"Ta-tante, minta sesuatu boleh?" bisiknya sangat pelan. Suaranya terdengar lirih menahan segala kesakitan nya.
Gisa menatap mata sang Tante. "Apa tan? Tante mau apa?" tanya Gisa sambil mengelus kepala Melisa pelan.
"Ta-tante, mau mi-minta satu hal saja," lirihnya kembali.
Gisa mengangguk menyetujui permintaan tantenya itu.
"Zu-Zurra ... " lirih nya mengucapkan satu nama, yaitu nama anaknya.
Deg ... jantung Gisa berdetak kencang saat mendengar nama Fazzura di sebutkan. Hati Gisa tiba-tiba diselimuti ketidaknyamanan.
'Fazzura? Maksud Tante apa? Jangan sampai__' batin Gisa bertanya pada dirinya sendiri.
"Ini tentang Zurra, boleh?" Melisa bertanya kembali dengan lirih.
Gisa mengerjapkan matanya, mencoba mengembalikan fokusnya yang sempat melayang mencari jawaban dari pertanyaan sang tante.
Gisa mengangguk sambil tersenyum. Sebuah senyuman yang terkesan di paksakan. Ya Gisa terpaksa tersenyum di hadapan sang tante, m
Terima kasih sudah membaca 😘😘 jangan ada yang protes koin mahal ya, kalian yang minta 1 bab tapi isinya banyak 😁😁 itu untuk dua bab mommy buat jadi 1 bab aja. Jangan lupa ramaikan komentar ya, love u sayang-sayangnya Mommy,
Siapa yang ke Korea?" tanya Catra bingung. "Hem? Abang belum bertemu Kakek? Kakek kan pulang ke Indonesia. Tadi pagi bahkan dia ke sini." ucap Fazzura membuat Catra dan Gisa mematung mendengar sang kakek pulang. "Kakek?" tanya Catra memastikan pendengarannya tidak salah. "Ya. Kakek Brahmana. Kakek yang dulu pernah meminta kita untuk menikah." ucap Fazzura sengaja. Deg ... Gisa terperangah mendengarnya. Rasa takut mulai menghampiri hatinya. Bayangan masa lalu mulai berkelebat silih berganti memenuhi otaknya. Masa lalu yang penuh penolakan dari orang-orang terdekatnya, membuat luka di hati Gisa tak kunjung sembuh dan berujung meninggalkan trauma yang mendalam. Catra diam. Dia tidak menanggapi perkataan Fazzura. Menurut Catra, permintaan kakek di masa lalu, merupakan permintaan yang konyol. Karena bagi Catra, Fazzura akan selalu menjadi adiknya. Sama seperti Kayanna. "Abang benar-benar gak tau, kalau kakek pulang?" tanya F
Abhi berjalan masuk ke dalam rumahnya dengan lunglai. Dasi sudah dia longgarkan, dan jas sudah Abhi tanggalkan. Dia lelah. Pagi hari, Abhi harus pergi untuk meninjau proyek ke luar kota, sementara siangnya Abhi mengambil alih pekerjaan yang seharusnya menjadi pekerjaan Catra. Abhi menjatuhkan tubuhnya di atas sofa ruang tengah apartemennya. Tampak Zeca tengah menonton televisi, dengan tangan terlipat di atas dada, dan kaki yang dia buat menyilang. Tubuhnya sendiri dia sandarkan pada sofa. "Sore, istri!" sapa Abhi pada Zeca. "Sore!" jawab Zeca singkat dan terkesan datar, dengan fokus yang tidak teralihkan. Abhi tidak sakit hati diperlakukan seperti itu oleh Zeca, yang notabennya sekarang sudah menjadi istrinya. Abhi cukup tau diri. Dia tidak meminta di perlakukan layaknya seorang suami pada umumnya. Zeca bertahan di sisinya pun, Abhi sudah sangat bersyukur. Anggap saja perlakuan Zeca saat ini, adalah karma dari keburukan Abhi di
Gisa dan Dean saat ini tengah duduk di dalam mobil. Catra sendiri tengah menghubungi Abhi untuk membicarakan sesuatu. "Mommy, tas Kakak mana?" tanyanya dengan pelafalan yang sudah jauh lebih baik. Dean sudah terbiasa dengan panggilan Kakak yang Kayanna sematkan padanya. "Buat apa, Baby?" tanya Gisa sambil menoleh ke belakang. "Sudah mommy simpan di bagasi." lanjut Gisa. "Buku, kakak ... " rengek nya. "Nanti, ya!" "Tapi, Mommy ... " rengek nya kembali dengan mata yang sudah berkaca-kaca. Anak-anak kalau bangun tidur, sebagian besar memang lebih sensitif. Termasuk Dean. Karena penolakan kecil dari ibunya, mood Dean bahkan langsung jelek. "Ya Tuhan ... apa gak bosan setiap saat baca buku? Mommy saja yang hanya lihatin kamu membaca, gemes pengen Mommy umpetin semua buku-buku kamu!" ceroscos Gisa membuat Dean semakin berkaca-kaca. "Mommy mau kamu bersosialisasi dengan orang lain. Bermain, berlari, seperti anak-anak y
Catra dan Dean yang baru masuk kedalam angkringan, langsung bergabung bersama sang mommy yang sudah lebih dulu menduduki tempatnya. Orang-orang masih tampak antusias menatap keluarga kecil tersebut. Namun, dengan handphone yang sudah mereka kantongi, karena takut dengan bodyguard yang berjejer, berjaga di luar. "Katanya gak mau turun." ucap Gisa menyindir suaminya. "Ckk, terus ninggalin mommy di sini sendirian?" tanya Catra sambil duduk di sebelah Gisa dengan ragu. Bahakan Catra melapisi tempat duduknya, menggunakan saputangan berbahan sutra limited edition miliknya. "Oh, God!" ucap Gisa spontan, saat melihat suaminya duduk di atas saputangan. Dean sendiri, duduk diatas kursi khusus miliknya, yang bodyguard bawa dari dalam bagasi mobil, Catra. "Hhhuuusshh ... " Gisa hembuskan nafas lelahnya, menyaksikan kelakuan suaminya. "Daddy mau makan?" tawar Gisa. Catra menggeleng ragu. Dia lapar, namun untuk makan di tempat sepert
"Ini kakek Brahmana?" tanya Zeca sedikit memekik. "Iya, kenapa?" tanya Abhi heran. "Oh my God!" pekik Zeca dengan tangan yang dia simpan diatas kepalanya. "Kenapa yank?" tanya Abhi memfokuskan perhatiannya pada Zeca. "Apa kak Abhi ingat, saat Aden hilang tempo hari?" tanya Zeca pada suaminya. Abhi mengangguk. Tentu saja dia mengingatnya. Itu adalah hari dimana kesabaran Abhi benar-benar di uji. Dia harus memohon untuk rapat yang sebelumnya Catra batalkan. Menahan segala umpatan yang ingin dia lontarkan. Serta menahan sakit di seluruh tubuhnya, karena perjalanan dari Jakarta ke Surabaya kemudian Surabaya-Jakarta yang mereka tempuh hanya dengan satu hari saja. "Kenapa?" tanya Abhi kembali. "Dia, kakek yang Aden bantu tempo hari." jelas Zeca pada suaminya. Abhi melebarkan matanya tidak percaya. "Perhatikan dengan seksama, yank. Mungkin salah lihat," pinta Abhi pada istrinya. "Gak salah, Kak Abhi! Warna mata
Gisa tengah terduduk di atas lantai ruang walk-in closet kamarnya. Di hadapannya tersimpan sebuah koper yang tengah terbuka lebar meminta untuk di isi. Gisa berkemas untuk perjalanannya menuju Singapura besok siang. Gisa mulai memasukan beberapa potong pakaian ke dalam koper. Rencananya, Kayanna akan menjemput Gisa dan Dean di bandara, untuk selanjutnya membawa mereka bertemu dengan Ayumma dan memperkenalkan Gisa pada mertuanya. Gisa merupakan keluarga Kayanna satu-satunya, selain sang Kakak dan sang kakek. Oleh karena itu, saat Gisa dan Dean sampai di Singapura, Kayanna berencana memperkenalkan mereka kepada keluarga besar dari suaminya. "Mom ... " panggil Catra yang baru saja masuk kedalam walk-in closet. Handuk masih melilit diatas pinggangnya. Rambut basahnya pun, belum Catra keringkan. Gisa memalingkan kepalanya, ketempat sang suami datang. "Ckk," decak Gisa sambil bangkit dari duduknya. Gisa berjalan kehadapan Catra, kemudian mer
Tampak Anna dari kejauhan, tengah berjalan sambil melambaikan tangannya ke arah Dean. Wajahnya sumringah, dengan senyum yang tidak lepas dari kedua sudut bibirnya. Apalagi, saat matanya menangkap sosok keponakan yang sudah sangat dia rindukan. Dean tengah duduk di atas stroller, dengan Zeca dibelakangnya yang siap untuk mendorong. Gisa sendiri, belum menyadari kehadiran adik iparnya, karena tengah menerima panggilan. Jadi, hanya Dean yang sudah mengetahui kedatangan Kayanna. Zeca pun, tengah fokus memperhatikan Gisa yang menerima panggilan dari Abhi, sang suami. Gisa mematikan panggilannya, bersamaan dengan kedatangan Kayanna ke hadapannya. "Kakak!" pekik Kayanna kegirangan. Gisa menatap Anna sambil tersenyum. Namun, hanya sebuah senyum sendu yang Gisa berikan pada Kayanna. Zeca pun tidak berani bertanya tentang apa yang Gisa bicarakan dengan suaminya. Dia menunggu Gisa sendirilah yang menceritakannya. "Apa kakak tidak bahagia
Gisa bergegas keluar dari ruangan Melisa, sebelum pikiran kotor memenuhi otaknya. Dia takut, dengan terus menyaksikan suaminya yang tengah memberi perhatian pada Fazzura, membuat kepercayaan Gisa sedikit berkurang.Gisa mematung di depan pintu, sesaat setelah pintu itu ia tutup. Kedua tangannya terkepal memegang dadanya."Kakak, tidak apa-apa?" tanya Zeca yang terus mengekori Gisa.Gisa terperanjat. Dia melupakan Zeca yang saat ini ada disampingnya. Gisa menengok kearah Zeca, "Tidak apa-apa, Zeze. Kamu bisa pulang ke rumah Tante Melisa bersama kak Abhi, dan mempersiapkan pemakamannya," Gisa memberi perintah."Tapi, kak," ragu Zeca."Jangan khawatir. Lagi pula, di sini kan ada kak Catra." ucap Gisa meyakinkan Zeca."Baiklah, kalau begitu.""Sana pergi, jangan lupa ajak kak Abhi. Suruh Dean ke lantai atas saja. Di sana pasti sudah ada Bu Bertha." pesan Gisa pada Zeca.Gisa berjalan menuju kamar mayat tempat jasad bibinya tersimpa
Saat ini sudah pukul tiga dini hari. Gisa tengah tertidur pulas, ditemani Kayanna dan Abhinav yang tidak di ijinkan pulang oleh Catra. "Anna," panggil Catra sambil sedikit menggoyangkan tubuhnya agar bangun. "Mmmmhhhh ... " gumam Anna pelan. "Bangun!" "Kenapa sih, bang?" kesal Anna yang merasa tidurnya terganggu. "Abang pulang dulu. Kalau ada apa-apa bangunkan Abhi dan langsung hubungi Abang." Kayanna mengucek matanya sambil menatap jam dinding yang ada di ruangan Gisa. "Astaga Abang ... ini pukul tiga dini hari. Kenapa tidak pulang besok saja sih?" "Abang harus pulang sekarang. Besok pagi Abang ke sini sekalian membawa Dean," "Ya sudah. Hati-hati," Anna kembali tidur, sementara Catra pergi menuju parkiran dan pulang ke rumah Gisa. Kurang dari setengah jam, Catra sampai di rumah Gisa sambil menenteng goodie bag berisikan pakaian ganti miliknya. Begitu sampai, dia pergi menuju kamar Gisa kemudian mandi dan berganti pakaian. Setelah di rasa sudah bersih, Catra bergegas pergi me
Catra memasuki ruang operasi lengkap dengan baju steril biru telor asinnya. Walaupun sebagian wajahnya tertutupi masker, namun semua orang tau kalau pria tersebut adalah ayah dari anak yang akan mereka tolong kelahirannya itu. Sesaat para petugas medis membeku, tersihir dengan ketampanan Catra. Tubuh tinggi mendulang, mata tajam dengan bola matanya yang indah. Sungguh, jauh lebih tampan dari pada yang mereka lihat di televisi ataupun surat kabar. "Mom," sapa Catra sambil mengusap dan mengecup kening Gisa. Selanjutnya Catra berdiri di samping kiri Gisa. Gisa yang tengah memejamkan mata, kemudian membuka kedua matanya, kala mendengar sapaan lembut dari sang mantan suaminya itu. Dia berusaha tersenyum, ditengah ketegangannya. "Apa mommy sudah cantik?" tanya nya pada Catra. "Selalu. Mommy selalu jadi yang tercantik," jawab Catra membuat pipi Gisa memerah karena malu. "Daddy serius! Mommy gak mau bertemu baby dengan keadaan yang berantakan!" jelas Gisa. Catra tersenyum. "Tapi Daddy
Dengan segala kepanikan yang terjadi pada semua orang, akhirnya Gisa berhasil dievakuasi menggunakan helikopter yang didatangkan langsung dari kediaman Ganendra. Gisa di bawa menuju RS tempat dokter Rumi bekerja. Sungguh beruntung saat kejadian dokter Rumi ada di sana. Semua acara yang sudah di rencanakan, tidak berjalan sebagaimana mestinya. Acara gender reveal, gagal. Lamaran? Tentu saja gagal juga. Bahkan cin-cin lamarannya masih tertanam di dalam kue yang belum sempat di potong oleh Gisa. Ditengah kepanikan semua orang, hanya Gisa lah satu-satunya yang terlihat tenang. Dia sibuk memperbaiki riasan wajahnya, sambil sesekali menenangkan anggota keluarganya yang lain. Gisa memalingkan wajah, menatap Catra yang tengah melipat kedua tangannya. Catra tidak banyak bicara. Dari awal hanya diam, sambil sesekali memperhatikan Gisa. Ditengah diamnya tersebut, semua orang tau kalau Catra tengah diliputi kegelisahan. Catra menutup mata, sambil menghembuskan nafasnya secara kasar. Selanjutny
Acara inti dari pesta Gender reverral akan segera dimulai. Semua tamu sudah berkumpul sesuai team yang mereka pilih. Team biru berdiri di sebelah kanan, dan tim merah muda, berdiri di sebelah kiri. Semua orang terlihat begitu antusias menunggu momen mendebarkan tersebut. Tidak terkecuali dengan Catra yang terlihat cemas, dan tegang. Gisa yang menyadari kegugupan yang di rasakan oleh Catra, lantas bertanya kepadanya. "Daddy, are you oke?" tanyanya. Catra tersenyum, mencoba meredam kegugupannya. Dia mengusap pipi Gisa, "It's oke. Daddy terlalu excited menunggu momen ini," dusta Catra. Pada kenyataannya, dia gugup menunggu momen lamarannya. Dia takut semua tidak berjalan sebagaimana yang sudah Catra bayangkan sebelumnya. Perihal jenis kelamin anaknya, Catra tidak terlalu mempermasalahkannya. Mau yang lahir anak laki-laki ataupun perempuan, dia akan tetap menyambut buah hatinya itu dengan penuh suka cita. "Mom, sebentar. Daddy ke kamar mandi dulu," ijin Catra pada Gisa. Dia perlu menen
Dari lantai atas villa, Gisa turun ditemani Catra yang berjalan di sampingnya. Wajah Catra terlihat tegang, namun tak mengurangi ketampanannya. Dia mengenakan kemeja baby blue, yang bagian tangannya dia gulung sebatas sikut. Sudah tau kan, Catra masuk team mana? Berbeda dengan Catra, Gisa justru menggunakan dress berwarna baby pink. Sebuah dress cantik, bermodel tutu dress, yang panjangnya hanya sebatas lutut. Malam ini, Gisa terlihat manis sepeti seorang balerina. Dia berhasil menjadi pusat perhatian orang-orang yang datang ke pesta. Dari sudut ruangan, seseorang menatap Gisa dengan penuh kerinduan. Dari sudut matanya, beberapa air mata, menetes tanpa seizinnya. "Tos, kita satu team!" celetuk Abhi, saat Gisa sampai di lantai bawah, tempat berlangsungnya acara. Abhi menggunakan kemeja merah muda, sama seperti Gisa. Gisa tersenyum, sementara Catra mendelik sambil berdecak seperti biasanya. "Ckk ... " "Kenapa kak Abhi memilih warna merah muda?" tanya Kayanna yang datang menghampiri
Acara yang ditunggu-tunggu oleh keluarga besar Ganendra, akhirnya terlaksana. Semua persiapan di lakukan dari jauh-jauh hari. Di usia ke delapan bulan kehamilannya ini, tidak banyak yang Gisa pinta. Cukup sehatkan dan lancarkan sampai saat lahirannya tiba. Namun, pada akhirnya Gisa menyetujui permintaan kakek dari mantan suaminya itu, untuk mengadakan sebuah pesta perayaan kehamilan. Kebetulan jenis kelamin dari anaknya belum di ketahui, Gisa dan Catra memutuskan untuk mengadakan gender reverral party, dengan hanya mengundang kerabat terdekatnya saja. Tujuan kakek Brahmana meminta mengadakan pesta ini, tidak lain sebagai bentuk penebusan dosanya di masa lalu. Saat mengandung Dean, Gisa mengalami banyak penderitaan. Kakek berharap, dengan diadakannya pesta ini, dapat menggantikan memori masa lalu Gisa yang menyakitkan, dengan kenangan penuh kebahagiaan dari orang-orang terdekat dalam menyambut anggota keluarga baru yang sangat dinantikan kehadirannya itu. Acara itu sendiri, diadaka
Dengan wajah menahan kesal, pada akhirnya Catra tetap mengikuti Gisa untuk masuk kedalam hotel. "Kenapa harus di hotel?" pikir Catra dalam hatinya. Tidak jauh berbeda dengan Catra, disepanjang jalan menuju tempat pertemuannya, Gisa pun memasang wajah cemberut. Dia malu dengan orang-orang yang menatapnya dengan tatapan heran. Bagaimana tidak heran, Gisa mengenakan setelan olahraga dipadukan dengan Stiletto dan tas pesta yang berkilau. Setelah keduanya berjalan di tengah keheningan, akhirnya mereka sampai di tempat yang menjadi tujuan Gisa. Sebuah restoran mewah, di lantai atas hotel. Catra tersenyum kecil, mentertawakan pikiran kotornya sendiri. "Oh ... di sini," celetuk Catra membuat Gisa menatapnya dengan tatapan tajam. "Ya! Menurut Daddy," Gisa mengangkat jari kemudian menunjuk dirinya sendiri. "Apa pantas memakai pakaian seperti ini saat masuk kedalam?" tanya Gisa sinis. "Tidak masalah. Mommy datang dengan piyama pun, tidak akan ada yang berani menegur mommy," jawab Catra denga
Novera sudah berlalu beberapa langkah dari hadapan Catra yang saat ini masih mengumpat, mengutuk Novera, yang sudah menghancurkan kegiatan intim dari bos-nya itu. Novera dengan terpaksa harus kembali ke hadapan Catra, dengan konsekuensi amarah dari bos-nya itu akan meledak kembali, begitu melihat dirinya. "Apalagi sekarang?!" Seperti dugaan Novera sebelumnya, Catra menaikan nada suaranya, begitu melihat Novera kembali. "He ... he ... " Novera tersenyum kaku, sambil tangannya sedikit menggaruk leher bagian belakangnya. "Sepuluh menit lagi kita ada rapat, pak!!" ucap Novera dalam satu tarikan nafas. Dengan cepat Novera membungkuk hormat, dan bergegas pergi sebelum Catra benar-benar mengeluarkan sumpah serapahnya. Catra memejamkan mata, sambil menghembuskan nafasnya secara kasar. Mood dia hari ini benar-benar hancur. Dia sudah cukup lelah, sehingga melupakan rapat yang sudah diaturnya dari jauh-jauh hari. Sebuah tangan lembut, menepuk punggungnya dengan pelan, seakan-akan tengah menen
Sebelum membaca bab ini, harap baca ulang bab sebelumnya. ^^ *** Peletak! Catra menyentil dahi Gisa menggunakan telunjuk dan ibu jari yang dia lipat. "Gila mommy bilang?" tanya Catra. Nada bicaranya sudah lebih lembut daripada sebelumnya. Catra kemudian mengusap kepala Gisa dengan lembut. Tubuh Catra sedikit condong ke depan, menatap manik coklat milik Gisa. "Ya. Sepertinya Daddy memang gila. Daddy gila karena berpisah dengan, mommy," ucap Catra terdengar seperti sebuah gombalan. Sejak kapan seorang Catra yang terkenal dingin, sudi melontarkan gombalannya di tempat seperti ini? Entahlah. Hanya dia dan Tuhan yang tau. Gisa mengerutkan kening, melihat perubahan Catra yang tiba-tiba. "Sepertinya lift ini berhantu. Kenapa si keras kepala ini berubah lembut dalam beberapa saat saja?" batin Gisa berbicara pada dirinya sendiri. Bagaimana tidak heran, beberapa waktu yang lalu, saat mereka berdua bercerai, Catra terkesan dingin dan tidak ramah dengan Gisa. Tapi saat ini, Catra kembali pad