"Aaa ... Anda_" kalimatnya terpotong karena bibir Gisa langsung dibungkam oleh bibir lembut Pria yang aroma parfumnya cukup familiar bagi Gisa.
Parfum beraroma Woody yang memberi kesan maskulin dan lembut. Dia adalah Catra Ganendra, CEO yang mengusirnya dari ruang rapat tanpa belas kasihan.
Bibir Catra terus mencium bibir mungil Gisa dengan rakusnya. Merasa tidak ada respon dari Gisa, Catra menggigit bibir bagian bawah Gisa. Secara otomatis mulut Gisa terbuka dan Catra mulai membelit kan lidahnya dan mengabsen setiap titik yang ada di sana.
Gisa memejamkan matanya menikmati setiap sentuhan suaminya. "Mmmh ... " lenguh Gisa saat tangan Catra mulai masuk kedalam kemeja kerja miliknya. Gisa dengan reflek mendorong tubuh kekar Catra setelah dirasa hampir kehabisan oksigen. "Jangan," tolak Gisa. "Bagaimana kalau ada yang masuk," desisinya pelan.
Catra mendudukan sebagian bokongnya pada wastafel. Dia raih tubuh Gisa untuk berdiri di hadapannya dengan kedua
Terimakasih sudah membaca... Dukung terus Catra dan Gisa dengan memasukan cerita ini pada rak kalian kemudian vote dan beri bintang lima❤️❤️❤️
Sekarang sudah masuk jam makan siang. Setelah menyelesaikan pekerjaannya, Gisa langsung pergi menuju ruangan Catra, setelah tadi mendapat panggilan telpon dari Novera, sekertaris Catra yang memintanya datang saat jam makan siang. Tampak sang sekertaris saat ini tengah duduk di depan meja kerja dekat ruangan Catra. Sesaat sebelum menghadap Novera, Gisa merapihkan kembali penampilannya dengan menepuk beberapa bagian setelan kerja miliknya yang terlihat sedikit kusut. Setelah dirasa penampilannya sudah cukup rapih, Gisa berjalan dan berhenti di depan meja kerja sekertaris pribadi suaminya. "Selamat siang," sapa Gisa lembut pada Novera yang tengah sibuk membereskan sesuatu. Novera menghentikan aktivitasnya. Dia mengerjapkan matanya saat dilihatnya Gisa sudah ada dihadapannya. "Bu," sapa Novera sopan, sambil bangkit dari tempat duduknya kemudian membungkuk hormat. Aura Gisa memang tidak bisa ditolak. Dia selalu bersinar di manapun dia berada. Seketika Gisa
Catra sudah keluar dari dalam mobil mewahnya. Dia mengitari setengah dari bagian mobilnya dan membukakan pintu untuk Gisa keluar dari dalam sana. Gisa tidak merespon. Dia masih mematung di atas kursi penumpangnya. Catra yang penasaran, mencondongkan tubuhnya untuk melihat apa yang sedang istrinya lakukan di dalam mobil. Secara tidak sadar, Catra tersenyum melihat Gisa yang tengah bengong sambil menatap hotel bintang lima yang ada di hadapannya. "Ayo, kamar kita sudah siap!" bisik Catra tepat ditelinga Gisa. Dengan reflek Gisa memiringkan kepalanya menghadap suaminya. Catra yang masih berada pada posisinya menyebabkan bibir mereka menempel satu sama lain. Catra memanfaatkan momen tersebut untuk mengecup sekilas bibir candu istrinya. "Pak," pekik Gisa sedikit mendorong tubuh kekar suaminya. Catra tergelak sambil membangkitkan kembali tubuhnya dan berdiri menyandar pada body mobil, menunggu istrinya keluar. Entahlah, akhir-akhir ini Catra sangat
Ternyata apa yang Gisa khawatir selama di dalam kamar hotel tadi tidak terjadi. Catra tidak melanjutkan aksi panasnya setelah selesai makan siang. Saat ini Catra dan Gisa tengah turun menuju lantai dasar hotel dan akan kembali ke perusahaan. Namun Catra lupa kalau Abhi saat ini tengah menunggunya di restoran hotel yang sama. Saat berjalan keluar dari dalam lift, iPhone milik Catra berbunyi menampilkan Abhi sebagai pemanggil. "God!" ucap Catra tiba-tiba saat melihat layar iPhone-nya. Gisa yang berjalan disamping Catra, menatapnya dengan tatapan penuh tanya. "Kenapa?" tanya Gisa bingung. "Daddy, lupa. Abhi, sedang menunggu di restoran hotel ini juga!" terangnya pada Gisa sambil menggeser icon warna hijau kesebelah kanan. "Gue, kesana sekarang!" jawab Catra singkat. Kemudian Catra, mematikan panggilannya begitu saja. Bisa dibayangkan, berapa banyak umpatan yang Abhi lontarkan untuk, Catra? Abhi sudah lama menunggu Catra dan dengan seenaknya, Catra memati
Catra dan Gisa kini tengah berada di dalam sebuah Range Rover hitam, mobil mewah Catra yang hari ini menemaninya pergi ke kantor. Ada lebih dari 12 mobil mewah di dalam garasi rumahnya. Saat keluar dari dalam hotel tadi, Catra langsung membawa Gisa masuk kedalam mobilnya. Catra masih bergeming. Tidak ada satu pun' kalimat yang keluar dari mulutnya. Matanya, masih setajam saat mata itu menatap Gisa, di depan pintu masuk toilet tadi. Gisa tidak berani bersuara. "Biarlah Catra dengan pemikirannya sendiri!" pikir Gisa. Kedua tangan Gisa sibuk meremat bagian samping rok kerjanya. Bibir bawahnya dia gigit, dengan rona merah terkuras dari wajahnya. Sudut mata Gisa melirik sekilas kearah suaminya. Saat ini, mata Catra berkilat, mulutnya membentuk garis keras dengan otot di rahangnya yang mengejang. Ekspresinya mengeras dengan kedua tangan yang tengah memegang setir mobil, mengerat seperti tengah menyalurkan amarahnya. Gisa menundukan wajahnya, tidak berani menatap ke
"Ini?" Tanyanya sambil mengelus tato kupu-kupu yang ada di belakang punggung Catra. Tato yang sama persis dengan tato milik Gisa. "Kok bisa?" tanyanya bingung. "..." Catra bergeming. "Jangan bilang kalau, kamu?!" pekiknya dengan mulut menganga dan mata yang hampir melompat keluar. Catra memutar tubuhnya, menatap Gisa. Peletak ... Catra menjentikan jari telunjuknya di atas kening Gisa. "Aaah ... sakit ..." pekik Gisa sambil memegang, kemudian mengusap dahinya yang sakit. "Itu hukuman karena sudah lancang membentak suami, kamu!" Dia masukan kembali kedua tangannya kedalam saku celana. "Maaf Daddy, reflek," cicit Gisa. "Tapi itu ..." tunjuknya pada punggung Catra. Catra membalikan tubuhnya, membelakangi Gisa sambil menunjukan gambar tato kupu-kupu yang ada dibelakang punggung bagian atasnya, "Ini?" tanyanya. Gisa mengangguk pelan, sambil menggigit ujung kuku, jari tangannya. Dia gugup menunggu jawaban dari, Catra.
Cup ... Cup ... Cup ... Catra memberi beberapa kecupan di bagian belakang leher Gisa dengan lembut yang syarat akan hasrat. "Daddy, S-ssstop!" "Kamu seksi! Sepertinya, kemeja ini sangat cocok dipakai, Mommy!" pujinya. Catra, melesakan kepalanya masuk kedalam leher istrinya, dan menghirup aroma tubuh istrinya tersebut. "Seharusnya, kita mengeksplor ruangan di apartemen ini, termasuk di disini!" Serak Catra, sambil menggesek milik-nya pada belakang tubuh Gisa. "Mommy, dia sudah bangun, bahkan hanya dengan melihat punggung indah Mommy!" lanjut Catra menggoda. Gisa memejamkan matanya, menerima setiap gelanyar aneh yang merasuki tubuhnya. "Da-Daddyihhh ... stop!" Gisa membalikan badannya mencoba melawan segala nikmat yang dia terima dari setiap sentuhan tangan dan bibir, Catra. "Please! Mommy, lapar!" Rengeknya manja dengan kedua tangan menahan dada Catra yang terus maju. Apakah dengan Gisa bersikap manja Catra a
Gisa baru bangun dari tidurnya, saat jam menunjukan pukul 06.30 pagi. Dia, kesiangan! Semalam, dia baru terlelap sekitar pukul 11 malam. Bukan begadang karena menuntaskan kegiatannya yang sempat Gisa hentikan, melainkan begadang karena Gisa merindukan Dean, sang anak. Kegiatan semalam, tidak mereka tuntaskan karena Gisa yang ketakutan. Hadirnya Dean pun', Gisa tidak mengingat saat proses pembuatannya. Jadi, Gisa benar-benar tidak tau bagaimana rasanya bercinta. Karena saat berpacaran dengan Rama pun', dia berpacaran secara sehat. No sex before married. Dia tidak ingin mengulang kesalahan yang sama. Gisa gelisah sepanjang malam. Padahal jika dilihat dari CCTV kamar Dean yang tersambung pada gadget milik Catra, Dean anteng bermain, kemudian tertidur setelah Bu Bertha membacakannya cerita. Gisa bergegas bangun, dan membereskan tempat tidurnya sebelum akhirnya masuk kedalam kamar mandi. Di dalam kamar mandi pun, Gisa hanya menghabiskan waktu 20 menit saja. Segera
Di sebelah meja Gisa dan Madava, seseorang tengah duduk dengan kedua tangannya mengepal erat, dan wajah yang merah padam siap meledakan amarahnya. Pria tersebut adalah Catra, suami dari, Gisa! Perempuan yang baru saja dilamar lelaki lain dihadapan suaminya sendiri. Catra bergeming. Dia masih pada posisinya dengan mata dinginnya yang mendominasi. Abhi yang duduk di sebelahnya, bahkan dibuat bergidik melihat sahabatnya dalam mode seperti itu. Abhi tahu betul, sahabatnya paling tidak suka, apapun yang menjadi "milik-nya," diganggu ataupun diinginkan orang lain. Abhi berniat menghampiri Madava, untuk memperingatkan-nya. Namun, Catra menahan tangan, Abhi. Abhi mendudukkan kembali bokongnya diatas kursi yang sejak tadi ditempatinya. "Catra, karyawan tersebut tidak_" Catra mengangkat tangannya meminta Abhi berhenti bicara! Abhi mengatupkan kembali mulutnya. "Anak yang malang," batin Abhi, mengasihani Madava, yang tidak tahu kalau wanita yang
Saat ini sudah pukul tiga dini hari. Gisa tengah tertidur pulas, ditemani Kayanna dan Abhinav yang tidak di ijinkan pulang oleh Catra. "Anna," panggil Catra sambil sedikit menggoyangkan tubuhnya agar bangun. "Mmmmhhhh ... " gumam Anna pelan. "Bangun!" "Kenapa sih, bang?" kesal Anna yang merasa tidurnya terganggu. "Abang pulang dulu. Kalau ada apa-apa bangunkan Abhi dan langsung hubungi Abang." Kayanna mengucek matanya sambil menatap jam dinding yang ada di ruangan Gisa. "Astaga Abang ... ini pukul tiga dini hari. Kenapa tidak pulang besok saja sih?" "Abang harus pulang sekarang. Besok pagi Abang ke sini sekalian membawa Dean," "Ya sudah. Hati-hati," Anna kembali tidur, sementara Catra pergi menuju parkiran dan pulang ke rumah Gisa. Kurang dari setengah jam, Catra sampai di rumah Gisa sambil menenteng goodie bag berisikan pakaian ganti miliknya. Begitu sampai, dia pergi menuju kamar Gisa kemudian mandi dan berganti pakaian. Setelah di rasa sudah bersih, Catra bergegas pergi me
Catra memasuki ruang operasi lengkap dengan baju steril biru telor asinnya. Walaupun sebagian wajahnya tertutupi masker, namun semua orang tau kalau pria tersebut adalah ayah dari anak yang akan mereka tolong kelahirannya itu. Sesaat para petugas medis membeku, tersihir dengan ketampanan Catra. Tubuh tinggi mendulang, mata tajam dengan bola matanya yang indah. Sungguh, jauh lebih tampan dari pada yang mereka lihat di televisi ataupun surat kabar. "Mom," sapa Catra sambil mengusap dan mengecup kening Gisa. Selanjutnya Catra berdiri di samping kiri Gisa. Gisa yang tengah memejamkan mata, kemudian membuka kedua matanya, kala mendengar sapaan lembut dari sang mantan suaminya itu. Dia berusaha tersenyum, ditengah ketegangannya. "Apa mommy sudah cantik?" tanya nya pada Catra. "Selalu. Mommy selalu jadi yang tercantik," jawab Catra membuat pipi Gisa memerah karena malu. "Daddy serius! Mommy gak mau bertemu baby dengan keadaan yang berantakan!" jelas Gisa. Catra tersenyum. "Tapi Daddy
Dengan segala kepanikan yang terjadi pada semua orang, akhirnya Gisa berhasil dievakuasi menggunakan helikopter yang didatangkan langsung dari kediaman Ganendra. Gisa di bawa menuju RS tempat dokter Rumi bekerja. Sungguh beruntung saat kejadian dokter Rumi ada di sana. Semua acara yang sudah di rencanakan, tidak berjalan sebagaimana mestinya. Acara gender reveal, gagal. Lamaran? Tentu saja gagal juga. Bahkan cin-cin lamarannya masih tertanam di dalam kue yang belum sempat di potong oleh Gisa. Ditengah kepanikan semua orang, hanya Gisa lah satu-satunya yang terlihat tenang. Dia sibuk memperbaiki riasan wajahnya, sambil sesekali menenangkan anggota keluarganya yang lain. Gisa memalingkan wajah, menatap Catra yang tengah melipat kedua tangannya. Catra tidak banyak bicara. Dari awal hanya diam, sambil sesekali memperhatikan Gisa. Ditengah diamnya tersebut, semua orang tau kalau Catra tengah diliputi kegelisahan. Catra menutup mata, sambil menghembuskan nafasnya secara kasar. Selanjutny
Acara inti dari pesta Gender reverral akan segera dimulai. Semua tamu sudah berkumpul sesuai team yang mereka pilih. Team biru berdiri di sebelah kanan, dan tim merah muda, berdiri di sebelah kiri. Semua orang terlihat begitu antusias menunggu momen mendebarkan tersebut. Tidak terkecuali dengan Catra yang terlihat cemas, dan tegang. Gisa yang menyadari kegugupan yang di rasakan oleh Catra, lantas bertanya kepadanya. "Daddy, are you oke?" tanyanya. Catra tersenyum, mencoba meredam kegugupannya. Dia mengusap pipi Gisa, "It's oke. Daddy terlalu excited menunggu momen ini," dusta Catra. Pada kenyataannya, dia gugup menunggu momen lamarannya. Dia takut semua tidak berjalan sebagaimana yang sudah Catra bayangkan sebelumnya. Perihal jenis kelamin anaknya, Catra tidak terlalu mempermasalahkannya. Mau yang lahir anak laki-laki ataupun perempuan, dia akan tetap menyambut buah hatinya itu dengan penuh suka cita. "Mom, sebentar. Daddy ke kamar mandi dulu," ijin Catra pada Gisa. Dia perlu menen
Dari lantai atas villa, Gisa turun ditemani Catra yang berjalan di sampingnya. Wajah Catra terlihat tegang, namun tak mengurangi ketampanannya. Dia mengenakan kemeja baby blue, yang bagian tangannya dia gulung sebatas sikut. Sudah tau kan, Catra masuk team mana? Berbeda dengan Catra, Gisa justru menggunakan dress berwarna baby pink. Sebuah dress cantik, bermodel tutu dress, yang panjangnya hanya sebatas lutut. Malam ini, Gisa terlihat manis sepeti seorang balerina. Dia berhasil menjadi pusat perhatian orang-orang yang datang ke pesta. Dari sudut ruangan, seseorang menatap Gisa dengan penuh kerinduan. Dari sudut matanya, beberapa air mata, menetes tanpa seizinnya. "Tos, kita satu team!" celetuk Abhi, saat Gisa sampai di lantai bawah, tempat berlangsungnya acara. Abhi menggunakan kemeja merah muda, sama seperti Gisa. Gisa tersenyum, sementara Catra mendelik sambil berdecak seperti biasanya. "Ckk ... " "Kenapa kak Abhi memilih warna merah muda?" tanya Kayanna yang datang menghampiri
Acara yang ditunggu-tunggu oleh keluarga besar Ganendra, akhirnya terlaksana. Semua persiapan di lakukan dari jauh-jauh hari. Di usia ke delapan bulan kehamilannya ini, tidak banyak yang Gisa pinta. Cukup sehatkan dan lancarkan sampai saat lahirannya tiba. Namun, pada akhirnya Gisa menyetujui permintaan kakek dari mantan suaminya itu, untuk mengadakan sebuah pesta perayaan kehamilan. Kebetulan jenis kelamin dari anaknya belum di ketahui, Gisa dan Catra memutuskan untuk mengadakan gender reverral party, dengan hanya mengundang kerabat terdekatnya saja. Tujuan kakek Brahmana meminta mengadakan pesta ini, tidak lain sebagai bentuk penebusan dosanya di masa lalu. Saat mengandung Dean, Gisa mengalami banyak penderitaan. Kakek berharap, dengan diadakannya pesta ini, dapat menggantikan memori masa lalu Gisa yang menyakitkan, dengan kenangan penuh kebahagiaan dari orang-orang terdekat dalam menyambut anggota keluarga baru yang sangat dinantikan kehadirannya itu. Acara itu sendiri, diadaka
Dengan wajah menahan kesal, pada akhirnya Catra tetap mengikuti Gisa untuk masuk kedalam hotel. "Kenapa harus di hotel?" pikir Catra dalam hatinya. Tidak jauh berbeda dengan Catra, disepanjang jalan menuju tempat pertemuannya, Gisa pun memasang wajah cemberut. Dia malu dengan orang-orang yang menatapnya dengan tatapan heran. Bagaimana tidak heran, Gisa mengenakan setelan olahraga dipadukan dengan Stiletto dan tas pesta yang berkilau. Setelah keduanya berjalan di tengah keheningan, akhirnya mereka sampai di tempat yang menjadi tujuan Gisa. Sebuah restoran mewah, di lantai atas hotel. Catra tersenyum kecil, mentertawakan pikiran kotornya sendiri. "Oh ... di sini," celetuk Catra membuat Gisa menatapnya dengan tatapan tajam. "Ya! Menurut Daddy," Gisa mengangkat jari kemudian menunjuk dirinya sendiri. "Apa pantas memakai pakaian seperti ini saat masuk kedalam?" tanya Gisa sinis. "Tidak masalah. Mommy datang dengan piyama pun, tidak akan ada yang berani menegur mommy," jawab Catra denga
Novera sudah berlalu beberapa langkah dari hadapan Catra yang saat ini masih mengumpat, mengutuk Novera, yang sudah menghancurkan kegiatan intim dari bos-nya itu. Novera dengan terpaksa harus kembali ke hadapan Catra, dengan konsekuensi amarah dari bos-nya itu akan meledak kembali, begitu melihat dirinya. "Apalagi sekarang?!" Seperti dugaan Novera sebelumnya, Catra menaikan nada suaranya, begitu melihat Novera kembali. "He ... he ... " Novera tersenyum kaku, sambil tangannya sedikit menggaruk leher bagian belakangnya. "Sepuluh menit lagi kita ada rapat, pak!!" ucap Novera dalam satu tarikan nafas. Dengan cepat Novera membungkuk hormat, dan bergegas pergi sebelum Catra benar-benar mengeluarkan sumpah serapahnya. Catra memejamkan mata, sambil menghembuskan nafasnya secara kasar. Mood dia hari ini benar-benar hancur. Dia sudah cukup lelah, sehingga melupakan rapat yang sudah diaturnya dari jauh-jauh hari. Sebuah tangan lembut, menepuk punggungnya dengan pelan, seakan-akan tengah menen
Sebelum membaca bab ini, harap baca ulang bab sebelumnya. ^^ *** Peletak! Catra menyentil dahi Gisa menggunakan telunjuk dan ibu jari yang dia lipat. "Gila mommy bilang?" tanya Catra. Nada bicaranya sudah lebih lembut daripada sebelumnya. Catra kemudian mengusap kepala Gisa dengan lembut. Tubuh Catra sedikit condong ke depan, menatap manik coklat milik Gisa. "Ya. Sepertinya Daddy memang gila. Daddy gila karena berpisah dengan, mommy," ucap Catra terdengar seperti sebuah gombalan. Sejak kapan seorang Catra yang terkenal dingin, sudi melontarkan gombalannya di tempat seperti ini? Entahlah. Hanya dia dan Tuhan yang tau. Gisa mengerutkan kening, melihat perubahan Catra yang tiba-tiba. "Sepertinya lift ini berhantu. Kenapa si keras kepala ini berubah lembut dalam beberapa saat saja?" batin Gisa berbicara pada dirinya sendiri. Bagaimana tidak heran, beberapa waktu yang lalu, saat mereka berdua bercerai, Catra terkesan dingin dan tidak ramah dengan Gisa. Tapi saat ini, Catra kembali pad