Alunan musik yang terdengar lembut membuat suasana makan malam menjadi semakin romantis. Mata Adnan melihat wanita di hadapannya dengan senyuman tipis. "Kenapa?" tanya Kinan malu saat Adnan menatapnya lekat. "Maaf baru bisa ajak kamu keluar sekarang." Kinan meraih tangan Adnan dan mengelusnya pelan, "Nggak apa-apa kok. Kan kita juga sibuk akhir-akhir ini." Malam ini Adnan dan Kinan memiliki waktu senggang. Setelah pulang kerja, Adnan memutuskan untuk mengajak Kinan makan malam. Selain untuk menikmati waktu bersama, Adnan juga berniat mengganti hutang makan malam yang gagal karena melihat Fasya yang bertemu dengan Denis dulu. "Gimana pekerjaan kamu?" tanya Kinan memulai pembicaraan. Mereka tengah menunggu pesanan datang. Adnan mengedikkan bahunya sebagai jawaban, "Baik-baik aja. Seperti biasa, nggak ada yang menantang. Kalau kamu?" Kinan terkekeh, "Cukup menantang, karena tiba-tiba Pak Bos suruh revisi total video profil perusahaan." "Maaf." Kinan menggeleng, "J
Adnan membuka matanya saat mendengar ponselnya berbunyi. Dia mengusap wajahnya sebentar dan beralih untuk mengambil ponselnya. Dia pikir ada pesan dari Kinan, ternyata hanya ada notifikasi email yang masuk. Perlahan dia bangun dan melihat keadaan kamar. Matanya berhenti pada sosok perempuan yang tengah tertidur di kursi kayu yang terlihat tidak nyaman. Adnan menghela napas dan mulai berdiri. Dia menghampiri Fasya dan berniat untuk membangunkannya. Namun gerakan tangannya terhenti saat ada rasa tidak enak jika membangunkan gadis itu. Adnan membungkuk dan bertumpu pada kursi. Dia menatap wajah gadis itu dengan lekat. Bahkan kepalanya ikut miring agar bisa melihat wajah Fasya lebih jelas. Jika sedang dalam keadaan diam seperti ini, Fasya terlihat lebih anggun. Berbeda jika sudah membuka mata dan mulutnya, seketika bisa membuat hidup Adnan terancam jika gadis itu berulah. Saat masih memperhatikan Fasya, Adnan melihat tubuh gadis itu sedikit bergerak. Secara reflek Adnan menepuk pi
Suara tepuk tangan terdengar riuh memenuhi ruang makan. Kakek Faris yang berdiri di tengah tampak tersenyum bahagia. Dia memeluk semua anggota keluarganya satu-persatu dengan senyuman lebar. Saat tiba giliran Fasya, Kakek Faris memeluknya cukup lama. Tepukan lembut pada punggungnya membuat perasaan Fasya tenang. Seketika dia merindukan kakeknya. "Makasih ya, Sya. Kakek seneng kalau kamu bisa ikut rayain ulang tahun kakek dengan status sebagai istri Adnan," ucapnya terharu. Sebagai cucu pertama, tentu Kakek Faris ingin Adnan segera menikah. Apalagi ditambah dengan penyakitnya saat ini, besar harapannya agar Adnan segera menikah terutama dengan calon pilihannya. Beruntung Adnan tidak banyak membantah dan menuruti kemauannya. Tahun ini acara ulang tahunnya semakin lengkap dengan kedatagan cucu menantu. Bukan hanya satu melainkan dua, yaitu dengan Mitha. Meskipun belum sah, tetapi sudah ada ikatan serius di antara Denis dan Mitha, yaitu pertunangan. "Selamat ulang tahun ya, Kek
Fasya menatap wajahnya yang basah dari pantulan cermin. Dia terdiam mengamati penampilannya yang sedikit berubah. Dia sadar jika wajahnya tidak sebahagia dulu. Tidak ada lagi senyum lepas yang ia keluarkan. Perubahan itu ia sadari terjadi setelah pernikahannya dengan Adnan. Pernikahan yang menurutnya sangat konyol dan memuakkan. Jika bukan karena untuk orang yang ia sayangi, Fasya akan dengan senang hati melarikan diri. Meskipun dia bertingkah konyol dan menyebalkan di depan Adnan, jauh di dalam hatinya dia menyimpan kesedihan yang luar biasa. Sudah lama tak merasakan kasih sayang dari seorang ayah membuat Fasya berangan-angan memiliki seseorang pria yang juga akan menyayanginya dengan tulus. Namun harapannya pupus saat Adnan yang ditunjuk kakeknya untuk menjadi suaminya. Pria asing yang tak pernah ia kenal sebelumnya. Pria asing yang memiliki sifat bertolak belakang dengannya. Seorang pria asing yang menyebalkan, keras kepala, dan harus dituruti perintahnya. Fasya tahu jika
Napas yang terengah membuat lari Fasya perlahan mulai melambat. Dia memilih untuk berhenti dan bersandar pada pohon besar di sampingnya. Tatapannya tertuju pada Adnan yang masih berlari santai jauh di hadapannya. Fasya pikir Adnan hanya berolahraga ringan, tetapi ternyata pria itu berlari tanpa henti selama 15 menit. Mau tidak mau Fasya mengikutinya karena takut tersesat di tempat yang asing ini. Meskipun masih muda, olahraga adalah hal yang jarang Fasya lakukan. Seketika dia mulai sadar untuk lebih memikirkan kesehatannya. "Pagi, Neng," sapa seorang pria paruh baya yang melewatinya sambil membawa potongan ranting kayu. "Pagi, Pak." Fasya mengangguk ramah. Dia tahu jika pria itu adalah warga lokal. "Aduh, capek banget." Fasya bergerak merosot dan terduduk di atas tanah. Dia tidak peduli jika tubuhnya akan kotor karena yang ia butuhkan saat ini adalah meluruskan kakinya. "Pagi, Neng." Kali ini Fasya mendapat sapaan dari seorang ibu-ibu paruh baya yang membawa pacul, mungk
Perahu yang Fasya dan Adnan naiki perlahan mulai menepi. Dari jauh, mereka bisa melihat kakek dan semua anggota keluarga yang lain mulai berdatangan. Dahi Fasya berkerut melihat itu. Kenapa semua orang berkumpul di danau? "Oke, acara dimulai," ucap Adnan menarik napas dalam. "Acara apa?" "Kamu bakal tau sendiri nanti." Fasya merubah ekspresi wajah penasarannya dengan senyuman saat kakek mulai mendekat. Pria itu tersenyum melihat Fasya dan Adnan yang menghabiskan waktu berdua. Dari jauh kakek sudah melihat mereka yang tengah menaiki perahu berdua. Saat tahu jika Adnan dan Fasya tidak tidur satu ranjang, ada rasa sakit di hatinya. Namun ketika melihat interaksi keduanya sekarang, rasa pesimis itu berangsur berkurang. Adnan adalah tipe pria yang sulit untuk didekati. Dia terbiasa acuh tak acuh pada semua orang yang tidak berhubungan dengannya. Namun dengan Fasya dia menjadi pribadi yang berbeda. Mungkin untuk saat ini masih belum ada perasaan di hati mereka, tetapi suatu h
Sambil menggosok rambut basahnya dengan handuk, Adnan duduk di ujung kasur. Dia membuka ponselnya dan menghela napas kasar saat tidak melihat ada satu pun notifikasi dari Kinan. Baiklah, sebagai seorang pria seharusnya Adnan yang memberi kabar, tetapi tak ada salahnya bukan jika wanita yang lebih dulu menghubungi? Adnan tak ingin pikir panjang. Dia sudah tahu bagaimana sifat Kinan yang jauh dari kata romantis. Ia akui jika dirinya sendiri juga bukan pria yang romantis. Namun Kinan berbeda, dia tidak seperti wanita pada umumnya yang bersikap manja dan selalu ingin diperhatikan. Sebenarnya itu juga yang membuat Adnan tertarik. Dia tidak suka direpotkan, tetapi ada saatnya dia ingin memiliki seseorang yang bergantung padanya. Suara dering ponsel membuat Adnan mengalihkan pandangannya. Dia melirik ponsel Fasya yang tengah mengisi daya. Dia melirik kamar mandi sebentar dan mendengar air yang masih mengalir. Gadis itu masih membersihkan diri setelah berenang mendadak di danau. Adn
Malam terakhir di puncak membuat perasaan Adnan sedikit lega. Akhirnya sebentar lagi dia bisa bebas dan tak lagi berpura-pura. Adnan tahu jika dia kadang bertingkah menyebalkan pada semua orang, tetapi Adnan tidak bisa menahannya. Sulit baginya untuk berpura-pura baik-baik saja di saat keadaan tidaklah baik-baik saja. Dibalik semua yang ia miliki, Adnan sadar akan kekurangannya. Dia terbiasa sendiri sehingga sulit untuk membuka diri. Mungkin itu yang membuat Rina, sepupu terkecilnya memanggilnya zombie. Namun ada satu hal yang pasti, Adnan tidak membenci keluarganya, kecuali Denis dan Tante Sarah tentu saja. Dia hanya sulit untuk mengekspresikan dirinya sendiri. Adnan menutup kopernya saat baju terakhir sudah ia masukkan. Dia berdiri dan melihat ke arah ranjang. Tak heran jika dia tidak mendengar apapun sedari tadi, ternyata Fasya sudah masuk ke dalam alam mimpi. Adnan menghampiri tempat tidur dan menggaruk lehernya pelan. Melihat Fasya yang sudah tidur lelap tak mungkin jik
Di tengah kerumunan banyak orang, Fasya berjinjit untuk membuat tubuh mungilnya menjadi lebih tinggi. Bahkan heels setinggi tujuh sentimeter yang ia kenakan tidak banyak membantu. Pandangannya mengedar untuk mencari seseorang. Tas yang ia bawa semakin menyulitkan langkah kakinya. "Permisi," ucap Fasya yang harus menerjang ribuan orang itu. Mau tidak mau Fasya berhenti di tengah kerumunan dan mulai mengambil ponselnya. Saat akan menghungi Adnan, Fasya melihat ponselnya lebih dulu berdering. Nama Adnan muncul membuatnya tersenyum lega. "Mas, di mana?" tanya Fasya cepat. "Di sebelah kanan kamu. Jalan pelan-pelan ke sini." Fasya mengalihkan pandangannya dengan mata menyipit. Dia kembali berjinjit dan melihat seseorang yang melambaikan tangannya. Senyum Fasya pun merekah. Dengan cepat dia mengangkat sedikit rok kebayanya dan berlari kecil ke arah Adnan, kembali menerjang ribuan manusia yang tengah berbahagia saat ini, sama seperti dirinya. "Mas Adnan!" Fasya langsung masuk ke
Tak terasa satu tahun telah berlalu. Seperti tahun sebelumnya, hari ini adalah hari yang istimewa. Tepat hari ini semua anggota keluarga Atmadja kembali berkumpul di puncak untuk merayakan hari spesial, yaitu hari ulang tahun Kakek Faris. Tak henti mereka mengucapkan rasa syukur akan kesehatan yang diberikan Tuhan untuk kakek. "Fasya, sini coba, Sayang." Tante Laras mendekat sambil menyuapi Fasya dengan potongan daging. "Udah enak belum?" Fasya mengangguk sambil mengunyah. "Enak, Tan." "Kamu juga, Mitha. Gimana rasanya?" Tante Laras juga menyuapi Mitha. Benar, hari ini Mitha dan Denis memang hadir di ulang tahun kakek. Awalnya mereka menolak karena rasa segan dan malu, tetapi karena paksaan akhirnya mereka mau datang ke Puncak Bogor. Setelah pernikahan Denis dan Mitha, entah kenapa semua seperti kembali ke awal. Di mana mereka menjadi keluarga yang semestinya. Masa lalu yang buruk seperti mulai terkubur. Sekarang Denis tahu kebahagiaan seperti apa yang sebenarnya ia ingink
Dengan bersenandung pelan, Fasya mengendarai mobilnya memasuki gerbang kampus yang cukup ternama. Dia melambatkan laju mobilnya saat memasuki area kampus. Banyak mahasiswa yang berlalu lalang membuat Fasya harus berhati-hati. Kesabaran dan ketekunannya selama ini membuahkan hasil. Akhirnya Fasya bisa mengendarai mobilnya sendiri, meski belum terlalu lama. Namun dia sering menggunakan mobil akhir-akhir ini agar bisa membiasakan diri. Lagi pula Adnan lebih merasa aman saat ia menggunakan mobil. Fasya menekan klakson mobil saat sudah berada di depan sekumpulan anak muda seusianya. Dia membuka jendela dan melambaikan tangannya pada seseorang. Seseorang yang menatapnya dengan berbinar, seperti melihat bank berjalan. "Gue duluan, sepupu gue udah jemput." Niko meninggalkan teman-temannya dan langsung masuk ke dalam mobil. Sudah hampir seminggu ini Fasya rutin menjemput Niko di kampusnya. Dia tidak lupa akan janjinya jika sudah bisa mengendarai mobil, maka Niko adalah orang pertama
Suasana di dalam mobil itu begitu tegang. Jantung Fasya masih berdegup dengan kencang. Dia mencoba untuk mengatur napasnya agar lebih tenang. Berdua bersama Adnan di dalam mobil membuat akal sehatnya menghilang. Jika bukan suaminya, mungkin Fasya sudah menendang pantat Adnan menjauh sampai tak bisa dipandang. "Jangan tegang," gumam Adnan. Mendengar itu, Fasya mulai merilekskan tubuhnya. Meskipun sudah berusaha, tetapi tetap saja sulit untuk dilakukan. Bagaimana bisa ia tenang jika berada di dalam situasi yang menegangkan seperti ini? Jika bukan karena Adnan, mungkin ia tidak akan mau melakukannya. "Pelan-pelan," ucap Adnan lagi. Bukannya menenangkan, apa yang pria itu lakukan justru membuat Fasya semakin tidak nyaman. Jika ada lakban, dia akan membungkan mulut suaminya agar diam. "Di depan nanti ada pertigaan, jangan lupa kurangi kecepatan," peringat Adnan lagi. "Iya, diem dulu." Fasya semakin mengeratkan tangannya pada setir mobil. Matanya fokus pada jalanan di depann
Suasana kafe malam ini terlihat sangat ramai. Selain karena banyaknya anak muda, para pekerja pun juga ikut menikmati malam minggu untuk melepas penat. Di salah satu meja yang cukup besar, terlihat Fasya tengah tertawa dengan lepas. Bisa dibilang malam ini adalah malam reuni, di mana ia kembali berkumpul dengan para seniornya saat magang dulu setelah beberapa bulan berlalu. "Masa, sih?" tanya Dinar geli. Shanon mengangguk yakin, "Iya, Pak Bonbon kalau marah hidungnya kembang-kempis." "Wah, parah. Masa ngomongin atasan sendiri." "Tapi Pak Bonbon asik. Istrinya nggak pelit, suka bawain makanan ke kantor, tapi ya gitu kalau marah bukannya serem malah lucu." Hanum kembali tertawa. "Apalagi kalau udah ngomel, itu perutnya juga goyang kayak ikutan ngomel," celetuk Damar. Tawa mereka kembali pecah. Kebiasaan buruk yang menyenangkan adalah membicarakan orang lain. Apalagi topik kali ini adalah atasan baru mereka yang menggantikan Kinan. Di tengah candaan, Fasya merasakan ponse
Hari Sabtu menjadi hari yang ditunggu oleh semua orang. Terutama untuk dua sejoli yang tengah bersenda gurau saat ini. Tidak peduli dengan matahari yang sudah muncul sedari tadi, pasangan kasmaran itu semakin menikmati momen bersama yang tidak bisa mereka nikmati setiap hari. Momen intim di balik selimut yang sering mereka sebut sebagai pertukaran energi. "Geli, Mas." Fasya terkekeh saat Adnan mencium lehernya gemas. "Kamu bau." Fasya menarik rambut Adnan menjauh dari lehernya dan mulai menyentuh wajah pria itu. Tatapan mata Fasya begitu sayu karena rasa lelah yang ia rasakan. Bukan karena Adnan menyiksanya, tetapi sebaliknya. Pria itu kembali membuat tubuhnya melayang pagi ini. Melelahkan tetapi juga menyenangkan. Mata Adnan terpejam menikmati sentuhan jari Fasya di wajahnya. Untuk pertama kalinya dia merasa sangat nyaman berada di dekat seorang wanita. Selama ini Adnan selalu bersikap mandiri dan dewasa, padahal jauh di dalam lubuk hatinya dia juga ingin dimanja. "Puk-pu
Jika ada perayaan untuk hari terburuk, mungkin keluarga Atmadja akan menobatkannya sebagai hari ini. Rahasia yang disembunyikan oleh Om Bayu benar-benar menggemparkan. Tidak akan ada alasan atau kebohongan lain lagi yang akan tercipta. Kini semua orang sudah mengetahui semua kebenarannya. Mereka sekarang juga tahu kenapa permusuhan Adnan dan Denis tak kunjung usai. Mereka tidak menyangka jika Adnan menanggung beban berat akan rahasia ini selama bertahun-tahun. Semua ia lakukan demi kesehatan kakek. Namun kini semuanya terbongkar karena ulah Denis dan ibunya sendiri yang serakah. Malu, itu yang dirasakan Denis dan ibunya. Namun jauh di dalam hati, Denis lebih malu lagi untuk berhadapan dengan Mitha. Dia sekarang sadar betapa menjijikkannya sikapnya selama ini. Dia dibutakan oleh kesenangan duniawi sampai lupa untuk mempertahankan kebahagiannya sendiri. Mungkin jika namanya dicoret oleh keluarga Atmadja, Denis tidak akan peduli. Dia lebih sakit hati jika kehilangan Mitha. Dia bena
Pagi hari telah datang. Celah jendela mulai dimasuki oleh cahaya yang begitu terang. Disertai dengan kicauan burung merdu yang membuat suasana hati menjadi tenang. Yang kemudian membangunkan seorang wanita yang mulai mengerang. Fasya, mantan gadis yang semalam telah resmi menjadi seorang wanita itu mulai membuka mata. Cahaya yang menyilaukan mata membuatnya menarik selimut untuk menutupi wajahnya. Dia sudah kembali bersiap untuk melanjutkan tidurnya. Namun sesuatu mulai menyadarkannya. Mata Fasya terbuka lebar. Dia menurunkan selimut dan melihat keadaan kamar yang sepi. Fasya terduduk sambil memperhatikan keadaan sekitar dengan bibir terbuka. Setelah itu dia melihat keadaan dirinya sendiri. Semuanya sama, baik kamar dan penampilannya terlihat sangat kacau. Malam pertama. Fasya menutup wajahnya yang memanas saat mengingat kejadian semalam. Entah bagaimana bisa mereka berakhir untuk menyalurkan kehangatan bersama? Fasya tidak pernah menduga sebelumnya. Namun setelah terjadi, d
Puncak Bogor masih menjadi tempat pelarian Adnan dan Fasya. Mereka berdua sepakat untuk memutus komunikasi dengan keluarga untuk sementara. Bahkan Adnan memilih untuk mematikan ponselnya agar bisa lebih tenang saat berdua dengan Fasya. Mereka benar-benar memanfaatkan waktu yang ada untuk saling mendekatkan diri. Tak terasa malam telah tiba. Seperti janji Adnan, dia yang akan menyiapkan makan malam. Dengan bantuan Mbok Yem tentu saja. Jika bukan karena keinginan Fasya, tentu dia tidak mau berkutat di dapur. Bukan bermaksud pamrih, tetapi Adnan sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk menjadi versi terbaik bagi Fasya. Selama ia bisa, maka Adnan akan berusaha melakukan apapun keinginan istrinya. Tanpa imbalan. Dengan Fasya yang memberikan kesempatan kedua saja sudah membuat hati Adnan melayang dan berbunga-bunga. Setelah makan malam, Fasya memilih untuk ke kamar lebih dulu. Setelah pintu tertutup rapat, dia menyentuh dadanya yang berdegup kencang. Ini gila! Fasya merasa jantungn