Anna tersentak mendengar laporan Nanny, tadi ketika ia keluar kamar Amelia, gadis cilik itu masih tertidur pulas.“Apa sudah dicari di taman?” tanya Anna sambil berdiri.“Sudah Nyonya, di taman belakang, taman samping juga nggak ada, aku sedang menyuruh orang mencari di taman perumahan,” lapor Nanny.“Okay Nanny segera kabari aku ya,” ucap Anna. Wanita itu semakin khawatir, ia berjalan mondar mandir, namun ia berusaha untuk tetap tenang.Selang beberapa saat pelayan yang disuruh nanny kembali melaporkan, wajah nanny semakin tegang.“Nyonya, Nona Amel tidak ada di taman komplek,” lapor Nanny.“Ya Tuhan, apakah tidak ada yang melihat? Cepat tanya security,” perintah Anna, Nanny bergegas menemui security. Tidak berapa lama wanita itu pun kembali.“Nyonya, kata security tadi melihat Nona keluar katanya mau jalan-jalan, tidak boleh diikuti ingin sendiri,” ucap Nanny.“Nanny, cepat kerahkan orang untuk menelusuri setiap jalan perumahan ini, aku akan menelpon Willy mungkin Amel ada di san
Amelia mengangkat wajahnya, seorang perawat berdiri di sampingnya sambil tersenyum.“Iya Ners, ada apa?” tanya Amelia bingung.“Nona, hari sudah hampir gelap, Anda sepertinya ke mari sendirian, apa mau saya hubungi Tuan Barnes untuk menjemput Anda?”“Oh jangan Ners, jangan beritahu Papa,” pinta Amel, “saya ingin menginap di sini semalam saja, boleh ya, please …” Amelia memelas, membuat perawat itu tidak bisa menolak.“Baiklah, tapi sekarang saya akan melakukan pemeriksaan, sebaiknya Nona tunggu di luar dulu,” ucap sang perawat sambil tersenyum.“Baik, Ners.” Amelia pun berjalan ke luar, ia duduk di atas bangku yang ada di koridor ruang tunggu.Gadis kecil itu menelungkupkan wajahnya kedalam kedua telapak tangannya, pikirannya sangat kacau, ia bertekad ingin menginap di sini menemani Mommy yang selalu sendirian setiap malam. Tanpa ia sadari seseorang duduk disampingnya.“Apa yang kamu lakukan di sini, dear?” ujar Willy sambil menepuk lembut bahu Amelia, tentu saja gadis kecil itu kage
Amelia tertergun. “Rencana?” ulang Amelia pelan, “rencana apa, Will?”Willy membisikkan sesuatu di telinga Amelia, gadis itu mengangguk-angguk tanda mengerti.“Jadi aku harus pura-pura masuk perangkapnya, dekat dengannya dan membenci Mama dan Papa?” Willy mengangguk sambil tersenyum.“Nanti setelah pulang aku akan memberikan alatnya padamu,” lanjut Willy, “kapan rencana dia akan menemuimu lagi?”“Hmm, besok dia berencana mengajakku makan siang,” sahut Amelia.“Ah itu bagus, kesempatan bagus,” timpal Willy, “lakukan seperti yang aku katakan, Mel.”“Okay,” jawab Amelia sambil mengangguk.“Good girl!” puji willy sambil mengusap kepala Amel.“Oya Will, aku mau tanya sesuatu?” Wajah Amelia sungguh-sungguh.“Ya, apa, Mel?”“Apakah Mom dan Dad kamu tidak berubah sikap dan kasih sayangnya, setelah adik kamu lahir?”Willy tersenyum, ia mengerti kekhawatiran Amel. “Tidak Mel, tidak pernah berubah. Yeah, awalnya aku sempat punya kekhawatiran seperti kamu, tapi begitu adikku lahir semua kekhawa
Mobil mewah Rebecca masuk ke sebuah restoran mewah, Amel turun dan mengikuti wanita itu, mereka memesan menu makan siang special, sebenarnya Amelia malas makan dengan perempuan ini, namun ia harus menjalankan misi bersama Willy, yaitu membongkar kedok dan motif perempuan itu yang sesungguhnya.Rebecca terus mengompori Amelia agar membenci Anna, karena wanita itu hanya orang lain baginya. Sebaliknya ia berupaya supaya Amel mengajaknya bertemu dengan Harry, atau meminta Amel untuk memberikan kesan yang baik tentang dirinya kepada Harry.“Mel, Uncle kamu sangat luar biasa. Dia sangat baik kepada kamu, Tante ingin sekali bisa bertemu dengan Harrison.”“Tante ingin bertemu papa?” ucap Amel bingung, “mau ngapain?”Rebecca menghela napas. “Tante ingin berterima kasih atas nama Anne dan juga atas nama keluarga Jordan, karena Harrison sudah menjaga dan memperlakukan putrinya dengan baik.”“Hmm, kalau Papa nggak mau gimana?” kilah Amel, “karena kata Papa, apa yang Papa lakukan memang sudah suat
Harry dan Anna saling berpandangan, keduanya bingung, apa yang sebenarnya terjadi pada putri mereka? Mengapa Amelia menangis begitu sedih, wajah anak itu juga pucat seperti ada ketakutan dan kecemasan yang mendalam. Harry dan Anna mendekati Amelia, Anna memeluk gadis kecil itu dan mengelusnya dengan lembut, membiarkannya menangis beberapa saat. “Sayang … ada apa?” tanya Anna lembut, “yuk cerita sama Mama.” Amel mengangkat wajahnya, lalu memeluk Anna dan tangisnya semakin keras, membuat Harry merasakan sakit di hatinya. Lelaki itu menghela napas berat, ia mengusap wajahnya lalu berdiri hendak menghubungi Willy untuk menanyakan apa yang terjadi, namun panggilan Amelia menghentikan langkahnya. “Papa …” panggil Amelia lirih disela isakan tangisnya. Harry membalikan badan, ia tersenyum kepada gadis kecil itu. “Iya Sayang …” Amelia menghambur ke pelukan Harry. “Maafkan Amel, Pa …” Harry mengusap rambut Amelia lembut, ia menggendong putri kesayangannya itu lalu duduk di sofa, diikuti
Amelia terkejut, spontan ia mundur. Seorang lelaki berjalan mendekat padanya sambil tersenyum ramah. “Selamat pagi princess Barnes,” sapa lelaki itu sopan. “Siapa kamu?” tanya Amelia waspada, ia berusaha menjaga jarak dengan lelaki itu. “Tenang Princess, kenalkan aku Uncle Vincent, temannya auntie Reby.” “Di mana Reby?” tanya Amel, matanya menyapu sekeliling. “Reby lagi kurang sehat, jadi dia meminta uncle untuk menjemput Amel.” “Tidak, aku tidak bisa datang menemui Reby,” tegas Amel, “oya tolong bilang Reby, aku sudah menyampaikan pesannya sama Papa, dan Papa juga mengirim pesan buat Reby, kalau dia mau tahu harus dia sendiri yang temui Amel.” Usai berkata Amelia segera berlari masuk ke dalam kelas, sedangkan lelaki itu menyeringai sambil memperhatikan Amelia yang ketakutan, ia segera berbalik meninggalkan tempat itu. Vincent segera masuk ke dalam mobil mewah yang menunggunya, Rebecca segera menodongnya dengan pertanyaan-pertanyaan yang membuat Vincent kesal. “Sudah aku bilan
Seorang laki-laki muda dan tampan masuk menyapa Rebecca, wanita itu meneliti dengan seksama, sepertinya bukan Harrison.“Selamat malam Nona Rebecca,” sapa pria itu, wajahnya sangat mempesona.“Siapa kamu?” Tanya Rebecca, “di mana Harrison?”“Saya Alex, diutus Tuan Harrison khusus untuk melayani Nona,” jawab pria itu tersenyum, senyumnya sangat menggoda. Namun tujuan Rebecca ke mari untuk Harrison, ia berusaha bersikap angkuh.“Lalu di mana dia?” tegas Rebecca.“Maaf Nona, Tuan Harrison bilang agak terlambat, karena masih ada meeting dengan client.”“Ha? Malam-malam begini masih ngurusin bisnis?” Rebecca terkejut, “kalau memang sibuk mengapa mengundangku?”“Tenang Nona, Tuan Barnes akan segera datang,” ucap pria itu, suaranya terdengar begitu menenangkan. Ia mempersilahkan Rebecca untuk duduk.Tidak lama kemudian dua orang pelayan membawa 3 botol minuman, Alex segera membuka salah satu botol dan menuangkannya ke gelas Rebecca.“Sambil menunggu Tuan Harrison datang, silahkan dinikmati
Harry dan Bobby saling berpandangan, keduanya memikirkan orang yang sama, Ardi. Tapi yang menjadi pertanyaan bukankah Ardi sudah mati? Harry sendiri yang menembakkan dua peluru ke dada kiri lelaki itu. Bobby membisikkan sesuatu di telinga Alex, pria itu mengangguk. Ia segera memeluk Rebecca, dan berbisik di telinganya. “Sayang, memangnya apa yang direncanakan Vincent dan Eric pada istriku?” Rebecca mengangkat wajahnya, ia berusaha membuka matanya, ia melihat Harry tersenyum begitu menggoda, ia melihat wajah lelaki itu mendekat lalu mengulum bibirnya, Rebecca mengerjap kegirangan, ia segera melingkarkan tangannya di leher lelaki yang dikiranya adalah Harry. “Harrison, Eric akan mengambil istrimu, dia akan merebut kembali miliknya yang sudah kau ambil, itu dendamnya dan tujuan hidupnya saat ini,” ujar Rebecca, “tapi tenang sayang, aku akan menggantikan istrimu, aku akan menyenangkanmu dan memuaskanmu, kita akan buktikan malam ini.” Rebecca langsung menciumi Alex dengan penuh gairah,
Roda kehidupan terus berputar, mesin waktu pun terus berpacu. Hari demi hari berganti menjadi bulan, bulan pun terus berubah. Akhirnya kehamilan Anna pun genap 9 bulan.Seorang bayi laki-laki tampan telah dilahirkan, wajahnya sangat mirip dengan Harry, bak pinang dibelah dua. Anna merasa sangat takjub, ia benar-benar merasakan hidupnya menjadi sangat sempurna.Dulu, Anna selalu berpikir, menikah, lalu punya Anak, sangat merepotkan. Setiap hari hanya mengurus anak, sangat tidak bebas, itu sebabnya ia selalu berkeras menolak untuk menikah.Namun siapa sangka, berawal dari ide gilanya yang meminta lelaki yang tak dikenalnya itu untuk menikahinya. Ya, semua memang meluncur begitu saja tanpa ia pikirkan apa yang akan terjadi nantinya.Bermimpi pun tidak pernah, kalau ia akan menjadi istri seorang konglomerat berkebangsaan Inggris. Saat itu ia hanya asal meminta Harry menikahinya, yang dipikirkannya adalah bagaimana menyelamatkan sang nenek yang sedang koma.Siapa sangka, bak gayung bersam
“Ada apa Hubby?” tanya Anna melihat suaminya mematung setelah menerima panggilan telepon, “telepon dari mana?”Harry tidak menjawab, tapi kedua mata lelaki itu berkaca-kaca, ia langsung menatap Amelia dan bergegas memeluknya.“Sayang, Mommy …” Suara Harry terbata-bata seakan tak bisa lagi berbicara.“Ada apa dengan Sis Anne, Hubby?” potong Anna, ia menjadi cemas.Harry menghela napas panjang, ia berusaha mengatur berbagai perasaan yang bergejolak di hatinya, pria itu pun memeluk Amelia dan Anna. “Sis Anne … siuman.”“Apa? Mom sudah bangun?” Amelia seakan tidak percaya, Harry mengangguk.“Oh Tuhan!” Amelia langsung memeluk Harry dan Anna, tangis ketiganya pun pecah, tangis haru dan bahagia, sungguh tak bisa terucapkan dengan kata-kata.Begitu pun Nanny, wanita paruh baya itu tidak bisa lagi menahan tangisnya. Ia adalah saksi perjalanan keluarga ini, seketika terlintas semua kenangan masa lalu, saat-saat ia mulai mengasuh dua putra keluarga terkemuka ini, David dan Harry.Wanita itu
“Ada apa?” tanya Vincent kepada anak buahnya, “cepat periksa!”“Baik Boss” Pria itu pun bergegas, sementara Vincent membuka laci mejanya, mengeluarkan 2 buah pistol yang tergeletak di sana.“Gawat Boss!” ujar anak buah Vincent yang tadi melihat ke luar.“Ada apa?”“Kita sudah dikepung!” jawab lelaki itu terengah-engah.“Sial!” Vincent segera memeriksa monitor keamanan, baku tembak pun mulai terdengar.“Boss! Anda harus bersiap menyelamatkan diri, biar di sini anak-anak yang menghadapi.”“Ok, kamu kumpulkan bahan-bahan penting, cepat!”“Siap, Boss!” Tidak berapa lama keduanya pun masuk ke ruang rahasia.“Boss, bagaimana dengan Nona Rebecca?”“Ah tidak penting, kita tidak membutuhkannya, biar saja dia ditangkap tidak banyak juga informasi yang dia tahu.”“OK.” Keduanya pun memasuki lorong rahasia yang gelap dan sempit, namun lorong itu cukup panjang.Sementara itu pihak kepolisian terus merangsek masuk, baku tembak pun terdengar saling bersahutan, hal itu terdengar pula ke kamar Reb
Harry sangat cemas, berbagai bayangan buruk melintas begitu saja di benaknya, hal itu membuatnya jadi kurang fokus. Nyaris mobilnya menyenggol mobil lain.“Son, tenangkan dirimu. Jika kau tidak fokus seperti ini, akan sangat buruk dampaknya, sedapat mungkin kau harus menghindari guncangan.”Nanny mengingatkan Harry sambil menepuk bahu lelaki itu lembut. Harry menghela napas, lalu mengurangi kecepatan laju mobilnya.“Nyonya, apa rasanya kencang sekali?” tanya Nanny pada Anna sambil menletakan tangannya di atas perut Anna yang tidak mampu berbicara lagi, ia hanya mengangguk pada Nanny.“Oke, sepertinya kram perut, coba untuk rileks dan mengatur napas.” Anna kembali mengangguk, ia pun mengikuti intruksi Nanny.Tidak lama berselang mereka pun tiba di rumah sakit, Harry segera menggendong istrinya dan membawanya ke unit gawat darurat, tim dokter pun segera melakukan pemeriksaan.Harry sangat gugup, ia mondar-mandir gelisah. Nanny kembali menenagkannya, dan meminta anak asuhnya itu untuk d
Pelayan itu terengah-engah, nampak ia lari tergesa-gesa. “Ada apa?” tanya Nanny. Anna dan Amelia pun berhenti, ikut memperhatikan si pelayan.“Ada orang mabuk menabrak gerbang depan, ditegur security malah dia yang marah-marah dan minta ganti rugi.”Anna dan Nanny saling berpandangan sekilas, namun Nanny segera meminta izin kepada Anna untuk melihat ke luar.“Nyonya dan Nona tenang saja, biar saya yang urus,” ujar Nanny.“Okay, Nanny. Lihat saja kerusakannya, kalau dia minta ganti, bawa saja mobilnya ke bengkel, lalu panggil tukang untuk memperbaiki gerbang jika ada kerusakan.”“Baik Nyonya, saya permisi dulu.” Nanny pun bergegas ke luar diikuti pelayan tadi, Anna dan Amelia pun duduk sambil minum air putih.“Aneh ya, Ma. Masa dia yang menabrak malah minta ganti rugi sama kita.” Amelia berpendapat, mengomentari keributan yang dijelaskan sang pelayan.“Ya namanya orang cari keuntungan, bisa macam-macam, Sayang.” Anna tersenyum sambil meneguk air di botolnya.”Cari keuntungan?” Amel m
Postman gadungan itu tersentak, ia menoleh dan melihat ke samping. Seorang lelaki mengenakan jaket dan kaca mata hitam dengan wajah dingin menodongkan pistol ke arahnya,Sontak lelaki yang sedang membuka seragam petugas post itu menggigil ketakutan, ia mengikuti isyarat si penodong untuk masuk ke dalam mobil, yang berhenti tidak jauh dari mereka, lalu melaju meninggalkan tempat itu.Sedangkan di kediaman Barnes, Harry tiba di rumah setelah mendapat telepon dari Nanny, wanita itu segera menyerahkan surat kedua yang dikirim si penjahat. Ia semakin marah membaca isinya, namun Nanny mengingatkan agar Harry tenang dan menenangkan Anna yang masih syock karena membaca isi surat itu.Harry segera menemui Anna yang sedang duduk sendirian di kamar. Wanita itu terlihat sedang memikirkan sesuatu. Yah, Anna memang sedang berusaha memperkirakan berbagai kemungkinan, bahkan yang terburuk.Tidak dipungkiri, sebelum menikah Anna adalah seorang gadis tomboi yang pemberani, ia tidak gentar menghadapi
Anna dan Harry tertegun, memang lelaki gila itu terobsesi dengan Anna, dan itu bisa membuat dia melakukan apa pun, spontan Anna mengusap perutnya, sesungguhnya ia tidak gentar, hanya saja saat ini ia lebih memikirkan bayi di kandungannya. “Lalu apa yang harus kita lakukan?” tanya Anna menatap Harry dan Bobby. Harry menggenggam tangan Anna dengan erat. “Kamu tenang ya, Honey. Semua akan baik-baik saja.” Harry berusaha menenangkan Anna. “Itu benar, An, yang penting kau tetap selalu berada di rumah, kita akan memperketat keamanan di kediaman.” Bobby menimpali. “OK, aku percaya pada kalian,” jawab Anna sambil tersenyum. Bobby segera meninggalkan kediaman Barnes, Anna dan Harry pun kembali ke kamar tidur mereka, Harry menjadi sangat gelisah, namun ia berusaha untuk terlihat tenang di hadapan istrinya, hingga malam semakin larut matanya tidak juga bisa terpejam. “Hubby …” panggil Anna lirih. “Ya Honey, kenapa terbangun love,” sahut Harry sambil memeluk kembali istrinya yang terbangun
Nanny menyerahkan selembar amplop surat berwarna cokelat kepada Harry, lelaki itu membeku memeriksa amplop surat yang ditujukan kepada Nyonya Joanna Barnes, ia membolak balik namun tidak terdapat nama pengirimnya.Harry segera membuka amplop itu, lalu membuka secarik kertas yang isinya hanya beberapa kalimat.Hello Anna,Aku datang, bersiaplah sayangKamu adalah milikku selamanya.Tubuh Harry bergetar menahan marah, wajah pria itu merah padam, ia sduah bisa menebak siapa pengirimnya.“Nanny, Anna di mana?”“Nyonya sedang menemani Nona Amel belajar, ada tugas katanya.”“Nanny, jangan beritahu Anna mengenai surat ini, biar nanti aku yang menyampaikan,” pinta Harry.“Baik,” jawab Nanny, “tapi ada apa dear, kenapa kamu terlihat sangat marah dan gelisah?” tanya Nanny cemas, wanita itu adalah pengasuh Harry sejak masih kecil, ia sangat menyayangi Harry seperti anaknya sendiri.“Penjahat itu ada di sini Nanny, dia menginginkan keluargaku hancur, dia ingin merebut istriku.” Suara Harray be
Rebecca terkesiap, seorang wanita bertubuh tinggi langsing dengan mengenakan setelan brazer hitam-hitam mencekal lengan Rebecca dengan kuat. Ia meronta, namun tenaga wanita itu sangat kuat. “Lepas!” teriak Rebecca. Alih-alih melepas, wanita itu malah memutar tangan Rebecca ke belakang, spontan ia menjerit kesakitan. “Saya peringatkan! Jangan coba-coba mengganggu atau menyakiti Nona Amelia.” Suara wanita itu tegas, dengan tatapan dingin. “Siapa kamu?!” tanya Rebecca sambil meringis kesakitan. “Siapa saya, itu bukan urusan Anda,” tandas wanita itu. “Sudahlah Emma, jangan ladeni perempuan ular ini, ayo kita pulang.” Amelia menarik tangan wanita yang bernama Emma itu. Emma melepaskan Rebecca dan mendorong pelan wanita itu, namun cukup membuat Rebecca terhuyung-huyung. “Mari Nona,” ucap Emma, ia segera mengiringi Amelia. Rebecca masih terkesima, siapa perempuan itu? Tapi kemudian ia bergegas mengejar Amelia. “Amel, tunggu sayang? Tante mau bicara?” Namun Emma dengan sigap mengha