Home / Rumah Tangga / Mengandung Anak Majikan / Menghilamgnya Vanilla

Share

Mengandung Anak Majikan
Mengandung Anak Majikan
Author: Aisyah Enha

Menghilamgnya Vanilla

Author: Aisyah Enha
last update Last Updated: 2023-08-21 13:27:19

Mengandung Anak Majikan

Bab 1: Menghilangnya Vanilla

"Kenapa kamu menghilang bak di telan bumi, di saat hari pernikahan kita tinggal dua hari lagi?" Samudra berteriak sambil memukul dinding kamarnya.

Samudra meremas kepalanya yang serasa mau pecah. Hampir satu jam ia mondar-mandir di kamarnya sendiri seperti orang kehilangan akal sehat. Pikirannya mulai kacau membayangkan beberapa kemungkinan yang tak diinginkannya.

Puluhan panggilan yang ia lakukan ke telpon seluler milik Vanilla tak tersambung. Sementara itu, sudah berderet-deret pesan singkat di aplikasi W******p juga tak terkirim ke HP calon istrinya itu.

Samudra mencoba mengingat kembali percakapannya dengan Vanilla melalui sambungan telpon dua hari yang lalu.

"Sam, baru saja aku menemukan sebuah bahtera yang jauh lebih besar dan megah di luar pintu."

"Bahtera? Maksud kamu gimana, Sayang?"

"Kamu nggak tahu apa itu bahtera? Ck." Vanilla menjeda kata dan berdecak.

"Yang, coba diperjelas maksudnya," pinta Samudra.

"Aku hanya ingin kamu mendengarkan kisahku malam ini, Sam. Tak lebih."

"Oke. Aku akan menjadi pendengar setia bagimu, Van."

"Ketika aku mencoba memasuki bahtera itu, aku menemukan banyak sekali keindahan dan harapan yang akan terwujud di dalamnya."

"Hm hm, lantas?" Masih dengan manis, Samudra mendengarkan kata demi kata yang keluar dari mulut pujaan hatinya.

"Bahtera nan megah telah membuka pintunya lebar-lebar untukku. Dan aku tak mau menyia-nyiakan kesempatan yang tak akan mungkin datang lagi di lain waktu. Selamat datang mimpi-mimpi yang akan terwujud untukku."

"Van, Honey. Kamu terlalu puitis malam ini. Entah apa maksudmu. Jadi, bisakah kamu menjelaskannya? Tentang bahtera, tentang mimpi-mimpi ...."

"Samudra ... Samudra. Sayangnya aku tak ingin menjelaskannya padamu, Sayang." Suara Vanilla seperti mencemooh lelaki yang sangat menyayanginya itu.

"Kenapa? Kan tinggal menjelaskan saja, apa sih susahnya?" tanya Samudra ngotot.

"Samudra, Sayang. Dengarkan aku, aku akan memasuki bahtera tersebut begitu telpon ini kututup. Selamat malam, Kesayangan."

"Jangan tutup, Vanilla ...."

Terlambat bagi Samudra.

Vanilla pun mengakhiri percakapannya malam itu, meninggalkan seribu tanya dan kebuntuan di kepala Samudra.

Karena hatinya semakin dirundung kegelisahan, maka Samudra pun memutuskan untuk pergi ke apartemen Vanilla malam itu. Meskipun ia sedang menjalani tradisi Pingitan, yaitu sebuah tradisi Jawa yang melarang calon pengantin untuk bertemu pasangannya ataupun pergi dari rumah masing-masing.

*

Samudra membelah jalanan kota yang ramai dan bermandikan cahaya lampu malam. Dengan kecepatan tinggi, ia berhasil menyalip beberapa mobil dan motor yang melaju di depannya. Ia tak mempedulikan klaksonan dari pengemudi lain yang coba memperingatkan dirinya karena sedikit ugal-ugalan di tengah jalan.

Setelah 45 menit berpacu dengan waktu, Samudra pun sampai di sebuah apartemen di daerah selatan kota. Apartemen yang dibelinya untuk Vanilla tiga bulan yang lalu. Dengan tergesa ia memarkirkan mobilnya, lantas ia berlari keluar dari mobil dan masuk ke dalam lift.

Tiba di lantai 17, secepat kilat ia menerobos keluar dari pintu lift yang belum terbuka sempurna.

Dengan kunci duplikat apartemen yang Samudra miliki, membuatnya dengan mudah memasuki unit apartemen Vanilla tersebut.

"Van, Honey. Di mana kamu?" suara Samudra menggema memenuhi ruangan apartemen.

Kosong, tak ada sambutan dari dalam. Hanya sunyi dan gelap yang menyambut kedatangan Samudra.

Samudra menghidupkan semua lampu yang ada di unit apartemen itu. Seketika cahaya menerangi ruangan. Dibukanya lemari pakaian Vanilla. Ternyata banyak pakaian Vanilla yang tak berada di tempatnya.

Samudra menelisik ke atas lemari, yang biasanya terdapat travel bag besar di sana. Ternyata benda itu tak ada di tempatnya. Samudra semakin panik. Ia menduga, bahwa Vanilla pergi meninggalkan apartemennya dengan membawa banyak pakaian dan barang-barang pribadinya.

"Argh ... Vanilla ... Vanilla!" Samudra berteriak seperti orang kesurupan. Dihantamnya lemari kayu itu sekuat tenaga berkali-kali, sehingga ia merasakan kesakitan.

Samudra mengaktifkan telpon selulernya, kemudian ia mencoba kembali menghubungi nomor Vanilla. Hingga panggilan ketiga, ia belum mendapatkan jawaban. Namun, Samudra belum patah semangat. Hingga pada panggilan keempat, akhirnya panggilan itu tersambung.

Dada Samudra berdegup kencang menantikan Vanilla menerima panggilannya.

"Halo." Terdengar suara Vanilla pelan di ujung telpon, dan itu membuat Samudra sangat excited.

"Vanilla, Honey, kamu di mana? Aku seharian sudah mencoba menghubungimu, tapi HP-mu tak aktif. Cepat pulang, please. Bukan kah kamu tahu sebentar lagi kita akan menikah? Cepat katakan kamu ada di mana, kalau perlu biar aku jemput sekarang juga, oke?" Samudra memberondong pertanyaan yang bertubi-tubi.

Sesaat, Vanilla terdiam. Terdengar nafas Vanilla menghembus, kemudian ia berkata, "Maafkan aku, Sam. Aku tak bisa menghadiri pernikahan kita besok!"

Bagai tersengat arus listrik ribuan mega watt, otak Samudra hampir meledak demi mendengar perkataan Vanilla.

"Vanilla, kumohon, jangan bergurau," ucap Samudra meredam gemuruh di dadanya.

"Aku serius."

"Vanilla, katakan, di mana kamu sekarang?" Suara Samudra mulai naik beberapa oktaf.

"Samudra, berhenti mencariku. Aku tak akan pernah bersamamu lagi." Kali ini suara Vanilla teedengar tegas dan keras.

"Kamu nggak bisa mempermainkan aku, Vanilla. Sekali lagi katakan, di mana keberadaanmu sekarang? Aku berjanji akan memenuhi semua syarat yang kamu minta, asalkan kamu mau kembali." Samudra memohon-mohon bagai pengemis yang tak punya harga diri lagi.

"Aku katakan sekali lagi, detik ini adalah yang terakhir kali kita berbicara. Dan lupakan aku untuk selamanya." Sambungan telpon pun diputus oleh Vanilla.

Aaargh.

Samudra melolong setinggi langit seperti Singa yang terluka. Harga dirinya terasa tercabik-cabik justru oleh kekasih hati yang ia puja dan sanjung selama ini.

Samudra merasakan dunia seolah runtuh menindih dan menguburnya hidup-hidup. Bagaimana reaksi kedua orang tuanya jika tahu musibah yang sedang dihadapinya sekarang? Ia dan keluarganya telah memenuhi kemauan Vanilla untuk menanggung semua biaya pernikahan mereka 100 persen.

Ditengah kepanikan, kesakitan dan kemarahannya, Samudra masih mencoba berpikiran jernih untuk bertanya kepada beberapa teman Vanilla yang dikenalnya. Akan tetapi hasilnya nihil, tak satu pun dari mereka yang mengetahui keberadaan Vanilla.

*

Perempuan cantik berwajah oriental itu sedang berdiri di jendela besar kamarnya yang berada di lantai 30. Mata indahnya bersinar bak kilauan mutiara. Kulitnya yang seputih pualam seolah berkilau indah diterpa semburat jingga sinar mentari dari ufuk barat.

Senyum seindah Bidadari tercipta dari bibir merah ranum milik Vanilla, ketika ia menikmati pemandangan Menara Eifel yang tersaji di depan matanya.

"Apakah kamu senang?" terdengar satu suara di balik punggung Vanilla.

"Iya, aku senang sekali. Kamu tahu? Berkeliling dunia ke tempat-tempat yang indah adalah keinginanku sejak kecil."

"Setelah kamu puas menikmati romantisme Paris, kita akan melanjutkan perjalanan kita ke Barcelona, Milan, Roma, dan seluruh kota hebat di Eropa."

"Wow, thanks atas hadiah yang sangat indah ini," ujar Vanilla bermanja.

Vanilla tak menyesali keputusannya pergi meninggalkan Samudra, karena cukong tua yang memberinya bahtera megah itu telah memberikan segala yang ia inginkan saat ini. Deposito 1 M, Logam mulia 1 KG, kalung bertahtakan berlian, tas branded, dan keliling dunia ke mana pun yang diinginkannya. Dengan syarat, Vanilla mau menjadi simpanan lelaki tua berkewarganegaraan Singapura itu.

Bukan kah salah Samudra, jika Vanilla sampai meninggalkan lelaki tampan berusia 27 tahun itu? Mengapa Samudra tak setajir Mr. Tan yang baru dikenal Vanilla tiga minggu yang lalu itu? Pikiran-pikiran aneh yang menguasai kepala Vanilla membenarkan tindakan keji yang telah dilakukannya.

Vanilla, seorang gadis yatim piatu sejak kecil yang hidup menderita tanpa kasih sayang orang tuanya, begitu mendamba kehidupan gemerlap sejak dirinya memasuki usia remaja. Meskipun ia harus menempuh jalan yang menentang norma agama dan etika.

Related chapters

  • Mengandung Anak Majikan   Mencari Pengantin Pengganti

    Mengandung Anak MajikanBab: 2 Mencari Pengantin PenggantiDengan beban pikiran yang menggunung dan tubuh yang lunglai, Samudra pulang ke rumahnya.Pikiran Samudra benar-benar kalut, saat kakinya hendak melangkah ke dalam rumah yang terlihat ramai oleh saudara-saudaranya yang telah datang dari jauh. Bahkan ada Paman Surya--Adik ibunya--yang datang dari Sulawesi, khusus untuk menghadiri pernikahannya lusa."Loh, Sam, dari mana? Bukannya kamu lagi dipingit?" Paman Surya yang sedang duduk di teras rumah, dikagetkan dengan kedatangan Samudra."Ada perlu sebentar tadi, Paman," jawab Samudra singkat dan dengan cepat ia berlalu dari hadapan pamannya tersebut.Saat langkah kaki Samudra menapaki anak tangga untuk menuju kamarnya di lantai 2, sang ibu cepat mengekor di belakangnya."Kamu itu gimana, toh, Sam. Udah berapa kali Ibu bilang, kamu itu lagi dipingit! Jadi jangan ke luar rumah terus," omel Nyonya Hapsari.Samudra menarik tangan ibunya untuk cepat memasuki kamarnya."Bu, ada yang mau S

    Last Updated : 2023-08-21
  • Mengandung Anak Majikan   Menikahi Anak Pembantu

    Mengandung Anak MajikanBab 3: Menikahi Anak PembantuEyang Putri, Surya, Adi, semua Bibi, Paman, dan sepupu Samudra, masing-masing mengusulkan nama untuk calon pengantin wanita pengganti."Angela, 24 tahun, S1 managemen bisnis. Cantik dan bekerja di Bank. Gimana, Sam?" usul Adi sambil memperlihatkan foto seorang gadis di layar HP-nya."Paman, yakin gadis secantik itu belum punya pasangan?" Samudra balik bertanya kepada sang paman."Dengar-dengar, sih, emang dia sudah ada gandengan. Tapi, apa salahnya kita coba hubungi dulu, sih?" Adi mencoba meyakinkan Samudra, setelah 8 profile perempuan dengan kualifikasi High Quality Jomlo diusulkan satu per satu oleh semua saudara yang sedang rapat darurat itu.Samudra masih tak tertarik untuk membahasnya. Konsentrasinya masih saja tertuju hanya pada Vanilla. Andai perempuan cantik itu tak pergi meninggalkannya, pasti tak kan pernah ia terbelit dalam masalah yang serumit ini. Kepala Samudra semakin berat dan berputar-putar. Tak jauh berbeda deng

    Last Updated : 2023-08-21
  • Mengandung Anak Majikan   Tekanan Batin Shafira

    Mengandung Anak MajikanBab 4: Tekanan Batin ShafiraShafira tergugu di kamarnya yang sederhana. Permintaan Tuan Danureja padanya untuk mau menikah dengan Samudra ibarat buah simalakama. Jika ia menyanggupinya, ia tahu konsekuensi yang akan diterimanya sebagai istri dan menantu yang tak diharapkan di keluarga itu. Begitupun sebaliknya, jika ia menolak, maka keluarga besar Tuan Danureja akan menganggapnya sebagai orang yang tak tahu balas budi."Mungkin ini waktu yang tepat untuk kita membalas budi baik dari keluarga Tuan Danureja, Nduk!" Mbok Jum mencoba menenangkan hati anak bungsunya itu."Tapi, Mbok, kehadiran Shafira ditengah keluarga kaya itu pasti hanya akan dipandang sebelah mata saja. Shafira ini kan cuma anak pembantu, sementara mereka adalah majikan kita." Shafira mengusap air mata yang masih mengalir di pipinya.Gadis 20 tahun itu paham betul dengan tabiat Samudra, putra majikan ibunya. Dulu ketika dirinya masih sekolah, ibunya sering mengajak Shafira ke rumah Tuan Danureja

    Last Updated : 2023-08-21
  • Mengandung Anak Majikan   Pagar Ayu Yang Terenggut

    Mengandung Anak MajikanBab 5: Pagar Ayu yang Terenggut"Pekerjaan rendah. Memalukan!" Samudra berteriak hingga terlihat menonjol urat-urat lehernya. Terlihat sekali ia sedang dikuasai amarah.Shafira terlonjak kaget mendengar teriakan keras Samudra, disusul suara meja yang digebrak oleh kepalan tangan Samudra yang kokoh. Tumpukan piring kotor yang masih berada di atas meja pun hampir berhamburan jatuh."Kamu resign detik ini juga!" perintah Samudra sambil jarinya menunjuk tepat di muka Shafira.Wajah Shafira pucat pasi. Badannya gemetaran. Ia tak berani menatap mata Samudra yang menyalak garang.Mendengar kegaduhan yang terdengar dari ruang makan, Tuan Danureja dan Nyonya Hapsari cepat-cepat mendatangi mereka."Ada apa, Samudra? Kenapa bisa ada keributan pagi-pagi begini? Bahkan teriakanmu sampai ke mana-mana." Nyonya Hapsari berdiri sambil memperhatikan Samudra, lalu tatapannya berbalik melihat Shafira yang tampak ketakutan."Tanya saja ke mantu Ibu yang miskin itu!" geram Samudra.

    Last Updated : 2023-08-21
  • Mengandung Anak Majikan   Pulang Ke Rumah

    Mengandung Anak Majikan Bab 6: Pulang ke Rumah"Gimana dengan bayi yang ada dalam rahimku ini, Mbok?" tangis Shafira getir. Tangannya meraba-raba perutnya yang masih belum terlihat perubahan apa pun itu."Sudahlah, Nduk. Kita ini orang kecil, yang hanya bisa berdoa saja pada Allah. Tapi kamu jangan khawatir, ya, Nduk, si mbok akan selalu ada di sampingmu." Mbok Jum--ibunya Shafira--pun kemudian memeluk Shafira erat.Kedua anak beranak itu saling bertangisan di kamar pembantu yang ukurannya hanya 3x3 M, dengan perabotan yang sangat sederhana di dalamnya."Mbok, ayo cepat kita berkemas, sebelum Tuan dan Nyonya mengusir kita." Shafira mengurai pelukan dari ibunya sambil menyeka air mata yang meleleh di pipinya. Lantas, dengan gerakan cepat, mulailah ia memasukkan baju-bajunya ke dalam sebuah tas besar berwarna hitam pudar yang teronggok di sudut kamar.Mbik Jum pun melakukan hal yang dengan Shafira. Perempuan tua itu merasakan kegetiran di hatinya. Bagaimana tidak? Selama 27 tahun ia te

    Last Updated : 2023-08-28
  • Mengandung Anak Majikan   Shafira Hamil Muda

    Mengandung Anak MajikanBab 7: Shafira Hamil MudaDengan langkah yang cepat, Mbok Jum meninggalkan Bu Merry sebelum bibir dengan lipstik merah menyala milik Bu Merry berubah menjadi TOA Masjid."Et dah, belagu amat, yak! Jabatan cuma pembokat anak beranak aja pun, ditanya baik-baik malah ngeloyor." Suara cempreng Bu Merry terdengar nyaring, tembus hingga 10 rumah.Mbok Jum dan Shafira yang mendengar olokan Bu Merry, mencoba berlapang dada dan memakluminya.Sebenarnya, jarak rumah Mbok Jum dan Bu Merry lumayan dekat. Hanya selisih tujuh rumah saja. Jadi, mereka sudah terbiasa dengan segala polah tingkah tetangga mereka yang satu itu.Shafira membuka pintu rumah yang telah tiga bulan ditinggalkannya. Hawa pengap menyeruak dari dalam ruangan begitu pintu kayu itu terbuka."Assalamualaikum." Shafira dan Mbok Jum bersamaan mengucap salam ketika memasuki rumah mereka sendiri."Mbok, aku mau bersih-bersih rumah dulu, ya. Mbok istirahat aja dulu, pasti capek, kan?" tanya Shafira yang sigap me

    Last Updated : 2023-08-28
  • Mengandung Anak Majikan   Munajat Shafira

    Mengandung Anak Majikan 8"Ibu." Teriak Samudra, Lintang, dan Tuan Danureja bersamaan."Aduh, gelas sia^lan, pakai jatuh segala!" umpat Nyonya Hapsari karena gelas yang sudah terisi kopi itu jatuh, pecah, dan berserakan di lantai."Lintang, sini bersihin lantainya dari tumpahan kopi dan beling-beling gelas ini!" perintah Nyonya Hapsari pada anak perempuannya."Nggak mau, ah, Bu. Lintang buru-buru, takut terlambat masuk." Lintang pun cepat berlalu dan pergi menuju kampusnya."Sini, biar aku yang membersihkan. Kamu sana ganti rokmu yang kena tumpahan kopi, Hapsari." sahut Eyang Putri yang segera mengambil gagang pel di dapur.Nyonya Hapsari pun berlalu meninggalkan dapur yang kotor itu.Samudra yang melihat sang nenek akan membersihkan pecahan gelas kopi itu, bergegas masuk ke dapur dan merebut gagang pel dari tangan neneknya."Eyang, biar Samudra aja yang bersihin, ya? Eyang duduk aja lanjutin sarapan," ujar lelaki berparas tampan itu yang sigap membersihkan sisa kekacauan yang dibuat

    Last Updated : 2023-08-29
  • Mengandung Anak Majikan   Tetangga Over Kepo

    Mengandung Anak Majikan 9Badan Shafira yang semakin hari semakin kurus itu, perlahan jatuh melorot ke lantai di depan kamar mandi. Tak ada yang menolongnya, karena sang ibu baru saja pergi meninggalkannya ke warung makan padang Salero Kito sebagai tukang cuci piring di sana.Tak lebih dari 30 menit, kesadaran Shafira kembali lagi. Ia mengerjapkan kedua matanya yang tertimpa sinar mentari pagi yang menerobos masuk melalui celah dinding dapur. Pelan, ia bangkit dari lantai dan duduk."Astaghfirulloh," gumamnya pelan meminta ampunan dari Tuhan. Tangannya memegangi kepalanya yang terasa berat. Ia mencoba mengingat-ingat, mengapa sampai ia berada di depan kamar mandi dalam keadaan terkapar."Oh, iya, aku tadi pingsan setelah muntah-muntah." Shafira menjawab sendiri pertanyaan batinnya.Ting ... ting ... ting"Sabu ... sabu ... sarapan bubur. Bubur ayamnya ibu-ibu, tante-tante. Ayo dibeli."Terdengar suara nyaring seorang penjual bubur ayam di luar rumah yang biasa berkeliling. Seketika, t

    Last Updated : 2023-08-29

Latest chapter

  • Mengandung Anak Majikan   Pertemuan Kembali

    Mengandung Anak Majikan 32"Gimana kondisi kaki anak saya ini, Dok?" tanya Nyonya Hapsari saat dokter visit ke ruang rawat inap pasien malam itu."Setelah melihat hasil rontgent, ternyata ada retak sedikit di pergelangan kakinya, Bu. Jadi tidak terlalu parah." Dokter yang mengenakan lab jas putih tersebut menjelaskan kondisi kaki Samudra kepada orang tuanya.Tuan Danureja dan Nyonya Hapsari mendengarkan dengan seksama setiap penjelasan dari dokter."Baik lah, Bapak dan Ibu, selama Samudra mengikuti prosedur perawatan yang sudah diatur, insyaa Alloh keadaan kakinya nanti akan pulih seperti sedia kala lagi," ucap dokter tersebut."Terima kasih banyak atas penjelasaanya, Dok." Tuan Danureja menjabat tangan sang dokter sebelum ia meninggalkan ruangan Samudra.Tuan Danureja menghela napas lega setelah dokter itu berlalu."Untung nggak parah, Sam. Kamu bikin jantungan Ibu saja. Besok-besok kalau mau betangkat kerja, Ibu bawain bekal aja dari rumah," repet Nyonya Hapsari."Samudra bukan anak

  • Mengandung Anak Majikan   Nama Bayi Shafira

    Mengandung Anak Majikan 31"Tuan Danureja sama Nyonya Hapsari kenapa jalannya terburu-buru seperti itu, ya? Apa jangan-jangan anak beliau ada yang sakit di sini? Tapi siapa?" Sambil bersembunyi di sebuah tiang besar, Mbok Jum bertanya-tanya pada dirinya sendiri."Kalau ada Tuan dan Nyonya di sini, berarti ada Warso juga. Wah, aku mesti hati-hati ini, jangan sampai salah satu dari mereka ada yang melihatku di sini," gumam Mbok Jum.Setelah Tuan Danureja dan Nyonya Hapsari tak terlihat lagi dari pandangan mata Mbok Jum, maka ia pun meneruskan langkahnya menuju kantin yang berjarak tinggal beberapa langkah lagi di depannya itu."Teh hangat dua ya, Bang," pesan Mbok Jum kepada penjaga kantin. Ia pun mengambil satu pack roti sobek manis, dua buah arem-arem, dan satu botol air mineral berukuran besar."Berapa semuanya, Bang?" Penjaga kantin itu menghitung semua belanjaan Mbok Jum, lalu berkata, "Total semuanya 36.000, Bu."Mbok Jum mengeluarkan selembar uang lima puluh ribu. Setelah mendap

  • Mengandung Anak Majikan   Keharuan Shafira

    Mengandung Anak Majikan 30Orang-orang yang sedang berlalu lalang di sekitar kejadian tabrakan itu, cepat mengerumuni Samudra dan si pengendara motor yang sama-sama terjatuh ke aspal karena insiden tabrakan tersebut.Samudra meringis kesakitan sambil memegangi lutut dan pergelangan kakinya. Sementara itu, si pengendara motor langsung berdiri dan menghampiri Samudra."Hei, pakai mata dong kalau mau nyebrang. Nggak maen nyelonong aja kayak kerbau!" maki si pengendara motor yang ternyata adalah seorang pemuda seumuran Samudra."Kerbau matamu! Kau itu yang ngebut nggak lihat-lihat ada orang mau nyebrang!" Samudra ganti memaki, tak mau kalah.Cuaca siang yang sangat panas menyengat kulit, semakin membuat panas hati dengan adanya cek cok di pinggir jalan yang ramai penuh polusi dari asap knalpot kendaraan."Nyolot Lu, ya!" si pengendara motor itu tahu-tahu mencengkeram kerah baju Samudra. Tangan kanannya terkepal hendak menghantam tubuh Samudra. Beruntung ada beberapa dari kerumunan orang i

  • Mengandung Anak Majikan   Samudra Tertabrak

    Mengandung Anak Majikan 29Mbok Jum terdiam. Ia belum tahu maksud pembicaraan dari Suster itu."Kuning, kunig gimana maksudnya, Sus?" tanya Mbok Jum."Cucu Nenek mengalami bayi kuning, Nek." Suster tersebut menjeda katanya, "hal ini disebabkan karena cucu Nenek itu kurang cairan.""Terus, gimana Sus?" tanya Mbok Jum terlihat bingung."Sekarang dia masuk inkubator dan disinar Nek. Apakah ibu si bayi sudah bisa ke sini, Nek?""Saya belum tahu, Sus. Dia masih ada di rumah Bidan Nurlela sekarang.""Kalau dia sudah sehat dan bisa ke sini, kabari langsung, Nek. Karena si bayi ini akan cepat pulih kalau dia mendapat ASI dari sang ibu.""Oh gitu ya. Ya udah, saya telpon dulu anak saya itu ya, Sus." Mbok Jum pun meninggalkan Suster itu untuk menghubungi Shafira."Halo, Nduk." Suara Mbok Jum memburu."Halo. Si mbok, ada apa?" jawab Shafira di ujung telpon."Kamu udah sehat belum?""Hmm ... saya tanya Bu Bidan dulu ya, Mbok.""Cepetan ya, ini si mbok lagi minjem HP punya pak sekuriti rumah sakit

  • Mengandung Anak Majikan   Bayi Shafira Kuning

    Mengandung Anak Majikan 28"Kalau boleh tahu, Ibu ini siapanya si adek bayi, ya?" tanya dokter anak."Saya neneknya, Bu Dokter. Ibunya si bayi masih ada di rumah Bu Bidan, karena masih belum pulih kesehatannya sehabis melahirkan tadi pagi, Bu dokter," jawab Mbok Jum secara rinci."Oh, baik. Saya mengerti, Ibu. Saya lanjutkan lagi penjeladan tentang kondisi bayinya ya, Bu. Jadi, bayinya ini kan berat lahirnya di bawah normal, oleh karena itu secepatnya kita ambil tindakan untuk merawatnya di Intensive Care selama beberapa hari."Dokter anak tersebut memberikan penjelasan secara rinci kepada Mbok Jum. Sesekali, Mbok Jum mengangguk-angguk tanda mengerti. Kemudian, ia pun keluar dari ruang praktek dokter setelah sesi konsultasi mengenai kondisi sang cucu."Suster, boleh nggak saya melihat cucu saya di dalam?" tanya Mbok Jum bertanya kepada seorang suster jaga yang sedang menatap layar komputer di mejanya.Perawat jaga itu menghentikan aktifitasnya sejenak dari depan layar komputer, lalu

  • Mengandung Anak Majikan   Dirujuk Ke Rumah Sakit

    Mengandung Anak Majikan 27"Karena berat badan bayi sangat rendah, maka dia rentan terhadap penyakit, Bu. Oleh karena itu, saya sarankan agar dibawa ke rumah sakit, agar mendapat pemeriksaan medis secara menyeluruh dari dokter anak, Bu," ujar Bidan Nurlela memberikan saran.Mbok Jum terlihat memahami apa yang disampaikan oleh Bidan Nurlela barusan. Tapi, nampaknya ia ragu karena memikirkan biaya rumah sakit yang pastinya mahal."Hmm ... kira-kira biaya rumah sakitnya mahal nggak, Bu Bidan?" tanya Mbok Jum sambil memandangi cucunya yang dibaringkan di dalam box bayi di samping bed Shafira."Shafira punya kartu BPJS?" Bidan Nurlela menatap Shafira."Nggak punya, Bu," jawab Shafira lirih.Bidan Nurlela tampak berpikir sejenak."Jadi, gimana ini, Bu? Bayinya dirawat sendiri aja atau mau gimana?" Bidan Nurlela pun ragu dengan pertanyannya sendiri.Mbok Jum mendekati Shafira, lalu bertanya, "Gimana, Nduk? Kita bawa ke rumah sakit nggak bayinya?""Daripada nanti kenapa-napa, lebih baik kita

  • Mengandung Anak Majikan   Shafira Melahirkan Prematur

    Mengandung Anak Majikan 26"Astaghfirulloh, Shafira ... ada apa, Nduk?" Mbok Jum berlari menghampiri Shafira yang panik. Kue yang sedang disusun tak sengaja ia lempar begitu saja karena gugup.Mbok Jum mendapati Shafira yang sedang merintih kesakitan sambil duduk di kursi dapur. Sementara itu, rok bawahan Shafira terlihat basah."Mbok, perut Shafira sakit sekali," rintihnya dengan wajah tegang."Ya Allah, ini sepertinya udah pecah ketubannya. Kamu mau melahirkan Nduk. Padahal kan baru tujuh bulan. Aduh ... gimana ini?" Mbok Jum semakin panik. Sejenak, ia tak tahu harus berbuat apa karena sedang dikuasai oleh kepanikan."Aduh ...." Shafira meringis lagi, sehingga menyadarkan Mbok Jum bahwa ia harus cepat bergerak untuk menolong anaknya itu."Nduk, kamu nyimpan nomor telpon Pak Karman yang punya penyewaan mobil itu kan?" tanya Mbok Jum."Iya, Mbok, ada.""Cepat telpon Pak Karman, Nduk. Suruh cepat dia ke sini buat ngantar kita ke Bidan.""HP-nya ada di kamar, tolong ambilkan, Mbok." Sha

  • Mengandung Anak Majikan   Samudra Kecele

    Mengandung Anak Majikan 25Warso tertunduk diam. Mau jawab salah, nggak jawab pun pasti salah. Begitu menurutnya."Jawab, So!" ujar Samudra seperti tak sabar."Anu, Den, ehm ....""Ngomong yang jelas, So. Jangan bikin aku penasaran!" desak Samudra."Sebenarnya, saya ... saya udah diwanti-wanti sama Tuan Danureja untuk tidak menghubunginya lagi, Den." Warso akhirnya berkata jujur."Apa alasannya?" Samudra mengerutkan dahinya."Saya nggak tahu, Den. Tuan Danureja hanya bilang begitu ke saya. Kalau Den Samudra mau tahu alasannya, sebaiknya tanya langsung sama beliau." Warso menunduk lagi.Samudra urung pergi ke rumah Shafira. Pasti ada alasan kuat dibalik perintah larangan oleh ayahnya itu. Maka ia pun segera menuju ruang kerja sang ayah.Tiba di ruangan sang ayah, Samudra langsung mendudukkan pantatnya di kursi empuk tepat di depan Tuan Danureja."Sam? Bukan kah ada meeting dengan client sebentar lagi? Kenapa malah ke sini?" tanya Tuan Danureja menatap Samudra.Samudra memgembuskan nafa

  • Mengandung Anak Majikan   Mencoba Hal Baru

    Mengandung Anak Majikan 24Samudra menoleh ke belakang mobil begitu Warso menyebut bahwa ia melihat Mbok Jum dan Shafira terlihat di halte. Samudra celingukan mencari sosok mereka dari balik kaca mobil."Mana, So, kamu bilang tadi melihat mereka?" tanya Samudra yang duduk di belakang Warso."Tadi ada, Den. Dekat halte," jawab Warso."Menepi dulu, aku mau menemui mereka!" perintah Samudra kepada sopirnya itu.Warso mencari ruang kosong di pinggir jalan untuk menghentikan mobilnya.Samudra bergegas keluar dari mobil, lantas berjalan menuju halte yang telah terlewati beberapa meter di belakangnya.Di saat yang bersamaan, sebuah bis kota datang dari arah berlawanan dan berhenti di halte. Shafira dan Mbok Jum segera naik ke dalam bis kota itu. Beberapa penumpang lain pun tampak memasuki bis berbadan besar itu. Pintu bis kota tertutup kemudian melaju meninggalkan halte.Samudra berlari-lari kecil mengejar bis kota itu, akan tetapi sayangnya bis itu telah melaju pergi sebelum Samudra sampai

DMCA.com Protection Status