Jalur yang ditemepuh tentunya berbeda arah. Jika mobil pergi mengantar Luna, tentunya bisa membutuhkan waktu lebih untuk bisa sampai di rumah.“Jadi, di mana kamu tinggal?”Mobil berjalan melambat ketika hampir memasuki sebuah jalan menyimpang yang menuju sebuah perumahan. Jalur kanan menuju perumahan Antonio, sementara jalur kiri dengan jarak lebih jauh menuju rumah Luna.“Aku berhenti di sini saja,” jawab Luna. “Rumahku masih jauh masuk ke dalam sana.”Luna menoleh ke belakang saat bicara, hal itu membuat Jesika memilih membuang muka. Jas yang menempel pada tubuh Luna membuat Jesika begitu kesal tentunya.“Tidak apa-apa, aku antar sampai rumah. ini masih hujan deras sekarang.”“Aku akan merepotkan.”“Memang!” batin Jesika. huh! Rasanya benar-benar kesal sekarang.Mobil akhirnya memasuki Kawasan perumahan elit yang tidak jauh berbeda dengan perumahan tempat tinggal Keluarga Jack Radcliffe. Sepanjang perjalanan Jesika bahkan hanya diam saja karena Luna terus mengajak Antonio mengobro
Satu minggu berlalu, Jesika cukup merasa tenang karena Wanita bernama Luna tidak muncul lagi di sini. Hal tersebut tentunya membuatnya lebih bugar dalam bekerja. Namun, dia masih di buat pusing karena belum juga menemukan siapa pelaku yang dengan tega mengklaim karya dari para illustrator di perusahaan ini.Jesika sudah meminta Tian untuk membantu, tapi pria itu selalu saja menghilang entah diperintah tugas dimana oleh Antonio. Jesika mulai kesal karena beberapa kali Antonio mengabaikan perkataannya ketika membicarakan tentang hal tersebut, bahkan sampai mencak-mencak pun Antonio hanya focus memantau aplikasi yang didirikan dengan Luna.“Hei, kapan kamu akan memasukkan webtoonmu ke aplikasiku?” tanya Antonio. Pria itu sepertinya lupa bagaiamana pagi tadi Jesika sudah merengek melaporkan masalah karya yang dicuri.“Jangan harap!” jawab Jesika dengan tegas tanpa menoleh.Antonio yang hendak duduk, pun berdiri lalu menghampiri sang istri. “Kenapa?”Jesika meletakkan pennya di atas meja s
Sampai di kantor, Jesika langsung ditemui oleh Tian. Bahkan Tian mendekat ketika Jesika masih bercengkrama dan bercanda dengan rekan kerjanya.Tian menundukkan sedikit badannya sebelum bicara. “Maaf, Nona. Tuan sedang pergi dengan Nona Luna.”Jesika menarik dagu, kemudian menatap bergantian rekan kerjanya. Setelah itu, dia kembali menatap Tian. “Aku tidak peduli. Toh aku juga sedang sibuk sekarang.”Jesika berlalu mengabaikan Tian sampai membuat pria itu garuk-garuk kepala, heran. Sementara Jesika sendiri, menggandeng rekannya menuju ruang kerja lagi.“Nona benar-benar tidak peduli tentang mereka?” mereka menatap bersamaan ke arah Jesika.Jesika menghela nafas. “Tentu saja aku peduli, tapi kalau aku merengek, pria itu akan menjadi. Biarkan saja, nanti juga datang padaku. Hei, jangan terlalu memanjakan pria. Kuberi tahu pada kalian."Mereka yang perempuan mengangguk-angguk seolah paham, sementara satu pria di antara mereka hanya membuang mata jengah.“Sepertinya kamu tidak begitu, kan?
Antonio mulai bosan menunggu Jesika yang tak kunjung pulang. Jesika langsung pergi bersama nenek sepulangnya dari kantor. Entah mau diajak kemana, Antonio tidak mendapat jawaban ketika bertanya.“Kenapa gelisah begitu?” tanya mama yang kebetulan melintas.Antonio berhenti sejenak dari mondar-mandir yang entah sudah keberapa kali di ruang tengah.“Menunggu nenek sama Nyfi.”“Memang mereka kemana?” Agatha melenggak menuju sofa ruang keluarga. Dia menyalakan televisi, untuk menonton acara drama malam hari.“Aku tidak tahu.”“Biarkan saja Jesika bersenang-senang, tidak perlu ditunggu,” kata Agatha acuh.Antonio mengerutkan dahi lalu mendekat pada sandaran sofa. “Apa maksud mama? Ini sudah malam, tentu saja aku harus menunggu.”Agatha menoleh ke belakang. “Tidak perlu sewot begitu. Jesika memang ingin jalan-jalan dari kemarin, tapi kamu tidak ada waktu.”Antonio langsung terdiam sambil berpegangan pada punggung sofa. Dia lantas mendesah lalu melompat kemudian duduk sambil menyugar rambutny
Semalam Antonio gagal melakukan aksi kekuatan pada miliknya yang menegang. Rasanya sudah memuncak, tapi sayangnya Jesika menolak. Antonio hampir saja merengek karena kesal, tapi setelah mendengar alasan Jesika, akhirnya Antonio cukup mengerti.“Masih mau cemberut?” tanya Jesika dengan nada meledek.Antonio mendengkus lalu meraih sepasang sepatu pantofelnya. Dia duduk di tepi ranjang dengan wajah kesal.“Jangan begitu …” Jesika mendekat. “Nanti kita tanya dokter, sebaiknya bagaimana.” Jesika duduk di lantai, lalu membantu sang suami mengenakan kaos kaki dan sepatu.Antonio tersenyum, lantas mengusap pucuk kepala Jesika. “Iya, aku mengerti, Sayang. Hanya saja semalam aku hampir menggila. Kita sudah tidak melakukannya sejak kamu ketahuan hamil.”Selesai membantu memakai sepatu, Jesika berdiri, pun dengan Antonio. Sambil tersenyum, sekarang Jesika membantu sang suami mengenakan dasi.“Kamu bisa kan menemaniku ke dokter, nanti?”“Tentu saja aku bisa. Kenapa juga aku tidak bisa?”Jesika mem
Jesika seharusnya tidak perlu tahu kalau Luna datang ke kantor sepagi ini, tapi takdir mengatakan begitu. Dia yang berniat pergi ke dapur untuk membuat minuman hangat, tidak sengaja melihat Wanita itu berada di dalam ruangan Antonio. Pintu tak tertutup rapat, jadi Jesika sempat mengintip sebentar. Setidaknya Jesika cukup lega karena di sana ada Tian.“Wanita itu benar-benar menyebalkan!” seloroh Jesika. dia mengaduk susu di dalam gelasnya. “Aku yakin dia memang sengaja mendekati Antonio bukan murni karna pekerjaan saja. Dia pasti juga menyukai Antonio.”Jesika meraih cangkirnya, lalu berbalik badan dan bersadar. Perlahan dia menyesap susu hangatnya lalu menghela nafas panjang. Jesika berniat tidak mau memusingkan hal ini, tapi kalau terus dibiarkan Wanita itu akan terus datang tanpa berpikir bagaimana tanggapan orang lain.“Sebaiknya aku ke ruangan Antonio sekarang. Wanita itu pasti masih di sana.” Jesika menyesap kembali susu hangatnya, meletakkan di atas meja sebelum pergi.Jesika t
Sepulangnya dari periksa kandungan, Jesika kembali lagi datang ke kantor, pun dengan Antonio.“Dokter bilang kamu tidak boleh kelelahan.”“Aku tahu. pekerjaanku kan hanya duduk dan melihat perkembangan anak buahku saja.”“Tapi sepertinya Nona lebih banyak pikiran,” timbruk Tian yang berjalan di belakang mereka berdua.Mereka berdua berhenti melangkah kemudian menoleh ke belakang. Jesika mengacungkan jari telunjuk sambil mengangguk-angguk tanda setuju. Sementara Antonio terlihat memiringkan kepala dengan tatapan aneh.“Kenapa kamu jadi ikut campur?” tanya Antonio.“Aah, maaf Tuan. Aku Cuma mengatakan apa yang terjadi pada Nona supaya Tuan tahu.”Sambil tersenyum tipis, Jesika berbalik dan kembali berjalan membiarkan dua orang itu tetap bicara di tenga Lorong.“Memang apa yang tidak aku tahu, ha? Kamu ini!” Antonio sudah mengangkat tangan hendak memukul, tapi berhenti ketika Tian menyingkir sambil meringis.Tian berdehem kemudian kembali berdiri tenang meskipun tatapan Tuannya itu masih
Jesika masih belum meninggalkan ruangan yang tadi membuat nafasnya terengah-engah. Dia tengah berdiri sambil mengenakan pakaiannya lagi. Ruangan ini tentu tertutup rapat dan pastinya tidak ada yang tahu keberadaannya, namun, tetap saja Jesika kurang merasa nyaman. Oke, walaupun Jesika akan mengakui kalau permainan Antonio selalu hebat dan membuatnya ketagihan.Selesai menaikkan roknya sampai pinggang, Jesika lanjut mengancing kemeja. Selesai dari semuanya, Jesika berjalan mendekat pada sebuah cermin. Dia merapikan rambutnya yang terlepas dari ikatnya.Lima menit kemudian, Jesika meninggalkan tempat tersebut sekaligus meninggalkan ruangan. Jesika berjalan menghampiri rekannya yang masih focus dengan kerjaan.“Bagaimana tentang Sarah?” tanya Jesika setelah meraih kursi dan duduk di samping Teresa.Teresa menghentikan pekerjaanya dan menoleh menatap Jesika. “Dia sudah dilaporkan. Kurasa dia akan ditahan, tapi aku belum tahun kelanjutannya.”“Jadi siapa yang resmi melaporkannya?”“Kurasa
Di dalam otaknya, Antonio pernah berpikir untuk membantu keuangan Luna yang sedang merosot. Kabar rumah yang disita waktu itu, bahkan membuat Antonio merasa khawatir. Namun, rasa peduli itu nyatanya tidak dibalas dengan baik. Luna justru memainkan perannya sebagai orang yang licik penuh tipu muslihat. Keluar dari restoran, Antonio langsung meminta Tian untuk membawanya segera pergi. Antonio bahkan meninggalkan meja tanpa menunggu Luna kembali. Antonio tidak mau kalau sampai terjadi pertengkaran di sana, karena memang amarah Antonio sedang berada dipuncaknya. “Ada apa, Tuan?” tanya Tian ketika mobil sudah melaju. Wajah Antonio benar-benar merah padam. Kedua tangan tampak mengepal seperti ingin melayangkan tinju. Melihatnya saja membuat Tian bergidik ngeri. “Antar aku menemui Selena.” Kening Tian berkerut, namun akhrinya tetap menganggukkan kepala. Mobil melaku ke sebuah kompleks perumahan mewah. Sekarang sudah pukul dua siang, sialnya Selena sedang tidak du rumah. “Tian, kamu kump
Jesika mengatur pertemuan dengan rekan-rekannya di sebuah restoran berlantai dua di dekat danau. Jaraknya memang cukup jauh dengan kantor, tapi tidak masalah menurt Jesika karena datang beramai-ramai diantar mobil kantor. Setidaknya sekaran juga menjelang hari minggu, jadi berada diluar kantor cukup panjang tidak terlalu masalah.Sementara di kantor sendiri, Antonio dan beberapa infestor mulai kembali membahas tentang dana yang hilang. Pembahasan ini juga langsung teruju pada sebuah cctv yang Tian dapatkan dari setiap ruangan di sini.Siapa sangka kalau ternyata Luna pernah duduk di kursi ruangan kerja Antonio ketika Antonio tengah keluar sebentar untuk mengambil sesuatu kala itu. Antonio tidak pernah manaruh rasa curiga sebelumnya, karena memang yang dia pikir Luna adalah rekan yang baik.“Kamu yakin itu Luna?” tanya Antonio.“Jadi Tuan tidak percaya kalau ini Nona Luna?”Antonio menelan ludah dengan pertanyaan itu. memang sikap Antonio terlalu menyebalkan akhir-akhir ini karena terl
Masuk ke dalam kamar, Antonio melihat sang istri meringkuk di atas ranjang tanpa mengenakan selimut. Antonio meletakkan jas yang tersampir pada lengannya di atas sandaran sofa. Selepas itu, dia mendekati ranjang memeriksa keadaan sang istri. Melihat posisi Jesika, sepertinya Wanita itu ketiduran saat menunggu Antonio pulang.“Kenapa kamu tidak mengenakan selimut? Kamar dingin sekali.” Antonio membungkuk lalu meraij selimut.Namun, ketika hendak menutupkan pada Sebagian tubuh Jesika, Jesika malah terbangun. Wanita itu merangkuk lalu membalikkan badan.“Kamu sudah pulang?”Antonio tersenyum, kemudian duduk membantu sang istri yang beranjak duduk. “Kamu ketiduran?”Masih dengan mata sayu belum terbuka sempurna, Jesika mengangguk. “Kenapa baru pulang?” sekarang Jesika mencoba menatap jam dinding yang menunjukkan pukul sepuluh malam.Antonio tersenyum tipis, mengelus lembut pucuk kepala sang istri. “Maaf, hari ini lumayan sibuk.”Jadi dia tidak mau mengatakannya padaku?Jesika terdiam mema
Sebelumnya saya minta maaf karena mungkin banyak typo. saya belum sempat untuk mengoreksinya kembali.***Jesika mungkin harus menunggu hingga malam tiba untuk bisa bertemu dengan sang suami. Di kantor, Jesika hanya sempat bertemu ketika tadi nyelonong masuk ke dalam ruangan, tapi setelah itu Jesika tidak melihat lagi bahkan hingga jam pulang kerja. Jesika bahkan pulang lebih dulu karena kata Tian pekerjaan Antonio belum selesai.“Kamu pulang sendiri, Jes?” tanya mama yang menyambutnya di depan pintu ruang tamu.Jesika mengangguk lalu mencium punggung telapak tangan mama mertuanya itu.“Antonio di mana?”Mereka berdua berjalan bersama masuk ke dalam.“Kata Tian, Antonio masih ada kerjaan.”“Tumben?”“Iya, aku juga kurang tahu, Ma. Aku tidak sempat bicara dengannya di kantor.”Menjelang makan malam, Antonio masih belum juga kunjung pulang ke rumah. dia menyempatkan diri menelpon Jesika dengan mengatakan kalau sebentar lagi akan pulang, namun meski begitu tatap saja merasa khawatir kare
Jesika tidak mau peduli mengenai Selena, tapi ketika dia hendak pergi membeli beberapa lembar kertas di sebuah toko, dia tidak sengaja melihat Selena tengah berdebat dengan seseorang. Jesika mengamati dari kejauhan.“Aku sudah mengirim banyak pada ayah. Ayah tidak perlu menemuiku ke sini!”“Ayah butuh lebih. Kalau sampai siang ini ayah tidak mendapatkan uang, ayah bisa mati.”“Apa peduliku?”“Anak kurang ajar!”Selena langsung menyingkir ketika tangan itu melayang hendak menampar dirinya. Jesika yang melihat dari kejauhan sampai membelalakkan mata dan menutup mulut.“Ayah jangan macam-macam denganku di tempat umum. Aku sudah beberapa kali memperingati ayah untuk tidak menemuiku di tempat umum. Ayah tahu resikonya, kan?”Pria berjenggot itu berdecak, menghempas tangan lalu berlalu pergi dengan sia-sia tanpa mendapatkan uang. sementara Selena, dia hanya bisa menghela nafas lalu menyapu ke area sekitar berharap tidak ada yang melihat perdebata baru saja.Jesika yang langsung bersembunyi,
Memang siapa yang sangka kalau Selena bisa melakukan hal sekeji itu hanya demi karirnya? Terkadang memang hal kotor bisa dilakukan demi sesuatu yang ingin sekali digapai, hanya saja cara Selena benar-benar di luar nalar walaupun pada kenyataannya banyak yang begitu di luar sana.“Aku benar-benar tidak menyangka kalau Antonio melupakanku demi Wanita yang jauh di bawahku.” Selena menyulut rokoknya sampai asap mengepul tinggi ke udara.“Jangan bilang sebenarnya kamu masih mengharapkan Amtonio?” Pemela menebak-nebak denga mata sinis. “Kamu masih belum move on?”“Oh come on! Ini sudah satu tahun lebih. Tentu saja aku sudah move on.”Pamela tersenyum miring. “Kamu yakin? Jangan kamu pikir aku tidak tahu kalau kamu masih sering memantaunya dari jauh. Kamu bahkan meminta Luna untuk bisa lebih dekat dengan Antonio. Kamu Cuma menggunakannya sebagai alat untuk mengetahui tentang mereka kan?”“Brengsek kamu!” umpat Selena. “Aku tidak ada maksud seperti itu. setidaknya Luna lebih tinggi dari istri
Ketika Antonio berjalan mendekat setelah turun dari panggung, dengan bangganya Jesika bertepuk tangan. Bibirnya tersenyum menunjukkan deretan gigi yang putih. Reaksi Antonio yang langsung mengusap pucuk kepala Jesika, tentunya membuat siapa pun akan merasa iri.“Ah, kasihan sekali Selena. Pria seperhatian itu malah ditinggal kabur dulu.”“Benar juga. Jesika sangat beruntung mendapatkan Antonio.”Selena yang berdiri hampir di di paling ujung mendengar percakapan tamu undangan itu, tapi dia hanya menarik satu ujung bibir ke atas dengan wajah acuh sambil menenggak minumannya.“Kalau bukan karena keluarganya yang tak merestui, aku juga tidak mungkin meninggalkan Antonio. Mereka pikir sangat mudah menjadi diriku yang tidak disambut di keluarga Antonio. Brengsek!”Selena meletakkan gelasnya lalu beranjak pergi ke toilet.“Kamu ngobrol sama nenek dulu, aku mau ke toilet dulu sebentar.”“Oke.”Jesika menghampiri nenek yang tengah ngobrol dengan rekan-rekan dan beberapa artis di sana. ketika J
Entah kapan Antonio terakhir kali menginjakkan kaki di gedung agensi milik neneknya. Setiap langkah, ketika melihat beberapa poster dan layar monitor di beberapa titik dinding gedung, terkadang membuat rasa rindu untuk kembali lagi ke sini. Namun, Antonio lebih merasa nyaman ketika sudah meninggalkan agensi. Rasanya bisa berekspresi lebih luas lagi, dan juga tidak terlalu banyak tututan.“Ada apa?” tegur Jesika ketika melihat wajah sendu sang suami.Antonio bergidik lalu tersenyum. “Tidak, aku hanya sedikit rindu ketika masih di sini.”Jesika mengusap lengan Antonio lalu menggandengnya dengan erat. Beberapa orang atau tamu lain berjalan di belakang mereka, tapi tentunya tidak terlihat heboh karena memang ini sudah aturannya bagi siapa pun yang ingin datang ke acara tahunan agensi.Mereka menuju lantai tiga di mana acara akan berlangsung. Papa dan mama tidak bisa datang, jadi hanya nenek yang berangkat bersama Antonio dan Jesika. ada Tian dan Bitt juga pastinya.Sampai di ruanga acara,
“Wanita itu menemui Antonio lagi?”“Iya, Nona.”Jesika yang tengah mengunyah makanan, memegang ponselnya dengan tangan kiri.“Kamu menelpon siapa, Sayang?” tanya nenek yang duduk di hadapannya dengan dibatasi meja bulat.“Tian, Nek.”Megan mengangguk-angguk melanjutkan makan lagi, sementara Jesika membali bicara dengan Tian.“Mau apa dia datang lagi? sudah berapa kali dia datang menemui Antonio?”Nada bicara Jesika membuat Megan menatap penasaran.“Sayang kurang tahu, Nona. Mereka bicara di ruang tamu kantor. Saya hanya bisa melihat dari luar saja.Ruang tamu memang didesain dengan dinding kaca. Tidak ada privasi di sini memang, jadi akan jauh lebih netral untuk bicara dan tidak membuat siapapun salah sangka.“Biarkan saja mereka bicara. perempuan itu tidak akan menyerah sepertinya. Kamu bantu awasi saja. Aku takut dia ada campur tangan dengan klaim karya waktu itu.”“Baik, Nona.”Pemikiran Jesika sepertinya sama dengan Tian. sejujurnya Tian sudah melihat cctv di parkiran belakang ged