Willy segera mengikuti Jhon untuk melihat apa yang terjadi, namun bocah lelaki itu tersentak manakala melihat sessosok tubuh yang dibopong Jhon, matanya terbelalak. “Amel?!” teriak Willy tak percaya, “what’s up Jhon?” “Aku menemukan Amelia tergeletak pingsan di pinggir jalan dekat taman, karena hujan lebat aku langsung bawa ke mari,” sahut Jhon, “cepat panggil pelayan untuk mengganti pakaiannya, lalu berikan minuman hangat.” “Ok Jhon, thank’s udah nyelametin Amelia, kau juga segeralah berganti pakaian.” “No problem, Dude.” Jhon hendak beranjak, namun tiba-tiba terdengar bunyi ponsel berdering. Willy dan Jhon saling menatap, suara itu berasal dari dalam tas Amel. “Ponsel Amel,” ucap willy, “angkat Jhon, kemungkinan keluarga Amel sedang mencari.” Jhon membuka tas Amelia, lalu mengeluarkan ponsel dari tas gadis cilik itu. Sebuah panggilan masuk dari nomor tidak dikenal. “Helo,” sapa Jhon. Hening tidak ada jawaban, lalu panggilan pun terputus. “Bagaimana Jhon?” tanya Willy, Jhon m
“Apa? hak-hak apa yang Anda maksud? Anda tidak punya hak apa pun terhadap Amelia.” “Jelas saya punya hak, saya adalah satu-satunya saudara Anne Jordan, istri sah Davidson Barnes, Amelia adalah putri kandung Anne, saudara saya.” “Oh, jadi Anda mau menuntut hak asuh? Silahkan, Anda mau menuntut kemana? Satu hal, Anne Jordan masih hidup dan berada dalam tanggung jawab keluarga Barnes, Amelia pun berada dalam tanggung jawab keluarga Barnes, secuil pun ia tidak kehilangan hak-haknya.” Selesai berkata Bobby mematikan panggilan telepon, lelaki itu tersenyum lalu memutar rekaman percakapan, dan mengirimnya ke ponsel pribadinya. “Anda merekam percakapan tadi?” tanya Willy. “Tentu Boy, jangan pernah melewatkan sekecil apa pun kesempatan yang bisa dijadikan bukti.” Bobby berujar sambil tersenyum. “Tapi tadi Anda berpura-pura sebagai Tuan Barnes, apa dia nggak curiga?” “Perempuan itu belum pernah bertemu dengan Harry, jadi dia tidak tahu suara Harry,” sahut Bobby, “oya di mana kalian mend
Willy tertegun, ia tidak mengerti mengapa tiba-tiba Amelia menangis begitu sedih. Willy duduk di samping Amelia, direngkuhnya gadis cilik itu ke pundaknya, ia hanya diam, membiarkan sahabatnya itu menumpahkan kegundahannya. “Aku bingung Will ...” ucap Amel lirih, “aku sedih, sekarang aku merasa sendirian, aku nggak punya siapa-siapa, Daddy sudah tidak ada, Mommy koma ….” Willy tidak menjawab, ia menghela napas berat. “Kenapa kamu berpikir begitu, Mel?” sahut Willy setelah terdiam, “mengapa Amelia yang aku kenal tiba-tiba berubah asing begini?” “Maksudmu?” tanya Amelia sambil mengangkat kepalanya. “Mengapa tiba-tiba kamu merasa sendirian? Hanya dalam sekejap mengapa kamu bisa begitu saja melupakan orang yang sudah membesarkan kamu selama bertahun-tahun?” cecar Willy. Amelia tidak menjawab, gadis kecil itu duduk sambil memeluk lutut, ia benar-benar merasa gamang, terngiang di kepalanya ucapan Rebecca yang mengatakan Harry jahat, karena memisahkan Amelia dari ibunya. “Dia memang yan
Harry tertegun, entah mengapa ia merasakan kesedihan di hatinya melihat sikap Amelia seperti itu. Namun ia berusaha untuk mengerti, saat ini Amelia sangat gamang, ia belum bisa mengerti apa pun.Harry mencoba menutupi kesedihannya dengan tersenyum, ia ingat pesan Anna ketika akan berangkat tadi, agar ia bersabar menghadapi Amelia. Willy dan Jhon bisa menangkap apa yang dirasakan Harry, Jhon mempersilahkan Harry untuk duduk, begitu pun Amel, Willy menarik tangan gadis kecil itu untuk duduk di dekatnya, berhadapan dengan Harry.“OK, saya tidak akan berbasa-basi,” ucap Harry sambil menatap Amelia, “sekarang, apa yang Amel inginkan?”“Ceritakan semua tentang aku, jangan ada yang disembunyikan,” tegas Amel.Terdengar helaan napas berat Harry sebelum akhirnya ia berkata, “baiklah sayang, sebenarnya tidak ada sedikit pun niat untuk menyembunyikan masalah ini, Papa hanya menunggu waktu yang tepat untuk mengatakannya, menunggu Amel selesai sekolah dasar, baru akan menjelaskan semuanya pada Am
Seorang wanita dan seorang pria di belakang kemudi mengawasi sekitar, mereka sempat melihat Harry masuk ke rumah sakit bersama Amelia diikuti seorang bocah lelaki dan seorang pemuda.“Jadi itu yang namanya Harrison?” tanya Rebecca, lelaki di sampingnya mengangguk.“Ketika Anne menikah dengan David, dia masih sangat muda, masih remaja usianya belum ada 20 tahun.”“Sekarang pun masih sangat tampan, gagah dan yang penting kaya raya, sungguh lelaki yang sempurna.”“Ck, kamu mau apa, Reb? Dia sudah beristri.”“Memang kenapa kalau sudah beristri?” potong Rebecca, “aku datang ke mari mau mencicipi kekayaan suami Anne, tapi sekarang dia sudah meninggal, yang ada adiknya, bagus kan, jadi aku nggak menyakiti Anne.”Tommy terdiam, lelaki itu tidak berkata apa-apa lagi.“Kenapa Tom? Cemburu?” ledek Rebecca, “cinta aja nggak cukup, Tom. Kita butuh money, money yang banyak.” Tommy tidak menjawab, ia hanya melirik Rebecca.“Ok Tom, kamu tunggu di sini, aku mau ke dalam.”“Kamu mau menemui Amelia d
‘Apa sebenarnya yang terjadi dengan perawat bernama Alice itu? Mengapa dia tiba-tiba menghilang? Dan mengapa petugas informasi bilang tidak ada perawat yang bernama Alice? Jelas-jelas ia adalah perawat yang berjaga di ruangan Anne.’Rebecca bergelut sendiri dengan berbagai pertanyaan yang membingungkannya, ia tidak tahu jika perawat yang telah ia suap itu sudah tertangkap dan dipecat, hingga tiba-tiba Ners Alex datang menghampiri kedua perawat yang sedang bergosip itu.Ners Alexandra adalah salah satu perawat senior, ia telah lama bertugas di ruangan Anne. Rebecca melihat sekilas, ia mengenali, perawat yang baru datang itu yang ia lihat di ujung lorong ketika ia keluar dari ruangan Anne.“Hi, kalian lagi pada ngomongin apa?” sapa Alex kepada kedua perawat tadi.“Hi Ners Alex selamat siang,” balas salah seorang dari mereka, “ini Ners, tadi teman yang dibagian informasi memberitahu ada orang yang nanyain Alice?”“Oh, siapa? Laki-laki atau perempuan?”“Katanya sih perempuan, mungkin saud
Lelaki yang duduk itu berkata dengan meyakinkan, sambil mengepulkan asap dari mulut dan hidungnya ia tersenyum melirik lelaki yang mematung dingin di hadapannya. “Apa kau lupa, lelaki itu memang orang sini, kelahiran kota ini,” ujarnya, “dan perempuan itu sudah menikah dengannya, jadi ia tinggal di sini mengikuti suaminya.” “Hmm, bagus,” tandas lelaki yang berdiri itu. “Apa kau masih terobsesi dengan perempuan itu Eric?” Lelaki yang dipanggil Eric itu terdiam, perlahan ia berbalik menghadap lelaki yang duduk santai sambil merokok di belakangnya. “Obsesi, tentu saja,” ucapnya datar, “tapi ada yang lebih penting dari sekedar obsesi itu, Vincent!” wajah lelaki yang dipanggil Eric itu menatap Vincent dingin, namun ada letupan yang siap meledak di sana. “Hahaha, bagus!” gelak Vincent, “tidak sia-sia aku menyelamatkanmu, Eric. Hahahaha.” Lelaki yang bernama Vincent itu tertawa terbahak-bahak, sedangkan Eric hanya menatap lelaki di depannya itu nyaris tanpa ekspresi, ia pun bergegas hend
Vincent memperhatikan arah yang ditunjuk Eric, ia pun tertawa sambil mengangguk kecil. Seseorang mengenakan hoodie ke luar dari dalam mobil, dan diam-diam mengikuti Harry.“Sepertinya itu perempuan,” ujar Vincent yang diiyakan dengan anggukan oleh Eric.“Wah laki-laki itu laris sekali, banyak yang memburu hahaha.” Vincent terbahak-bahak, “kira-kira apa yang diinginkan ya?”“Ck, apalagi yang diinginkan perempuan murahan, kalau bukan harta,” sindir Eric.“Ya, ya, yaa, harta memang selalu menarik kaum menggemaskan itu,” timpal Vincent, “tapi, sepertinya kau bisa memanfaatkan peluang ini.”“Maksudnya?” tanya Eric “aku harus bekerjasama dengan perempuan itu?” “Mengapa tidak, tujuan kalian pasti sama.”“Nonsense! Aku sudah nggak mau lagi kerjasama dengan makhluk yang namanya perempuan.” Bantah Eric, “lagian tujuanku pasti beda.”“Mungkin tujuannya berbeda, tapi objeknya sama, kan?” tegas Vincent, tapi Eric tidak menjawab, pria itu hanya mendengus kesal.“Ok, okay! Sekarang kita jadi penont
Roda kehidupan terus berputar, mesin waktu pun terus berpacu. Hari demi hari berganti menjadi bulan, bulan pun terus berubah. Akhirnya kehamilan Anna pun genap 9 bulan.Seorang bayi laki-laki tampan telah dilahirkan, wajahnya sangat mirip dengan Harry, bak pinang dibelah dua. Anna merasa sangat takjub, ia benar-benar merasakan hidupnya menjadi sangat sempurna.Dulu, Anna selalu berpikir, menikah, lalu punya Anak, sangat merepotkan. Setiap hari hanya mengurus anak, sangat tidak bebas, itu sebabnya ia selalu berkeras menolak untuk menikah.Namun siapa sangka, berawal dari ide gilanya yang meminta lelaki yang tak dikenalnya itu untuk menikahinya. Ya, semua memang meluncur begitu saja tanpa ia pikirkan apa yang akan terjadi nantinya.Bermimpi pun tidak pernah, kalau ia akan menjadi istri seorang konglomerat berkebangsaan Inggris. Saat itu ia hanya asal meminta Harry menikahinya, yang dipikirkannya adalah bagaimana menyelamatkan sang nenek yang sedang koma.Siapa sangka, bak gayung bersam
“Ada apa Hubby?” tanya Anna melihat suaminya mematung setelah menerima panggilan telepon, “telepon dari mana?”Harry tidak menjawab, tapi kedua mata lelaki itu berkaca-kaca, ia langsung menatap Amelia dan bergegas memeluknya.“Sayang, Mommy …” Suara Harry terbata-bata seakan tak bisa lagi berbicara.“Ada apa dengan Sis Anne, Hubby?” potong Anna, ia menjadi cemas.Harry menghela napas panjang, ia berusaha mengatur berbagai perasaan yang bergejolak di hatinya, pria itu pun memeluk Amelia dan Anna. “Sis Anne … siuman.”“Apa? Mom sudah bangun?” Amelia seakan tidak percaya, Harry mengangguk.“Oh Tuhan!” Amelia langsung memeluk Harry dan Anna, tangis ketiganya pun pecah, tangis haru dan bahagia, sungguh tak bisa terucapkan dengan kata-kata.Begitu pun Nanny, wanita paruh baya itu tidak bisa lagi menahan tangisnya. Ia adalah saksi perjalanan keluarga ini, seketika terlintas semua kenangan masa lalu, saat-saat ia mulai mengasuh dua putra keluarga terkemuka ini, David dan Harry.Wanita itu
“Ada apa?” tanya Vincent kepada anak buahnya, “cepat periksa!”“Baik Boss” Pria itu pun bergegas, sementara Vincent membuka laci mejanya, mengeluarkan 2 buah pistol yang tergeletak di sana.“Gawat Boss!” ujar anak buah Vincent yang tadi melihat ke luar.“Ada apa?”“Kita sudah dikepung!” jawab lelaki itu terengah-engah.“Sial!” Vincent segera memeriksa monitor keamanan, baku tembak pun mulai terdengar.“Boss! Anda harus bersiap menyelamatkan diri, biar di sini anak-anak yang menghadapi.”“Ok, kamu kumpulkan bahan-bahan penting, cepat!”“Siap, Boss!” Tidak berapa lama keduanya pun masuk ke ruang rahasia.“Boss, bagaimana dengan Nona Rebecca?”“Ah tidak penting, kita tidak membutuhkannya, biar saja dia ditangkap tidak banyak juga informasi yang dia tahu.”“OK.” Keduanya pun memasuki lorong rahasia yang gelap dan sempit, namun lorong itu cukup panjang.Sementara itu pihak kepolisian terus merangsek masuk, baku tembak pun terdengar saling bersahutan, hal itu terdengar pula ke kamar Reb
Harry sangat cemas, berbagai bayangan buruk melintas begitu saja di benaknya, hal itu membuatnya jadi kurang fokus. Nyaris mobilnya menyenggol mobil lain.“Son, tenangkan dirimu. Jika kau tidak fokus seperti ini, akan sangat buruk dampaknya, sedapat mungkin kau harus menghindari guncangan.”Nanny mengingatkan Harry sambil menepuk bahu lelaki itu lembut. Harry menghela napas, lalu mengurangi kecepatan laju mobilnya.“Nyonya, apa rasanya kencang sekali?” tanya Nanny pada Anna sambil menletakan tangannya di atas perut Anna yang tidak mampu berbicara lagi, ia hanya mengangguk pada Nanny.“Oke, sepertinya kram perut, coba untuk rileks dan mengatur napas.” Anna kembali mengangguk, ia pun mengikuti intruksi Nanny.Tidak lama berselang mereka pun tiba di rumah sakit, Harry segera menggendong istrinya dan membawanya ke unit gawat darurat, tim dokter pun segera melakukan pemeriksaan.Harry sangat gugup, ia mondar-mandir gelisah. Nanny kembali menenagkannya, dan meminta anak asuhnya itu untuk d
Pelayan itu terengah-engah, nampak ia lari tergesa-gesa. “Ada apa?” tanya Nanny. Anna dan Amelia pun berhenti, ikut memperhatikan si pelayan.“Ada orang mabuk menabrak gerbang depan, ditegur security malah dia yang marah-marah dan minta ganti rugi.”Anna dan Nanny saling berpandangan sekilas, namun Nanny segera meminta izin kepada Anna untuk melihat ke luar.“Nyonya dan Nona tenang saja, biar saya yang urus,” ujar Nanny.“Okay, Nanny. Lihat saja kerusakannya, kalau dia minta ganti, bawa saja mobilnya ke bengkel, lalu panggil tukang untuk memperbaiki gerbang jika ada kerusakan.”“Baik Nyonya, saya permisi dulu.” Nanny pun bergegas ke luar diikuti pelayan tadi, Anna dan Amelia pun duduk sambil minum air putih.“Aneh ya, Ma. Masa dia yang menabrak malah minta ganti rugi sama kita.” Amelia berpendapat, mengomentari keributan yang dijelaskan sang pelayan.“Ya namanya orang cari keuntungan, bisa macam-macam, Sayang.” Anna tersenyum sambil meneguk air di botolnya.”Cari keuntungan?” Amel m
Postman gadungan itu tersentak, ia menoleh dan melihat ke samping. Seorang lelaki mengenakan jaket dan kaca mata hitam dengan wajah dingin menodongkan pistol ke arahnya,Sontak lelaki yang sedang membuka seragam petugas post itu menggigil ketakutan, ia mengikuti isyarat si penodong untuk masuk ke dalam mobil, yang berhenti tidak jauh dari mereka, lalu melaju meninggalkan tempat itu.Sedangkan di kediaman Barnes, Harry tiba di rumah setelah mendapat telepon dari Nanny, wanita itu segera menyerahkan surat kedua yang dikirim si penjahat. Ia semakin marah membaca isinya, namun Nanny mengingatkan agar Harry tenang dan menenangkan Anna yang masih syock karena membaca isi surat itu.Harry segera menemui Anna yang sedang duduk sendirian di kamar. Wanita itu terlihat sedang memikirkan sesuatu. Yah, Anna memang sedang berusaha memperkirakan berbagai kemungkinan, bahkan yang terburuk.Tidak dipungkiri, sebelum menikah Anna adalah seorang gadis tomboi yang pemberani, ia tidak gentar menghadapi
Anna dan Harry tertegun, memang lelaki gila itu terobsesi dengan Anna, dan itu bisa membuat dia melakukan apa pun, spontan Anna mengusap perutnya, sesungguhnya ia tidak gentar, hanya saja saat ini ia lebih memikirkan bayi di kandungannya. “Lalu apa yang harus kita lakukan?” tanya Anna menatap Harry dan Bobby. Harry menggenggam tangan Anna dengan erat. “Kamu tenang ya, Honey. Semua akan baik-baik saja.” Harry berusaha menenangkan Anna. “Itu benar, An, yang penting kau tetap selalu berada di rumah, kita akan memperketat keamanan di kediaman.” Bobby menimpali. “OK, aku percaya pada kalian,” jawab Anna sambil tersenyum. Bobby segera meninggalkan kediaman Barnes, Anna dan Harry pun kembali ke kamar tidur mereka, Harry menjadi sangat gelisah, namun ia berusaha untuk terlihat tenang di hadapan istrinya, hingga malam semakin larut matanya tidak juga bisa terpejam. “Hubby …” panggil Anna lirih. “Ya Honey, kenapa terbangun love,” sahut Harry sambil memeluk kembali istrinya yang terbangun
Nanny menyerahkan selembar amplop surat berwarna cokelat kepada Harry, lelaki itu membeku memeriksa amplop surat yang ditujukan kepada Nyonya Joanna Barnes, ia membolak balik namun tidak terdapat nama pengirimnya.Harry segera membuka amplop itu, lalu membuka secarik kertas yang isinya hanya beberapa kalimat.Hello Anna,Aku datang, bersiaplah sayangKamu adalah milikku selamanya.Tubuh Harry bergetar menahan marah, wajah pria itu merah padam, ia sduah bisa menebak siapa pengirimnya.“Nanny, Anna di mana?”“Nyonya sedang menemani Nona Amel belajar, ada tugas katanya.”“Nanny, jangan beritahu Anna mengenai surat ini, biar nanti aku yang menyampaikan,” pinta Harry.“Baik,” jawab Nanny, “tapi ada apa dear, kenapa kamu terlihat sangat marah dan gelisah?” tanya Nanny cemas, wanita itu adalah pengasuh Harry sejak masih kecil, ia sangat menyayangi Harry seperti anaknya sendiri.“Penjahat itu ada di sini Nanny, dia menginginkan keluargaku hancur, dia ingin merebut istriku.” Suara Harray be
Rebecca terkesiap, seorang wanita bertubuh tinggi langsing dengan mengenakan setelan brazer hitam-hitam mencekal lengan Rebecca dengan kuat. Ia meronta, namun tenaga wanita itu sangat kuat. “Lepas!” teriak Rebecca. Alih-alih melepas, wanita itu malah memutar tangan Rebecca ke belakang, spontan ia menjerit kesakitan. “Saya peringatkan! Jangan coba-coba mengganggu atau menyakiti Nona Amelia.” Suara wanita itu tegas, dengan tatapan dingin. “Siapa kamu?!” tanya Rebecca sambil meringis kesakitan. “Siapa saya, itu bukan urusan Anda,” tandas wanita itu. “Sudahlah Emma, jangan ladeni perempuan ular ini, ayo kita pulang.” Amelia menarik tangan wanita yang bernama Emma itu. Emma melepaskan Rebecca dan mendorong pelan wanita itu, namun cukup membuat Rebecca terhuyung-huyung. “Mari Nona,” ucap Emma, ia segera mengiringi Amelia. Rebecca masih terkesima, siapa perempuan itu? Tapi kemudian ia bergegas mengejar Amelia. “Amel, tunggu sayang? Tante mau bicara?” Namun Emma dengan sigap mengha