Sesampainya di kantor, ruang kerja bukanlah tujuan Adnan. Entah apa yang membawa kakinya menuju lantai di mana Fasya bekerja. Tidak ada yang ia pikirkan saat ini selain melihat gadis itu. Meskipun kesal, tetapi Fasya masih tanggung jawabnya. Keberadaan Adnan sedikit membuat karyawan yang juga baru datang terkejut. Tidak biasanya bos besar langsung turun tangan menemui para karyawan. Apa sesuatu terjadi? Saat akan memasuki ruangan di mana departemen Fasya bekerja, Adnan berhenti sejenak. Dia bisa mendengar suara riuh dari dalam sana. Tanpa mengetuk pintu dia langsung masuk dan membuat ruangan itu seketika hening. "Pak Adnan?" sapa Hanum yang baru saja datang. Semua karyawan langsung berdiri dengan sopan, tetapi tidak dengan Fasya. Gadis itu masih menatap Adnan datar. Dia sudah bahagia tidak bertemu Adnan pagi ini, tetapi pria itu sendiri yang muncul di hadapannya sekarang. "Heh, berdiri," senggol Dinar berbisik. "Males banget." Fasya memutar matanya jengah dan berdiri d
Malam sudah menunjukkan pukul 11 malam. Bukannya beranjak untuk beristirahat, Fasya malah terlihat sibuk di kamarnya. Dia mulai membawa laptop, ponsel, catatan, serta earphone di pelukannya dan keluar dari kamar. Dapur adalah tujuannya saat ini. Ini semua karena Adnan. Setelah kedatangannya tadi pagi ke ruang kerjanya dengan tugas mendadak, Kinan selalu menager langsung bertindak. Seketika wanita itu panik karena pekerjaan mereka yang ternyata tidak memuaskan. Detik itu juga Kinan langsung memberi tugas kepada masing-masing karyawan untuk membuat konsep baru untuk profil perushaan, termasuk Fasya. Di sinilah dia sekarang, berada di dapur agar kegiatan lemburnya berjalan lancar karena dekat dengan amunisi makanan. "Oke, mari kita mulai." Fasya merenggangkan lengannya dan mulai mengetik. Beruntung kepalanya saat ini memiliki beberapa ide yang cukup menarik menurutnya. Kegiatan lembur Fasya berlangsung cukup lama. Sudah dua jam dia duduk sambil berhadapan dengan layar laptop. D
Fasya berdiri di depan pintu kamar Adnan dengan gelisah. Dia memainkan tangannya dengan bingung. Baru saja dia mendapat telepon dari Kakek Faris yang memintanya untuk membujuk Adnan agar mau datang ke acara keluarga malam ini, lebih tepatnya datang ke acara perayaan hari pernikahan Om Bayu dan Tante Sarah, Ibu Denis. Awalnya Fasya merasa ragu dan ingin menolak, tetapi saat mendengar Kakek Faris yang memohon membuatnya tidak tega. Pria tua itu hanya ingin keluarganya berkumpul menjadi satu, tetapi konflik Adnan dan Denis belum berakhir. Fasya malas jika harus berdebat dengan Adnan untuk memintanya datang. Namun karena untuk kakek, Fasya rela berdiri di depan pintu kamar Adnan dengan jantung yang berdetak kencang. Saat akan mengetuk pintu, tiba-tiba pintu terbuka dengan sendirinya. Muncul Adnan yang juga terkejut melihat keberadaan Fasya. "Ada apa?" tanyanya. Fasya menarik napas dalam dan mulai berbicara, "Tadi Kakek Faris telepon. Katanya—" "Saya nggak bisa." Dengan cepat
Sudah beberapa hari ini Fasya disibukkan dengan pekerjaannya. Jika sudah seperti ini, ingin rasanya ia mengumpat pada Adnan. Karena pria itu, pekerjaannya semakin bertambah dan Kinan juga mulai tegas padanya. Seperti biasa, malam ini Fasya kembali ke dapur untuk melanjutkan pekerjaannya. Memang masih ada waktu untuk menyelesaikannya besok, hanya saja Fasya tidak akan tenang jika pekerjaannya belum selesai. Setidaknya dia bisa berbangga hati jika Kinan menanyakan progres pekerjaannya. Biar bagaimana pun Fasya harus memperbaiki nama baiknya yang sedikit tercoreng karena ulah Adnan. Seseorang terlihat memasuki dapur. Fasya menatap kedatangan Adnan dengan lekat. Matanya mengikuti pergerakan pria itu dengan teliti. Setelah pulang dari acara orang tua Denis, Adnan berubah menjadi pendiam. Memang sebelumnya dia juga sudah pendiam, tetapi ada sedikit keanehan malam ini. Pria itu tidak berusaha untuk mengganggunya. "Mas Adnan nggak apa-apa?" tanya Fasya hati-hati sambil membuka bung
Pagi Fasya diawali dengan kesialan. Dia lupa mengaktifkan alarm semalam dan berakhir bangun kesiangan. Bahkan dia tidak berdandan sama sekali agar bisa sampai di kantor lebih cepat meskipun usahanya sia-sia karena jam masuk kantor sudah berlangsung sejak tiga jam yang lalu. Bisa saja dia mendadak izin dengan berbagai alasan, tetapi dia tidak bisa melakukannya. Hari ini tim departemennya akan mulai melakukan produksi video untuk profil perusahaan. Sialnya lagi hari ini adalah waktu pengambilan gambar untuk pemimpin perusahaan, yaitu Adnan. Mengingat pria itu, hati Fasya kembali memanas. Adnan tidak membangunkannya sama sekali. Apa dia lupa jika semalam Fasya tidur terlambat karena harus merevisi naskah untuk video dan mendengarkan curhatan Adnan?Dasar manusia tidak tahu terima kasih! Dengan terengah, Fasya memasuki ruang kerjanya yang terlihat sepi. Hanya ada beberapa orang yang tengah duduk di belakang komputer. "Loh, Sya. Aku kira izin," ujar Hanum saat melihatnya. "Say
Alunan musik yang terdengar lembut membuat suasana makan malam menjadi semakin romantis. Mata Adnan melihat wanita di hadapannya dengan senyuman tipis. "Kenapa?" tanya Kinan malu saat Adnan menatapnya lekat. "Maaf baru bisa ajak kamu keluar sekarang." Kinan meraih tangan Adnan dan mengelusnya pelan, "Nggak apa-apa kok. Kan kita juga sibuk akhir-akhir ini." Malam ini Adnan dan Kinan memiliki waktu senggang. Setelah pulang kerja, Adnan memutuskan untuk mengajak Kinan makan malam. Selain untuk menikmati waktu bersama, Adnan juga berniat mengganti hutang makan malam yang gagal karena melihat Fasya yang bertemu dengan Denis dulu. "Gimana pekerjaan kamu?" tanya Kinan memulai pembicaraan. Mereka tengah menunggu pesanan datang. Adnan mengedikkan bahunya sebagai jawaban, "Baik-baik aja. Seperti biasa, nggak ada yang menantang. Kalau kamu?" Kinan terkekeh, "Cukup menantang, karena tiba-tiba Pak Bos suruh revisi total video profil perusahaan." "Maaf." Kinan menggeleng, "J
Adnan membuka matanya saat mendengar ponselnya berbunyi. Dia mengusap wajahnya sebentar dan beralih untuk mengambil ponselnya. Dia pikir ada pesan dari Kinan, ternyata hanya ada notifikasi email yang masuk. Perlahan dia bangun dan melihat keadaan kamar. Matanya berhenti pada sosok perempuan yang tengah tertidur di kursi kayu yang terlihat tidak nyaman. Adnan menghela napas dan mulai berdiri. Dia menghampiri Fasya dan berniat untuk membangunkannya. Namun gerakan tangannya terhenti saat ada rasa tidak enak jika membangunkan gadis itu. Adnan membungkuk dan bertumpu pada kursi. Dia menatap wajah gadis itu dengan lekat. Bahkan kepalanya ikut miring agar bisa melihat wajah Fasya lebih jelas. Jika sedang dalam keadaan diam seperti ini, Fasya terlihat lebih anggun. Berbeda jika sudah membuka mata dan mulutnya, seketika bisa membuat hidup Adnan terancam jika gadis itu berulah. Saat masih memperhatikan Fasya, Adnan melihat tubuh gadis itu sedikit bergerak. Secara reflek Adnan menepuk pi
Suara tepuk tangan terdengar riuh memenuhi ruang makan. Kakek Faris yang berdiri di tengah tampak tersenyum bahagia. Dia memeluk semua anggota keluarganya satu-persatu dengan senyuman lebar. Saat tiba giliran Fasya, Kakek Faris memeluknya cukup lama. Tepukan lembut pada punggungnya membuat perasaan Fasya tenang. Seketika dia merindukan kakeknya. "Makasih ya, Sya. Kakek seneng kalau kamu bisa ikut rayain ulang tahun kakek dengan status sebagai istri Adnan," ucapnya terharu. Sebagai cucu pertama, tentu Kakek Faris ingin Adnan segera menikah. Apalagi ditambah dengan penyakitnya saat ini, besar harapannya agar Adnan segera menikah terutama dengan calon pilihannya. Beruntung Adnan tidak banyak membantah dan menuruti kemauannya. Tahun ini acara ulang tahunnya semakin lengkap dengan kedatagan cucu menantu. Bukan hanya satu melainkan dua, yaitu dengan Mitha. Meskipun belum sah, tetapi sudah ada ikatan serius di antara Denis dan Mitha, yaitu pertunangan. "Selamat ulang tahun ya, Kek
Di tengah kerumunan banyak orang, Fasya berjinjit untuk membuat tubuh mungilnya menjadi lebih tinggi. Bahkan heels setinggi tujuh sentimeter yang ia kenakan tidak banyak membantu. Pandangannya mengedar untuk mencari seseorang. Tas yang ia bawa semakin menyulitkan langkah kakinya. "Permisi," ucap Fasya yang harus menerjang ribuan orang itu. Mau tidak mau Fasya berhenti di tengah kerumunan dan mulai mengambil ponselnya. Saat akan menghungi Adnan, Fasya melihat ponselnya lebih dulu berdering. Nama Adnan muncul membuatnya tersenyum lega. "Mas, di mana?" tanya Fasya cepat. "Di sebelah kanan kamu. Jalan pelan-pelan ke sini." Fasya mengalihkan pandangannya dengan mata menyipit. Dia kembali berjinjit dan melihat seseorang yang melambaikan tangannya. Senyum Fasya pun merekah. Dengan cepat dia mengangkat sedikit rok kebayanya dan berlari kecil ke arah Adnan, kembali menerjang ribuan manusia yang tengah berbahagia saat ini, sama seperti dirinya. "Mas Adnan!" Fasya langsung masuk ke
Tak terasa satu tahun telah berlalu. Seperti tahun sebelumnya, hari ini adalah hari yang istimewa. Tepat hari ini semua anggota keluarga Atmadja kembali berkumpul di puncak untuk merayakan hari spesial, yaitu hari ulang tahun Kakek Faris. Tak henti mereka mengucapkan rasa syukur akan kesehatan yang diberikan Tuhan untuk kakek. "Fasya, sini coba, Sayang." Tante Laras mendekat sambil menyuapi Fasya dengan potongan daging. "Udah enak belum?" Fasya mengangguk sambil mengunyah. "Enak, Tan." "Kamu juga, Mitha. Gimana rasanya?" Tante Laras juga menyuapi Mitha. Benar, hari ini Mitha dan Denis memang hadir di ulang tahun kakek. Awalnya mereka menolak karena rasa segan dan malu, tetapi karena paksaan akhirnya mereka mau datang ke Puncak Bogor. Setelah pernikahan Denis dan Mitha, entah kenapa semua seperti kembali ke awal. Di mana mereka menjadi keluarga yang semestinya. Masa lalu yang buruk seperti mulai terkubur. Sekarang Denis tahu kebahagiaan seperti apa yang sebenarnya ia ingink
Dengan bersenandung pelan, Fasya mengendarai mobilnya memasuki gerbang kampus yang cukup ternama. Dia melambatkan laju mobilnya saat memasuki area kampus. Banyak mahasiswa yang berlalu lalang membuat Fasya harus berhati-hati. Kesabaran dan ketekunannya selama ini membuahkan hasil. Akhirnya Fasya bisa mengendarai mobilnya sendiri, meski belum terlalu lama. Namun dia sering menggunakan mobil akhir-akhir ini agar bisa membiasakan diri. Lagi pula Adnan lebih merasa aman saat ia menggunakan mobil. Fasya menekan klakson mobil saat sudah berada di depan sekumpulan anak muda seusianya. Dia membuka jendela dan melambaikan tangannya pada seseorang. Seseorang yang menatapnya dengan berbinar, seperti melihat bank berjalan. "Gue duluan, sepupu gue udah jemput." Niko meninggalkan teman-temannya dan langsung masuk ke dalam mobil. Sudah hampir seminggu ini Fasya rutin menjemput Niko di kampusnya. Dia tidak lupa akan janjinya jika sudah bisa mengendarai mobil, maka Niko adalah orang pertama
Suasana di dalam mobil itu begitu tegang. Jantung Fasya masih berdegup dengan kencang. Dia mencoba untuk mengatur napasnya agar lebih tenang. Berdua bersama Adnan di dalam mobil membuat akal sehatnya menghilang. Jika bukan suaminya, mungkin Fasya sudah menendang pantat Adnan menjauh sampai tak bisa dipandang. "Jangan tegang," gumam Adnan. Mendengar itu, Fasya mulai merilekskan tubuhnya. Meskipun sudah berusaha, tetapi tetap saja sulit untuk dilakukan. Bagaimana bisa ia tenang jika berada di dalam situasi yang menegangkan seperti ini? Jika bukan karena Adnan, mungkin ia tidak akan mau melakukannya. "Pelan-pelan," ucap Adnan lagi. Bukannya menenangkan, apa yang pria itu lakukan justru membuat Fasya semakin tidak nyaman. Jika ada lakban, dia akan membungkan mulut suaminya agar diam. "Di depan nanti ada pertigaan, jangan lupa kurangi kecepatan," peringat Adnan lagi. "Iya, diem dulu." Fasya semakin mengeratkan tangannya pada setir mobil. Matanya fokus pada jalanan di depann
Suasana kafe malam ini terlihat sangat ramai. Selain karena banyaknya anak muda, para pekerja pun juga ikut menikmati malam minggu untuk melepas penat. Di salah satu meja yang cukup besar, terlihat Fasya tengah tertawa dengan lepas. Bisa dibilang malam ini adalah malam reuni, di mana ia kembali berkumpul dengan para seniornya saat magang dulu setelah beberapa bulan berlalu. "Masa, sih?" tanya Dinar geli. Shanon mengangguk yakin, "Iya, Pak Bonbon kalau marah hidungnya kembang-kempis." "Wah, parah. Masa ngomongin atasan sendiri." "Tapi Pak Bonbon asik. Istrinya nggak pelit, suka bawain makanan ke kantor, tapi ya gitu kalau marah bukannya serem malah lucu." Hanum kembali tertawa. "Apalagi kalau udah ngomel, itu perutnya juga goyang kayak ikutan ngomel," celetuk Damar. Tawa mereka kembali pecah. Kebiasaan buruk yang menyenangkan adalah membicarakan orang lain. Apalagi topik kali ini adalah atasan baru mereka yang menggantikan Kinan. Di tengah candaan, Fasya merasakan ponse
Hari Sabtu menjadi hari yang ditunggu oleh semua orang. Terutama untuk dua sejoli yang tengah bersenda gurau saat ini. Tidak peduli dengan matahari yang sudah muncul sedari tadi, pasangan kasmaran itu semakin menikmati momen bersama yang tidak bisa mereka nikmati setiap hari. Momen intim di balik selimut yang sering mereka sebut sebagai pertukaran energi. "Geli, Mas." Fasya terkekeh saat Adnan mencium lehernya gemas. "Kamu bau." Fasya menarik rambut Adnan menjauh dari lehernya dan mulai menyentuh wajah pria itu. Tatapan mata Fasya begitu sayu karena rasa lelah yang ia rasakan. Bukan karena Adnan menyiksanya, tetapi sebaliknya. Pria itu kembali membuat tubuhnya melayang pagi ini. Melelahkan tetapi juga menyenangkan. Mata Adnan terpejam menikmati sentuhan jari Fasya di wajahnya. Untuk pertama kalinya dia merasa sangat nyaman berada di dekat seorang wanita. Selama ini Adnan selalu bersikap mandiri dan dewasa, padahal jauh di dalam lubuk hatinya dia juga ingin dimanja. "Puk-pu
Jika ada perayaan untuk hari terburuk, mungkin keluarga Atmadja akan menobatkannya sebagai hari ini. Rahasia yang disembunyikan oleh Om Bayu benar-benar menggemparkan. Tidak akan ada alasan atau kebohongan lain lagi yang akan tercipta. Kini semua orang sudah mengetahui semua kebenarannya. Mereka sekarang juga tahu kenapa permusuhan Adnan dan Denis tak kunjung usai. Mereka tidak menyangka jika Adnan menanggung beban berat akan rahasia ini selama bertahun-tahun. Semua ia lakukan demi kesehatan kakek. Namun kini semuanya terbongkar karena ulah Denis dan ibunya sendiri yang serakah. Malu, itu yang dirasakan Denis dan ibunya. Namun jauh di dalam hati, Denis lebih malu lagi untuk berhadapan dengan Mitha. Dia sekarang sadar betapa menjijikkannya sikapnya selama ini. Dia dibutakan oleh kesenangan duniawi sampai lupa untuk mempertahankan kebahagiannya sendiri. Mungkin jika namanya dicoret oleh keluarga Atmadja, Denis tidak akan peduli. Dia lebih sakit hati jika kehilangan Mitha. Dia bena
Pagi hari telah datang. Celah jendela mulai dimasuki oleh cahaya yang begitu terang. Disertai dengan kicauan burung merdu yang membuat suasana hati menjadi tenang. Yang kemudian membangunkan seorang wanita yang mulai mengerang. Fasya, mantan gadis yang semalam telah resmi menjadi seorang wanita itu mulai membuka mata. Cahaya yang menyilaukan mata membuatnya menarik selimut untuk menutupi wajahnya. Dia sudah kembali bersiap untuk melanjutkan tidurnya. Namun sesuatu mulai menyadarkannya. Mata Fasya terbuka lebar. Dia menurunkan selimut dan melihat keadaan kamar yang sepi. Fasya terduduk sambil memperhatikan keadaan sekitar dengan bibir terbuka. Setelah itu dia melihat keadaan dirinya sendiri. Semuanya sama, baik kamar dan penampilannya terlihat sangat kacau. Malam pertama. Fasya menutup wajahnya yang memanas saat mengingat kejadian semalam. Entah bagaimana bisa mereka berakhir untuk menyalurkan kehangatan bersama? Fasya tidak pernah menduga sebelumnya. Namun setelah terjadi, d
Puncak Bogor masih menjadi tempat pelarian Adnan dan Fasya. Mereka berdua sepakat untuk memutus komunikasi dengan keluarga untuk sementara. Bahkan Adnan memilih untuk mematikan ponselnya agar bisa lebih tenang saat berdua dengan Fasya. Mereka benar-benar memanfaatkan waktu yang ada untuk saling mendekatkan diri. Tak terasa malam telah tiba. Seperti janji Adnan, dia yang akan menyiapkan makan malam. Dengan bantuan Mbok Yem tentu saja. Jika bukan karena keinginan Fasya, tentu dia tidak mau berkutat di dapur. Bukan bermaksud pamrih, tetapi Adnan sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk menjadi versi terbaik bagi Fasya. Selama ia bisa, maka Adnan akan berusaha melakukan apapun keinginan istrinya. Tanpa imbalan. Dengan Fasya yang memberikan kesempatan kedua saja sudah membuat hati Adnan melayang dan berbunga-bunga. Setelah makan malam, Fasya memilih untuk ke kamar lebih dulu. Setelah pintu tertutup rapat, dia menyentuh dadanya yang berdegup kencang. Ini gila! Fasya merasa jantungn