Anna tertegun, ada seorang wanita yang mencarinya sambil menangis, siapa? apa teman-teman Anna? tapi sepertinya teman-teman dia nggak ada yang seperti itu.Teman-teman Anna hampir kebanyakan sama seperti dia, bukan tipikal gadis cengeng yang gampang mewek. Kalaupun ada masalah besar pasti akan call dia dan chat dari hati ke hati, ujung-ujungnya mereka akan ngetrack atau balapan, atau juga teriak-teriak di pantai yang berombak tinggi."Siapa Ma?" tanya Anna pada akhirnya."Mama juga nggak kenal, dia tidak bilang siapa namanya hanya bilang teman kamu," jawab Mama mengecilkan volume suaranya."Oke, Ma. Suruh tunggu ya, Anna akan segera ke sana."Usai mematikan panggilan mamanya, Anna menatap Amelia yang masih asik bermain."Sayang mau ikut ke rumah nenek, Gak?""Ke rumah nenek?" beo Amel, "mau-mau, Amel sudah kangen sama nenek dan nenek buyut."Keduanya pun segera meluncur ke rumah orang tua Anna. Setiba di ruang tamu, Anna tertegun melihat seorang wanita dengan wajah yang sendu, matanya
"Silahkan duduk, Pak Rudi," ucap lelaki itu mempersilahkan, "yang pasti saya bukan berniat jahat, apalagi menjebak."Perlahan Pak Rudi pun duduk, ia mengamati pria dihadapannya dengan waspada."Gimana Pak Rudi, apakah sudah ada perkembangan mengenai kasus bapak?" tanya lelaki itu.Terdengar helaan napas Pak Rudi, sambil menggeleng."Apa Bapak mau tahu siapa yang sudah menjebak bapak?" tanya lelaki itu lagi."Menjebak saya?" tanya Pak Rudi heran."Oh, bapak tidak yakin jika bapak dijebak?" tanya lelaki itu, "berarti bapak mengakui itu sebagai perbuatan bapak?""Omong kosong! saya tidak pernah melakukan perbuatan itu," ujar Pak Rudi Emosi, "saya hanya heran, mengapa saya dijebak?""Banyak hal yang meyebabkan seseorang menjebak orang lain, diantaranya karena dendam, untuk kepentingan pribadi, atau untuk membela diri.""Tapi saya tidak pernah menyinggung siapa pun," ujar Pak Rudi."Jika bapak tidak menyinggung siapa pun, berarti bapak dijebak untuk kepentingan pribadi orang itu atau unt
Nyonya Fika menggeleng. "Mama tidak kenal orang-orang Barnesia, tapi Mama punya teman yang merupakan salah satu orang Barnesia.""Teman?" Pak Rudi keheranan, "maksudnya siapa, Ma?""Mama kan pernah cerita kalau mama secara tidak sengaja bertemu dengan Nona Joanna, kami merasa cocok dan berteman hingga sekarang.""Oh, Nona Joanna pemilik emily boutique," ujar Pak Rudi, "ya, memang emily boutique sekarang sudah bergabung dengan Barnesia.""Bukan hanya itu Pa, ternyata Nona Joanna juga adalah kekasihnya Tuan Harryson Barnes.""Ha? kekasih Tuan Harryson Barnes, pemikik Barnesia?" tanya Pak Rudi terkejut."Ya, itu benar," jawab Nyonya Fika sambil mengangguk."Sebentar ... berarti ..." Pak Rudi tampak berpikir keras."Benar, Pa. Lelaki yang menemui Papa itu adalah Tuan Harry, karena dia bilang sama Papa jika ia melakukan ini untuk melindungi kekasihnya, tidak salah lagi itu dia.""Benarkah, Ma?" pak Rudi nampak linglung, "benarkah Pak Harry langsung yang menemui Papa?""Seratus persen Mama
Wanita itu segera mengambil ponsel, dan memotret Amelia beberapa kali, lalu mengirimkannya pada seseorang.Amelia melanjutkan membaca tulisannya dengan suara yang jernih dan menggemaskan;Aku adalah AmeliaPeri kecil yang dibesarkan di dunia ini, tanpa kehadiran seorang mama.Papaku adalah seorang laki-laki hebat.Papa membesarkanku dengan tangannya sendiri, mencurahkan seluruh cinta dan hidupnya untukku.Namun begitu, aku selalu merindukan seorang mama ...Tak lengkap rasanya hidup ini tanpa mama ...[...]Amelia terdiam sesaat, wajahnya terlihat sendu, ia menatap lurus pada Anna yang sudah meneteskan air mata sedari tadi. Harry segera menggenggam tangan Anna, untuk menenangkannya. Suasana di ruangan itu berubah sendu, semua wanita yang hadir menitikkan air mata.Siang dan malam aku meminta pada Tuhan, agar mengirimkan seorang mama yang baik untukku.Dan Tuhan Yang Penyayang selalu mendengarkan doaku.DIA mengirim seorang wanita cantik yang berhati mulia, kepadaku dan Papa.Mama ...
Akhirnya mereka tiba di tempat yang di tuju, sebuah tempat outbound lengkap untuk anak dan dewasa yang bisa dilakukan secara tim ataupun perorangan. Hanya saja area untuk anak-anak dan dewasa terpisah.Amelia sangat senang, semenjak ia mengenal Anna dan belajar olahraga karate, anak itu tumbuh menjadi gadis kecil yang pemberani, ia selalu mengidolakan Anna yang pemberani dan tidak lemah."Pa, Ma. Amel mau coba flying fox." teriak Amel bersemangat."Wah, Amel nggak takut ketinggian?" tanya Harry sedikit khawatir, karena ini adalah kali pertamanya Amelia mencoba kegiatan yang menantang itu."Nggak Pa, tapi Amel mau lihat Mama dulu.""Oh, oke sayang, nggak masalah, itu aman kok, karena kita memakai alat pengaman, Amel sama Papa tunggu di sini ya."Anna bergegas untuk mengantri, ia sangat senang karena sudah lama tidak melakukan kegiatan outbound seperti ini. Ia sudah tidak canggung lagi dengan berbagai peralatan outdoor, maka tanpa bantuan instruktur pun ia mampu memasang sendiri.Anna s
Anna dan Harry terperanjat mendengar laporan sang instruktur. "Benar, kami sudah mencari di tempat antrean dan di tempat menunggu, saya kira ada di sini." "Tapi Amelia belum ke mari sedari tadi, kami kira masih menunggu giliran," sahut Anna khawatir. Anna dan Harry saling bertatapan, ada kecemasan dan kepanikan di mata keduanya, sontak mereka bergegas mencari Amelia di sekitar arena permainan. Namun tidak ditemukan. Anna dan Harry sudah berpencar, namun masih belum menemukan juga. Harry segera menghubungi pihak pengelola, dan meminta dilakukan penyisisran ke seluruh area, ia akan membayar berapapun untuk konsekuensinya. Pihak pengelola pun mengerahkan seluruh karyawannya untuk melakukan penyusuran, kegiatan hari itu pun dihentikan, namun sampai sore menjelang, Amelia tidak juga ditemukan. Harry meminta pengelola untuk menahan semua karyawan yang bertugas hari itu, tidak ada yang boleh pulang, guna dilakukan interogasi. Anna terduduk lemas, tubuhnya gemetar. Ia menahan marah sek
"Amel!" teriak Harry."Hahaha, tenang Tuan Harry." Terdengar suara tawa penelepon itu."Brengsek! jangan sentuh putriku!" bentak Harry, "apa yang kalian inginkan?""Tenang Tuan Harry," ucap penelepon itu, "jika ingin putrimu selamat turuti saja perintahku.""Katakan!""Ada dua hal yang harus Anda lakukan.""Cepat katakan!" bentak Harry kesal."Pertama, bawa Joanna ke mari dalam keadaan terikat.""Kedua?!""Kedua, berhenti dan jangan ikut campur kasus kematian Elsa.""Oke, setuju. Tapi ingat jangan sakiti putriku.""Tenang Tuan Harry, tapi ingat kamu harus datang sendiri, tanpa anak buah apalagi polisi.""Oke, tapi beri aku waktu sampai besok, karena aku harus memperdaya Anna dulu, baru bisa mengikatnya.""Hahaha, aku suka caramu, gadis itu memang nakal, kalau tidak diperdaya dia pasti akan melawan, tapi itu yang membuat aku makin bernapsu untuk memilikinya, hahaha.""Sudahlah Ardi, besok kau akan mendapatkan apa yang kau inginkan, tapi ingat! jangan sentuh putriku.""Hahaha tenang, ak
Terdengar suara dentuman keras, namun entah darimana asalnya. Anna terperanjat, refleks ia melompat mendekati Harry. "Mas, ada apa?" tanya Anna khawatir, "seperti suara bom." "Nggak tahu, kita tunggu Bobby aja," sahut Harry sambil tersenyum, melihat Anna yang memegang lengannya, "kenapa? takut?" Anna tersadar dari keterkejutannya, ia segera melepas lengan Harry dengan malu, namun pria itu menarik Anna ke pelukannya membuat gadis itu tak berdaya, merasakan degup jantungnya yang tak menentu. "Anna, berjanjilah. Apapun yang terjadi, kamu akan selalu ada untuk aku dan Amelia," bisik Harry lembut. Suara itu bagaikan magis yang memikat hati gadis itu, yang membuatnya membeku, manakala wajah tampan itu menyentuh bibirnya dengan lembut. Seketika gadis itu merasakan kehangatan yang menyentuh hatinya, perlahan namun pasti ketakutannya pun lenyap, ruang-ruang kosong di hatinya mulai terisi. Kini ia telah mantap pada perasaannya sendiri, pada kenyataan bahwa Amelia dan Harry adalah bagian hid
Roda kehidupan terus berputar, mesin waktu pun terus berpacu. Hari demi hari berganti menjadi bulan, bulan pun terus berubah. Akhirnya kehamilan Anna pun genap 9 bulan.Seorang bayi laki-laki tampan telah dilahirkan, wajahnya sangat mirip dengan Harry, bak pinang dibelah dua. Anna merasa sangat takjub, ia benar-benar merasakan hidupnya menjadi sangat sempurna.Dulu, Anna selalu berpikir, menikah, lalu punya Anak, sangat merepotkan. Setiap hari hanya mengurus anak, sangat tidak bebas, itu sebabnya ia selalu berkeras menolak untuk menikah.Namun siapa sangka, berawal dari ide gilanya yang meminta lelaki yang tak dikenalnya itu untuk menikahinya. Ya, semua memang meluncur begitu saja tanpa ia pikirkan apa yang akan terjadi nantinya.Bermimpi pun tidak pernah, kalau ia akan menjadi istri seorang konglomerat berkebangsaan Inggris. Saat itu ia hanya asal meminta Harry menikahinya, yang dipikirkannya adalah bagaimana menyelamatkan sang nenek yang sedang koma.Siapa sangka, bak gayung bersam
“Ada apa Hubby?” tanya Anna melihat suaminya mematung setelah menerima panggilan telepon, “telepon dari mana?”Harry tidak menjawab, tapi kedua mata lelaki itu berkaca-kaca, ia langsung menatap Amelia dan bergegas memeluknya.“Sayang, Mommy …” Suara Harry terbata-bata seakan tak bisa lagi berbicara.“Ada apa dengan Sis Anne, Hubby?” potong Anna, ia menjadi cemas.Harry menghela napas panjang, ia berusaha mengatur berbagai perasaan yang bergejolak di hatinya, pria itu pun memeluk Amelia dan Anna. “Sis Anne … siuman.”“Apa? Mom sudah bangun?” Amelia seakan tidak percaya, Harry mengangguk.“Oh Tuhan!” Amelia langsung memeluk Harry dan Anna, tangis ketiganya pun pecah, tangis haru dan bahagia, sungguh tak bisa terucapkan dengan kata-kata.Begitu pun Nanny, wanita paruh baya itu tidak bisa lagi menahan tangisnya. Ia adalah saksi perjalanan keluarga ini, seketika terlintas semua kenangan masa lalu, saat-saat ia mulai mengasuh dua putra keluarga terkemuka ini, David dan Harry.Wanita itu
“Ada apa?” tanya Vincent kepada anak buahnya, “cepat periksa!”“Baik Boss” Pria itu pun bergegas, sementara Vincent membuka laci mejanya, mengeluarkan 2 buah pistol yang tergeletak di sana.“Gawat Boss!” ujar anak buah Vincent yang tadi melihat ke luar.“Ada apa?”“Kita sudah dikepung!” jawab lelaki itu terengah-engah.“Sial!” Vincent segera memeriksa monitor keamanan, baku tembak pun mulai terdengar.“Boss! Anda harus bersiap menyelamatkan diri, biar di sini anak-anak yang menghadapi.”“Ok, kamu kumpulkan bahan-bahan penting, cepat!”“Siap, Boss!” Tidak berapa lama keduanya pun masuk ke ruang rahasia.“Boss, bagaimana dengan Nona Rebecca?”“Ah tidak penting, kita tidak membutuhkannya, biar saja dia ditangkap tidak banyak juga informasi yang dia tahu.”“OK.” Keduanya pun memasuki lorong rahasia yang gelap dan sempit, namun lorong itu cukup panjang.Sementara itu pihak kepolisian terus merangsek masuk, baku tembak pun terdengar saling bersahutan, hal itu terdengar pula ke kamar Reb
Harry sangat cemas, berbagai bayangan buruk melintas begitu saja di benaknya, hal itu membuatnya jadi kurang fokus. Nyaris mobilnya menyenggol mobil lain.“Son, tenangkan dirimu. Jika kau tidak fokus seperti ini, akan sangat buruk dampaknya, sedapat mungkin kau harus menghindari guncangan.”Nanny mengingatkan Harry sambil menepuk bahu lelaki itu lembut. Harry menghela napas, lalu mengurangi kecepatan laju mobilnya.“Nyonya, apa rasanya kencang sekali?” tanya Nanny pada Anna sambil menletakan tangannya di atas perut Anna yang tidak mampu berbicara lagi, ia hanya mengangguk pada Nanny.“Oke, sepertinya kram perut, coba untuk rileks dan mengatur napas.” Anna kembali mengangguk, ia pun mengikuti intruksi Nanny.Tidak lama berselang mereka pun tiba di rumah sakit, Harry segera menggendong istrinya dan membawanya ke unit gawat darurat, tim dokter pun segera melakukan pemeriksaan.Harry sangat gugup, ia mondar-mandir gelisah. Nanny kembali menenagkannya, dan meminta anak asuhnya itu untuk d
Pelayan itu terengah-engah, nampak ia lari tergesa-gesa. “Ada apa?” tanya Nanny. Anna dan Amelia pun berhenti, ikut memperhatikan si pelayan.“Ada orang mabuk menabrak gerbang depan, ditegur security malah dia yang marah-marah dan minta ganti rugi.”Anna dan Nanny saling berpandangan sekilas, namun Nanny segera meminta izin kepada Anna untuk melihat ke luar.“Nyonya dan Nona tenang saja, biar saya yang urus,” ujar Nanny.“Okay, Nanny. Lihat saja kerusakannya, kalau dia minta ganti, bawa saja mobilnya ke bengkel, lalu panggil tukang untuk memperbaiki gerbang jika ada kerusakan.”“Baik Nyonya, saya permisi dulu.” Nanny pun bergegas ke luar diikuti pelayan tadi, Anna dan Amelia pun duduk sambil minum air putih.“Aneh ya, Ma. Masa dia yang menabrak malah minta ganti rugi sama kita.” Amelia berpendapat, mengomentari keributan yang dijelaskan sang pelayan.“Ya namanya orang cari keuntungan, bisa macam-macam, Sayang.” Anna tersenyum sambil meneguk air di botolnya.”Cari keuntungan?” Amel m
Postman gadungan itu tersentak, ia menoleh dan melihat ke samping. Seorang lelaki mengenakan jaket dan kaca mata hitam dengan wajah dingin menodongkan pistol ke arahnya,Sontak lelaki yang sedang membuka seragam petugas post itu menggigil ketakutan, ia mengikuti isyarat si penodong untuk masuk ke dalam mobil, yang berhenti tidak jauh dari mereka, lalu melaju meninggalkan tempat itu.Sedangkan di kediaman Barnes, Harry tiba di rumah setelah mendapat telepon dari Nanny, wanita itu segera menyerahkan surat kedua yang dikirim si penjahat. Ia semakin marah membaca isinya, namun Nanny mengingatkan agar Harry tenang dan menenangkan Anna yang masih syock karena membaca isi surat itu.Harry segera menemui Anna yang sedang duduk sendirian di kamar. Wanita itu terlihat sedang memikirkan sesuatu. Yah, Anna memang sedang berusaha memperkirakan berbagai kemungkinan, bahkan yang terburuk.Tidak dipungkiri, sebelum menikah Anna adalah seorang gadis tomboi yang pemberani, ia tidak gentar menghadapi
Anna dan Harry tertegun, memang lelaki gila itu terobsesi dengan Anna, dan itu bisa membuat dia melakukan apa pun, spontan Anna mengusap perutnya, sesungguhnya ia tidak gentar, hanya saja saat ini ia lebih memikirkan bayi di kandungannya. “Lalu apa yang harus kita lakukan?” tanya Anna menatap Harry dan Bobby. Harry menggenggam tangan Anna dengan erat. “Kamu tenang ya, Honey. Semua akan baik-baik saja.” Harry berusaha menenangkan Anna. “Itu benar, An, yang penting kau tetap selalu berada di rumah, kita akan memperketat keamanan di kediaman.” Bobby menimpali. “OK, aku percaya pada kalian,” jawab Anna sambil tersenyum. Bobby segera meninggalkan kediaman Barnes, Anna dan Harry pun kembali ke kamar tidur mereka, Harry menjadi sangat gelisah, namun ia berusaha untuk terlihat tenang di hadapan istrinya, hingga malam semakin larut matanya tidak juga bisa terpejam. “Hubby …” panggil Anna lirih. “Ya Honey, kenapa terbangun love,” sahut Harry sambil memeluk kembali istrinya yang terbangun
Nanny menyerahkan selembar amplop surat berwarna cokelat kepada Harry, lelaki itu membeku memeriksa amplop surat yang ditujukan kepada Nyonya Joanna Barnes, ia membolak balik namun tidak terdapat nama pengirimnya.Harry segera membuka amplop itu, lalu membuka secarik kertas yang isinya hanya beberapa kalimat.Hello Anna,Aku datang, bersiaplah sayangKamu adalah milikku selamanya.Tubuh Harry bergetar menahan marah, wajah pria itu merah padam, ia sduah bisa menebak siapa pengirimnya.“Nanny, Anna di mana?”“Nyonya sedang menemani Nona Amel belajar, ada tugas katanya.”“Nanny, jangan beritahu Anna mengenai surat ini, biar nanti aku yang menyampaikan,” pinta Harry.“Baik,” jawab Nanny, “tapi ada apa dear, kenapa kamu terlihat sangat marah dan gelisah?” tanya Nanny cemas, wanita itu adalah pengasuh Harry sejak masih kecil, ia sangat menyayangi Harry seperti anaknya sendiri.“Penjahat itu ada di sini Nanny, dia menginginkan keluargaku hancur, dia ingin merebut istriku.” Suara Harray be
Rebecca terkesiap, seorang wanita bertubuh tinggi langsing dengan mengenakan setelan brazer hitam-hitam mencekal lengan Rebecca dengan kuat. Ia meronta, namun tenaga wanita itu sangat kuat. “Lepas!” teriak Rebecca. Alih-alih melepas, wanita itu malah memutar tangan Rebecca ke belakang, spontan ia menjerit kesakitan. “Saya peringatkan! Jangan coba-coba mengganggu atau menyakiti Nona Amelia.” Suara wanita itu tegas, dengan tatapan dingin. “Siapa kamu?!” tanya Rebecca sambil meringis kesakitan. “Siapa saya, itu bukan urusan Anda,” tandas wanita itu. “Sudahlah Emma, jangan ladeni perempuan ular ini, ayo kita pulang.” Amelia menarik tangan wanita yang bernama Emma itu. Emma melepaskan Rebecca dan mendorong pelan wanita itu, namun cukup membuat Rebecca terhuyung-huyung. “Mari Nona,” ucap Emma, ia segera mengiringi Amelia. Rebecca masih terkesima, siapa perempuan itu? Tapi kemudian ia bergegas mengejar Amelia. “Amel, tunggu sayang? Tante mau bicara?” Namun Emma dengan sigap mengha