Rebecca menoleh ke arah suara yang memanggilnya, ia terkejut. Seorang pria berdiri dengan senyum sedikit datar, namun wajahnya cukup menawan sehingga membuat senyum itu terlihat menarik, ada bekas luka di wajahnya yang sepertinya sengaja dibiarkan.“Malam, Anda siapa?”“Saya Eric, teman Vincent,” sahut lelaki itu.“Vincent?” Rebecca mengernyitkan kening, “lelaki yang tadi menemui saya di kediaman Barnes?”“Benar,” sahut Eric.“Tapi, bukankah dia memintaku menemuinya di club jam 11, kenapa Anda kemari?”“Nona, sekarang sudah lewat dari jam 11,” sahut Eric.“What?” Rebecca terperanjat, is segera melihat arlojinya, “Ghos!, aku nggak merhatiin jam, sorry!”“Okay Nona, silahkan,” ujar lelaki itu, “Vincent menunggu di mobil.”Rebecca tidak berkata-kata lagi, ia segera mengikuti lelaki itu. Di seberang jalan, Vincent berdiri sambil menghisap merokok.“Hi Reby, aku kira kamu ketiduran makanya aku meminta temanku menjemputmu.” Seru Vincent sambil membukakan pintu untuk Rebecca.“Ya, tadi meman
Bobby nampak berpikir seraya mengulang-ulang di bagian sebelum insiden Rebecca menceburkan diri ke kolam, namun ia tidak mengatakan apa-apa kepada Amelia dan Willy, ia hanya menunjukan apa yang ingin di lihat kedua bocah itu.“Nah benar kan. Mel apa yang aku bilang,” celetuk Willy sambil menunjuk rekaman disaat-saat Rebecca melompat.“Yeah, kamu benar, Will.” Amelia terdiam, gadis polos itu masih belum mengerti apa yang dilakukan Rebecca, “tapi, kenapa dia melakukan itu ya? Melompat sendiri, tapi malah teriak minta tolong.”“O my dear, kamu itu polos sekali,” sahut Willy sambil tersenyum, “itu namanya trik.”“Trik? Maksudnya trik bagaimana?”“Itu triknya dia supaya ditolong oleh Papa kamu,” terang Willy, “kalau aku tidak salah memperkirakan, pasti perempuan itu sudah melihat Tuan Barnes yang jaraknya tidak jauh, benar kan, Uncle Bob?”“Yep, benar sekali Boy,” timpal Bobby, “dan saat itu Harry hampir melompat karena refleks, beruntung aku masih bisa mencegahnya.”“Ya Tuhan, pantas dia
Harry menunjuk rekaman di area depan, saat-saat Rebecca dan Tommy bertengkar. Ada dua orang lelaki sedang menonton mereka.“Hmm, bukankah salah satunya itu pria yang tadi bersama Rebecca sebelum dia melompat ke air,” gumam Bobby.“Benar, dan yang satunya …” Harry terdiam sejenak, ia terigat sesuatu, “ah tapi tidak mungkin, dia sudah mati, bukan.”“Maksudmu?” tanya Bobby menatap Harry.“Lelaki yang satu itu, seperti familier,” ujar Harry, “seperti orang yang menculik Amelia dulu.”“Maksudmu, Ardi?” tanya Bobby.“Ya, dari sosoknya sedikit ada kemiripan, tapi tidak mungkin, kan?”“Hmm …” Bobby tidak menjawab, tapi matanya tajam menyelidik.“Sepertinya mereka memang terkait dengan Rebecca, mereka ikut pergi saat mobil Tommy pergi.”“Ya, apa Tommy tahu?”“Kurasa tidak,” jawab Bobby, bahkan sepertinya Bobby tidak tahu pertemuan Rebecca dengan pria itu.”“Kasihan Tommy, dia selalu dimanfaatkan oleh Rebecca,” timpal Harry.“Yeah mau gimana lagi, mata dan hatinya sudah dibutakan oleh cinta,”
Seorang lelaki bertubuh tinggi jangkung mendekati meja Tommy yang penuh botol minuman, ia langsung duduk di samping lelaki itu dan menuang minuman ke gelas dan menyesapnya. “Kenapa Tom? Mau kau habiskan sendiri ini 5 botol, atau mau aku tambah 5 botol lagi?” “Hahaha, 5 lagi, boleh haha,” gelak Tommy, tapi sejurus kemudian dia menangis. Bobby tidak berkata apa-apa, dibiarkannya Tommy tertawa, lalu menangis kemudian tertawa lagi. “Dia sekarang sudah benar-benar pergi, Bob,” ucap Tommy lirih disela tangisnya “Padahal, aku sudah cukup lama bersabar, berharap dia bisa berubah. Aku sudah melakukan apa saja buat dia, bahkan aku tega membiarkan saudaraku Anne berjuang sendirian, demi dia, aku berharap dia bisa berubah.” Hening, keduanya terdiam. Tommy kembali meneguk minumannya. “Memangnya apa yang terjadi?” tanya Bobby pada akhirnya. “Dia sudah menemukan pacar baru, lelaki kaya raya yang bisa memuaskan kegilaannya pada harta.” “Siapa?” tanya Boby. “Aku tidak tahu, tapi kata dia naman
Rebecca bergegas ke ruang bawah, dua orang lelaki sedang duduk-duduk sambil minum bir favorite mereka. “Hi guys!” sapa Rebecca. “Hi Babe, sini!” panggil Vincent, Rebecca pun duduk di bangku kosong yg disediakan diantara dua pria tersebut. “Hi Eric!” sapa Rebecca pada Eric yang diam sedari tadi. “Hi Bitch! Gimana perasaanmu sekarang?” “Lumayan, sudah istirahat, sudah fresh,” sahut Rebecca sambil tersenyum, “kalau kamu bagaimana, Ric?” “Hmm, Very well. Oya aku ada hadiah untukmu.” Eric mengeluarkan sebuah kotak dan diletakan di atas meja. “Apa ini?” sahut Rebecca penasaran. “Bukalah,” timpal Vincent, “kau sudah membuat Eric puas, makanya dia memberimu hadiah.” Rebecca membukanya, matanya terbelalak kalung berlian cantik tergeletak di sana. “Wow, cantik sekali,” gumam Rebecca, Vincent membantu memakaikan ke leher Rebecca. “Thank you Eric,” ujar Rebbeca sambil menghadiahi ciuman di pipi Eric, tetapi lelaki itu langsung meremas dagu Rebecca dan menggigit bibir wanita itu, sont
Seorang wanita dengan pakaian modis dan perhiasan mewah turun dari mobil mewah yang berhenti dekat gerbang sekolah. Wanita itu berbicara sebentar kepada seorang security lalu berjalan mendekati Amelia yang sedang duduk santai sambil menunggu bel masuk. Amelia adalah anak yang disiplin dalam urusan sekolah, dia lebih rela menunggu daripada terlambat masuk kelas. “Hallo princess, selamat pagi,” sapa wanita itu, Amel menoleh sambil mengerutkan kening. “Siapa Anda Madam?” Amelia balas bertanya, wanita itu tersenyum sambil membuka kacamata hitam yang menutupi hampir separuh wajahnya. “Apa kamu sudah lupa sama Tante, Mel?” ucap wanita itu. Amelia menatapnya dari ujung kepala sampai ujung kaki, benarkah dia Rebecca, kenapa penampilannya sekarang berubah drastis. “Hi Mel, are you OK?” ujar Rebecca sambil menggoyangkan tangannya di depan wajah Amelia. “Apa benar kamu Reby?” tanya Amelia masih tak percaya. “Benar sayang, aku Rebecca,” jawab wanita itu sambil tersenyum, “apa kamu sudah t
Harry bertanya kepada Anna yang juga kebingungan melihat sikap Amelia yang terasa berubah. “Entahlah Hubby, atau apa mungkin Amel kurang sehat?” Anna terlihat sangat khawatir, “kalau begitu aku lihat dulu ya,” ujar Anna sambil berdiri, Harry mengangguk. Amelia menyembunyikan kotak yang ia bawa dari rumah Rebecca ke dalam lemarinya, saat itu Anna mengetuk pintunya. Anna menghela napas, ia membuka pintunya. “Sayang, Amel kenapa?” tanya Anna cemas, ia langsung memegang bahu Amel. “Amel nggak apa-apa, Ma. Hanya sedikit lelah.” “Apa Amel ngerasa nggak enak badan, sayang?” Amelia menggeleng. “Amel Cuma kepengen tidur, Ma.” Amelia langsung naik ke tempat tidur. “Eeeh, Amelia ganti baju dulu ya sayang, terus makan baru bobo, oke.” Amelia mengangguk. “Yaudah biar Mama ambilkan makan Amelia dulu.” “Suruh nanny saja, Ma. Mama temani Papa, kasihan Papa makan sendiri.” “Hmm, Amel yakin?” Anna menjadi bingung, Amelia mengangguk. “Ya udah Mama temani Papa dulu ya,” ujar Anna, ia memeluk d
Anna tersentak mendengar laporan Nanny, tadi ketika ia keluar kamar Amelia, gadis cilik itu masih tertidur pulas.“Apa sudah dicari di taman?” tanya Anna sambil berdiri.“Sudah Nyonya, di taman belakang, taman samping juga nggak ada, aku sedang menyuruh orang mencari di taman perumahan,” lapor Nanny.“Okay Nanny segera kabari aku ya,” ucap Anna. Wanita itu semakin khawatir, ia berjalan mondar mandir, namun ia berusaha untuk tetap tenang.Selang beberapa saat pelayan yang disuruh nanny kembali melaporkan, wajah nanny semakin tegang.“Nyonya, Nona Amel tidak ada di taman komplek,” lapor Nanny.“Ya Tuhan, apakah tidak ada yang melihat? Cepat tanya security,” perintah Anna, Nanny bergegas menemui security. Tidak berapa lama wanita itu pun kembali.“Nyonya, kata security tadi melihat Nona keluar katanya mau jalan-jalan, tidak boleh diikuti ingin sendiri,” ucap Nanny.“Nanny, cepat kerahkan orang untuk menelusuri setiap jalan perumahan ini, aku akan menelpon Willy mungkin Amel ada di san
Roda kehidupan terus berputar, mesin waktu pun terus berpacu. Hari demi hari berganti menjadi bulan, bulan pun terus berubah. Akhirnya kehamilan Anna pun genap 9 bulan.Seorang bayi laki-laki tampan telah dilahirkan, wajahnya sangat mirip dengan Harry, bak pinang dibelah dua. Anna merasa sangat takjub, ia benar-benar merasakan hidupnya menjadi sangat sempurna.Dulu, Anna selalu berpikir, menikah, lalu punya Anak, sangat merepotkan. Setiap hari hanya mengurus anak, sangat tidak bebas, itu sebabnya ia selalu berkeras menolak untuk menikah.Namun siapa sangka, berawal dari ide gilanya yang meminta lelaki yang tak dikenalnya itu untuk menikahinya. Ya, semua memang meluncur begitu saja tanpa ia pikirkan apa yang akan terjadi nantinya.Bermimpi pun tidak pernah, kalau ia akan menjadi istri seorang konglomerat berkebangsaan Inggris. Saat itu ia hanya asal meminta Harry menikahinya, yang dipikirkannya adalah bagaimana menyelamatkan sang nenek yang sedang koma.Siapa sangka, bak gayung bersam
“Ada apa Hubby?” tanya Anna melihat suaminya mematung setelah menerima panggilan telepon, “telepon dari mana?”Harry tidak menjawab, tapi kedua mata lelaki itu berkaca-kaca, ia langsung menatap Amelia dan bergegas memeluknya.“Sayang, Mommy …” Suara Harry terbata-bata seakan tak bisa lagi berbicara.“Ada apa dengan Sis Anne, Hubby?” potong Anna, ia menjadi cemas.Harry menghela napas panjang, ia berusaha mengatur berbagai perasaan yang bergejolak di hatinya, pria itu pun memeluk Amelia dan Anna. “Sis Anne … siuman.”“Apa? Mom sudah bangun?” Amelia seakan tidak percaya, Harry mengangguk.“Oh Tuhan!” Amelia langsung memeluk Harry dan Anna, tangis ketiganya pun pecah, tangis haru dan bahagia, sungguh tak bisa terucapkan dengan kata-kata.Begitu pun Nanny, wanita paruh baya itu tidak bisa lagi menahan tangisnya. Ia adalah saksi perjalanan keluarga ini, seketika terlintas semua kenangan masa lalu, saat-saat ia mulai mengasuh dua putra keluarga terkemuka ini, David dan Harry.Wanita itu
“Ada apa?” tanya Vincent kepada anak buahnya, “cepat periksa!”“Baik Boss” Pria itu pun bergegas, sementara Vincent membuka laci mejanya, mengeluarkan 2 buah pistol yang tergeletak di sana.“Gawat Boss!” ujar anak buah Vincent yang tadi melihat ke luar.“Ada apa?”“Kita sudah dikepung!” jawab lelaki itu terengah-engah.“Sial!” Vincent segera memeriksa monitor keamanan, baku tembak pun mulai terdengar.“Boss! Anda harus bersiap menyelamatkan diri, biar di sini anak-anak yang menghadapi.”“Ok, kamu kumpulkan bahan-bahan penting, cepat!”“Siap, Boss!” Tidak berapa lama keduanya pun masuk ke ruang rahasia.“Boss, bagaimana dengan Nona Rebecca?”“Ah tidak penting, kita tidak membutuhkannya, biar saja dia ditangkap tidak banyak juga informasi yang dia tahu.”“OK.” Keduanya pun memasuki lorong rahasia yang gelap dan sempit, namun lorong itu cukup panjang.Sementara itu pihak kepolisian terus merangsek masuk, baku tembak pun terdengar saling bersahutan, hal itu terdengar pula ke kamar Reb
Harry sangat cemas, berbagai bayangan buruk melintas begitu saja di benaknya, hal itu membuatnya jadi kurang fokus. Nyaris mobilnya menyenggol mobil lain.“Son, tenangkan dirimu. Jika kau tidak fokus seperti ini, akan sangat buruk dampaknya, sedapat mungkin kau harus menghindari guncangan.”Nanny mengingatkan Harry sambil menepuk bahu lelaki itu lembut. Harry menghela napas, lalu mengurangi kecepatan laju mobilnya.“Nyonya, apa rasanya kencang sekali?” tanya Nanny pada Anna sambil menletakan tangannya di atas perut Anna yang tidak mampu berbicara lagi, ia hanya mengangguk pada Nanny.“Oke, sepertinya kram perut, coba untuk rileks dan mengatur napas.” Anna kembali mengangguk, ia pun mengikuti intruksi Nanny.Tidak lama berselang mereka pun tiba di rumah sakit, Harry segera menggendong istrinya dan membawanya ke unit gawat darurat, tim dokter pun segera melakukan pemeriksaan.Harry sangat gugup, ia mondar-mandir gelisah. Nanny kembali menenagkannya, dan meminta anak asuhnya itu untuk d
Pelayan itu terengah-engah, nampak ia lari tergesa-gesa. “Ada apa?” tanya Nanny. Anna dan Amelia pun berhenti, ikut memperhatikan si pelayan.“Ada orang mabuk menabrak gerbang depan, ditegur security malah dia yang marah-marah dan minta ganti rugi.”Anna dan Nanny saling berpandangan sekilas, namun Nanny segera meminta izin kepada Anna untuk melihat ke luar.“Nyonya dan Nona tenang saja, biar saya yang urus,” ujar Nanny.“Okay, Nanny. Lihat saja kerusakannya, kalau dia minta ganti, bawa saja mobilnya ke bengkel, lalu panggil tukang untuk memperbaiki gerbang jika ada kerusakan.”“Baik Nyonya, saya permisi dulu.” Nanny pun bergegas ke luar diikuti pelayan tadi, Anna dan Amelia pun duduk sambil minum air putih.“Aneh ya, Ma. Masa dia yang menabrak malah minta ganti rugi sama kita.” Amelia berpendapat, mengomentari keributan yang dijelaskan sang pelayan.“Ya namanya orang cari keuntungan, bisa macam-macam, Sayang.” Anna tersenyum sambil meneguk air di botolnya.”Cari keuntungan?” Amel m
Postman gadungan itu tersentak, ia menoleh dan melihat ke samping. Seorang lelaki mengenakan jaket dan kaca mata hitam dengan wajah dingin menodongkan pistol ke arahnya,Sontak lelaki yang sedang membuka seragam petugas post itu menggigil ketakutan, ia mengikuti isyarat si penodong untuk masuk ke dalam mobil, yang berhenti tidak jauh dari mereka, lalu melaju meninggalkan tempat itu.Sedangkan di kediaman Barnes, Harry tiba di rumah setelah mendapat telepon dari Nanny, wanita itu segera menyerahkan surat kedua yang dikirim si penjahat. Ia semakin marah membaca isinya, namun Nanny mengingatkan agar Harry tenang dan menenangkan Anna yang masih syock karena membaca isi surat itu.Harry segera menemui Anna yang sedang duduk sendirian di kamar. Wanita itu terlihat sedang memikirkan sesuatu. Yah, Anna memang sedang berusaha memperkirakan berbagai kemungkinan, bahkan yang terburuk.Tidak dipungkiri, sebelum menikah Anna adalah seorang gadis tomboi yang pemberani, ia tidak gentar menghadapi
Anna dan Harry tertegun, memang lelaki gila itu terobsesi dengan Anna, dan itu bisa membuat dia melakukan apa pun, spontan Anna mengusap perutnya, sesungguhnya ia tidak gentar, hanya saja saat ini ia lebih memikirkan bayi di kandungannya. “Lalu apa yang harus kita lakukan?” tanya Anna menatap Harry dan Bobby. Harry menggenggam tangan Anna dengan erat. “Kamu tenang ya, Honey. Semua akan baik-baik saja.” Harry berusaha menenangkan Anna. “Itu benar, An, yang penting kau tetap selalu berada di rumah, kita akan memperketat keamanan di kediaman.” Bobby menimpali. “OK, aku percaya pada kalian,” jawab Anna sambil tersenyum. Bobby segera meninggalkan kediaman Barnes, Anna dan Harry pun kembali ke kamar tidur mereka, Harry menjadi sangat gelisah, namun ia berusaha untuk terlihat tenang di hadapan istrinya, hingga malam semakin larut matanya tidak juga bisa terpejam. “Hubby …” panggil Anna lirih. “Ya Honey, kenapa terbangun love,” sahut Harry sambil memeluk kembali istrinya yang terbangun
Nanny menyerahkan selembar amplop surat berwarna cokelat kepada Harry, lelaki itu membeku memeriksa amplop surat yang ditujukan kepada Nyonya Joanna Barnes, ia membolak balik namun tidak terdapat nama pengirimnya.Harry segera membuka amplop itu, lalu membuka secarik kertas yang isinya hanya beberapa kalimat.Hello Anna,Aku datang, bersiaplah sayangKamu adalah milikku selamanya.Tubuh Harry bergetar menahan marah, wajah pria itu merah padam, ia sduah bisa menebak siapa pengirimnya.“Nanny, Anna di mana?”“Nyonya sedang menemani Nona Amel belajar, ada tugas katanya.”“Nanny, jangan beritahu Anna mengenai surat ini, biar nanti aku yang menyampaikan,” pinta Harry.“Baik,” jawab Nanny, “tapi ada apa dear, kenapa kamu terlihat sangat marah dan gelisah?” tanya Nanny cemas, wanita itu adalah pengasuh Harry sejak masih kecil, ia sangat menyayangi Harry seperti anaknya sendiri.“Penjahat itu ada di sini Nanny, dia menginginkan keluargaku hancur, dia ingin merebut istriku.” Suara Harray be
Rebecca terkesiap, seorang wanita bertubuh tinggi langsing dengan mengenakan setelan brazer hitam-hitam mencekal lengan Rebecca dengan kuat. Ia meronta, namun tenaga wanita itu sangat kuat. “Lepas!” teriak Rebecca. Alih-alih melepas, wanita itu malah memutar tangan Rebecca ke belakang, spontan ia menjerit kesakitan. “Saya peringatkan! Jangan coba-coba mengganggu atau menyakiti Nona Amelia.” Suara wanita itu tegas, dengan tatapan dingin. “Siapa kamu?!” tanya Rebecca sambil meringis kesakitan. “Siapa saya, itu bukan urusan Anda,” tandas wanita itu. “Sudahlah Emma, jangan ladeni perempuan ular ini, ayo kita pulang.” Amelia menarik tangan wanita yang bernama Emma itu. Emma melepaskan Rebecca dan mendorong pelan wanita itu, namun cukup membuat Rebecca terhuyung-huyung. “Mari Nona,” ucap Emma, ia segera mengiringi Amelia. Rebecca masih terkesima, siapa perempuan itu? Tapi kemudian ia bergegas mengejar Amelia. “Amel, tunggu sayang? Tante mau bicara?” Namun Emma dengan sigap mengha