Halo kalian pasti sudah mengenal saya,, Deva Ishan Zibrano. Untuk kali ini biarkan saya bercerita bagaimana kesan pertama saya bertamu dengan Dena,, perempuan yang saat ini menjadi istri saya.
Hari itu di ruanganku,, Ceklek,, "Apa kamu tidak punya sopan santun langsung masuk begitu saja?!" ucapku tajam. "Apa hal itu juga berlaku sama Mama?" mendengar suara wanita kecintaannya itu seketika ia mengangkat wajah dari berkas-berkas di depannya. "Mama?" bangkit dari dudukku mendekati sang Mama menggiring ibundanya itu duduk di sofa yang ada di ruanganku. "Mama ada apa ke sini?" "Memangnya Mama gak boleh ke sini?" "Bukan begitu,," "Ahh sudahlah Mama ke sini cuman mau bilang sesuatu sama kamu" "Mama mau bilang apa kenapa gak telfon Deva saja?" "Tidak Mama mau bicara secara langsung karena ini sangat penting" "Apa Ma?" memang apa yang sangat penting sampai Mamanya itu jauh-jauh nyamper dirinya secara langsung? "Mama sama Papa sudah sepakat untuk menjodohkan kamu dengan anak teman kami" "Apa?!" reflek dirinya berseru. Apa-apaan memang dirinya gak laku sampai harus dijodohkan segala. "Deva gak salah dengar Mama mau menjodohkan Deva?" "Benar kamu gak salah dengar Mama sama Papa memang mau menjodohkan kamu" "Tapi Ma Deva bisa cari istri sendiri gak perlu dijodoh-jodohkan seperti ini" "Memang sekarang saat ini kamu sudah ada calon kalau ada Mama bakal batalkan perjodohan ini" "Ehmm gak ada sih" "Yaudah,," sang Mama yang awalnya tersenyum wajahnya berubah datar,, "Jadi kamu dilarang menolak!!" tegasnya. "Gak ada tapi-tapian pokoknya nanti kita bakal berangkat jam 7 ke rumah teman Mama dan Papa!!" "Kalau begitu Mama pergi dulu" ibundanya itu segera pergi tanpa memberinya kesempatan untuk protes. ... Dan akhirnya dirinya datang ke acara perjodohan itu,, duduk diam di kursi belakang sedangkan kedua orang tuanya duduk di depan. Pikirannya penuh dengan kira-kira seperti apa perempuan yang akan dijodohkan dengannya. Apa dia cantik? baik? atau bagaimana? Mobil yang mereka tumpangi pun berhenti di sebuah rumah. Sepertinya ini rumahnya. Mereka pun turun lalu sang Mama mengetuk pintu rumahnya dan tak lama pintu terbuka menampilkan seorang perempuan cantik,, kulitnya putih. Dirinya sampai menganga melihat perempuan itu saking cantiknya. "Permisi ini rumah Anggun dan Galih bukan?" "Ohh benar Tante ini,,?" "Saya teman mereka" "Ohh Tante teman Mami sama Papi,, silahkan masuk Om dan Tante" "Terima kasih cantik" "Deva ayo jangan bengong aja kamu terpesona ya?" goda Mamanya itu. "Gak apaan sih" gengsi sekali mengakui kalau dirinya memang terpesona dengan kecantikan perempuan itu. Apa dia yang bakal dijodohkan dengan dirinya ya? "Halo Jeng Anggun apa kabar sudah lama ya kita tidak bertemu?" "Baik Jeng kamu sendiri apa kabar? memang sudah lama 5 tahun lalu kayaknya kita terakhir bertemu" "Aku juga baik. Ehh ini anakmu si Dena itu kan?" "Aduhh iya Jeng ini Dena yang dulu suka ngompol itu" "Mi!!" sekuat tenaga ia menahan tawa melihat wajah malu perempuan itu. "Ihh apaan sih memang benar kok dulu kamu itu suka ngompol,, itu fakta!!" "Ya tapi jangan dibongkar di depan banyak orang gini dong malu tau" protes dia. Dia lucu sekali apalagi pas malu-malu begitu,, gemas pengen gigit,, ehhh apa yang dirinya pikirkan ini. "Halah biasanya kamu malu-maluin aja sok-sokan malu sekarang" astaga mereka kocak banget,, rasanya ia tak sanggup menahan tawa lagi. "Ishh Mami mah,," Wajah ngambeknya juga lucu. Rasanya ia ketagihan melihat berbagai ekspresi yang perempuan itu tampilkan. "Ohh iya ini anakmu Deva itukan?" "Benar,," "Halo Tante saya Deva" cepat-cepat dirinya maju menyalami tangan teman Mama itu sebelum sang Mama ikut-ikutan membuka aibnya. Kan tengsin ada perempuan yang akan dijodohkan dengannya di sini nanti dia ilfil lagi. "Ayo-ayo kita makan dulu!!" Akhirnya mereka pun setelah itu makan dan ia lagi-lagi tak bisa mengalihkan pandangan dari dia. Entah kenapa semua hal yang dia lakukan sangat menarik perhatiannya,, dia lucu,, imut menggemaskan sekali. Asik memandangi Dena yang tengah makan tiba-tiba wanita yang telah melahirkannya itu menyenggol lengannya lalu berbisik pelan,, "Jangan dilihatin terus" godanya. "Apaan sih Ma aku gak lagi lihatin dia ya" elakku. "Okay lah" ia tau Mamanya tak percaya dengan yang ia ucapkan. Makan malam pun telah usai semua makanan dan piring-piring bekas makan mereka pun sudah dibawa semua ke dapur. Ia jadi deg-degan karena sebentar lagi pembahasan mengenai perjodohan ini akan dikatakan. Kira-kira dia bakal menerima perjodohan ini atau tidak ya? "Emm begini Nak Dena maksud kedatangan kami ke sini adalah untuk membahas perjodohan kalian" "Perjodohan? maksud Tante perjodohan siapa?" dia tidak tau? "Kamu sama anak Tante, Deva" "Apa?" Dena menoleh ke ibunya yang tengah duduk di sebelahnya menatap tak percaya pada beliau. "Bagaimana Nak Dena kamu setujukan menikah dengan anak kami Deva?" Perempuan itu terus diam masih dengan ekspresi bengong,, pasti dia gak bakalan setuju. Entah kenapa hatinya sedih memikirkan kemungkinan itu. Ibu perempuan itu terus mendesaknya untuk menjawab tapi dia tetap diam masih dengan ekspresi yang sama,, bengong. Sudahlah mungkin dirinya memang tak berjodoh dengan perempuan ini. Dia akhirnya membuka mulut baru satu kalimat perempuan itu ucapkan ibundanya malah sudah memotong ucapannya dan menerima perjodohan ini. Ia sedih,, bukan karena perjodohan ini akan terlaksana tapi karena ia tahu dia menerima perjodohan ini dengan terpaksa. Ini bukan dari ketersediannya sendiri.Di sebuah ruang tamu dua pasangan suami istri beserta satu bocah kecil tengah duduk di sofa. Kini mereka berada di rumah Deva,, rumah pribadi pria itu yang saat ini akan ditempati Dena juga.Karena Dena sudah menjadi istri Deva tentu perempuan itu kini pindah ke rumah suaminya, semua barangnya pun sudah diangkut yahh baju-bajunya sebagian memang sengaja ditinggal di rumah orang tuanya sih."Mama sudah siapkan tiket untuk kalian bulan madu besok" "Bulan madu Tante?" sahut Dena."Dena kok masih manggil Tante sih Mama dong!""E-ehh iya Mama" maaf ya guys masih belum terbiasa maklum ia baru jadi anak Mama Kumala kemarin."Kalian kan pengantin baru tentu harus bulan madu dong biar hubungan kalian makin erat biar Mama punya cucu lagi,, hahaha. Iyakan Pa?" "Benar Ma" Sontak Dena menoleh pada sang suami ingin melihat reaksi pria itu. Dan,, memang apa yang dia harapkan tentu saja ekspresinya datar saja.
Sebenarnya mereka ini benar pasangan suami istri atau tidak sih? lagi bulan madu lohh ini kenapa malah diam-diaman seakan saling tak kenal sudah gitu jaga jarak lagi, tidak mencerminkan pasangan suami istri sama sekali. Harusnya kan mereka itu lagi hot-hotnya karena pengantin baru.Pasangan suami istri yang baru sah kemarin itu sudah sampai di hotel tempat yang akan 5 hari ini tempati, tidur dan mandi.Seperti katanya di atas mereka saling menjaga jarak,, Dena duduk di atas ranjang sedangkan Deva sendiri berada di sofa tengah sibuk dengan ponselnya.Mereka sudah tiba di hotel 1 jam yang lalu tapi posisinya masih tetap seperti itu,, seperti awal memasuki hotel.Dari wajahnya Dena terlihat sudah jengah sekali hanya duduk diam seperti ini,, kalian tau kan bahwa Dena itu pecicilan jadi tak betah lama-lama diam seperti ini, diam di satu tempat.Pemandangan dari hotelnya memang cantik sekali view laut gitu tapi ya gak terus di kamar doang don
"Mas Deva kemana sih istri ngambek bukannya dibujuk malah ditinggal gini?" sudah hampir satu jam Dena menunggu suaminya yang tak kunjung kembali.Dia sudah sangat bete, hatinya dongkol, kesel pokoknya terhadap suaminya itu.Tok Tok Tok."Siapa itu yang datang perasaan dirinya tak pesan layanan hotel?" Dena hanya diam menatap takut pintu yang masih terdengar ketukan dari luar."Ishh mana Mas Deva belum kembali lagi gimana kalau tiba-tiba ia buka terus ternyata orang jahat?" segala kemungkinan kejahatan bisa terjadi dimanapun dan kapanpun jadi kita harus selalu waspada, benarkan?Tok Tok Tok.Ketukan pintu kembali terdengar membuat Dena bergetar ketakutan, keringat sebesar biji jagung ikut timbul di keningnya."Mas Deva lama banget sih gak tau apa dirinya tengah ketakutan di sini" "Apa aku telfon saja ya?" kenapa dia tak kepikiran dari tadi ya? ishh saking paniknya otaknya sampai ngeblank.Dena segera mengeluarkan ponselnya mencari kontak sang suami dan mencoba menghubunginya."Mas Dev
Di sebuah rumah megah terdengar tangisan nyaring berasal dari bocah berumur 5 tahun."Darren mau Papa Nek!!" rupanya sebab tangisan itu adalah karena si kecil Darren ingin bertemu dengan sang Papa, mungkin dia rindu."Aduhh Sayang Papa kan lagi pergi pulangnya masih 4 hari lagi" "Ahhh gak mau Darren mau Papa sekarang!!" tangisannya tak kunjung berhenti padahal matanya sudah sangat sembab dan hidungnya sudah merah, kasian sekali.Nenek Darren alias Mama Kumala bingung harus melakukan apa agar cucunya itu berhenti menangis."Darren bagaimana kalau kita ke mall,, ke time zone. Darren mau? kita main di sana terus beli mainan setelah itu atau beli es cream?" "Gak mau Darren mau Papa Nenek!" hah biasanya caranya itu berhasil namun kali ini tidak.Cucunya itu malah menangis semakin kejer."Pa bagaimana ini bantuan Mama dong jangan diam aja?!" "Iya Papa juga gak tau Ma harus bagaimana" "Ishh Papa ini gak berguna banget " kesal Mama Kumala."Papa..." Papa Daris membuang nafas kasar,, "Kit
"Akhhh,," lagi dan lagi Deva merasakan sakit perut segera dia berlari menuju kamar mandi untuk menuntaskan hajatnya.Dena bersedekap dada duduk di atas ranjang melihat suaminya itu bolak-balik ke kamar mandi.Masa habis makan nasi kuning di pinggir jalan Mas Deva langsung kena diare sih? perasaan dirinya sering makan di pinggir jalan aman-aman aja tuh sehat walafiat,, bingung Dena.Ceklek.Deva keluar dari kamar mandi sambil memegangi perutnya."Mas kamu gak apa-apa?" Dena ikut meringis melihat suaminya kesakitan. Dia tau bagaimana rasanya diare dan itu sakit banget terus lemes."Perut saya sakit" setelah mengatakan itu Deva kembali berlari ke kamar mandi.Dena bangun dari duduknya mendekati kamar mandi mengetuk pintu, "Mas kamu gak apa-apa perlu ke rumah sakit gak?" tanyanya."Ga-gak usah" jawab Deva dari dalam."Mas keluar dulu ayo ke rumah sakit aja dari pada kamu terus-terusan seperti ini!"Tak ada jawaban dari dalam membuat Dena makin khawatir.Jangan-jangan Mas Deva pingsan lag
Hari ini adalah hari kepulangan Deva dan Dena dari bulan madu,, bulan madu yang gagal maksudnya.Usai Deva keluar dari rumah sakit mereka benar-benar tak kemana-mana dan hanya ada di hotel,, pemulihan pria itu.Kini pesawat mereka sudah mendarat di kota kelahiran.Deva dan Dena turun dari pesawat membawa koper masing-masing. Di lobby bandara kedua keluarga besar menjemput mereka.Kesenangan Dena langsung melepaskan tangannya dari koper begitu saja berlari menuju sang Mami, "Mami!!" Di belakangnya Deva hanya geleng-geleng kepala melihat koper Dena tergeletak mengenaskan ditinggal pemiliknya. Dia pun mengambil koper itu jadi kini Deva membawa satu koper dimasing-masing tangan lalu menghampiri keluarganya."Mami kangen!" Dena memeluk sang ibunda erat."Astaga Dena kamu itu sudah menjadi seorang istri bisa gak sih dewasa sedikit?!" omel ibu dua anak itu."Emangnya kenapa sih Dena gak boleh manja-manja lagi sama Mami? Dena kan masih putri Mami. Emang Dena bukan putri Mami lagi?""Sampai
Dena benar-benar melakukan perannya sebagai seorang istri,, pagi-pagi bangun memasak untuk anak dan suaminya."Jujur ini aku kan gak bisa masak ya kenapa aku sok ngide banget mau masak segala" gumam Dena menatap isi kulkas yang dia biarkan terbuka.Dia menggaruk kepalanya yang tak gatal,, "Haduhh gimana ini?" bingungnya."Buat masakan yang simpel aja deh,, emm apa ya?" berpikir keras, "Nasi goreng?""Oke sebagai permulaan kita masak nasinya dulu" "Emm tapi dimana berasnya ya?" Dena membuka satu persatu lemari dapur demi mencari tempat penyimpanan beras.Maklum dia baru di rumah ini jadi masih belum tak dimana letak-letaknya."Ahh ini dia!" serunya."Untuk tiga orang berapa banyak berasnya?" beberapa kali Dena mengambil beras memasukkan ke dalam sebuah wadah,, "Segini cukup kali ya" "Tinggal dicuci" lantas dibawanya wadah berisi beras itu ke wastafel,, "Ini cucinya pakai sabun gak ya?" "Emm biar lebih bersih kita pakaikan sabun" ucapnya sambil tersenyum lebar."Kasih yang banyak
Setelah insiden nasi goreng keasinan akhirnya keluarga kecil itu makan diluar, Deva yang menyarankan sekalian mengantarkan Darren sekolah. Makan sudah mengantarkan Darren juga sudah tinggal kedua pengantin baru itu pulang kembali ke rumah. Sampai rumah Deva segera menuju ruang kerja guna memeriksa dokumen yang urgent. Dena sendiri duduk di depan televisi nonton acara yang menurutnya seru tapi tak ada yang seru terlihat dari Dena yang terus mengganti channel televisi. "Hah gak ada tontonan seru bosen banget" desahnya lesu. Televisi dia matikan menyandarkan punggungnya ke sandaran ke sofa di belakangnya. "Enaknya ngapain ya bosen banget?" gumamnya seraya berpikir keras. Saking kerasnya dia berpikir diantara alisnya sampai berubah cekung. "Bikin kue?" tanyanya pada diri sendiri. Dena menggeleng-gelengkan kepala,, "Ohh tentu tidak aku gak bisa buat kue" pertanyaannya itu langsung dipatahkan olehnya sendiri. "Aishh aku harus melakukan apa ya?" Dena mondar-mandir macam setr
Di kawasan perkantoran, gedung-gedung pencakar langit berdiri kokoh menjulang tinggi, saling berlomba-lomba siapakah yang menjadi paling tinggi.Di salah satu ruangan gedung pencakar langit tersebut bertuliskan ruangan meeting. Seorang pria tengah fokus menatap asisten manager keuangan di depan tengah mempresentasikan laporan keuangan bulan ini.Kemudian beralih pada laporan keuangan berbentuk dokumen di tangannya.Ting.Ponsel di sebelah tangan Deva tetiba berdenting tanda ada sebuah pesan masuk. Awalnya Deva hanya melirik sebentar, berniat mencuekinya karena itu juga bukan pesan dari sang istri melainkan pesan dari nomor asing,, entah nomor siapa itu.Namun tiba-tiba sebuah pesan dari nomor asing tersebut kembali masuk membuat Deva akhirnya agak sedikit penasaran tentang identitas sang pemilik nomor.Tangannya terulur meraih ponsel, "Nomor ini,,?" ucapnya dengan kening berkerut, "Terlihat familiar,," lanjutnya bergumam.Ada 2 pesan, lantas Deva pun membukanya. Orang asing terseb
Di suatu mall.Seorang wanita tengah berjalan mengitari mall, terdapat dua paperbag di masing-masing genggaman tangannya.Dena yang tengah gabut sendirian di rumah pun memilih untuk ke mall. Niatnya sih hanya jalan-jalan saja demi membunuh kebosanannya tapi mau bagaimana lagi, perempuan, gak bisa lihat barang bagus dikit, ujung-ujungnya ada saja yang dibeli.Tapi tak apa suaminya kaya sayy, bukan sombong ya itu kenyataan, xixixi."2 jam keliling mall dapat 2 dress, lumayan" girang Dena,, "Entar aku pamerin ke Mas Deva ahhh,," "Ehhh,," tiba-tiba wajah Dena berubah, matanya melotot terkejut tat kala ingatannya mengingat akan sesuatu,, "Aku belum izin ke Mas Deva kalau mau ke mall" ujarnya kemudian."Aduhh dasar pikun sekali kau Dena" rutuknya pada diri sendiri.Buru-buru Dena merogoh tas berniat mengambil ponsel namun pergerakannya itu sontak terhenti tat kala terdengar suara seseorang memanggil namanya, sumber suara itu berasal dari belakang tubuhnya."Dena,,?" Perempuan itu pun me
Pagi hari.Secercah cahaya menembus sela-sela gorden yang tak tertutup rapat, menganggu tidur seorang perempuan cantik.Enghhh... Dia melenguh perlahan bola mata hitam nan indah miliknya terlihat.Mata Dena sontak melebar merasakan sebuah tangan membelit perut ratanya.Tangan siapa ini? ucapnya dalam hati kaget.Didongakkan kepalanya dan saat melihat siapa yang tengah tidur disebelahnya Dena pun menghela nafas lega.Mas Deva ternyata,, ucapnya dalam hati.Puk,, Dena pun memukul pelan keningnya lanjut bergumam,, "Dena,, bodoh sekali. Kenapa kau jadi lupa kalau sudah menikah" Dipandanginya lekat wajah tampan sang suami. Hidungnya yang mancung, bibir penuh dan bulu mata lentik, sungguh indah ciptaanmu,, Tuhan.Asik mengagumi wajah tampan sang suami Dena tiba-tiba teringat akan sesuatu, matanya sontak melebar."Ishh ngapain sih tiba-tiba keinget kejadian tadi malam" secara perlahan nan penuh kehati-hatian Dena melepaskan belitan tangan sang suami di perutnya.Setelah berhasil dia berdir
1 hari sebelumnya. Ceklek,, "Mama,," disusul suara seorang wanita terdengar memanggil Mama. Mama wanita itu pun menoleh, "Ada apa Atika?" ucap sang Mama tanpa menoleh. Dia sudah hafal betul suara siapa itu. Atika berjalan masuk lebih dalam ke kamar sang Mama berdiri di sebelah beliau, badannya mengikuti sang Mama menghadap ke arah lukisan dua orang manusia berbeda gender dengan pose mesra. Atika menatap lukisan tersebut,, "Mama lagi kangen sama Papa ya?" yapp lukisan itu adalah lukisan Mamanya dan Papanya alias kedua orang tuanya. "Hmm,," senyuman sedih timbul di bibir beliau,, "Sudah 25 tahun sejak kepergian Papa kamu dan hari tepat 25 tahun Papa kamu meninggalkan kita, tak terasa ya ternyata sudah selama itu" Atika lantas merangkul bahu sang Mama mengelusnya pelan, "Yang sabar ya Ma" "Bagaimana adik kamu dia sudah selesai siap-siap?" "Sudah Ma tinggal nunggu Mama turun saja,, dia sudah nunggu di mobil" "Baiklah ayo kita berangkat" Kedua pasangan anak dan ibu
Pintu kayu besar dengan ukiran-ukiran mewah itu terbuka."Ahh kenyang, makanan malam ini enak banget" desah Dena sembari mengelus perut ratanya.Mereka baru pulang dari makan malam, mereka habis makan di restoran all you can eat di salah satu mall.Bagaimana gak kenyang orang dia saja tadi ambil daging sampai 10 piring, belum lagi desert dan yang lainnya, ucap Deva dalam hati tak berani dia mengucapkannya secara langsung bisa ngambek nanti istrinya.Secara tidak langsung dia mengatai istrinya itu rakus.Yahh memang,, mana semua yang dia ambil habis lagi katanya sayang mereka sudah bayar masa gak dihabiskan."Saya mau menidurkan Darren dulu" bocah kecil itu tertidur saat perjalanan pulang."Hmm,," Deva lantas berlalu menuju kamar sang putra meletakkan perlahan putranya itu di atas tempat tidur.Usai menidurkan sang putra Deva pun kembali ke kamarnya dan sang istri.Saat masuk pandangannya langsung disuguhkan istrinya yang tengah melakukan skincare rutin malamnya.Dengan sambil curi-cur
"Dena saya pulang!" seru Deva begitu langkah kakinya membawanya memasuki rumah.Dari arah berlawanan nampak Dena berjalan mendekat berhenti di depan sang suami, sigap mengambil tas kerja dan juga jasnya.Bibirnya terkatup rapat tak mengatakan sepatah kata apapun kemudian langsung berlalu memasuki kamar begitu saja."Dia masih marah ya? saya kira sudah tidak marah lagi setelah tadi siang telfon ternyata masih marah toh" gumamnya."Hah, saya harus apa agar Dena tak marah lagi?" gumamnya lagi.Kemudian Deva mengikuti langkah sang istri memasuki kamar mereka.Saat masuk Dena yang semula duduk di sofa tengah sibuk dengan ponsel di tangannya sontak bangkit lalu berjalan keluar dari kamar.Dia tengah menghindari Deva."Hahhh,,," helaan nafas kasar otomatis keluar dari bibir Deva.Rasanya gelisah melihat istrinya tengah marah seperti itu tetapi dia juga bingung sebenarnya apa kesalahannya sampai-sampai membuat istrinya semarah itu? Deva memijit keningnya yang tiba-tiba terasa pening....
Dena meraih kunci mobil gegas berjalan menuju pintu rumah sembari menempelkan ponsel di telinga."Mas aku yang jemput Darren ya hari ini" ternyata dia menghubungi sang suami untuk memberitahukan bahwa hari ini dirinyalah yang akan menjemput anak mereka.Tut... Kemudian Dena pun menutup panggilan setelah mendapat persetujuan dari suaminya.Usai masuk mobil pun melaju meninggalkan halaman rumah menembus jalanan menuju sekolah sang putra sambung....Sewaktu mobil Dena tiba di sekolah bertepatan pula dengan sebuah mobil merah yang terlihat familiar juga tiba, berhenti tepat di belakang mobil Dena.Kedua pintu mobil terbuka secara bersamaan, secara bersamaan pula turun dua orang perempuan dari dalamnya.Kemudian tanpa sengaja tatapan mereka bertemu."Kamu,," ucap mereka berbarengan. Setelah itu mereka saling melengos, sudah seperti musuh saja."Mendingan kamu pulang sekarang dehh Darren akan pulang dengan aku" ucap Atika membuka suara duluan."Hahaha,, kita lihat saja siapa yang bakal D
Waktu hampir memasuki waktu istirahat namun Deva masih sibuk dengan pekerjaannya, tumpukan dokumen terlihat di depannya.Tiba-tiba suara keributan terdengar di depan ruangannya dan hal itu sukses membuat Deva terganggu.Ceklek,, Tetiba pula pintu ruangannya dibuka tanpa diketuk terlebih dahulu.Siapa sih orang tak sopan ini,, batin Deva kesal."Mas,," panggil si pembuat keributan itu.Dahi Deva mengerut mengetahui siapa pembuat keributan itu,, "Sherly!" panggilnya.Dan ternyata dia adalah Sherly mantan adik ipar Deva."Maaf Pak ibu ini memaksa untuk masuk" ucap sekretaris Deva."Kamu keluarlah Novia biarkan saja dia di sini!" perintah Deva."Baik Pak" sebelum pergi sekretaris Deva itu sedikit membungkukkan badan ke arah sang atasan."Ada keperluan apa kamu ke sini Sherly?" tanya Deva begitu mereka hanya berdua di dalam ruangan pria itu.Dengan senyuman termanisnya Sherly berjalan mendekati mantan kakak iparnya itu,, "Tadaaaa,," ucapnya sembari memamerkan tas bekal di tangannya,, "A
Pagi hari. Keluarga kecil beranggotakan tiga orang itu kini tengah duduk di meja makan, melaksanakan sarapan. Dena mulai mengambilkan makanan bagi sang suami lalu memberikan pada pria itu,, "Ini Mas makanannya" "Hmm,," Bergantian dia juga mengambil makanan untuk si kecil imut, Darren. "Ini makanannya Sayang" ditaruhnya piring dengan isi nasi beserta lauknya di depan Darren. "Mama aku mau disuapin" pinta Darren dengan puppy eyesnya. "Bo,," "Darren makanlah sendiri kamu kan punya tangan!" potong Deva memberi perintah. Dena menoleh menatap sinis suaminya itu,, "Kenapa sih Mas aku juga gak masalah kok menyuapi Darren?" "Dena jangan terlalu memanjakan dia!" "Emangnya kenapa aku manjain anak aku sendiri, kamu ada masalah?" "Dia cuman anak sambung kamu!" ucap Deva menekan setiap ucapannya. Deg,, Dena terdiam hatinya sakit mendengar ucapan sang suami walaupun itu memang kenyataannya. "Aku tau" ucap Dena kemudian dengan menunduk sedih. "Memang kalau Darren cu