Dua mata perlahan mengerjap-ngerjam. Dia hendak merentangkan kedua tangan untuk menguap, tapi dengan cepat mulut itu mengatup rapat bersamaan dengan kedua tangan ia tarik turun. Jesika mendadak terengah-engah ketika mendapati sosok wajah yang begitu dekat dengannya. Jesika juga menyadari kalau lehernya tengah berbantalan lengan Antonio. Jesika menelan saliva susah payah. Sambil memasang wajah berkerut dan sangat hati-hati, Jesika mencoba untuk menyingkir. Ketika tidur terkadang orang tidak sadar apa yang terjadi. Jesika berpikir mungkin semalam ngigau sampai akhirnya bisa tidur di atas lengah Antonio. “Mau ke mana kamu?” Suara bariton itu membuat Jesika meringis gugup. Tubuhnya yang sudah miring hendak menurunkan kaki, perlahan menoleh ke balakang. “Ini sudah siang, Tuan. Aku harus siapkan sarapan.” Antonio berdecak, lalu mengangkat tubuhnya sendiri. sambil duduk dengan kedua kaki selunjuran, Antonio menghentak-hentakkan satu tangan keudara. Pandanganya perlahan menatap sinis pada
“Kemari, Sayang!” sambutan itu membuat Jesika menunduk.Melihat bagaimana sikap mertuanya yang berbanding terbalik dengan Gaby, tentu sedikit membuat Jesika merasa iri. Jesika tidak mau peduli, tapi dia tinggal di sini dan tentunya bertemu setiap hari. Untuk menghidar dan membuat hatinya seolah biasa-biasa saja itu tidak gampang.Melihat sang cucu berwajah datar, Megan langsung mengajak Jesika duduk. Mereka berdua ngobrol seperti biasanya sama sekali tidak peduli dengan sekitar termasuk saat ada Antonio di sampingnya. Megan sepertinya memang sengaja melakukan hal itu karena terlanjur gemas dengan menantunya sendiri.“Antonio, kapan kamu ada waktu?” tanya mama.Antonio tengah menyuap makanan. Dia tidak langsung menjawab tentunya, tapi mengunyah lebih dulu makannya.“Kenapa?”“Sudah lama aku tidak di sini. Kamu bisa kan ajak aku jalan-jalan?”“Ada Bitt. Kalau mau jalan-jalan bisa minta ditemenin sama dia.”“Antonio!” decak Agatha. “Gaby jauh-jauh datang ke sini, lho. Temenin dial ah ses
Antonio sudah tidak peduli lagi jika sekarang ini ada beberapa paparazzi yang terus mengejarnya diam-diam. Diam-diam mengambil gambar, lalu membuat berita bodoh. Intinya semua orang juga tahu kalau sekarang Antonio sudah mundur dari dunia entertainer. Meski terkadang merindukan di mana masih pada masa jaya, tapi semua itu akan menghilang begitu saja. Ketenaran akan redup pada masanya. Percayalah.Jesika yang duduk tenang menunduk menatap layar ponsel, diam-diam tengah membaca berita tentang Antonio. Sempat melongo, tapi dia sembunyikan itu suoat tidak disadari oleh Antonio. Bagaimana pun, Jesika masih penasaran dengan kehidupan Antonio.Sambil melihat pemandangan di luar sana, beberapa kali Jesika tampak girang ketika melihat pedagang makanan cepat saji. Lalu, ketika mobil terus melaju, wajah Jesika berubah cemberut dan mendesah. Antonio sudah mengamati diam-diam sedari tadi, tapi dia tidak merespon.“Berhenti!” pinta Antonio tiba-tiba.Tian langsung mengentikan mobilnya mendadak. Yan
“Kamu sedang tidak bercanda, kan?” desak Sanjaya. “Pa, aku melihat dengan mata kepalaku sendiri. aku tidak mungkin salah lihat.” Sera masih mencoba mejelaskan meski kedua orang tuanya tidak yakin. Dia melihatnya beberapa hari yang lalu, tapi baru bisa mengatakannya hari ini. sebenarnya sukup syok kemarin sampai tidak lupa untuk berserita padahal hari itu juga Sera sedang bersama ibunya. “Coba papa cermati lagi!” tekan Sera sambil menunjuk layar ponselnya yang masih menyala di atas meja. “Memang kurang jelas, tapi aku hafal betul seperti apa suara Jesika.” “Oh ya, Pa …” Atiqah menyikut lengan sang suami. “Foto yang pernah dikasih Joseph juga mirip sekali dengan Jesika, kan?” Sanjaya mendesah berat, lalu menatap keduanya bergantian. “Kita tidak perlu lagi peduli lagi dengan Jesika. bukankah selama kita pindah ke sini Joseph belum pernah datang mengganggu.” “Pa! Joseph hanya belum tahu kita pindah ke sini. Dia orang berkuasa, dia tidak mau rugi pastinya.” “Bener itu, Pa.” Atiqah ik
Rumah yang katanya adalah sebuah surga, menurut Jesika adalah kebohongan belaka. Setiap kali dia pulang ke rumah, selalu saja ada sebuah tuntutan yang membuat seluruh badan semakin lelah. Seharian bekerja, memberi mereka uang dan kebutuhan lain, ternyata masih belum membuat mereka cukup menyayangi Jesika.Terkadang, Jesika ingin sebuah pelukan dari ayah dan ibu, tapi yang ia dapat lebih sering bentakan. Jesika menoleh pada pria gagah yang duduk di sampingnya. Pria ini sangat menyeramkan ketika pertama kali melihatnya. Pria penuh kekuasaan. Nanun, Jesika tidak pernah mendapat luka bersamanya sampai detik ini.Oke, pria ini memang penuntut, tapi … entah kenapa Jesika seolah tidak bisa mempermasalahkan hal itu.“Bagaiamana jika suatu saat pria ini melepaskanku?” batin Jesika.Jesika buru-buru memalingkan wajah ketika Antonio tiba-tiba memergokinya. Jesika menggigit bibirnya. Tentang tangan yang saling memilin di atas pangkuan, Antonio sudah mengawasi sedari tadi.“Jangan sekali-sekali pe
Sudah terlalu gengsi jika harus bersikap lembut pada Jesika karena ledekan dari Tian. Meski tidak meledek secara terang-terangan, tapi Antonio bisa menebak kalau pria berkulit coklat itu tengah menahan senyum.Begitu sampai di rumah, Antonio dengan cepat mendorong kepala Jesika ke samping sampai membuat Jesika gelagapan. Dia mengecap-negacap bibirnya ketika kedua mata sudah terbuka. Nyawanya belum terkumpul sepenuhnya, sampai ketika dia menoleh ke samping, sesuatu di dalam tenggorokannya solah bergerak. Jesika meringis.“Maaf, apa aku ketiduran?”“Bukan Cuma ketiduran, tapi kamu ngorok!”Jesika menggigit bibirnya lalu menunduk malu. “Maaf.”Antonio membuang mata jengah, lalu keluar lebih dulu meninggalkan Jesika. Jesika hendak membuka pintu sendiri, tapi Tian sudah lebih dulu keluar tadi dan langsung membukakan pintu untuk Jesika.Wajah Jesika masih tampak sayu dan matanya pun menyipit ketika terpapar sinar matahari senja yang menyorot dari balik genteng rumah tetangga. Langkahnya sed
Setelah kejadian semalam, Jesika sama sekali belum berani menatap Antonio secara langsung. Antonio tidak marah ketika Jesika secara tidak langsung mengusir Gaby dari kamarnya, akan tetapi wajahnya yang datar membuat Jesika jadi sedikit berpikir yang aneh-aneh.“Dia tidak marah padaku, kan?” batin Jesika. dia berbaring miring memunggungi Antonio yang entah sudah tidur atau belum.Jesika sendiri mendadak susah tidur. Selain karena gelisah, di belakangnya juga sering bergerak berganti posisi membuat ranjang terasa tidak nyaman. Saat terdengar lenguhan keras dan ranjang berguncang, Jesika buru-buru menutup mata. Pria di belakangnya sudah duduk lalu menyibakkan rambutnya ke belakang.Jesika tetap dalam posisi pura-pura tidur sekalipun Antonio sudah merangkak turun. Ketika telinganya mendengar suara langkah, perlahan Jesika mengintip dari balik kelopak matanya. Antonio berdiri di sana, di dekat nakas tapi sedikit jauh dari ranjang. Jesika hanya melihat bagian samping, akan tetapi cukup jela
“Jadi kamu sudah tahu keberadaannya?” tanya pria berbadan gempal.Joseph mengangguk. “Aku sudah tahu sejak lama.”“Lalu kenapa kamu diam saja? Uang yang kamu keluarkan tidak sedikit.”“Aku tahu …” desah Joseph dengan seringaian penuh arti. “Aku hanya sedikit memberi waktu saja supaya keluarga sialan itu bertanggung jawab. Mereka pikir aku sudah melepaskannya begitu saja? Tentu saja tidak, Pa.”Seorang Wanita berambut potongan bob muncul sambil membawa nampan berisi semilan. Di belakangnya, menyusul seorang pekayan yang membawa dua gelas minuman.“Apa rencana kamu, Jo? Kamu masih berharap perempuan itu akan jadi milik kamu?”Joseph menghela nafas lalu bersandar. Dia menatap mamanya dengan senyum cekung. “Tidak juga, sih! Tapi tetap saja aku tidak mau melepaskannya.”Kedua orang tuanya saling pandang lalu sama-sama angkat bahu. Tidak ada yang berani memberi solusi atau mengatur pria keras kepala seperti Joseph. Selain karena pria itu yang menguasai rumah, tentunya karena memang dia anak
Di dalam otaknya, Antonio pernah berpikir untuk membantu keuangan Luna yang sedang merosot. Kabar rumah yang disita waktu itu, bahkan membuat Antonio merasa khawatir. Namun, rasa peduli itu nyatanya tidak dibalas dengan baik. Luna justru memainkan perannya sebagai orang yang licik penuh tipu muslihat. Keluar dari restoran, Antonio langsung meminta Tian untuk membawanya segera pergi. Antonio bahkan meninggalkan meja tanpa menunggu Luna kembali. Antonio tidak mau kalau sampai terjadi pertengkaran di sana, karena memang amarah Antonio sedang berada dipuncaknya. “Ada apa, Tuan?” tanya Tian ketika mobil sudah melaju. Wajah Antonio benar-benar merah padam. Kedua tangan tampak mengepal seperti ingin melayangkan tinju. Melihatnya saja membuat Tian bergidik ngeri. “Antar aku menemui Selena.” Kening Tian berkerut, namun akhrinya tetap menganggukkan kepala. Mobil melaku ke sebuah kompleks perumahan mewah. Sekarang sudah pukul dua siang, sialnya Selena sedang tidak du rumah. “Tian, kamu kump
Jesika mengatur pertemuan dengan rekan-rekannya di sebuah restoran berlantai dua di dekat danau. Jaraknya memang cukup jauh dengan kantor, tapi tidak masalah menurt Jesika karena datang beramai-ramai diantar mobil kantor. Setidaknya sekaran juga menjelang hari minggu, jadi berada diluar kantor cukup panjang tidak terlalu masalah.Sementara di kantor sendiri, Antonio dan beberapa infestor mulai kembali membahas tentang dana yang hilang. Pembahasan ini juga langsung teruju pada sebuah cctv yang Tian dapatkan dari setiap ruangan di sini.Siapa sangka kalau ternyata Luna pernah duduk di kursi ruangan kerja Antonio ketika Antonio tengah keluar sebentar untuk mengambil sesuatu kala itu. Antonio tidak pernah manaruh rasa curiga sebelumnya, karena memang yang dia pikir Luna adalah rekan yang baik.“Kamu yakin itu Luna?” tanya Antonio.“Jadi Tuan tidak percaya kalau ini Nona Luna?”Antonio menelan ludah dengan pertanyaan itu. memang sikap Antonio terlalu menyebalkan akhir-akhir ini karena terl
Masuk ke dalam kamar, Antonio melihat sang istri meringkuk di atas ranjang tanpa mengenakan selimut. Antonio meletakkan jas yang tersampir pada lengannya di atas sandaran sofa. Selepas itu, dia mendekati ranjang memeriksa keadaan sang istri. Melihat posisi Jesika, sepertinya Wanita itu ketiduran saat menunggu Antonio pulang.“Kenapa kamu tidak mengenakan selimut? Kamar dingin sekali.” Antonio membungkuk lalu meraij selimut.Namun, ketika hendak menutupkan pada Sebagian tubuh Jesika, Jesika malah terbangun. Wanita itu merangkuk lalu membalikkan badan.“Kamu sudah pulang?”Antonio tersenyum, kemudian duduk membantu sang istri yang beranjak duduk. “Kamu ketiduran?”Masih dengan mata sayu belum terbuka sempurna, Jesika mengangguk. “Kenapa baru pulang?” sekarang Jesika mencoba menatap jam dinding yang menunjukkan pukul sepuluh malam.Antonio tersenyum tipis, mengelus lembut pucuk kepala sang istri. “Maaf, hari ini lumayan sibuk.”Jadi dia tidak mau mengatakannya padaku?Jesika terdiam mema
Sebelumnya saya minta maaf karena mungkin banyak typo. saya belum sempat untuk mengoreksinya kembali.***Jesika mungkin harus menunggu hingga malam tiba untuk bisa bertemu dengan sang suami. Di kantor, Jesika hanya sempat bertemu ketika tadi nyelonong masuk ke dalam ruangan, tapi setelah itu Jesika tidak melihat lagi bahkan hingga jam pulang kerja. Jesika bahkan pulang lebih dulu karena kata Tian pekerjaan Antonio belum selesai.“Kamu pulang sendiri, Jes?” tanya mama yang menyambutnya di depan pintu ruang tamu.Jesika mengangguk lalu mencium punggung telapak tangan mama mertuanya itu.“Antonio di mana?”Mereka berdua berjalan bersama masuk ke dalam.“Kata Tian, Antonio masih ada kerjaan.”“Tumben?”“Iya, aku juga kurang tahu, Ma. Aku tidak sempat bicara dengannya di kantor.”Menjelang makan malam, Antonio masih belum juga kunjung pulang ke rumah. dia menyempatkan diri menelpon Jesika dengan mengatakan kalau sebentar lagi akan pulang, namun meski begitu tatap saja merasa khawatir kare
Jesika tidak mau peduli mengenai Selena, tapi ketika dia hendak pergi membeli beberapa lembar kertas di sebuah toko, dia tidak sengaja melihat Selena tengah berdebat dengan seseorang. Jesika mengamati dari kejauhan.“Aku sudah mengirim banyak pada ayah. Ayah tidak perlu menemuiku ke sini!”“Ayah butuh lebih. Kalau sampai siang ini ayah tidak mendapatkan uang, ayah bisa mati.”“Apa peduliku?”“Anak kurang ajar!”Selena langsung menyingkir ketika tangan itu melayang hendak menampar dirinya. Jesika yang melihat dari kejauhan sampai membelalakkan mata dan menutup mulut.“Ayah jangan macam-macam denganku di tempat umum. Aku sudah beberapa kali memperingati ayah untuk tidak menemuiku di tempat umum. Ayah tahu resikonya, kan?”Pria berjenggot itu berdecak, menghempas tangan lalu berlalu pergi dengan sia-sia tanpa mendapatkan uang. sementara Selena, dia hanya bisa menghela nafas lalu menyapu ke area sekitar berharap tidak ada yang melihat perdebata baru saja.Jesika yang langsung bersembunyi,
Memang siapa yang sangka kalau Selena bisa melakukan hal sekeji itu hanya demi karirnya? Terkadang memang hal kotor bisa dilakukan demi sesuatu yang ingin sekali digapai, hanya saja cara Selena benar-benar di luar nalar walaupun pada kenyataannya banyak yang begitu di luar sana.“Aku benar-benar tidak menyangka kalau Antonio melupakanku demi Wanita yang jauh di bawahku.” Selena menyulut rokoknya sampai asap mengepul tinggi ke udara.“Jangan bilang sebenarnya kamu masih mengharapkan Amtonio?” Pemela menebak-nebak denga mata sinis. “Kamu masih belum move on?”“Oh come on! Ini sudah satu tahun lebih. Tentu saja aku sudah move on.”Pamela tersenyum miring. “Kamu yakin? Jangan kamu pikir aku tidak tahu kalau kamu masih sering memantaunya dari jauh. Kamu bahkan meminta Luna untuk bisa lebih dekat dengan Antonio. Kamu Cuma menggunakannya sebagai alat untuk mengetahui tentang mereka kan?”“Brengsek kamu!” umpat Selena. “Aku tidak ada maksud seperti itu. setidaknya Luna lebih tinggi dari istri
Ketika Antonio berjalan mendekat setelah turun dari panggung, dengan bangganya Jesika bertepuk tangan. Bibirnya tersenyum menunjukkan deretan gigi yang putih. Reaksi Antonio yang langsung mengusap pucuk kepala Jesika, tentunya membuat siapa pun akan merasa iri.“Ah, kasihan sekali Selena. Pria seperhatian itu malah ditinggal kabur dulu.”“Benar juga. Jesika sangat beruntung mendapatkan Antonio.”Selena yang berdiri hampir di di paling ujung mendengar percakapan tamu undangan itu, tapi dia hanya menarik satu ujung bibir ke atas dengan wajah acuh sambil menenggak minumannya.“Kalau bukan karena keluarganya yang tak merestui, aku juga tidak mungkin meninggalkan Antonio. Mereka pikir sangat mudah menjadi diriku yang tidak disambut di keluarga Antonio. Brengsek!”Selena meletakkan gelasnya lalu beranjak pergi ke toilet.“Kamu ngobrol sama nenek dulu, aku mau ke toilet dulu sebentar.”“Oke.”Jesika menghampiri nenek yang tengah ngobrol dengan rekan-rekan dan beberapa artis di sana. ketika J
Entah kapan Antonio terakhir kali menginjakkan kaki di gedung agensi milik neneknya. Setiap langkah, ketika melihat beberapa poster dan layar monitor di beberapa titik dinding gedung, terkadang membuat rasa rindu untuk kembali lagi ke sini. Namun, Antonio lebih merasa nyaman ketika sudah meninggalkan agensi. Rasanya bisa berekspresi lebih luas lagi, dan juga tidak terlalu banyak tututan.“Ada apa?” tegur Jesika ketika melihat wajah sendu sang suami.Antonio bergidik lalu tersenyum. “Tidak, aku hanya sedikit rindu ketika masih di sini.”Jesika mengusap lengan Antonio lalu menggandengnya dengan erat. Beberapa orang atau tamu lain berjalan di belakang mereka, tapi tentunya tidak terlihat heboh karena memang ini sudah aturannya bagi siapa pun yang ingin datang ke acara tahunan agensi.Mereka menuju lantai tiga di mana acara akan berlangsung. Papa dan mama tidak bisa datang, jadi hanya nenek yang berangkat bersama Antonio dan Jesika. ada Tian dan Bitt juga pastinya.Sampai di ruanga acara,
“Wanita itu menemui Antonio lagi?”“Iya, Nona.”Jesika yang tengah mengunyah makanan, memegang ponselnya dengan tangan kiri.“Kamu menelpon siapa, Sayang?” tanya nenek yang duduk di hadapannya dengan dibatasi meja bulat.“Tian, Nek.”Megan mengangguk-angguk melanjutkan makan lagi, sementara Jesika membali bicara dengan Tian.“Mau apa dia datang lagi? sudah berapa kali dia datang menemui Antonio?”Nada bicara Jesika membuat Megan menatap penasaran.“Sayang kurang tahu, Nona. Mereka bicara di ruang tamu kantor. Saya hanya bisa melihat dari luar saja.Ruang tamu memang didesain dengan dinding kaca. Tidak ada privasi di sini memang, jadi akan jauh lebih netral untuk bicara dan tidak membuat siapapun salah sangka.“Biarkan saja mereka bicara. perempuan itu tidak akan menyerah sepertinya. Kamu bantu awasi saja. Aku takut dia ada campur tangan dengan klaim karya waktu itu.”“Baik, Nona.”Pemikiran Jesika sepertinya sama dengan Tian. sejujurnya Tian sudah melihat cctv di parkiran belakang ged