Halo kalian pasti sudah mengenal saya,, Deva Ishan Zibrano. Untuk kali ini biarkan saya bercerita bagaimana kesan pertama saya bertamu dengan Dena,, perempuan yang saat ini menjadi istri saya.
Hari itu di ruanganku,, Ceklek,, "Apa kamu tidak punya sopan santun langsung masuk begitu saja?!" ucapku tajam. "Apa hal itu juga berlaku sama Mama?" mendengar suara wanita kecintaannya itu seketika ia mengangkat wajah dari berkas-berkas di depannya. "Mama?" bangkit dari dudukku mendekati sang Mama menggiring ibundanya itu duduk di sofa yang ada di ruanganku. "Mama ada apa ke sini?" "Memangnya Mama gak boleh ke sini?" "Bukan begitu,," "Ahh sudahlah Mama ke sini cuman mau bilang sesuatu sama kamu" "Mama mau bilang apa kenapa gak telfon Deva saja?" "Tidak Mama mau bicara secara langsung karena ini sangat penting" "Apa Ma?" memang apa yang sangat penting sampai Mamanya itu jauh-jauh nyamper dirinya secara langsung? "Mama sama Papa sudah sepakat untuk menjodohkan kamu dengan anak teman kami" "Apa?!" reflek dirinya berseru. Apa-apaan memang dirinya gak laku sampai harus dijodohkan segala. "Deva gak salah dengar Mama mau menjodohkan Deva?" "Benar kamu gak salah dengar Mama sama Papa memang mau menjodohkan kamu" "Tapi Ma Deva bisa cari istri sendiri gak perlu dijodoh-jodohkan seperti ini" "Memang sekarang saat ini kamu sudah ada calon kalau ada Mama bakal batalkan perjodohan ini" "Ehmm gak ada sih" "Yaudah,," sang Mama yang awalnya tersenyum wajahnya berubah datar,, "Jadi kamu dilarang menolak!!" tegasnya. "Gak ada tapi-tapian pokoknya nanti kita bakal berangkat jam 7 ke rumah teman Mama dan Papa!!" "Kalau begitu Mama pergi dulu" ibundanya itu segera pergi tanpa memberinya kesempatan untuk protes. ... Dan akhirnya dirinya datang ke acara perjodohan itu,, duduk diam di kursi belakang sedangkan kedua orang tuanya duduk di depan. Pikirannya penuh dengan kira-kira seperti apa perempuan yang akan dijodohkan dengannya. Apa dia cantik? baik? atau bagaimana? Mobil yang mereka tumpangi pun berhenti di sebuah rumah. Sepertinya ini rumahnya. Mereka pun turun lalu sang Mama mengetuk pintu rumahnya dan tak lama pintu terbuka menampilkan seorang perempuan cantik,, kulitnya putih. Dirinya sampai menganga melihat perempuan itu saking cantiknya. "Permisi ini rumah Anggun dan Galih bukan?" "Ohh benar Tante ini,,?" "Saya teman mereka" "Ohh Tante teman Mami sama Papi,, silahkan masuk Om dan Tante" "Terima kasih cantik" "Deva ayo jangan bengong aja kamu terpesona ya?" goda Mamanya itu. "Gak apaan sih" gengsi sekali mengakui kalau dirinya memang terpesona dengan kecantikan perempuan itu. Apa dia yang bakal dijodohkan dengan dirinya ya? "Halo Jeng Anggun apa kabar sudah lama ya kita tidak bertemu?" "Baik Jeng kamu sendiri apa kabar? memang sudah lama 5 tahun lalu kayaknya kita terakhir bertemu" "Aku juga baik. Ehh ini anakmu si Dena itu kan?" "Aduhh iya Jeng ini Dena yang dulu suka ngompol itu" "Mi!!" sekuat tenaga ia menahan tawa melihat wajah malu perempuan itu. "Ihh apaan sih memang benar kok dulu kamu itu suka ngompol,, itu fakta!!" "Ya tapi jangan dibongkar di depan banyak orang gini dong malu tau" protes dia. Dia lucu sekali apalagi pas malu-malu begitu,, gemas pengen gigit,, ehhh apa yang dirinya pikirkan ini. "Halah biasanya kamu malu-maluin aja sok-sokan malu sekarang" astaga mereka kocak banget,, rasanya ia tak sanggup menahan tawa lagi. "Ishh Mami mah,," Wajah ngambeknya juga lucu. Rasanya ia ketagihan melihat berbagai ekspresi yang perempuan itu tampilkan. "Ohh iya ini anakmu Deva itukan?" "Benar,," "Halo Tante saya Deva" cepat-cepat dirinya maju menyalami tangan teman Mama itu sebelum sang Mama ikut-ikutan membuka aibnya. Kan tengsin ada perempuan yang akan dijodohkan dengannya di sini nanti dia ilfil lagi. "Ayo-ayo kita makan dulu!!" Akhirnya mereka pun setelah itu makan dan ia lagi-lagi tak bisa mengalihkan pandangan dari dia. Entah kenapa semua hal yang dia lakukan sangat menarik perhatiannya,, dia lucu,, imut menggemaskan sekali. Asik memandangi Dena yang tengah makan tiba-tiba wanita yang telah melahirkannya itu menyenggol lengannya lalu berbisik pelan,, "Jangan dilihatin terus" godanya. "Apaan sih Ma aku gak lagi lihatin dia ya" elakku. "Okay lah" ia tau Mamanya tak percaya dengan yang ia ucapkan. Makan malam pun telah usai semua makanan dan piring-piring bekas makan mereka pun sudah dibawa semua ke dapur. Ia jadi deg-degan karena sebentar lagi pembahasan mengenai perjodohan ini akan dikatakan. Kira-kira dia bakal menerima perjodohan ini atau tidak ya? "Emm begini Nak Dena maksud kedatangan kami ke sini adalah untuk membahas perjodohan kalian" "Perjodohan? maksud Tante perjodohan siapa?" dia tidak tau? "Kamu sama anak Tante, Deva" "Apa?" Dena menoleh ke ibunya yang tengah duduk di sebelahnya menatap tak percaya pada beliau. "Bagaimana Nak Dena kamu setujukan menikah dengan anak kami Deva?" Perempuan itu terus diam masih dengan ekspresi bengong,, pasti dia gak bakalan setuju. Entah kenapa hatinya sedih memikirkan kemungkinan itu. Ibu perempuan itu terus mendesaknya untuk menjawab tapi dia tetap diam masih dengan ekspresi yang sama,, bengong. Sudahlah mungkin dirinya memang tak berjodoh dengan perempuan ini. Dia akhirnya membuka mulut baru satu kalimat perempuan itu ucapkan ibundanya malah sudah memotong ucapannya dan menerima perjodohan ini. Ia sedih,, bukan karena perjodohan ini akan terlaksana tapi karena ia tahu dia menerima perjodohan ini dengan terpaksa. Ini bukan dari ketersediannya sendiri.Di sebuah ruang tamu dua pasangan suami istri beserta satu bocah kecil tengah duduk di sofa. Kini mereka berada di rumah Deva,, rumah pribadi pria itu yang saat ini akan ditempati Dena juga.Karena Dena sudah menjadi istri Deva tentu perempuan itu kini pindah ke rumah suaminya, semua barangnya pun sudah diangkut yahh baju-bajunya sebagian memang sengaja ditinggal di rumah orang tuanya sih."Mama sudah siapkan tiket untuk kalian bulan madu besok" "Bulan madu Tante?" sahut Dena."Dena kok masih manggil Tante sih Mama dong!""E-ehh iya Mama" maaf ya guys masih belum terbiasa maklum ia baru jadi anak Mama Kumala kemarin."Kalian kan pengantin baru tentu harus bulan madu dong biar hubungan kalian makin erat biar Mama punya cucu lagi,, hahaha. Iyakan Pa?" "Benar Ma" Sontak Dena menoleh pada sang suami ingin melihat reaksi pria itu. Dan,, memang apa yang dia harapkan tentu saja ekspresinya datar saja.
Sebenarnya mereka ini benar pasangan suami istri atau tidak sih? lagi bulan madu lohh ini kenapa malah diam-diaman seakan saling tak kenal sudah gitu jaga jarak lagi, tidak mencerminkan pasangan suami istri sama sekali. Harusnya kan mereka itu lagi hot-hotnya karena pengantin baru.Pasangan suami istri yang baru sah kemarin itu sudah sampai di hotel tempat yang akan 5 hari ini tempati, tidur dan mandi.Seperti katanya di atas mereka saling menjaga jarak,, Dena duduk di atas ranjang sedangkan Deva sendiri berada di sofa tengah sibuk dengan ponselnya.Mereka sudah tiba di hotel 1 jam yang lalu tapi posisinya masih tetap seperti itu,, seperti awal memasuki hotel.Dari wajahnya Dena terlihat sudah jengah sekali hanya duduk diam seperti ini,, kalian tau kan bahwa Dena itu pecicilan jadi tak betah lama-lama diam seperti ini, diam di satu tempat.Pemandangan dari hotelnya memang cantik sekali view laut gitu tapi ya gak terus di kamar doang don
"Mas Deva kemana sih istri ngambek bukannya dibujuk malah ditinggal gini?" sudah hampir satu jam Dena menunggu suaminya yang tak kunjung kembali.Dia sudah sangat bete, hatinya dongkol, kesel pokoknya terhadap suaminya itu.Tok Tok Tok."Siapa itu yang datang perasaan dirinya tak pesan layanan hotel?" Dena hanya diam menatap takut pintu yang masih terdengar ketukan dari luar."Ishh mana Mas Deva belum kembali lagi gimana kalau tiba-tiba ia buka terus ternyata orang jahat?" segala kemungkinan kejahatan bisa terjadi dimanapun dan kapanpun jadi kita harus selalu waspada, benarkan?Tok Tok Tok.Ketukan pintu kembali terdengar membuat Dena bergetar ketakutan, keringat sebesar biji jagung ikut timbul di keningnya."Mas Deva lama banget sih gak tau apa dirinya tengah ketakutan di sini" "Apa aku telfon saja ya?" kenapa dia tak kepikiran dari tadi ya? ishh saking paniknya otaknya sampai ngeblank.Dena segera mengeluarkan ponselnya mencari kontak sang suami dan mencoba menghubunginya."Mas Dev
Di sebuah rumah megah terdengar tangisan nyaring berasal dari bocah berumur 5 tahun."Darren mau Papa Nek!!" rupanya sebab tangisan itu adalah karena si kecil Darren ingin bertemu dengan sang Papa, mungkin dia rindu."Aduhh Sayang Papa kan lagi pergi pulangnya masih 4 hari lagi" "Ahhh gak mau Darren mau Papa sekarang!!" tangisannya tak kunjung berhenti padahal matanya sudah sangat sembab dan hidungnya sudah merah, kasian sekali.Nenek Darren alias Mama Kumala bingung harus melakukan apa agar cucunya itu berhenti menangis."Darren bagaimana kalau kita ke mall,, ke time zone. Darren mau? kita main di sana terus beli mainan setelah itu atau beli es cream?" "Gak mau Darren mau Papa Nenek!" hah biasanya caranya itu berhasil namun kali ini tidak.Cucunya itu malah menangis semakin kejer."Pa bagaimana ini bantuan Mama dong jangan diam aja?!" "Iya Papa juga gak tau Ma harus bagaimana" "Ishh Papa ini gak berguna banget " kesal Mama Kumala."Papa..." Papa Daris membuang nafas kasar,, "Kit
"Akhhh,," lagi dan lagi Deva merasakan sakit perut segera dia berlari menuju kamar mandi untuk menuntaskan hajatnya.Dena bersedekap dada duduk di atas ranjang melihat suaminya itu bolak-balik ke kamar mandi.Masa habis makan nasi kuning di pinggir jalan Mas Deva langsung kena diare sih? perasaan dirinya sering makan di pinggir jalan aman-aman aja tuh sehat walafiat,, bingung Dena.Ceklek.Deva keluar dari kamar mandi sambil memegangi perutnya."Mas kamu gak apa-apa?" Dena ikut meringis melihat suaminya kesakitan. Dia tau bagaimana rasanya diare dan itu sakit banget terus lemes."Perut saya sakit" setelah mengatakan itu Deva kembali berlari ke kamar mandi.Dena bangun dari duduknya mendekati kamar mandi mengetuk pintu, "Mas kamu gak apa-apa perlu ke rumah sakit gak?" tanyanya."Ga-gak usah" jawab Deva dari dalam."Mas keluar dulu ayo ke rumah sakit aja dari pada kamu terus-terusan seperti ini!"Tak ada jawaban dari dalam membuat Dena makin khawatir.Jangan-jangan Mas Deva pingsan lag
Hari ini adalah hari kepulangan Deva dan Dena dari bulan madu,, bulan madu yang gagal maksudnya.Usai Deva keluar dari rumah sakit mereka benar-benar tak kemana-mana dan hanya ada di hotel,, pemulihan pria itu.Kini pesawat mereka sudah mendarat di kota kelahiran.Deva dan Dena turun dari pesawat membawa koper masing-masing. Di lobby bandara kedua keluarga besar menjemput mereka.Kesenangan Dena langsung melepaskan tangannya dari koper begitu saja berlari menuju sang Mami, "Mami!!" Di belakangnya Deva hanya geleng-geleng kepala melihat koper Dena tergeletak mengenaskan ditinggal pemiliknya. Dia pun mengambil koper itu jadi kini Deva membawa satu koper dimasing-masing tangan lalu menghampiri keluarganya."Mami kangen!" Dena memeluk sang ibunda erat."Astaga Dena kamu itu sudah menjadi seorang istri bisa gak sih dewasa sedikit?!" omel ibu dua anak itu."Emangnya kenapa sih Dena gak boleh manja-manja lagi sama Mami? Dena kan masih putri Mami. Emang Dena bukan putri Mami lagi?""Sampai
Dena benar-benar melakukan perannya sebagai seorang istri,, pagi-pagi bangun memasak untuk anak dan suaminya."Jujur ini aku kan gak bisa masak ya kenapa aku sok ngide banget mau masak segala" gumam Dena menatap isi kulkas yang dia biarkan terbuka.Dia menggaruk kepalanya yang tak gatal,, "Haduhh gimana ini?" bingungnya."Buat masakan yang simpel aja deh,, emm apa ya?" berpikir keras, "Nasi goreng?""Oke sebagai permulaan kita masak nasinya dulu" "Emm tapi dimana berasnya ya?" Dena membuka satu persatu lemari dapur demi mencari tempat penyimpanan beras.Maklum dia baru di rumah ini jadi masih belum tak dimana letak-letaknya."Ahh ini dia!" serunya."Untuk tiga orang berapa banyak berasnya?" beberapa kali Dena mengambil beras memasukkan ke dalam sebuah wadah,, "Segini cukup kali ya" "Tinggal dicuci" lantas dibawanya wadah berisi beras itu ke wastafel,, "Ini cucinya pakai sabun gak ya?" "Emm biar lebih bersih kita pakaikan sabun" ucapnya sambil tersenyum lebar."Kasih yang banyak
Setelah insiden nasi goreng keasinan akhirnya keluarga kecil itu makan diluar, Deva yang menyarankan sekalian mengantarkan Darren sekolah. Makan sudah mengantarkan Darren juga sudah tinggal kedua pengantin baru itu pulang kembali ke rumah. Sampai rumah Deva segera menuju ruang kerja guna memeriksa dokumen yang urgent. Dena sendiri duduk di depan televisi nonton acara yang menurutnya seru tapi tak ada yang seru terlihat dari Dena yang terus mengganti channel televisi. "Hah gak ada tontonan seru bosen banget" desahnya lesu. Televisi dia matikan menyandarkan punggungnya ke sandaran ke sofa di belakangnya. "Enaknya ngapain ya bosen banget?" gumamnya seraya berpikir keras. Saking kerasnya dia berpikir diantara alisnya sampai berubah cekung. "Bikin kue?" tanyanya pada diri sendiri. Dena menggeleng-gelengkan kepala,, "Ohh tentu tidak aku gak bisa buat kue" pertanyaannya itu langsung dipatahkan olehnya sendiri. "Aishh aku harus melakukan apa ya?" Dena mondar-mandir macam setr
Suasana di ruang tamu terasa begitu canggung nan tegang setelah kehadiran Atika sedangkan sang pelaku malah bersikap biasa-biasa saja seakan tak terjadi apa-apa. "Mas Deva" wanita itu langsung menghampiri Deva begitu sampai di ruang tamu,, memegang tangan pria itu.Deva merasa risih sontak saja dia menyentak tangan Atika beralih menggenggam tangan Dena sembari merapatkan tubuh keduanya.Mendapati perlakuan sang suami yang seperti itu Dena membeku di tempat sembari memperhatikan tangan mereka yang tengah bertaut.Ada luapan perasaan bahagia saat melihat tautan tangan mereka.Gila kalau sikap Mas Deva terus-terusan seperti ini tak butuh waktu lama kemungkinan dirinya akan jatuh cinta dengan lelaki itu,, ucap Dena dalam hati.Atika terlihat malu setelah kejadian barusan, mengusap tengkuk mengalihkan pandangan ke arah lain.Tante Rumi menghampiri Atika memegang tangannya,, "Atika selamat datang ya di rumah ini" ujar Tante Rumi menyambut wanita muda itu.Yahh memang hanya Tante Rumi sa
Malam hari tiba Deva beserta keluar kecilnya harus menghadiri makan malam bersama di rumah Opa dan Oma pria itu.Kini Dena tengah bersiap-siap. Memang yahh perempuan itu ribet sama seperti Dena kali ini. Baju satu lemari dia keluarkan ditaruh semuanya di atas ranjang. "Mas aku harus pakai apa?" ucapnya frustasi."Pakai yang santai saja lagian ini cuman makan malam biasa" "Ishh gak bisa gitu ini pertama kalinya aku datang ke acara keluarga besar kamu jadi harus pakai terbaik, harus tampil yang terbaik" Dena lantas berlari ke meja riasnya memulai make up."Terserah kamu saja tapi jangan lama-lama sebentar lagi kita sudah harus berangkat!" "Ihh sabar dong jangan buru-buru gitu nanti dandanan ku jadi jelek. Gimana kalau keluarga kamu ngomongin aku di belakang? ihh ternyata istrinya Deva jelek ya orangnya" ucap Dena memperagakan ibu-ibu tukang julid, memonyong-monyongkan mulut."Siapa yang berani bilang seperti itu orang kamu cantik kok?" ucap Deva dengan wajah datar.Namun walaupun d
Sebuah mobil hitam berhenti tepat di depan rumah berlantai 2 bersebelahan dengan mobil merah. Rupanya pengemudi mobil itu adalah Dena.Tatapannya teralihkan ke teras rumah. Keningnya otomatis berkerut melihat seorang wanita yang sangat dia kenali,, "Mau apa dia di sini?" gumamnya.Namun dia tak memperdulikan keberadaannya dengan santai keluar mobil. Lanjut berlari kecil mengitari mobil menuju pintu samping kemudi. Dibukanya pintu tersebut terpampang seorang bocah kecil tengah tertidur pulas di atas kursi.Atika yang melihat kedatangan Dena lantas bangun dari duduknya. Wajahnya menyiratkan akan kekesalan.Dena perlahan melepaskan sabuk pengaman yang membelit perut Darren lalu membawa putra sambungnya itu ke dalam dekapannya."Enghh,," lenguhan kecil keluar dari bibir mungil bocah itu."Hussstt ini Mama Sayang" ucap Dena lembut sembari mengelus punggung kecilnya. Darren akhirnya kembali tertidur, nyaman di pelukan Dena.Perempuan itu pun membawa Darren berjalan ke teras rumah membuka
Di sebuah hotel.Di sebuah kamar hotel seorang pria duduk di atas ranjang punggungnya bersandar ke kepala ranjang dengan setengah badan tertutupi selimut putih tebal. Dari arah kamar mandi terdengar suara gemericik air pertanda ada seseorang di dalam sana.Benda pipih di tangan pria itu bergetar sebuah panggilan dari nomor asing tertera di layar namun dia langsung mematikannya begitu saja tanpa berniat mengangkat. Kembali benda pipih di tangannya itu bergetar dengan nomor yang sama dan lagi pria itu mematikan sambungan telfonnya.Dan untuk ketiga kalinya pun tetap sama seperti sebelum-sebelumnya. Pria itu mematikannya kembali namun kali ini sebuah makian demi menjelaskan betapa kesalnya dia meluncur mulus dari mulutnya,, "Sialan ganggu aja!" Ceklek,, Bertepatan dengan itu pintu kamar mandi terbuka menampilkan seorang wanita mengenakan handuk kimono dan handuk kecil di kepala."Sayang kenapa wajah kamu kok cemberut begitu?" ucapnya begitu lembut.Dia berjalan melenggak-lenggokka
"Mami Dena pulang!!" seru Dena dengan penuh kebahagiaan. Dia berjalan masuk dengan menggandeng tangan Darren.Mungkin karena ini tempat baru jadi Darren agak sedikit merasa takut dia menarik tangan Dena berusaha agar perempuan itu tak masuk.Merasakan tarikan di tangannya Dena menghentikan langkahnya, "Ada apa?" berjongkok di depan Darren.Darren diam namun dia menggeleng, "Tenang saja ini rumah Oma dan Opa" ucapnya berusaha menenangkan putra sambungnya itu."Oma dan Opa itu Mama dan Papanya Mama. Sama seperti Darren yang punya Papa dan Mama, Mama pun juga punya dan ini rumah Papa dan Mamanya Mama" jelas Dena terperinci."Jadi Darren gak perlu takut mereka gak gigit kok" lalu dia tertawa kecil dengan leluconnya itu."Bukankah Darren pernah bertemu dengan mereka? itu lohh saat di bandara. Darren ingat tidak?" "Darren ingat" "Darren masih ingat rupanya. Mereka baikkan gak gigit?" bocah kecil itu mengangguk."Kalau begitu bisa kita masuk sekarang kita obati dulu luka Darren?" lagi-lag
Sebuah mobil berwarna hitam terlihat mengebut di jalan raya kecepatannya di atas rata-rata menyalip ke kanan ke kiri macam pembalap profesional. Rupanya yang berada di dalam mobil adalah Dena. Perempuan yang baru menikah itu tanpa pandang bulu mengklakson setiap kendaraan yang menghalangi jalannya. Bahkan tak jarang dia mendapat makian akibat ulahnya itu. Tidak, bukan ingin menjadi jagoan namun ini urgent. Secepat mungkin dia harus sampai di sekolahan Darren putra sambungnya itu. Tadi dia tengah asik bermain ponsel namun tiba-tiba sebuah telfon masuk yang ternyata dari sang suami,, mengabarkan bahwa Darren berantem di sekolah mengharuskan orang tua datang ke sekolah dan kebetulan juga suaminya itu harus ke luar kota mendadak. Dan di sinilah Dena,, Akhirnya setelah hampir 15 menit berkendara dengan kecepatan yang sangat ekstrim mobil yang Dena kendarai telah tiba di depan sekolah sang putra sambung. Dia langsung turun berlari tanpa tentu arah karena dia juga gak tau harus
"Dena lain kali jangan berbicara seperti itu pada Atika, bagaimanapun dia adalah Mama kandungnya Darren kalau dia mau ke sini ya biarkan saja" "Kok kamu jadi belain dia terus mojokin aku begini?" Dena merasa tak terima karena secara gak langsung Deva memojokkannya."Bukan begitu,," "Halahh bilang saja kamu masih cinta sama dia,, masih sayang sama dia? kenapa gak balikan? kenapa kamu malah mau dijodohkan dengan aku?" "Dena tunggu!! kenapa jadi merembet kemana-mana sih bukannya saya sudah bilang kemarin, saya dan Atika itu hanyalah masa lalu" "Terserah,,"Ada apa sih kok Mama denger dari luar kalian lagi ribut ya?" suara Mama Kumala terdengar memotong ucapan Dena."Mama!" panggil Deva, "Mama kok ke sini pagi-pagi gini?" lanjutnya bertanya."Memangnya kenapa Mama gak boleh ke sini?" "Gak bukan itu maksud Deva. Jelas boleh Ma" "Ini kalian kenapa Mama dengar dari luar kok kalian sepertinya ribut? selesaikan masalah dengan kepala dingin jangan sampai pertengkaran kecil jadi besar!!"
"Bagaimana kamu berhasilkan mendekati Deva?" tanya Mama Tiwi alias Mama kandung Atika kepo.Atika tak berkata apapun namun dari wajahnya sudah terlihat jelas bahwa dia gagal."Pasti gagal itu" ucap Sherly dengan nada ejekan.Adik satu-satunya Atika itu tersenyum mengejek matanya fokus menatap televisi yang tengah menayangkan sebuah drama di depannya."Apa maksud lo?" sentak Atika tak terima apalagi setelah melihat ekspresi adiknya itu."Tapi benarkan yang gue katakan? lo gagal" Atika bungkam karena memang yang dikatakan Sherly benar adanya."Tuhkan lo diem berarti tebakan gue benar" ucapnya memberi pernyataan bukan lagi pertanyaan."Benar Tik kamu gagal?" Mama Tiwi menarik bahu sang putri mengarahkan pandangannya pada beliau."A-aku bukannya gagal,,""Terus apa, belum berhasil gitu maksud lo?" "Iya!" "Alahh bullshit ngaku aja kalau memang lo gagal udahlah nyerah aja sampai kapanpun lo gak akan bisa mendapatkan Mas Deva kembali" "Jaga ucapan lo gue yakin bisa mendapatkan Mas Deva
Sampai di mall mereka segera menuju time zone yang berada di lantai 5 mall ini, tujuan utama mereka ke mall kan memang untuk mengajak Darren ke time zone.Dan demi mendekatkan Darren dengan sang Ibu kandung Deva menyuruh anaknya itu berjalan beriringan dengan Atika, menggandeng tangan wanita itu. Yahh walaupun diawal tadi mereka susah payah membujuk Darren karena bocah kecil itu tak mau tapi pada akhirnya dia mau juga.Deva dan Dena sendiri berjalan di belakang mereka dengan Dena yang menggandeng lengan Deva.Dia harus menjaga betul-betul suaminya,, itu kata Dena.Soalnya ada wanita yang sangat berpotensi mengambil suaminya,, ada di depan mereka."Tumben kamu terus menggandeng lengan saya mana erat banget lagi? jangan bilang kamu sudah jatuh cinta sama saya?"Dih pede mampus ini orang,, pikir Dena namun dia memilih untuk tidak mengutarakannya."Karena aku harus menjaga kamu Mas" dia memilih menjawab seperti itu."Maksudnya? emang saya anak kecil perlu dijaga segala?""Bukan karena kam