Share

Night Mare

Author: Erna Azura
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Jillian sudah membaca pesan Rangga, ia mengerti jika Rangga harus kerja. Terpaksa mengerti sebenarnya.

Ternyata Rangga memilih bekerja dibanding menemaninya, lalu apa bedanya dengan Daddy?

Jillian menyibak selimut yang membalut tubuhnya, menurunkan kaki untuk membasuh wajah yang matanya sembab.

Tadi ponselnya berdering tidak henti memunculkan banyak pop up notifikasi pesan.

Pasti dari ketiga sahabat Jillian.

Keluar dari kamar mandi, Jillian mencari ponselnya yang ia letakkan di atas nakas.

Benar saja, ketika Jillian membuka aplikasi pesan banyak pesan masuk dari ketiga sahabatnya mengucapkan bela sungkawa termasuk para guru dan kepala sekolah.

Mereka mengatakan akan datang selepas pembelajaran selesai.

Jillian menarik handle pintu kamar, tenggorokannya terasa haus setelah tadi menangis lalu pingsan.

Ia terlonjak ketika menemukan Kenzo duduk di sofa yang berada di depan kamarnya.

Pria itu memangku MacBook tampak sibuk mengerjakan sesuatu.

“Ngapain Om di sini?” Jillian bertanya ketus.

Dia lupa jika tadi Kenzo yang merengkuh pinggangnya agar tidak jatuh bahkan Kenzo menggendong Jillian ke mobil dan menemani Jillian selama perjalanan pulang.

Kemeja Kenzo juga masih lembab karena air mata Jillian yang menangis sambil tertidur di dadanya.

“Kamu ngelarang saya masuk kamar kamu sembarangan, jadi ya … saya duduk di sini.”

Kenzo menjawab dengan santai.

“Bukan itu! Maksud aku ngapain Om masih di rumah aku? Daddy udah dimakamin, Om mau apa lagi?”

Jillian melangkah mendekat dengan kedua tangan terlipat di depan dada membuat gundukan di dadanya yang memiliki ukuran luar biasa itu semakin tampak nyata.

“Jagain kamu,” jawab Kenzo, berdekhem lantas mengalihkan tatapannya kembali pada layar MacBook.

“Aku udah gede, enggak usah dijagain … jadi Om boleh pulang.”

Jillian mengusir terang-terangan.

“Saya janji sama pak Adolf buat jagain kamu.”

Jillian berdecak sebal seraya merotasi bola matanya malas.

“Daddy udah enggak ada, enggak akan ada yang protes kalau Om ingkar janji.”

“Sayangnya, saya pria sejati dan pria sejati enggak ingkar janji … saya juga seorang pengusaha yang ucapannya harus bisa dipegang.”

“Ya … yaa … yaaa … terserah!”

Jillian lantas pergi meninggalkan Kenzo menuruni undakan tangga.

Tunggu beberapa saat sampai tenaganya pulih baru ia akan mengajak pria itu berdebat.

***

“Jill, Om ganteng itu siapa? Kok idaman gue banget ya.” Kirana bertanya sambil menatap Kenzo yang sedang berbincang dengan Kepala sekolah dan para guru.

Tatapan mata penuh kagum dan mendamba itu membuat Callista tidak tahan mengusap wajah Kirana.

“Gue tau dia ganteng tapi enggak sampe ngiler juga donk, lo.” Callista meledek.

Tingkah kedua sahabatnya berhasil menarik kedua sudut bibir Jillian membentuk lengkung senyum meski samar.

“CEO perusahaan apalah begitu, dia klien bokap,” balas Jillian singkat tanpa mau menjelaskan jika ia pernah dijodohkan daddy dengan pria itu.

“Kenapa jadi mewakili keluarga lo? Tante Amira ke mana?” Izora buka suara.

“Tante Amira mungkin ngurusin kerjaan daddy.”

“Om pengacara lo bukannya yang suka jadi jubir keluarga lo, sekarang ke mana?” Callista bertanya.

“Enggak tahu.” Jillian menjawab singkat lagi dan jujur ia tidak peduli.

“Ya udah, enggak usah dipikirin … ada kita kok, Jill … lo tenang saja.” Kirana memeluk Jillian dari samping.

“By the way, lo bisa kali minta keringanan sama kepala sekolah biar mencabut masa skors … gimana mau belajar menghadapi ujian kalau lo di skors gini?”

Izora yang paling pintar di antara mereka memberi ide.

Tidak ada jawaban dari Jillian, ia terdiam memikirkan untuk mendapat nilai bagus agar daddynya bangga di Surga sana.

“Nanti gue bantu ngomong sama Kepala Sekolah.” Callista berjanji.

“Makasih ya, Call.” Jillian menggenggam tangan Callista.

Callista tersenyum sebelum melayangkan satu pertanyaan lagi.

“Gue enggak liat Rangga, dia ke mana?”

“Ada job pagi ini, katanya dia mau datang setelah kerjaannya selesai.”

Izora dan Callista mengangguk mengerti tapi tidak dengan Kirana yang masih belum melepaskan tatapannya dari Kenzo.

“Masa, om CEO aja bisa ada di sini nemenin anak kliennya … tapi Rangga enggak bisa,” gumam Kirana keceplosan.

“Kir, lo tahu ‘kan Rangga lagi meniti kariernya? Jadi wajar kalau dia fokus sama kerjaan.”

Jillian membalas sengit membela Rangga, seperti seorang kekasih yang mengerti Rangga dengan baik meski sudut hati kecilnya setuju dengan ucapan Kirana barusan.

“Sorry, bukan gitu maksud gue.” Kirana menggigit bibir bagian bawahnya, menyesal.

“Jill, sekali lagi Bapak dan guru-guru Alexandria mengucapkan turut berbela sungkawa yang sedalam-dalamnya.”

Kepala sekolah sudah berdiri bermaksud untuk pamit.

Jillian yang duduk di area sofa lain tapi masih di dalam ruang tamu lantas berdiri.

“Makasih, Pak …,” jawab Jillian lemah.

“Tadi saya sudah bicara dengan pak Kenzo, beliau meminta keringanan atas hukuman skors kamu … jadi saya pikir untuk membatalkan skors kamu dari pada kamu di rumah sendirian sepeninggalan almarhum pak Adolf, bersedih memikirkan beliau … jadi lebih baik kamu kembali ke sekolah ya untuk persiapan ujian akhir.”

Jillian refleks melarikan matanya ke arah Kenzo yang berdiri tenang di samping Kepala Sekolah.

Tampang pria itu juga datar tanpa sedikit pun senyum dan tidak ada sorot canggung di matanya ketika menatap Jillian.

“Iya, Pak.”

Kepala Sekolah dan para Guru termasuk Wali Kelas Jillian pamit diikuti ketiga sahabatnya.

“Jill, kalau butuh apa-apa hubungin gue.” Callista berujar basa-basi.

Izora dan Kirana pun menganggukan kepalanya setuju.

Jika memang benar mereka sahabat sejati tentunya akan tinggal menemani Jillian melewati masa-masa terpuruknya.

Jillian memaksakan senyum untuk mengantar kepulangan mereka.

Sekarang Jillian sendiri lagi, ia telah terbiasa sendiri tapi entah kenapa sekarang rasanya menyakitkan.

Jillian berbalik untuk masuk ke dalam rumah namun tiba-tiba keningnya menabrak benda keras membuat Jillian hilang keseimbangan dan terjengkang ke belakang.

Namun, sebuah tangan kekar merengkuh pinggang Jillian membuatnya berhasil menegakan tubuh kembali.

“Oooom, ngapain di situ?” pekiknya kesal.

Ternyata benda keras yang Jillian tabrak tadi adalah dada Kenzo.

Tidak ada jawaban dari Kenzo, pria itu hanya menunjukkan ekspresi kesal terbukti dari kerutan di antara alis dan tatapan matanya yang tajam tapi satu tangannya masih melingkar di pinggang Jillian.

“Lepas ih, ngapain peluk-peluk!” Jillian berseru kesal seraya menghela kasar tangan Kenzo.

Jillian masuk ke dalam rumah membawa perasaan kesal dan jantungnya yang berdebar tidak beraturan.

Sedangkan si Om tampan menggelengkan kepala samar disertai senyum sangat tipis di sudut bibir.

***

“Rangga!”

Langkah Rangga terhenti ketika hendak menaiki anak tangga di teras rumah Jillian.

Pria itu menoleh kemudian mengembuskan napasnya dengan raut malas.

Yuda yang tadi memanggil Rangga dan baru saja turun dari mobil lantas berjalan mendekat.

“Maaf Pak … saya tahu saya enggak disukai sama semua orang yang dekat dengan Jillian tapi sekarang Jill lagi butuh saya … kalau saya enggak bisa masuk ke rumah ini maka saya yang akan bawa Jill pergi.”

Rangga mengatakannya dengan tegas penuh ancaman.

Yuda tersenyum lantas merangkul pundak Rangga dan menuntunnya duduk di kursi teras.

“Kita ngobrol dulu sebentar,” ajak Yuda hangat.

Kening Rangga berkerut waspada, tidak biasanya pria paruh baya-pengacara keluarga Guzman itu bersikap ramah.

Tapi Rangga menghargai sikap baik beliau meski ia sudah menyiapkan mental untuk menghadapi Yuda yang mungkin akan menampakkan sikap aslinya nanti.

“Jadi gini Rangga, semasa hidup … mendiang pak Adolf enggak menyukai kamu, bagi beliau—kamu adalah pengaruh buruk untuk Jill … di sini saya enggak akan menghakimi kamu, tapi saya juga sayang Jill … saya sudah anggap dia sebagai anak saya sendiri … sekarang saya tanya, apa kamu serius dengan Jill?” Yuda bertanya dengan sorot mata menuntut penuh tekanan.

Rangga berpikir cukup lama dan hal itu membuat Yuda mengetahui jika Rangga hanya singgah, dia tidak sungguh kepada Jill.

“Saya tau penghasilan saya yang tidak seberapa ini tidak akan bisa menghidupi Jill, saya harus menjadi sukses untuk membahagiakan dia … jadi, jika Pak Yuda bertanya apakah saya serius … jawabannya adalah ya, tapi saya tidak bisa menikahi Jill sekarang.”

Rangga beralasan dengan jawaban diplomatis layaknya pria dewasa bertanggung jawab.

Bibir Yuda tersenyum tipis, umurnya sudah banyak terlebih ia pengacara sehingga mudah untuk membaca karakter seseorang.

“Saya punya kenalan di Paris yang memiliki agensi model, saya bisa menitipkan kamu kepada teman saya … di sana, karir kamu bisa berkembang ….”

Tawaran itu Yuda berikan kepada Rangga hanya agar Rangga menjauh dari Jillian.

Adolf Guzman memintanya mencari tahu segala hal tentang Rangga, dan yang ia dapatkan adalah banyaknya keburukan dari pria itu.

Yuda memiliki beban moral untuk melindungi Jillian sehingga ia memutar otak mencari cara menjauhkan Jillian dari Rangga.

Dan di Paris nanti, Rangga pasti akan cepat melupakan Jillian.

Rangga mengembuskan napas panjang, ia menoleh—menatap Yuda dengan tatapan mencela.

“Apakah ini salah satu cara Pak Yuda untuk memisahkan saya dengan Jillian?”

Rangga tidak bodoh, Jillian akan mewarisi banyak harta daddynya dan jika ia menikahi Jillian—tentu tidak perlu menjadi pria sukses.

Jadi, ucapan Rangga di awal hanyalah omong kosong agar Yuda percaya jika ia adalah pria baik-baik.

“Tentu tidak, saya hanya memfasilitasi kamu agar layak bersanding dengan Jillian nantinya … tapi itu hanya tawaran, kamu boleh menerima atau menolaknya.”

Yuda beranjak berdiri, mengeluarkan kartu nama dari saku celana.

“Kamu simpan saja, siapa tahu suatu saat nanti kamu butuh.”

Yuda memberikan kartu nama kepada Rangga lantas masuk ke dalam rumah yang pintunya sudah dibuka oleh asisten rumah tangga sedari tadi.

Rangga mengikuti dari belakang, tidak segan lagi masuk ke rumah ini karena sudah tidak ada Adolf Guzman yang biasanya akan memberikan tampang masam lalu mengusirnya.

“Ranggaaaaa!” Jillian berseru, turun dari kursi makan, berhamburan memeluk Rangga.

Kenzo yang duduk di ruang televisi memerhatikan sikap manja Jillian kepada Rangga dari sela partisi yang menghubungkan antara ruang makan dengan ruang televisi.

Rangga membalas pelukan Jillian, memberikan banyak kecupan di kepalanya.

“Kamu udah makan? Makan dulu yuk ... temenin aku.”

Akhirnya Jillian memiliki alasan untuk makan, sedari tadi ia hanya mengaduk makanannya di atas piring karena tidak berselera.

Sementara itu di ruang televisi di mana sedari tadi Kenzo duduk bersama MacBook yang setia di atas pangkuan—kini mendapat partner setelah kedatangan Yuda.

“Pak Kenzo, Terimakasih telah menemani Jill … sebentar lagi Amira datang untuk menginap di sini menemani Jill.”

Kenzo mematikan daya MacBooknya sambil mengangguk menanggapi ucapan Yuda.

“Pak Kenzo,.”

Kenzo menghentikan pergerakannya yang hendak beranjak dari sofa ketika mendengar panggilan lemah dari Yuda.

Seperti ada yang ingin beliau sampaikan maka Kenzo menyerongkan tubuhnya menghadap Yuda menunggu pria paruh baya itu mengutarakan apapun yang ada di benaknya.

“Pak Adolf meninggalkan wasiat untuk Pak Kenzo.”

“Oh ya?” Raut wajah Kenzo tampak tertarik, ingin mendengar apa wasiat dari Adolf Guzman untuknya.

“Tapi akan saya bacakan nanti jika sudah waktunya.”

Kenzo menganggukan kepalanya mengerti. “Saya pulang, Pak.” Pria itu pamit.

“Apa Pak Kenzo akan datang lagi besok?”

Kenzo menunduk, pria itu tampak berpikir. Teringat pesan Adolf Guzman yang memintanya untuk menjaga Jillian.

“Ya, nanti saya akan sesekali mampir,” ujar Kenzo kemudian pergi.

Namun langkahnya berhenti sebelum meninggalkan ruang televisi, pria itu membalikkan badan menghadap Yuda kembali.

“Pak Yuda, enggak pulang sebelum pacarnya Jillian pulang, kan? Jillian sekolah pagi besok.”

Yuda menoleh ke belakang ke arah ruang makan, memastikan Jillian tidak mendengar.

“Ya, saya yang akan mengusir Rangga nanti.”

Kenzo menganggukan kepala lalu pergi tanpa berpamitan kepada Jillian.

Related chapters

  • Mendadak Menikah Dengan Klien Papa   Lost

    Di ruang makan, Jillian dan Rangga tidak makan yang sebenarnya. Jillian duduk di atas pangkuan Rangga dengan posisi menyamping, kedua tangannya memeluk leher Rangga membuat pria itu kesulitan menyuapkan makanan padahal ia belum makan sedari siang. “Kamu kenapa lama banget datangnya.” Jillian merengek di ceruk leher Rangga. “Tadi abis pemotretan aku ada meeting, bahas konsep dan tema untuk project yang baru … kamu sudah makan?” Rangga menjelaskan diakhiri pertanyaan agar Jillian bisa melepaskannya sebentar untuk menyantap makan malam. Tapi sang kekasih yang tengah berduka enggan pergi dari atas pangkuannya. Rangga mengusap punggung Jillian lembut sambil mengunyah makan malam yang sempat masuk ke mulut. “Aku enggak selera.” Jillian menyahut lemah, wajahnya masih terbenam di leher Rangga. Bagi Jillian, leher Rangga adalah tempat bersembunyi paling nyaman saat ini. Sembunyi dari r

  • Mendadak Menikah Dengan Klien Papa   Guardian

    “Masuk Jill, Ibu mau menyampaikan sesuatu … di depan wali kamu.” Sekarang kening Jillian mengkerut semakin dalam. Sejak kapan Kenzo menjadi walinya? Tapi tak ayal, kakinya ia langkahkan juga masuk lebih jauh ke ruangan bu Eva. Perlahan kaki Jillian melangkah sambil memberikan sorot mata penuh tanya—Jillian menatap Kenzo. Tapi Kenzo hanya diam begitu tenang dengan punggung tegapnya yang tegak, ekspresi pria itu datar tapi tidak dingin. “Jadi, barusan Ibu sudah bicara sama pak Kenzo-wali kamu meny—“ “Sejak kapan Om jadi wali aku?” Jillian menyela ucapan Bu Eva. Tidak bisa untuk tidak bertanya, bila perlu berdebat dengan Kenzo meski dihadapan bu Eva. Karena ia harus tahu kenapa Kenzo bisa menggantikan peran daddynya. “Sekarang wali kamu itu pak Yuda, Irma dan saya … mendiang pak Adolf membuat surat wasiat yang meminta kami untuk menjadi wali kamu … Amira sibuk menangani perusahaa

  • Mendadak Menikah Dengan Klien Papa   Be A Good Girl

    “Pak Yuda harus segera mengumumkan isi wasiat pak Adolf, harus ada pengganti pak Adolf … jika tidak, nanti keputusan akan diambil alih pemegang saham.” Amira mendesak Yuda untuk membacakan isi wasiat tersebut karena dari informasi yang diberikan Yuda padanya—jika di dalam wasiat itu Adolf Guzman menunjuk seseorang untuk menggantikan beliau. Yuda terlihat gamang, ia yang sudah mengetahui betul tentang isi wasiat kesulitan mengambil keputusan. “Apa tidak ada cara untuk mengulur waktu? Seharusnya wasiat ini diumumkan setelah Jill lulus SMA … sepertinya pak Adolf tidak mengira beliau akan pergi secepat ini.” Yuda menundukkan pandangan, menyembunyikan rasa kehilangan yang menekan dada semenjak kepergian Adolf Guzman-klien sekaligus sahabatnya. “Saya hanya sekertaris, Pak … saya tidak bisa melakukan apapun … tapi jika Pak Yuda bersedia mencoba untuk membuat para pemegang saham mengerti dan mau menunggu—saya akan jadwalkan p

  • Mendadak Menikah Dengan Klien Papa   Debar Tak Biasa

    “Rangga,” gumam Jillian yang raut wajahnya berubah senang. Jillian berlari keluar dari ruang kerja sang daddy, kaki mungilnya menapaki turun anak tangga menggunakan sendal rumah. Rangga berdiri di bawah tangga, tersenyum sambil merentangkan kedua tangannya mengundang Jillian ke dalam pelukan. Jillian melihat satu tangan Rangga menggenggam paperbag tapi Jillian mengabaikan itu, tubuh Rangga terlalu menggiurkan untuk dipeluk. Dari lantai dua, Kenzo melihat bagaimana cara Jillian memeluk Rangga, bagaimana gadis itu menatap Rangga dan tersenyum penuh suka cita melupakan semua beban kesedihan atas meninggalnya Adolf Guzman, melupakan kenyataan jika ia sebatang kara.Jillian selalu bahagia setiap kali bersama Rangga seolah-olah Rangga adalah kebahagiaannya di dunia ini. Kenzo masih mengawasi Jillian dan Rangga dari lantai dua dengan tatapan tak terbaca. “Aku bawa ice cream kesukaan kamu, kita makan di dekat kolam

  • Mendadak Menikah Dengan Klien Papa   Melamar

    Jillian menoleh ke arah pintu yang menghubungkan ke ruang televisi memastikan Yuda tidak menguping. Jillian bangkit lalu duduk di kursi yang sama dengan Kenzo membuat pria itu duduk menyerong agar bisa menatap Jillian. Berurusan dengan pemimpin perusahaan dan pria serius seperti Kenzo memang seperti ini, ia terbiasa menghargai lawan bicaranya. Namun, melihat gelagat Jillian yang aneh membuat Kenzo dalam mode waspada. “Om ….” Jillian memanggil Kenzo tapi tidak berani menatap matanya, menundukkan pandangan meski tubuh Jillian menghadap Kenzo dengan melipat satu kaki di atas sofa. Kenzo menaikkan satu alisnya, perubahan sikap Jillian ini membuatnya bingung. “Apa Om enggak bisa cari cara agar kita enggak perlu menikah tapi aku enggak masuk Panti Asuhan?” Jillian bertanya hati-hati. Sudah Kenzo duga sebelumnya jika gadis nakal di depannya ini berpikir untuk mengakali wasiat Adolf Guzman.

  • Mendadak Menikah Dengan Klien Papa   Tamu Bulanan

    “Jillian enggak pernah naik motor, Pak … jadi gampang masuk angin,” ujar Bu Salamah sedikit sewot. Tangannya sibuk memeras handuk kecil yang direndam air dingin untuk mengompres kening Jillian. Meski dokter keluarga baru saja pulang setelah memeriksa Jillian dan memberikan resep obat yang sedang dibeli Pak Ujang—tapi Bu Salamah tetap melakukan cara tradisional untuk menurunkan demam Jillian.Yuda sudah membuka mulutnya namun urung ketika Kenzo langsung membuka suara membela diri. “Tadi dia buru-buru pulang karena guru lesnya sudah sampe sini, jadi saya ajak naik motor biar cepet … Pak Yuda juga ngapain nyuruh Jill ke kantor saya segala? Dia sempat nunggu beberapa lama karena saya ada meeting.” Yuda merotasi bola matanya malas. “Iya … saya yang salah.” “Jill, makan bubur dulu ya.” Amira datang membawa nampan berisi semangkuk bubur buatannya sendiri. “Enggak mau!” seru Jillian membalikkan tubuh menjadi

  • Mendadak Menikah Dengan Klien Papa   Mahar

    “Udah makan siang?” Suara berat itu bertanya. Jillian menganggukan kepala. “Obat kamu ketinggalan.” Kenzo mengeluarkan botol berisi kapsul obat-obatkan Jillian dari dalam saku jasnya. Jillian meraihnya tapi Kenzo menarik tangan kembali. Pria itu membuka tutup botol obat, mengeluarkan obat-obatan lalu memberikan kepada Jillian tanpa suara atau omelan karena Jillian melupakan obatnya di rumah. Setelah itu Kenzo memberikan botol air mineral baru yang ada di atas meja untuk Jillian. Padahal air mineral yang Bima kasih tadi belum habis, ada di nakas samping ranjang. “Kamu mau pulang atau mau lanjutin belajar?” Kenzo bertanya seraya melirik arlojinya. “Pulang aja,” jawab Jillian karena jam pelajarannya hanya tinggal lima belas menit lagi sebelum bel berbunyi membubarkan para siswa. Kenzo mengangguk setuju, ia menghubungi seseorang untuk membawakan tas Jillian dari kelasnya. “Butuh

  • Mendadak Menikah Dengan Klien Papa   Perjanjian

    Jillian duduk bersandar pada headboard yang dilapisi bantal, kakinya lurus berselonjor. Sementara Kenzo duduk di kursi meja belajar yang ditariknya hingga sisi ranjang. Kenzo datang sedikit larut karena ada pekerjaan yang menahannya di kantor. Tadinya berpikir langsung pulang dan esok baru datang ke sini tapi kadung janji, Kenzo tidak ingin Jillian kecewa. Meski sesungguhnya Jillian tidak peduli, ia sendiri sudah akan tidur ketika Kenzo datang tapi karena ada yang ingin dibicarakan dengan pria itu jadi kembali membuka matanya. “Kita bicara besok aja ya, kamu harus istirahat.” Andaikan otak Jillian waras—tidak dibutakan oleh cinta semu kepada Rangga—mungkin Jillian juga akan terharu karena sesungguhnya Kenzo begitu perhatian. “Besok hari Sabtu, aku bisa bangun siang.” Kenzo menipiskan bibirnya, tubuh pria itu sedikit membungkuk dengan kedua lengan yang bertumpu pada paha lalu menautkan jem

Latest chapter

  • Mendadak Menikah Dengan Klien Papa   The End

    “Mommy …,” panggil gadis kecil yang kini telah berusia empat tahun. Gadis kecil itu duduk membelakangi Jillian karena rambutnya sedang diikat pony tail sesuai permintaan sang gadis. “Yess Love?” Jillian menyahut. “Apa Cantik boleh memiliki adik lagi?” Jillian menaikkan kedua alisnya lalu mengerjap pelan. “Pasti Daddy yang meminta Cantik mengatakan itu sama Mommy, kan?” Jillian menjauhkan tangannya dari kepala Cantik, ia selesai mengikat rambut ikal gadis kecil yang cerewet itu. Cantik membalikan badan lalu tersenyum lebar. “Kata Daddy, Cantik bisa main Barbie sama adik Cantik yang baru.” Jillian tertawa sumbang, tangannya terulur merapihkan poni Cantik. “Adik Rae enggak mau main boneka, maunya main mobil sama kereta.” Cantik mengerucutkan bibir. Cassius Rae Maverick-adiknya

  • Mendadak Menikah Dengan Klien Papa   Berdamai

    Awalnya Callista berpikir kalau Caffe yang dibangun Jillian tidak akan bertahan lama karena ia begitu paham Jillian dengan segala sikap manjanya akan bosan apalagi ia yakin kalau Caffe itu dibangun hanya untuk membalas dendam kepadanya. Tapi nyatanya dua tahun berlalu dan Jillian tampak serius menjalankan Caffe itu, setiap hari pulang dari kampus mobil Jillian terlihat di pelataran Caffe hingga malam suaminya menjemput. Dan yang membuat Callista kesal adalah Caffe Jillian tidak pernah sepi pengunjung. Selalu saja pelataran parkir di depan Caffe itu penuh malah Jillian menyewa satu lahan sepanjang tahun untuk parkiran karena hari Sabtu atau minggu Caffe Jillian akan membudak dengan pengunjung. Padahal yang Callista tahu kalau menu di sana dibandrol cukup mahal. Pintarnya Jillian, ia sengaja membuat Caffenya eksclusive dengan sasaran kalangan atas tapi justru kalangan menengah dan mungkin ka

  • Mendadak Menikah Dengan Klien Papa   Launching Caffe

    Jillian belum pernah merasa secemas ini dalam hidupnya. Ia khawatir launching Caffe-nya tidak berjalan lancar meski sudah menyewa EO dan mempersiapkan semuanya sesempurna mungkin. “Sayang, udah siap?” Kenzo melongokan kepala ke dalam walk in closet. Pria itu lantas masuk sambil mengembangkan senyum menawannya melihat Jillian yang tampak cemas berdiri di depan cermin seukuran tinggi Jillian. “Kamu gugup ya?” Kenzo berdiri di depan Jillian, kedua tangannya menggenggam tangan Jillian yang terasa dingin. Jillian meringis seraya mengangguk. “Aku khawatir ada masalah … Callista berulah misalnya.” “Kita enggak akan pernah tahu, tapi aku udah berusaha antisipasi semua faktor kemungkinan terburuk yang mungkin terjadi.” “Kamu selalu prepare banget kaya gini ya?” “Aku selalu merencanakan semuanya dengan matang.” Kenzo membingkai sisi wajah Jil

  • Mendadak Menikah Dengan Klien Papa   Membahagiakan Istri

    “Oke … nanti karangan bunga diletakan di dinding depan sebelah kiri dan tolong geser pot besar yang di depan itu … kayanya menghalangi pemandangan dari sudut bagian kanan,” titah Jillian kepada seorang pria pegawainya. “Baik, Bu!” Pria itu pergi untuk melakukan perintah Jillian. Jillian melangkah cepat menuju kitchen. “Pak Ronald, semua bahan sudah oke? Berapa porsi dari setiap menu yang bisa kita sediakan?” Jillian bertanya kepada kokinya. “Bahan aman Bu, bisa sampai lima puluh porsi dari setiap menu … ibu mau cek lemari pendingin kita?” “Enggak perlu, Pak … saya percayakan sama Bapak ya!” “Siap Bu.” Jillian lantas pergi menuju bar tempat baristanya meracik kopi. “Mas Raka bagaimana bahan-bahannya? Pak Ronald sudah oke di lima puluh porsi dari setiap menu ….” Raut cemas di wajah Jillian membuat Raka tersenyum. “Ten

  • Mendadak Menikah Dengan Klien Papa   Pertemuan Keluarga Kenzo

    “Pak Adam boleh kok kalau mau cium Cantik.” Awalnya Adam Askandar tampak ragu tapi kemudian menunduk untuk mengecup kepala Cantik. Bahunya mulai bergetar menahan isak tangis yang sedari tadi ia tahan hingga menyesakan dada. Sang asisten segera memegangi Adam Askandar sementara Augusta Maverick dan ayahnya Bima menghampiri Adam Askandar bermaksud menenangkan. Mereka berdua membawa Adam Askandar ke meja yang telah disediakan. Tatapan sendu Jillian selama beberapa saat memaku Kenzo. Pria itu bergerak mendekat untuk mengecup kening Jillian. “Jangan mikir yang enggak-enggak,” kata Kenzo mengingatkan. “Kamu kira aku lagi mikirin apa?” Jillian mengerucutkan bibirnya. “Tiara.” Jillian mengembuskan napasnya karena jawaban Kenzo benar. “Memangnya kamu udah enggak mikirin dia?”

  • Mendadak Menikah Dengan Klien Papa   Pestanya Cantik

    Jillian melongo takjub dengan rahang sedikit terbuka, luar biasa terpukau semenjak mobil yang dikemudikan driver memasuki gerbang depan rumahnya. Rumah yang disiapkan Kenzo untuknya sebelum mereka membatalkan perjanjian perceraian. Dan sekarang, setelah dilakukan beberapa renovasi kecil dan pengisian furniture yang memakan biaya besar—Jillian ingin menempatinya bersama Kenzo dan si Cantik. “Rumah ini aku banget,” gumam Jillian yang baru saja melangkah memasuki pintu utama. “Kamu suka?” Kenzo yang tengah menggendong si Cantik bertanya dari belakang punggung Jillian. Jillian memutar tubuhnya, melangkah sekali untuk mengikis jarak dengan Kenzo. “Aku suka … sangat suka! Rumah ini pasti mahal banget ya?” Terlihat pendar haru di netra Jillian yang berwarna coklat. Sang suami yang kelewat tampan dan sabar itu memberikan senyumnya. “Buat kamu, enggak ada ya

  • Mendadak Menikah Dengan Klien Papa   Bahagia

    “Daddy pulaaaang!” seru Jillian yang tengah menggendong si Cantik melangkah mendekati pintu lift yang terbuka menampilkan sosok pria tampan pujaan hatinya. Kenzo menjatuhkan tasnya lalu merentangkan kedua tangan setelah keluar dari lift dan kini Jillian beserta si Cantik berada dalam pelukannya. “Kalian wangi sekali,” kata Kenzo yang telah puas mendaratkan banyak kecupan di wajah Jillian dan si Cantik. “Iya donk, tadi mommy sama Cantik mandi bareng … aku udah bisa mandiin si Cantik lho, Yang.” Jillian begitu bahagia ketika menceritakan prestasi sebagai Ibu yang akhirnya bisa memandikan sang buah hati meski sudah terlambat dua bulan lamanya. “Waaaw, hebat!” Kenzo memuji, memberikan hadiah kecupan lagi di bibir Jillian. “Aku mandi dulu ya,” kata Kenzo yang merasa tidak nyaman dengan tubuhnya yang lengket karena seharian berada di proyek. Kenzo bergegas

  • Mendadak Menikah Dengan Klien Papa   Rumit

    “Mau sampai kapan lo ngehindarin gue terus?” Kin berdiri tepat di depan Jillian menghalangi langkah wanita itu yang selama beberapa minggu semenjak kembali berkuliah selalu menghindarinya. Jillian akan menundukkan kepala bila harus terpaksa berpapasan dengan Kin lalu berjalan cepat agar cowok itu tidak bisa menyusul atau bila sudah melihat Kin dari jauh—Jillian lebih baik mengambil jalan memutar. Sebesar itu kekesalan Jillian kepada Kin yang telah dengan sengaja—hanya demi nama baik keluarga—menyerahkannya kepada polisi. Jillian akhirnya mendongak menatap Kin nyalang. “Minggir lo!” serunya, mendorong dada Kin kasar. “Jill … gue minta maaf, denger gue dulu!” Kin mencengkram tangan Jillian yang tidak berhenti meronta. “Lo enggak ada kuliah lagi, kan? Gue mau ngomong sama lo … sebentar aja, gue mau jelasin sama lo.” “Udah jelas, enggak perlu lo jelasin lagi!” seru Jillian

  • Mendadak Menikah Dengan Klien Papa   Membuat Kenzo Jera

    Satu hari setelah Jillian mengetahui Kenzo membiayai pengobatan ibunya Amira. “Yang … duit jajan aku kok belum kamu transfer?” Jillian bertanya sambil mengangkat ponselnya ke udara memberitau bahwa baru saja ia mengecek saldo rekeningnya dan belum bertambah. “Lupa ya? Apa duitnya abis dipake bayar pengobatan ibunya tante Amira?” serobot Jillian padahal Kenzo sudah membuka mulutnya untuk memberi penjelasan. “Bukan begitu sayang, hari ini enggak tahu kenapa m-banking eror … aku coba transfer sekarang ya.” Kenzo mengeluarkan ponselnya dari saku celana, seharian ini selain sibuk, memang setelah berulang kali dicoba—Kenzo tidak bisa mengakses rekeningnya melalui m-banking. “Ga usah lah, urusin aja tuh ibunya tante Amira,” ujar Jillian sambil melengos keluar kamar. “Ya?” Kenzo melongo, kedua alisnya terangkat membuat kerutan di keningnya. Satu minggu setelah Jilli

DMCA.com Protection Status