi
Susan tercengang saat mendengar ucapan dan ungkapan yang disampaikan oleh Evan kepadanya saat ini. Dia tertawa dengan getir dan kemudian membuang jauh pandangannya ke luar jendela kaca mobil. Hatinya terasa sakit, tapi tidak tahu sakit karena apa dan mengapa bisa merasakan hal itu.“Aku nggak bisa, Mas! Aku benar-benar nggak bisa,” ucap Susan menolak permintaan Evan tanpa memandang pada wajah pria itu.“Aku mohon sama kamu, Susan. Aku nggak punya pilihan lagi dan aku mencintai Renata. Sampai aku tidak ingin kehilangan dia.” Baru sekali ini Evan merendahkan dirinya dengan memohon pada orang lain, apalagi itu adalah seorang wanita yang pernah ditolongnya.“Harusnya kamu paham tentang hal ini, Mas! Meskipun aku wanita kotor yang tidak layak mendapatkan pria baik-baik, bukan berarti hidupku bisa dibeli!”“Aku nggak membeli hidup kamu, Susan. Tolong jangan salah paham, dan aku nggak pernah menganggap kamu sebagai wanita kotor.”“Aku yakin, kamu udah kasih tau sama istrimu siapa aku dan ken
Susan tertegun mendengar pernyataan dari Evan yang menurutnya terlalu serius saat ini. Dia tidak pernah berpikir kalau Evan akan berkata dengan kalimat yang begitu serius seperti sedang menjanjikan sesuatu hal yang besar padanya. Sebagian besar itu bukan hal yang kecil dan mudah untuk dipenuhi oleh Evan.“Kamu sadar dengan yang baru aja kamu katakan itu, Mas?” tanya Susan yang mencoba untuk menyadarkan dan meyakinkan Evan sekali lagi.“Aku mengatakan semua itu dengan kesadaran penuh dan juga yakin.” Evan menjawab pertanyaan Susan dengan tatapan mata yang lekat pada wanita yang kini masih menatapnya dengan serius pula.“Mas! Semua yang aku inginkan itu nggak mudah dan nggak bisa kamu penuhi! Aku yakin itu!” tegas Susan sekali lagi kepada Evan.“Kenapa kamu bisa ngomong seperti itu? Aku bisa memenuhi yang kamu inginkan, meski nggak semua dan nggak langsung satu waktu. Tentu ... semuanya butuh waktu dan harus bertahap!” terang Evan yang masih bersikeras ingin meyakinkan Susan bahwa dia b
“Iya, Mba! Aku setuju tapi tentu aja semua ada syaratnya!” jawab Susan dengan berani menantang wajah Renata.“Syarat? Syarat apa yang sedang kamu bicarakan? Seharusnya, kamu menerima semuanya dengan lapang dada dan nggak ada lagi persyaratan lain,” ungkap Renata jelas tidak senang dengan jawaban yang dilontarkan oleh Susan barusan.“Itu adalah hal yang udah aku dan mas Evan tetapkan tadi. Jadi, Mba Renata nggak bisa ganggu gugat lagi. Itu cukup aku dan mas Evan aja yang tau!” terang Susan lagi kepada Renata.“Apa lagi ini maksudnya? Hanya antara kamu dan mas Evan? Kalian merahasiakan hal besar dariku?”“Aku hanya ingin tetap menjaga perasaan Mba Renata aja. Aku nggak mau nanti Mba malah stress sendiri dan mungkin bisa depersi kalau tau semua yang aku bicaraka sama mas Evan tadi.”“Kurang ajar! Lancang banget kamu bicara sama aku seperti itu, Susan! Kamu nggak tau diri, nggak tau terima kasih! Aku ini sedang berusaha menyelematkan harga diri dan hidup kamu, Susan!” pekik Renata tak ter
Sarah baru sadar bahwa Renata ada di sana dan membuatnya menjadi sedikit canggung. Renata hanya tersenyum kaku saat ditatap tak enak hati oleh Sarah. Begitu pula dengan Evan yang merasa bahwa ibunya itu sudah menyakiti hati dan perasaan Renata secara tidak sengaja.“Maafkan Mami, ya Sayang. Mami nggak bermaksud menyinggung kamu dan mengabaikan kamu. Mami hanya kasian sama Susan, dia kan senndirian sekarang dan kondisinya juga sedang hamil seperti kamu. Jadi, kita keluarganya sekarang supaya dia tetap semangat,” jelas Sarah kepada Renata dan memang terlihat sedikit gurat perasaan bersalah di wajah wanita paruh baya itu.“Nggak apa-apa kok, Mi. Aku juga udah bilang seperti itu sebelumnya sama Susan. Dia boleh anggap kami semua ini sebagai keluarganya.” Renata berkata dengan bijak dan tidak marah sama sekali.“Iya, Nak. Bagus kalau kamu mempunyai pemikiran seperti itu dan memang biasanya kalau wanita hamil akan peka terhadap perasaan wanita hamil lainnya. Jadi, Mami salut banget sama pem
“Baru trimester pertama, Bu.” Susan menjawab dengan singkat dan senyuman yang canggung.“Oh gitu, ya. Berarti sama dengan usia kehamilan Renata,” ucap Sarah lagi dan berusaha menepis perasaan aneh atau curiganya saat tadi menyentuh perut Susan.“Iya, Bu. Memang usia kehamilan kami sepertinya sama,” kata Susan dengan senyum canggung.“Nggak usah takut dan malu-malu sama saya. Saya ini maminya Evan dan kamu boleh panggil mami juga sama saya. Nggak usah panggil ibu lagi, ya.” Sarah berkata dengan sangat ramahnya kepada Susan dan hal itu tentu saja membuat Renata sedikit cemburu.Walaupun pada dasarnya dia memang ingin mencurikan simpati Sarah untuk Susan, agar Sarah tidak terlalu fokus pada kehamilan palsunya itu. Namun, tetap saja saat semua terjadi di depan mata kepalanya sendiri Renat merasa cemburu akan hal itu.Evan sudah bisa melihat gelagat cemburu dari istrinya itu dan mulai bergerak ke kursi tempat di mana Renata duduk bersama dengan Sarah saat ini. Akan tetapi, saat Sarah melih
“Oh dia ... dia istri temannya mas Evan, Ma. Dan sekarang dia udah jadi janda ...,” ucap Renata menjawab pertanyaan Sarah dengan membawa ekspresi sedih yang dibuat-buat.“Hah? Teman Evan yang mana? Kamu punya teman yang udah meninggal, Van? Kok Mami nggak tau?” tanya Sarah pula beralih kepada Evan yang berada di sisi Renata.“Eh, i-iya, Ma. Teman aku waktu masih SMA dulu dan dia memilih untuk jadi abdi negara. Tapi, sayangnya dia gugur di medan pertempuran dan sekarang istrinya menjanda dan juga lagi hamil, sama seperti Rena.” Evan untuk pertama kalinya bicara panjang lebar untuk menjelaskan semua hal yang tentu saja adalah kebohongan itu kepada SarahSelama ini Evan terkenal dengan sebutan pria yang bersikap dingin dan tidak banyak bicara. Memang seperti itulah Evan, dan dia tidak terlalu suka banyak bicara dalam hal apapun. Sarah sangat hafal dengan sikap dan kebiasaan putranya itu.Jadi, saat dia mendengar Evan berbicara seperti tadi tentu saja membuat Sarah tahu bahwa putranya jug
“Mami! Kenapa nanya gitu sama Renata? Mami melukai hati istriku!” tegur Evan lagi dan kini berpindah ke sisi Renata.Dia merangkul tubuh istrinya yang tampak sedih dan mata Renata bahkan sudah berkaca-kaca. Walaupun dia berpura-pura hamil saat ini di depan Sarah, tetap saja sebenarnya dia tidak akan pernah bisa mengandung lagi. Jadi, pertanyaan yang dilemparkan Sarah kepadanya itu terasa begitu menyakitkan dan juga mengoyak ngoyak perasaannya saat ini.“Sayang ... nggak usah diambil hati, ya ucapan mami. Mami hanya kaget dan merasa syok, soalnya kan selama ini kita udah berjuang keras untuk bisa mendapatkan keturunan.” Evan berusaha untuk menghibur hati dan perasaan Renata yang sudah jelas merasa kacau berat sekarang ini.“Nggak apa-apa, Mas. Aku ngerti kok kalau Mami masih nggak percaya sama kehamilan aku ini. Mudah-mudahan nanti anak ini lahir mirip banget sama kamu, ya Mas. Jadi, Mami nggak meragukan lagi bayi dalam kandunganku ini,” ungkap Renata dengan nada sedih di depan Sarah.
Setelah memberikan arahan kepada Susan, Renata pun turun ke bawah dan mempersiapkan jamuan untuk ibu mertuanya yang akan datang dan menginap. Tentu saja mbok Minah sudah membantunya membersihkan rumah yang memang selalu sudah dalam keadaan rapi dan bersih.“Mbok Nah udah masak apa di dapur?” tanya Renata yang duduk di ruang keluarga, di atas sebuah sofa empuk berwarna merah hati.“Mbok Nah lagi bikin sambalado tanak gitu, Mba. Soalnya bu Sarah kan suka itu banget dari dulu.”“Oh iya. Apa kebetulan semua bahan ada di kulkas, ya Mbo?” tanya Renata lagi.“Iya, Mba. Kebetulan semua bahan ada karena kemarin kan mas Evan abis belanja online juga sama yang biasa nganter ke rumah. Tapi, tadi Mbok Nah tambahin telor puyuh aja biar enak dan ada lauknya selain campuran teri dan kawan-kawannya di sana.” Mbok Minah menjelaskan hal itu kepada Renata dengan sangat detail.Renata tidak mendapatkan info dari Evan bahwa ibunya akan datang dan menginap. Sebenarnya, Renata merasa kesal kepada Evan karena
“Bu Sarah itu maminya mas Evan, berarti itu mertuanya Nak Susan juga sekarang. Tapi ... tetap nggak boleh dikasih tau, ya.” Mbok Minah berkata dengan wajah yang sendu setelah sempat bersemangat.“Maminya mas Evan? Jadi, dia mau datang ke sini, Mbok Nah?” tanya Susan yang jujur saja merasa kaget dengan kabar kedatangan ibu mertua Renata itu.“Iya, Nak. Beliau udah ada di Bandara sekarang. Biasanya kalau datang, beliau akan menginap seminggu paling lama di sini,” jelas mbok Minah kepada Susan pula.“Menginap seminggu di sini? Terus, aku gimana, dong Mbok Nah? Apa aku harus sembunyi selama seminggu sampai maminya mas Evan pulang?”“Itu yang Mbok Nah belum tau, Nak. Gimana kalau kita tunggu aja keputusan dari mba Renata atau mas Evan? Biar lebih jelas dan nggak salah ambil langkah.”“Mbok Nah benar. Aku siap kalau harus pergi dulu dari rumah ini selama maminya mas Evan menginap. Kalau sembunyi di dalam rumah doang selama seminggu, aku nggak mau, Mbok!”Susan terus terang saja kepada mbok
“Oke kalau gitu, Mba. Aku pegang janji Mba dan aku pasti akan tagih saat waktunya tiba nanti,” kata Susan dengan suara yang terdengar penuh tekad.Renata tidak menanggapinya terlalu serius karena dia tahu tidak ada yang lebih diinginkan seorang wanita dengan kehidupan miris seperti Susan itu kecuali uang. Bukan maksud hati Renata untuk merendahkan derajat Susan, tapi kebanyakan wanita yang dia temui memang mengidolak uang dan uang di atas segala-galanya untuk dijadikan sebagai permintaan atau persyaratan utama.Jadi, untuk saat ini pun dia sudah bisa menebak apa yang akan diminta Susan ketika anak dalam kandungannya itu sudah lahir. Susan pasti butuh biaya dan juga banyak sekali uang untuk pergi dari hidupnya dan Evan. Gadis dengan latar belakang keluarga tidak mampu itu tentu butuh modal banyak untuk bisa terus melanjutkan hidupnya setelah pergi dan keluar dari keluarga Evan.“Sekarang, kamu ikuti aturan mainnya dan lakukan semua dengan baik. Bisa?” tanya Renata dengan suara pelan ta
Renata tertegun mendengar pertanyaan dari Evan dan tidak menduga kalau pria itu akan bertanya seperti itu. Bagi Renata, dia sudah melakukan semua yang terbaik sejak awal dan sekarang mereka sudah mendapatkan hasil yang diinginkan.“Aku juga akan bantu merawat dia, Mas. Dia kan tinggal di sini, jadi nggak mungkin aku cuek aja sama dia.” Renata menjawab dengan senyum ramah.“Merawat dia bagaimana?” tanya Evan sekali lagi.“Aku akan membantu meringankan tugas kamu sebagai seorang suami lah, Mas. Kamu kan juga harus kerja dan nggak bisa selalu ada untuk Susan. Makanya aku yang akan gantiin kamu selama kamu bekerja.”“Terus, kalau aku udah pulang kerja gimana?”“Saatnya kamu yang mengurus dia dan memenuhi semua yang dia mau, Sayang. Kita harus kerja sama karena anak itu nantinya juga akan menjadi anak kita.”“Kamu yakin itu akan jadi anak kita nantinya? Gimana kalau tiba-tiba aja nanti Susan nggak mau menyerahkan anak itu untuk kita?” tanya Evan yang terdengar tidak terlalu serius bertanya
“Kamu ngomong apa sih, Sayang? Aku nggak ada maksud untuk membawa serius pernikahan dengan Susan saat ini!” tegas Evan kepada Renata.“Kita nggak ada bisa menebak apa yang akan dan bisa terjadi di kemudian hari, Mas.”“Maksudnya, kamu berharap kalau perasaanku ke Susan berubah jadi sungguhan, begitu?” tanya Evan dengan nada penuh penekanan di akhir kalimatnya itu.Renata tidak bisa menjawab lagi karena sebenarnya dia tidak pernah mengharapkan hal itu sama sekali. Hanya saja, dari cara dan sikap Evan yang tampak aneh itu jelas bisa dibaca oleh Renata. Namun, tetap dia tidak ingin mempertegasnya terlalu cepat karena bagaimanapun juga saat ini Renata masih teramat sangat mencintai suaminya itu.Hal yang nekad dan begitu menguji keimanan, kesabaran, keikhlasan, dan juga ketabahan ini harus dia jalani karena rasa cintanya yang begitu besar terhadap Evan pada awalnya. Renata tidak ingin bercerai dan berpisah dari pria yang sudah sepuluh tahun menjadi suaminya itu.Semua hal yang dia takutka