“Jadi kamu mau mengambil tawaran papa waktu itu?” tanya Jack. Jack meletakkan berkas yang baru saja diantar bawahannya ke ruangannya di atas meja. Setelah itu, dia menghampiri sang putra yang duduk dengan wajah datar di sofa sambil bersandar.“Aku tidak ma uterus-terusan dikejar wartawan,” ujar Antonio.“Hanya itu?”Antonio menarik badan duduk dengan punggung mencondong bersangga kedua siku tangan pada paha lalu mengehela nafas panjang.“Bukan hanya itu saja. Aku bosan dengan semua ini. aku muak dengan berita yang semakin tidak bermutu.”Cukup memalukan memang datang kesini memohon pada ayah kerena waktu itu pernah menolak secara mentah-mentah tentang pekerjaan yang ditawarkannya.“Papa tidak bisa membiarkanmu mengurus perusahaan ini. kalau mau, kamu bisa mendirikan perusahaan sendiri.”Antonio terdiam menyimak.“Papa hanya tidak mau kamu menjadi topik hangat lagi karena masuk ke sini. Kamu bisa dianggap menumpang jabatan oleh mereka.”Mulanya Antonio berpikir kalau ucapan ayahnya it
Yang lain sudah berada di ruang makan, namun Antonio masih belum juga muncul. “Di mana Antonio, Sayang?” tanya Megan pada Jesika. “Katanya menyusul, Nek.” Wajah Megan tampak biasa saja setelah mendengar jawaban Jesika. Hanya saja ada satu Wanita yang memasang wajah sinis. “Kalian sedang tidak ada masalah, kan?” tanya Agatha. Wanita itu tersneyum sinis. “TidaK, Nyonya.” “Berhenti memanggil Nyonya. Dia bukan majikan kamu,” tegur Megan sambil menatap sedikit sipit. Jesika menelan makanannya susah payah merasa tenggorokannya benar-benar sempit. “Maaf, nek, tapi …” “Dia ibu mertua kamu. panggil saja mama seperti Antonio.” Wajah Agatha acuh tak acuh. Dia menikmati makan malam sambil merengut kesal. Kalau bukan karena hormat pada ibu mertua, sekarang ini mungkin Agatha sudah menyalak. Sunggu rasanya merasa rumah ini semakin sempit ketika ada Jesika. “Dan buat kamu, Agatha …” Megan menatap lurus pada menantunya itu. kalimatnya pelan, tapi jelas sekali ada penekanan. “Jesika di sini
“Kenapa juga aku harus merasa bersalah?” batin Antonio masih sambil menyusuri wajah itu.Berdiri tegak, kedua tangan terlipat di bawah dada. Berapa lama menjalin hubungan dengan sang kekasih sebelumnya, nyatanya baru Wanita ini yang bisa dengan leluasa tidur di kamarnya. Memang sekarang tangah berada di kamar tamu, akan tetapi biasanya satu kamar dengannya.“Kenapa aku bisa menariknya dalam pernikahanku?” Antonio masih bertanya-tanya sendiri di dalam hatinya. “Seharusnya aku tidak perlu melakukan hal ini, kan?”Antonio mendekat lagi, lalu menghela nafas sambil menarik selimut untuk menutupi Sebagian tubuh Jesika.Hingga pagi menjelang, Jesika terbangun ketika sebuah mimpi buruk datang. Seluruh tubuhnya berkeringat sementara nafanya berderu begitu cepat. Jesika terduduk menatap lurus ke depan. Nafasnya sampai terdengar begitu jelas di telinganya sendiri.“Ya Tuhan, ini Cuma mimpi.” Jesika mendesah berat sambil mengusap dadanya.Bagaimana mungkin sosok Joseph bisa datang di dalam mimpin
Saat kedua kaki hendak masuk ke dalam salon, Jesika berhenti dan menoleh ke belakang. Pria dibelakang langsung mendekat.“Ada apa, Nona?”“Ngomong-ngomong kenapa Tuan Antonio menyuruhku ke salon?”“Saya kurang tahu, Nona.”Jesika berdecak. Bibirnya sudah manyun sekarang, sementara wajahnya terangkat melihat sebuah papan led dengan tulisan nama salon kecantikan ini. meski hanya berlantai satu, tapi bangunan ini sangat luas. Pasti mahal jika ingin mempercantik diri di dalam sana.Jesika masuk lalu beberapa pasang mata menatapnya aneh. Salah satu dari mereka menatap sinis dari bawah ke atas dan berbisik.“Jadi rumor itu memang benar?”“Kalau memang benar, kenapa tidak dikenalkan ke public. Kita semua tahu kalau Antonio bintang ternama.”“Mereka kan dijodohkan.”Jesika tidak mau terlalu peduli jika memang benar mereka tengah menggunjingnya. Toh tidak kenal sama sekali. Dia berjalan mengikuti langkah Tian menuju meja para karyawan yang menunggu dan menyambut di sana.Selepas bicara beberap
Sepanjang perjalanan, Jesika hanya diam saja tak bersuara. Jika diamati, raut wajah itu menyimpan rasa takut yang luar biasa.“Bagaimana jika dia masih mencariku?” gumam Jesika sambil menggigit bibir. jemari-jemarinya tampak gemetaran dan mulai megeluarkan keringat basah.Antonio melirik sekilas, dia tidak begitu mengamati bagaimana raut wajah Jesika, tapi dari gerak-geriknya bisa dibaca kalau sedang merasa gelisah.“Jadi … untuk apa kamu membeli computer dan sejenisnya?”Jesika tidak mendengar pertanyaan itu sama sekali. Yang ada di otaknya saat ini adalah bayangan kedua orang tua dan mentan kekasihnya yang dulu pernah menyekapnya di sebuah ruangan.Antonio membuang mata jengah. Dia terus melajukan mobilnya tanpa bertanya lagi. ketika mobil sudah menepi dan berhenti, bahkan tatapan Jesika masih kosong. Dia membisu seoalh tidak ada siapa pun di sampingnya.“Jadi kamu mau turun atau tidak?”“Oh, maaf. Bagaimana?” Jesika terperanjat gagap. Dia berdehem sambil menyelipkan helaian rambut
Antonio berpindah posisi ketika Jesika sudah terlelap. Dia tidak langsung beranjak pergi, tapi masih berdiri di samping ranjang mengamati wajah yang terlelap itu. Antonio tidak ada niatan untuk menikahi Wanita ini sampai waktu sekarang. dia pikir, hal seperti ini seharusnya akan selesai karena memang niatnya hanya untuk menutup rasa kesal karena sang kekasih yang pergi.Antonio kecewa, dia sedih, sakit hati, tapi rasa dongkol membuatnya menimbulkan rasa dendam. Selama berhubungan, katakana saja kalau Antonio memang selalu mengalah. Mungkin itu sebabnya dia tidak mau itu terjadi lagi.“Aku tidak tahu apa yang akan terjadi saat kita bertemu kembali nanti,” ucap Antonio lirih. Matanya memang menatap Jesika, tapi yang dimaksud adalah Selena.Antonio berbalik badan lalu melenggak meninggalkan kamar. Dia berjalan tenang, menunduk menatap sebuah foto kenangan di ponselnya.“Jadi … kamu sungguh pergi karena keluargaku tak merestuimu?” Antonio tersenyum miring. “Lalu kenapa Jesika bisa bertaha
Dua mata perlahan mengerjap-ngerjam. Dia hendak merentangkan kedua tangan untuk menguap, tapi dengan cepat mulut itu mengatup rapat bersamaan dengan kedua tangan ia tarik turun. Jesika mendadak terengah-engah ketika mendapati sosok wajah yang begitu dekat dengannya. Jesika juga menyadari kalau lehernya tengah berbantalan lengan Antonio. Jesika menelan saliva susah payah. Sambil memasang wajah berkerut dan sangat hati-hati, Jesika mencoba untuk menyingkir. Ketika tidur terkadang orang tidak sadar apa yang terjadi. Jesika berpikir mungkin semalam ngigau sampai akhirnya bisa tidur di atas lengah Antonio. “Mau ke mana kamu?” Suara bariton itu membuat Jesika meringis gugup. Tubuhnya yang sudah miring hendak menurunkan kaki, perlahan menoleh ke balakang. “Ini sudah siang, Tuan. Aku harus siapkan sarapan.” Antonio berdecak, lalu mengangkat tubuhnya sendiri. sambil duduk dengan kedua kaki selunjuran, Antonio menghentak-hentakkan satu tangan keudara. Pandanganya perlahan menatap sinis pada
“Kemari, Sayang!” sambutan itu membuat Jesika menunduk.Melihat bagaimana sikap mertuanya yang berbanding terbalik dengan Gaby, tentu sedikit membuat Jesika merasa iri. Jesika tidak mau peduli, tapi dia tinggal di sini dan tentunya bertemu setiap hari. Untuk menghidar dan membuat hatinya seolah biasa-biasa saja itu tidak gampang.Melihat sang cucu berwajah datar, Megan langsung mengajak Jesika duduk. Mereka berdua ngobrol seperti biasanya sama sekali tidak peduli dengan sekitar termasuk saat ada Antonio di sampingnya. Megan sepertinya memang sengaja melakukan hal itu karena terlanjur gemas dengan menantunya sendiri.“Antonio, kapan kamu ada waktu?” tanya mama.Antonio tengah menyuap makanan. Dia tidak langsung menjawab tentunya, tapi mengunyah lebih dulu makannya.“Kenapa?”“Sudah lama aku tidak di sini. Kamu bisa kan ajak aku jalan-jalan?”“Ada Bitt. Kalau mau jalan-jalan bisa minta ditemenin sama dia.”“Antonio!” decak Agatha. “Gaby jauh-jauh datang ke sini, lho. Temenin dial ah ses
Di dalam otaknya, Antonio pernah berpikir untuk membantu keuangan Luna yang sedang merosot. Kabar rumah yang disita waktu itu, bahkan membuat Antonio merasa khawatir. Namun, rasa peduli itu nyatanya tidak dibalas dengan baik. Luna justru memainkan perannya sebagai orang yang licik penuh tipu muslihat. Keluar dari restoran, Antonio langsung meminta Tian untuk membawanya segera pergi. Antonio bahkan meninggalkan meja tanpa menunggu Luna kembali. Antonio tidak mau kalau sampai terjadi pertengkaran di sana, karena memang amarah Antonio sedang berada dipuncaknya. “Ada apa, Tuan?” tanya Tian ketika mobil sudah melaju. Wajah Antonio benar-benar merah padam. Kedua tangan tampak mengepal seperti ingin melayangkan tinju. Melihatnya saja membuat Tian bergidik ngeri. “Antar aku menemui Selena.” Kening Tian berkerut, namun akhrinya tetap menganggukkan kepala. Mobil melaku ke sebuah kompleks perumahan mewah. Sekarang sudah pukul dua siang, sialnya Selena sedang tidak du rumah. “Tian, kamu kump
Jesika mengatur pertemuan dengan rekan-rekannya di sebuah restoran berlantai dua di dekat danau. Jaraknya memang cukup jauh dengan kantor, tapi tidak masalah menurt Jesika karena datang beramai-ramai diantar mobil kantor. Setidaknya sekaran juga menjelang hari minggu, jadi berada diluar kantor cukup panjang tidak terlalu masalah.Sementara di kantor sendiri, Antonio dan beberapa infestor mulai kembali membahas tentang dana yang hilang. Pembahasan ini juga langsung teruju pada sebuah cctv yang Tian dapatkan dari setiap ruangan di sini.Siapa sangka kalau ternyata Luna pernah duduk di kursi ruangan kerja Antonio ketika Antonio tengah keluar sebentar untuk mengambil sesuatu kala itu. Antonio tidak pernah manaruh rasa curiga sebelumnya, karena memang yang dia pikir Luna adalah rekan yang baik.“Kamu yakin itu Luna?” tanya Antonio.“Jadi Tuan tidak percaya kalau ini Nona Luna?”Antonio menelan ludah dengan pertanyaan itu. memang sikap Antonio terlalu menyebalkan akhir-akhir ini karena terl
Masuk ke dalam kamar, Antonio melihat sang istri meringkuk di atas ranjang tanpa mengenakan selimut. Antonio meletakkan jas yang tersampir pada lengannya di atas sandaran sofa. Selepas itu, dia mendekati ranjang memeriksa keadaan sang istri. Melihat posisi Jesika, sepertinya Wanita itu ketiduran saat menunggu Antonio pulang.“Kenapa kamu tidak mengenakan selimut? Kamar dingin sekali.” Antonio membungkuk lalu meraij selimut.Namun, ketika hendak menutupkan pada Sebagian tubuh Jesika, Jesika malah terbangun. Wanita itu merangkuk lalu membalikkan badan.“Kamu sudah pulang?”Antonio tersenyum, kemudian duduk membantu sang istri yang beranjak duduk. “Kamu ketiduran?”Masih dengan mata sayu belum terbuka sempurna, Jesika mengangguk. “Kenapa baru pulang?” sekarang Jesika mencoba menatap jam dinding yang menunjukkan pukul sepuluh malam.Antonio tersenyum tipis, mengelus lembut pucuk kepala sang istri. “Maaf, hari ini lumayan sibuk.”Jadi dia tidak mau mengatakannya padaku?Jesika terdiam mema
Sebelumnya saya minta maaf karena mungkin banyak typo. saya belum sempat untuk mengoreksinya kembali.***Jesika mungkin harus menunggu hingga malam tiba untuk bisa bertemu dengan sang suami. Di kantor, Jesika hanya sempat bertemu ketika tadi nyelonong masuk ke dalam ruangan, tapi setelah itu Jesika tidak melihat lagi bahkan hingga jam pulang kerja. Jesika bahkan pulang lebih dulu karena kata Tian pekerjaan Antonio belum selesai.“Kamu pulang sendiri, Jes?” tanya mama yang menyambutnya di depan pintu ruang tamu.Jesika mengangguk lalu mencium punggung telapak tangan mama mertuanya itu.“Antonio di mana?”Mereka berdua berjalan bersama masuk ke dalam.“Kata Tian, Antonio masih ada kerjaan.”“Tumben?”“Iya, aku juga kurang tahu, Ma. Aku tidak sempat bicara dengannya di kantor.”Menjelang makan malam, Antonio masih belum juga kunjung pulang ke rumah. dia menyempatkan diri menelpon Jesika dengan mengatakan kalau sebentar lagi akan pulang, namun meski begitu tatap saja merasa khawatir kare
Jesika tidak mau peduli mengenai Selena, tapi ketika dia hendak pergi membeli beberapa lembar kertas di sebuah toko, dia tidak sengaja melihat Selena tengah berdebat dengan seseorang. Jesika mengamati dari kejauhan.“Aku sudah mengirim banyak pada ayah. Ayah tidak perlu menemuiku ke sini!”“Ayah butuh lebih. Kalau sampai siang ini ayah tidak mendapatkan uang, ayah bisa mati.”“Apa peduliku?”“Anak kurang ajar!”Selena langsung menyingkir ketika tangan itu melayang hendak menampar dirinya. Jesika yang melihat dari kejauhan sampai membelalakkan mata dan menutup mulut.“Ayah jangan macam-macam denganku di tempat umum. Aku sudah beberapa kali memperingati ayah untuk tidak menemuiku di tempat umum. Ayah tahu resikonya, kan?”Pria berjenggot itu berdecak, menghempas tangan lalu berlalu pergi dengan sia-sia tanpa mendapatkan uang. sementara Selena, dia hanya bisa menghela nafas lalu menyapu ke area sekitar berharap tidak ada yang melihat perdebata baru saja.Jesika yang langsung bersembunyi,
Memang siapa yang sangka kalau Selena bisa melakukan hal sekeji itu hanya demi karirnya? Terkadang memang hal kotor bisa dilakukan demi sesuatu yang ingin sekali digapai, hanya saja cara Selena benar-benar di luar nalar walaupun pada kenyataannya banyak yang begitu di luar sana.“Aku benar-benar tidak menyangka kalau Antonio melupakanku demi Wanita yang jauh di bawahku.” Selena menyulut rokoknya sampai asap mengepul tinggi ke udara.“Jangan bilang sebenarnya kamu masih mengharapkan Amtonio?” Pemela menebak-nebak denga mata sinis. “Kamu masih belum move on?”“Oh come on! Ini sudah satu tahun lebih. Tentu saja aku sudah move on.”Pamela tersenyum miring. “Kamu yakin? Jangan kamu pikir aku tidak tahu kalau kamu masih sering memantaunya dari jauh. Kamu bahkan meminta Luna untuk bisa lebih dekat dengan Antonio. Kamu Cuma menggunakannya sebagai alat untuk mengetahui tentang mereka kan?”“Brengsek kamu!” umpat Selena. “Aku tidak ada maksud seperti itu. setidaknya Luna lebih tinggi dari istri
Ketika Antonio berjalan mendekat setelah turun dari panggung, dengan bangganya Jesika bertepuk tangan. Bibirnya tersenyum menunjukkan deretan gigi yang putih. Reaksi Antonio yang langsung mengusap pucuk kepala Jesika, tentunya membuat siapa pun akan merasa iri.“Ah, kasihan sekali Selena. Pria seperhatian itu malah ditinggal kabur dulu.”“Benar juga. Jesika sangat beruntung mendapatkan Antonio.”Selena yang berdiri hampir di di paling ujung mendengar percakapan tamu undangan itu, tapi dia hanya menarik satu ujung bibir ke atas dengan wajah acuh sambil menenggak minumannya.“Kalau bukan karena keluarganya yang tak merestui, aku juga tidak mungkin meninggalkan Antonio. Mereka pikir sangat mudah menjadi diriku yang tidak disambut di keluarga Antonio. Brengsek!”Selena meletakkan gelasnya lalu beranjak pergi ke toilet.“Kamu ngobrol sama nenek dulu, aku mau ke toilet dulu sebentar.”“Oke.”Jesika menghampiri nenek yang tengah ngobrol dengan rekan-rekan dan beberapa artis di sana. ketika J
Entah kapan Antonio terakhir kali menginjakkan kaki di gedung agensi milik neneknya. Setiap langkah, ketika melihat beberapa poster dan layar monitor di beberapa titik dinding gedung, terkadang membuat rasa rindu untuk kembali lagi ke sini. Namun, Antonio lebih merasa nyaman ketika sudah meninggalkan agensi. Rasanya bisa berekspresi lebih luas lagi, dan juga tidak terlalu banyak tututan.“Ada apa?” tegur Jesika ketika melihat wajah sendu sang suami.Antonio bergidik lalu tersenyum. “Tidak, aku hanya sedikit rindu ketika masih di sini.”Jesika mengusap lengan Antonio lalu menggandengnya dengan erat. Beberapa orang atau tamu lain berjalan di belakang mereka, tapi tentunya tidak terlihat heboh karena memang ini sudah aturannya bagi siapa pun yang ingin datang ke acara tahunan agensi.Mereka menuju lantai tiga di mana acara akan berlangsung. Papa dan mama tidak bisa datang, jadi hanya nenek yang berangkat bersama Antonio dan Jesika. ada Tian dan Bitt juga pastinya.Sampai di ruanga acara,
“Wanita itu menemui Antonio lagi?”“Iya, Nona.”Jesika yang tengah mengunyah makanan, memegang ponselnya dengan tangan kiri.“Kamu menelpon siapa, Sayang?” tanya nenek yang duduk di hadapannya dengan dibatasi meja bulat.“Tian, Nek.”Megan mengangguk-angguk melanjutkan makan lagi, sementara Jesika membali bicara dengan Tian.“Mau apa dia datang lagi? sudah berapa kali dia datang menemui Antonio?”Nada bicara Jesika membuat Megan menatap penasaran.“Sayang kurang tahu, Nona. Mereka bicara di ruang tamu kantor. Saya hanya bisa melihat dari luar saja.Ruang tamu memang didesain dengan dinding kaca. Tidak ada privasi di sini memang, jadi akan jauh lebih netral untuk bicara dan tidak membuat siapapun salah sangka.“Biarkan saja mereka bicara. perempuan itu tidak akan menyerah sepertinya. Kamu bantu awasi saja. Aku takut dia ada campur tangan dengan klaim karya waktu itu.”“Baik, Nona.”Pemikiran Jesika sepertinya sama dengan Tian. sejujurnya Tian sudah melihat cctv di parkiran belakang ged