Seseorang mengenakan jaket hoodie dan masker serta kacamata hitam sedang memperhatikan Harry dan keluarganya sedari mereka di restoran. Diam-diam orang itu mengambil foto Harry dan keluarganya, hal itu tak disadari baik oleh Harry maupun Anna.Sementara itu Harry asik berwisata bersama keluarga kecilnya itu, mereka mengunjungi beberapa objek wisata di London yang sangat terkenal, namun hal itu menjadi pengalaman pertama dan luar biasa terutama buat Amelia."Sekarang kita mau ke mana, Pa?" tanya Amelia antusias."Hmm, kita akan ke Big Ben terus melihat pemandangan seluruh kota London dari angkasa dengan naik ke London Eye.""Wah sepertinya menarik, Pa. Ayo kita ke sana." Amelia tidak sabar ingin mengunjungi tempat yang disebutkan Papanya tadi."Baik Tuan putri." Harry pun segera melajukan mobilnya ke tempat yang sudah ia rencanakan."London eye itu apa, Pa? kok namanya aneh?" celetuk Amelia yang masih penasaran."Oh, itu kincir angin raksasa sayang, yang dari atasnya kita bisa melihat
“Apa? David?” terdengar jawaban seorang lelaki di ujung telepon, “mimpi kamu, Reb. David sudah meninggal 8 tahun lalu.”“Ah, aku tidak salah lihat, itu David, suami Anne.” Wanita itu bersikeras.“Ok, coba kirim fotonya,” pinta lelaki itu.“Okay, aku kirim ke email kamu, kebetulan tadi aku mengambil foto mereka.”“Mereka?” tanya lelaki itu.“Yup, David bersama wanita lain dan seorang anak kecil, apa mungkin dia menikah lagi?”“Omong kosong! Biar aku cek email dulu.”“Jangan lama-lama, aku mau tidur.”“O My Gosh, babby, itu bukan David!” seru lelaki di ujung telepon.“Bukan David?” wanita itu terdiam, “tapi wajahnya sama dengan foto suami Anne yang kau kirim dulu, Tom.”“Iya tapi bukan. Itu adiknya David, Harrison.”“Harrison?” ulang wanita itu, “lalu perempuan itu istrinya?”“Ya, Harrison adalah satu-satunya penerus keluarga Barnes. Setelah 3 tahun kematian David dia meninggalkan Inggris dan menetap di luar negeri.” Lelaki yang dipanggil Tom itu terdiam, “mengenai perempuan itu aku tid
Harry tersentak, spontan ia dan Anna saling memandang. Kini mereka baru ingat jika belum menuntaskan informasi mengenai Anne. Keduanya pun menghela napas berat.“Sayang, bukan begitu. Tentu saja Mommy Anna juga bagian keluarga Barnes.” Harry mencoba meluruskan.“Lalu kenapa tidak dimakamkan di sini? Di mana makam Mommy Anne?”Harry tidak menjawab, ia melirik Anna sekilas lalu masuk ke dalam mobil, Anna mengangguk lalu memeluk Amelia.“Sayang, yuk masuk dulu. Nanti papa akan ceritakan semuanya,” bujuk Anna. Amel mengangguk lalu masuk ke dalam mobil bersama Anna diikuti Nanny.Harry melajukan mobilnya meninggalkan area pemakaman, tak ada kata-kata yang keluar dari bibirnya, seolah lelaki itu sedang mengumpulkan kekuatan untuk berbicara.Begitu pun Anna dan Amelia, keduanya pun terdiam menunggu apa yang akan dikatakana Harry. Sedangkan Nanny hanya menjalankan kewajibannya menjadi pendengar setia.“Sayang, maafkan Papa karena belum sempat menjelaskan mengenai Mommy Anne. Kemaren terlalu
Gadis kecil itu tersenyum manis, matanya tertuju ke pintu yang tertutup. Perlahan ia menurunkan selimut lalu turun untuk mengambil ponselnya yang berada di meja. Ia mencari kontak teman barunya itu dan berniat untuk menghubungi, namun diurungkannya.Beberapa kali ia mencoba tapi diurungkan, hingga akhirnya ia memilih mengirim pesan singkat dibanding panggilan suara.[Hi Willy, Mamaku sudah mengizinkan. Jadi setengah 4 nanti aku akan datang, sampai jumpa]Setelah mengirimkan pesan singkat Amelia pun kembali merebahkan diri, tidak berapa lama gadis kecil itu tertidur dengan ponsel masih tergenggam di tangannya.Sedangkan Anna pergi menuju taman belakang, untuk menemani suaminya yang sedang duduk bersantai sambil membaca buku. Ia membawa 2 gelas orange juice dingin untuknya dan sang suami.“Amel sudah tidur, Hon?” tanya Harry setelah melihat Anna datang.“Sudah,” jawab Anna sambil menyodorkan gelas juice kepada suaminya.“Thank’s Honney,” ucap Harry sambil menerima gelas dari istrinya,
“Kamu yakin Tom di rumah sakit ini?” tanya wanita itu Nampak ragu, sebelumnya mereka sudah mencari di beberapa rumah sakit, namun nihil. “Yep, sembilan puluh Sembilan persen yakin. Ini adalah rumah sakit besar dan mahal, banyak orang-orang kaya yang berobat di sini.” “Tapi tadi petugas yang di depan sana bilang tidak tahu mengenai pasien yang koma 8 tahun lalu.” Wanita itu sedikit bingung, “apa jangan-jangan informasinya salah, Tom? Bagaimana kalau memang Anne sudah mati.” “Informasi yang kudapat itu dapat dipercaya, Reb.” Lelaki yang dipanggil Tom itu berkilah, “atau kamu mau aku datang ke kediaman Barnes dan bertanya langsung pada Tuan Harrison?” “Jangan Tom, rencana aku bisa berantakan nanti,” sergah wanita itu sambil cemberut. “Rencana?” ulang Tom bingung, “kamu punya rencana apa Rebbeca?” “Tergantung, bagaimana nanti setelah aku melihat Anne.” “Reb, jangan berulah macam-macam. Anne sudah banyak mengalah sama kamu dan ibumu, makanya dia pergi jauh ke sini. Biarkan kakakmu i
Wanita itu menatap lekat-lekat wajah Anne yang pucat dan terpejam, seulas seringai mengejek terlukis di wajahnya. “Anne yang malang, ternyata hanya sebegini hidupmu, dasar perempuan bodoh!” “Kamu lihat di sana. Sekarang perempuan lain yang menikmati kemewahan hidup di keluarga Barnes. Sedangkan kamu? Apa yang kamu lakukan di sini? Apa yang kamu dapat di sini? Cinta? Cinta suamimu yang sudah di neraka itu? Pergilah sana ke neraka! Susul suamimu, dasar pecundang!” Wanita itu kembali terdiam, wajahnya memerah menahan marah, tiba-tiba ia kembali menyeringai. “Seharusnya, kau kuasai itu kekayaan keluarga Barnes, kalau kakaknya mati, kan masih ada adiknya, dasar bodoh! Perempuan sampah!” makinya penuh amarah. “Tapi tenang Anne, kalau kamu tidak bisa dan tidak mau melakukannya, aku yang akan menggantikanmu.” Seulas senyum misterius terukir di bibir merahnya, ia menyentuh pipi pucat Anne dan mengusapnya, “kau akan jadi bidak caturku, Baby.” Perempuan itu terus berbalik, ia menghempaskan p
“Amelia Barnes … “ gumam wanita itu, “tidak salah lagi bocah yang kulihat beberapa waktu lalu itu, ternyata putri Anne.” Rebecca membuka kembali foto yang ia ambil diam-diam, foto Harry bersama Anna dan Amelia. Ia menzoom bagian Amelia, dan diamati dengan sungguh-sungguh, dan ternyata memang ada kemiripan antara Amelia dengan Anne. Rebecca tersenyum, ia seakan mendapatkan ide baru yang akan memuluskan rencananya. “Hello Babe, tumben masih pagi udah telpon. Kangen ya, apa masih kurang ciumanku semalam hehehe.” “Ck, tutup mulut baumu itu, Tom. Sekarang udah jam 10, cepat bangun terus jemput aku.” “Mau ke mana Rebecca?” “Ada urusan penting. Udah, dalam waktu 30 menit kamu harus sudah sampai di sini, oke. Aku mau mandi dulu. Tuut! Panggilan pun terputus. “Halo! Halo! Reb!” Tommy menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal, “Rebecca … Rebecca, aku harap kamu nggak melakukan hal-hal konyol lagi seperti dulu.” Lelaki itu terdiam, “tapi aku nggak bisa membiarkan kamu sendirian Reb, k
Willy terdiam, bocah lelaki sepuluh tahun itu memang suka dengan hal-hal yang terkait dengan pemecahan masalah. Meskipun baru sepuluh tahun, namun memiliki kecerdasan dan kemampuan menganalisa masalah dengan baik. Begitu pun Jhon, pemuda yang merupakan adik dari ibunya Willy ini juga memiliki ketertarikan yang sama dengan keponakannya, sehingga mereka kerap bekerjasama memecahkan kasus. “Kira-kira masalah apa yang sedang menunggu Amelia ya, Jhon?” Willy terlihat berpikir keras, ia memegang dagunya seperti sedang memahami sesuatu. “Sepertinya perempuan itu berniat memasuki kehidupan Tuan Barnes,” sahut Jhon. “Maksudmu ingin merusak rumah tangga orang tua Amelia?” “Benar,” jawab Jhon, “Tuan Harrison adalah salah satu pengusaha sukses, masih muda dan tampan, siapa yang nggak tertarik?” “Tapi apa hubungannya dengan Amelia?” “Jika orang ingin menghancurkan sesuatu, yang dicari apa?” tanya Jhon. “Celah atau kelemahan dari yang akan dihancurkan itu,” sahut Willy. “Yep. Dan sepertinya
Roda kehidupan terus berputar, mesin waktu pun terus berpacu. Hari demi hari berganti menjadi bulan, bulan pun terus berubah. Akhirnya kehamilan Anna pun genap 9 bulan.Seorang bayi laki-laki tampan telah dilahirkan, wajahnya sangat mirip dengan Harry, bak pinang dibelah dua. Anna merasa sangat takjub, ia benar-benar merasakan hidupnya menjadi sangat sempurna.Dulu, Anna selalu berpikir, menikah, lalu punya Anak, sangat merepotkan. Setiap hari hanya mengurus anak, sangat tidak bebas, itu sebabnya ia selalu berkeras menolak untuk menikah.Namun siapa sangka, berawal dari ide gilanya yang meminta lelaki yang tak dikenalnya itu untuk menikahinya. Ya, semua memang meluncur begitu saja tanpa ia pikirkan apa yang akan terjadi nantinya.Bermimpi pun tidak pernah, kalau ia akan menjadi istri seorang konglomerat berkebangsaan Inggris. Saat itu ia hanya asal meminta Harry menikahinya, yang dipikirkannya adalah bagaimana menyelamatkan sang nenek yang sedang koma.Siapa sangka, bak gayung bersam
“Ada apa Hubby?” tanya Anna melihat suaminya mematung setelah menerima panggilan telepon, “telepon dari mana?”Harry tidak menjawab, tapi kedua mata lelaki itu berkaca-kaca, ia langsung menatap Amelia dan bergegas memeluknya.“Sayang, Mommy …” Suara Harry terbata-bata seakan tak bisa lagi berbicara.“Ada apa dengan Sis Anne, Hubby?” potong Anna, ia menjadi cemas.Harry menghela napas panjang, ia berusaha mengatur berbagai perasaan yang bergejolak di hatinya, pria itu pun memeluk Amelia dan Anna. “Sis Anne … siuman.”“Apa? Mom sudah bangun?” Amelia seakan tidak percaya, Harry mengangguk.“Oh Tuhan!” Amelia langsung memeluk Harry dan Anna, tangis ketiganya pun pecah, tangis haru dan bahagia, sungguh tak bisa terucapkan dengan kata-kata.Begitu pun Nanny, wanita paruh baya itu tidak bisa lagi menahan tangisnya. Ia adalah saksi perjalanan keluarga ini, seketika terlintas semua kenangan masa lalu, saat-saat ia mulai mengasuh dua putra keluarga terkemuka ini, David dan Harry.Wanita itu
“Ada apa?” tanya Vincent kepada anak buahnya, “cepat periksa!”“Baik Boss” Pria itu pun bergegas, sementara Vincent membuka laci mejanya, mengeluarkan 2 buah pistol yang tergeletak di sana.“Gawat Boss!” ujar anak buah Vincent yang tadi melihat ke luar.“Ada apa?”“Kita sudah dikepung!” jawab lelaki itu terengah-engah.“Sial!” Vincent segera memeriksa monitor keamanan, baku tembak pun mulai terdengar.“Boss! Anda harus bersiap menyelamatkan diri, biar di sini anak-anak yang menghadapi.”“Ok, kamu kumpulkan bahan-bahan penting, cepat!”“Siap, Boss!” Tidak berapa lama keduanya pun masuk ke ruang rahasia.“Boss, bagaimana dengan Nona Rebecca?”“Ah tidak penting, kita tidak membutuhkannya, biar saja dia ditangkap tidak banyak juga informasi yang dia tahu.”“OK.” Keduanya pun memasuki lorong rahasia yang gelap dan sempit, namun lorong itu cukup panjang.Sementara itu pihak kepolisian terus merangsek masuk, baku tembak pun terdengar saling bersahutan, hal itu terdengar pula ke kamar Reb
Harry sangat cemas, berbagai bayangan buruk melintas begitu saja di benaknya, hal itu membuatnya jadi kurang fokus. Nyaris mobilnya menyenggol mobil lain.“Son, tenangkan dirimu. Jika kau tidak fokus seperti ini, akan sangat buruk dampaknya, sedapat mungkin kau harus menghindari guncangan.”Nanny mengingatkan Harry sambil menepuk bahu lelaki itu lembut. Harry menghela napas, lalu mengurangi kecepatan laju mobilnya.“Nyonya, apa rasanya kencang sekali?” tanya Nanny pada Anna sambil menletakan tangannya di atas perut Anna yang tidak mampu berbicara lagi, ia hanya mengangguk pada Nanny.“Oke, sepertinya kram perut, coba untuk rileks dan mengatur napas.” Anna kembali mengangguk, ia pun mengikuti intruksi Nanny.Tidak lama berselang mereka pun tiba di rumah sakit, Harry segera menggendong istrinya dan membawanya ke unit gawat darurat, tim dokter pun segera melakukan pemeriksaan.Harry sangat gugup, ia mondar-mandir gelisah. Nanny kembali menenagkannya, dan meminta anak asuhnya itu untuk d
Pelayan itu terengah-engah, nampak ia lari tergesa-gesa. “Ada apa?” tanya Nanny. Anna dan Amelia pun berhenti, ikut memperhatikan si pelayan.“Ada orang mabuk menabrak gerbang depan, ditegur security malah dia yang marah-marah dan minta ganti rugi.”Anna dan Nanny saling berpandangan sekilas, namun Nanny segera meminta izin kepada Anna untuk melihat ke luar.“Nyonya dan Nona tenang saja, biar saya yang urus,” ujar Nanny.“Okay, Nanny. Lihat saja kerusakannya, kalau dia minta ganti, bawa saja mobilnya ke bengkel, lalu panggil tukang untuk memperbaiki gerbang jika ada kerusakan.”“Baik Nyonya, saya permisi dulu.” Nanny pun bergegas ke luar diikuti pelayan tadi, Anna dan Amelia pun duduk sambil minum air putih.“Aneh ya, Ma. Masa dia yang menabrak malah minta ganti rugi sama kita.” Amelia berpendapat, mengomentari keributan yang dijelaskan sang pelayan.“Ya namanya orang cari keuntungan, bisa macam-macam, Sayang.” Anna tersenyum sambil meneguk air di botolnya.”Cari keuntungan?” Amel m
Postman gadungan itu tersentak, ia menoleh dan melihat ke samping. Seorang lelaki mengenakan jaket dan kaca mata hitam dengan wajah dingin menodongkan pistol ke arahnya,Sontak lelaki yang sedang membuka seragam petugas post itu menggigil ketakutan, ia mengikuti isyarat si penodong untuk masuk ke dalam mobil, yang berhenti tidak jauh dari mereka, lalu melaju meninggalkan tempat itu.Sedangkan di kediaman Barnes, Harry tiba di rumah setelah mendapat telepon dari Nanny, wanita itu segera menyerahkan surat kedua yang dikirim si penjahat. Ia semakin marah membaca isinya, namun Nanny mengingatkan agar Harry tenang dan menenangkan Anna yang masih syock karena membaca isi surat itu.Harry segera menemui Anna yang sedang duduk sendirian di kamar. Wanita itu terlihat sedang memikirkan sesuatu. Yah, Anna memang sedang berusaha memperkirakan berbagai kemungkinan, bahkan yang terburuk.Tidak dipungkiri, sebelum menikah Anna adalah seorang gadis tomboi yang pemberani, ia tidak gentar menghadapi
Anna dan Harry tertegun, memang lelaki gila itu terobsesi dengan Anna, dan itu bisa membuat dia melakukan apa pun, spontan Anna mengusap perutnya, sesungguhnya ia tidak gentar, hanya saja saat ini ia lebih memikirkan bayi di kandungannya. “Lalu apa yang harus kita lakukan?” tanya Anna menatap Harry dan Bobby. Harry menggenggam tangan Anna dengan erat. “Kamu tenang ya, Honey. Semua akan baik-baik saja.” Harry berusaha menenangkan Anna. “Itu benar, An, yang penting kau tetap selalu berada di rumah, kita akan memperketat keamanan di kediaman.” Bobby menimpali. “OK, aku percaya pada kalian,” jawab Anna sambil tersenyum. Bobby segera meninggalkan kediaman Barnes, Anna dan Harry pun kembali ke kamar tidur mereka, Harry menjadi sangat gelisah, namun ia berusaha untuk terlihat tenang di hadapan istrinya, hingga malam semakin larut matanya tidak juga bisa terpejam. “Hubby …” panggil Anna lirih. “Ya Honey, kenapa terbangun love,” sahut Harry sambil memeluk kembali istrinya yang terbangun
Nanny menyerahkan selembar amplop surat berwarna cokelat kepada Harry, lelaki itu membeku memeriksa amplop surat yang ditujukan kepada Nyonya Joanna Barnes, ia membolak balik namun tidak terdapat nama pengirimnya.Harry segera membuka amplop itu, lalu membuka secarik kertas yang isinya hanya beberapa kalimat.Hello Anna,Aku datang, bersiaplah sayangKamu adalah milikku selamanya.Tubuh Harry bergetar menahan marah, wajah pria itu merah padam, ia sduah bisa menebak siapa pengirimnya.“Nanny, Anna di mana?”“Nyonya sedang menemani Nona Amel belajar, ada tugas katanya.”“Nanny, jangan beritahu Anna mengenai surat ini, biar nanti aku yang menyampaikan,” pinta Harry.“Baik,” jawab Nanny, “tapi ada apa dear, kenapa kamu terlihat sangat marah dan gelisah?” tanya Nanny cemas, wanita itu adalah pengasuh Harry sejak masih kecil, ia sangat menyayangi Harry seperti anaknya sendiri.“Penjahat itu ada di sini Nanny, dia menginginkan keluargaku hancur, dia ingin merebut istriku.” Suara Harray be
Rebecca terkesiap, seorang wanita bertubuh tinggi langsing dengan mengenakan setelan brazer hitam-hitam mencekal lengan Rebecca dengan kuat. Ia meronta, namun tenaga wanita itu sangat kuat. “Lepas!” teriak Rebecca. Alih-alih melepas, wanita itu malah memutar tangan Rebecca ke belakang, spontan ia menjerit kesakitan. “Saya peringatkan! Jangan coba-coba mengganggu atau menyakiti Nona Amelia.” Suara wanita itu tegas, dengan tatapan dingin. “Siapa kamu?!” tanya Rebecca sambil meringis kesakitan. “Siapa saya, itu bukan urusan Anda,” tandas wanita itu. “Sudahlah Emma, jangan ladeni perempuan ular ini, ayo kita pulang.” Amelia menarik tangan wanita yang bernama Emma itu. Emma melepaskan Rebecca dan mendorong pelan wanita itu, namun cukup membuat Rebecca terhuyung-huyung. “Mari Nona,” ucap Emma, ia segera mengiringi Amelia. Rebecca masih terkesima, siapa perempuan itu? Tapi kemudian ia bergegas mengejar Amelia. “Amel, tunggu sayang? Tante mau bicara?” Namun Emma dengan sigap mengha