Kalau sebelumnya Davian harus makan brownies tiga kali sekali secara langsung dihadapan Kaira, kali ini lelaki itu hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah istrinya. Kaira dibantu Kenny dan Tika tengah membagikan macaroon buatan Kaira semalam. Wanita itu semakin produktif saja dengan karyanya. Entah apakah calon bayinya itu nanti akan jadi baker atau semacamnya mengingat ngidamnya Kaira yang tidak jauh-jauh dari memasak, terutama kue.Davian sudah khatam sekali dengan aroma manis dari gula dan almond yang memenuhi udara rumahnya. Bahkan hingga kini wangi itu seolah melekat di indra penciumannya hingga tiap melihat Kaira membawa kotak sudah membuatnya bisa mencium wanginya dari jarak jauh begini. Lelaki itu mengawasi dari atas, melihat bagaimana wajah ceria istrinya itu saat membagikan kue warna-warni buatannya dan sesekali bercengkrama dengan para staf yang sepertinya memberikan review positif terhadap hasil karyanya.Davian, yang berdiri di ambang pintu dengan lengan bersilang
Sore itu Kaira berada di toko buku dalam pusat perbelanjaan bersama dengan Kenny. Davian saat ini sedang mengikuti rapat penting di salah satu site ditemani oleh Aldo. Awalnya seharusnya Kaira yang berangkat, tapi tentu saja Davian 'posesif' Rajendra melarangnya untuk ikut sebab lokasi tersebut menurutnya cukup berbahaya untuk Kaira. Bukan hanya karena Kaira tengah mengandung, bahkan kalaupun Kaira tidak hamil, Davian tidak akan membawa Kaira berangkat ke tempat rapat yang hanya diisi oleh kaum laki-laki saja. Sebenarnya bisa saja Kaira pulang ke rumah bersama dengan supir, hanya saja ia menolak dan memilih untuk ikut bersama dengan Kenny untuk jalan-jalan sebentar di mall. Sekalian girls time, kan? Lagipula memang kebetulan ada beberapa hal yang juga hendak Kaira beli. Kedua wanita itu memasuki toko buku dengan tujuan menemukan novel incaran Kenny yang katanya baru dipublikasikan. Sementara Kenny sibuk mencari, Kaira lebih memilih untuk secara santai melihat-lihat. Dia sebenarnya b
Kaira melangkah pelan keluar dari kamar, tangannya menenteng tas kecil berisi dokumen medis dan botol air minum. Senyum tipis terulas di wajahnya, namun tidak menyembunyikan sedikit rasa gugup yang membayang. Davian, suaminya, sudah menunggu di depan pintu dengan kunci mobil di tangan.Hari ini mereka berdua libur. Sengaja meliburkan diri lebih tepatnya. Lagipula, siapa yang akan melarang pasangan tersebut untuk off sehari saja dari kantor? Davian teringat percakapannya dengan sang mama tempo hari. Sesuatu yang membuatnya semakin protektif terhadap sang istri."Meskipun Kaira itu sangat mandiri, kamu sebagai suami nggak boleh membiarkan dia melakukan semuanya sendiri. Apalagi kalau sering ditinggal-tinggal. Fisiknya boleh terlihat baik-baik saja, tapi yang namanya ditemani suami semasa hamil, rasanya berbeda," ujar sang mama memberi wejangan. Meminta putranya untuk lebih atentif dan menjaga menantu serta calon cucunya itu.Pagi ini mereka ada appointment dengan dokter kandungan. Peme
Di dalam mobil, suasana terasa sunyi. Hanya suara mesin dan hembusan lembut AC yang mengisi ruang kecil itu. Kaira duduk di kursi penumpang, sesekali melirik Davian yang fokus mengemudi. Namun, tatapan suaminya terasa jauh, seperti pikirannya sedang berada di tempat lain.Sorot mata terluka, lengkap dengan dengusan lambat yang berpadu dengan upaya untuk mengalihkan diri. Kaira yakin belum pernah melihat dan merasakan ini dari Davian sebelumnya. Begitu lengannya ditarik Davian, Kaira hanya sempat melirik senyum terpaksa milik dokter Raina. Wanita itu melengkungkan senyum di bibirnya dan melambai pelan pada Kaira. Tapi matanya, jelas masih ada kekagetan disana. Detik itu juga, Kaira sadar ada sesuatu yang berbeda.Dia berada disamping kemudi sekarang. Bersama dengan Davian yang sama sekali belum membuka mulut sejak awal memboyongnya masuk secara buru-buru ke dalam mobil. Pandangan Davian seolah kosong, sama sekali tidak melirik Kaira lagi namun juga dia yakin itu bukan karena semata f
Kaira sedang sibuk berkutat dengan peralatan di dapur ketika suara bel di rumahnya terdengar. Wanita itu tinggal menunggu makanan matang sempurna, mengaduk singkat sayuran yang berada dalam teflon miliknya. Dia menutup masakannya itu dengan tutup kaca sebelum akhirnya mengeringkan tangannya di apron dan berjalan menuju pintu dengan perlahan untuk mengintip siapa tamu yang hinggap ke rumahnya malam-malam begini. Bibirnya mengulas senyum tipis saat melihat ibu mertuanya yang ternyata datang. Dia segera membuka pintu dan menyambut wanita tersebut. Memeluknya sekilas sebelum akhirnya mengamit lengan sang mertua untuk turut masuk ke dalam rumah.Memang belakangan ini mama mertuanya itu jadi lebih sering berkunjung. Selain karena kediaman mereka dekat, juga karena Mama Tania sedang berusaha mengalihkan kesepiannya setelah putra bungsunya lebih memilih untuk pergi keluar negeri dengan turut memboyong istrinya. Memang sih sudah Tania izinkan, tapi tetap saja dia jadi merasa kesepian sekarang
Seberapa keras pun Kaira berusaha untuk tidur, dia tetap saja sulit terlelap. Wanita itu membuka mata yang tadi dipaksanya untuk terpejam. Kali ini kembali dipaksa menghadapi kamar yang temaram dan sunyi. Disampingnya sang mama mertua sudah terlelap lebih dulu. Wanita itu memang menginap sesuai dengan permintaan Davian katanya yang ingin supaya Kaira ada yang menjaga di rumah.Mengingat lagi tentang Davian, Kaira hanya bisa menghela nafasnya dengan kasar. Sejak panggilannya yang canggung tadi bersama sang suami, dia jadi banyak pikiran. Meskipun begitu, ia tentu tidak bisa menumpahkan seluruh kekhawatirannya itu pada sang mertua. Kaira takut dianggap posesif dan berlebihan hanya karena mendengar ada suara wanita lain di dekat Davian. Tapi serius, Davian katanya kan sedang berada di site dan langsung mengikuti acara formal, wajar saja kalau dia jadi banyak bersosialisasi dan bercengkrama dengan lawan jenis. Itu bukan hal baru dan sebelumnya pun Kaira tidak pernah sampai mempermasalahk
"Kamu kenapa sih, Kai? Mama perhatiin kok dari semalam banyak bengongnya?" Celetukan Mama Tania berhasil membuat Kaira yang tadinya tenggelam dalam bayang kembali naik ke permukaan. Wanita itu mengedipkan matanya beberapa kali sebab mungkin tanpa sadar hanya berdiam diri tanpa berkedip tadinya. Posisi selang dan tanaman yang ia sirami tidak berubah. Mungkin sekitar tiga menit lebih? Kaira hanya menyiram satu pot bunga hingga airnya meluap karena tidak bisa meresap dengan cepat. Mama Tania yang tadinya berinisiatif memotongkan buah untuk sang menantu sudah menyaksikan Kaira bengong disana selama itu. Dia juga beberapa kali menyebut nama Kaira namun menantunya itu seolah tak mendengarnya. Baru setelah berhasil menyentuh pundaknya, Kaira seolah tersadar dan meresponnya.Buru-buru Kaira mengarahkan selang ke tanaman lainnya. Sembari memaksakan sebuah senyuman hanya untuk menenangkan sang mertua yang bisa jadi justru akan menguliknya sampai akar sekarang."Nggak kok, ma. Tadi lagi mikiri
Kaira menatap layar laptop dengan fokus, tangannya lincah mengetik sembari mengecek ulang jadwal dan laporan yang menumpuk di mejanya. Sejak pagi, ia sudah disibukkan dengan berbagai tugas sebagai asisten pribadi Davian, memastikan semua agenda berjalan lancar. Begitu juga delegasi tugas untuk merapikan kembali dokumen di ruangan.Namun, ada satu hal yang membuat pikirannya tidak tenang—Davian belum juga memberi kabar.Sejak siang tadi, suaminya pergi bersama Aldo untuk menghadiri rapat penting di luar kantor. Memenuhi persyaratan dari Mama Tania dan tentu juga Davian bahwa Kaira tidak boleh terlalu banyak bekerja dan juga tidak boleh sering-sering ikut dinas keluar. Makanya untuk saat ini Kaira harus puas untuk jaga kandang dan menyeleksi pekerjaan para staf dan membiarkan Aldo yang wara-wiri bersama suaminya.Awalnya, Kaira tidak terlalu khawatir. Namun, seiring waktu berlalu hingga sore menjelang, Davian belum juga kembali. Berkali-kali ia menghubungi ponselnya, tapi hanya nada sam
"Aku tahu kenapa dia cinta banget sama kamu. Sekarang kamu boleh kok tertawa diatas penderitaanku." Dia lantas tersenyum getir, “Aku salah, Kaira. Aku tidak lebih dari seorang pengganggu kalau memanfaatkan kerenggangan dalam hubungan kalian hanya untuk memuaskan egoku yang tidak terima bahwa pada akhirnya Davian mencintai seseorang bahkan lebih jauh daripada perhatiannya kepadaku dahulu. Sudah cukup aku merasakan betapa memalukan penolakan dan terlukanya harga diriku atas tindakanku sendiri.” Kaira tak menjawab kalimat terakhir yang Raina katakan padanya sesaat sebelum dia menghilang dibalik pintu kaca. Kaira hanya bisa memperhatikan punggung Raina yang berjalan menjauh setelah mengatakan kalimat membingungkan tersebut. Jadi apa Raina benar-benar akan menyerah atas Davian begitu saja? Tapi apapun itu, setidaknya pada akhirnya Raina benar-benar punya kesadaran akan dirinya sendiri. Sekarang, tersisa rasa bersalah di relung Kaira karena telah meragukan suaminya sendiri selama
"Ada apa?" Kaira tidak mau basa-basi lebih lama lagi. Mood bersantainya sudah rusak akibat kedatangan Raina yang secara tiba-tiba kembali muncul dihadapannya seperti sekarang ini. Melihat Kaira yang bahkan tidak berusaha ramah padanya, Raina tertawa pelan, "Kamu memang selalu bersikap seperti ini? Apa yang Davi lihat dari seorang wanita cemburuan seperti kamu sebenarnya?" Raina berujar dan bahkan tanpa sungkan menghakimi Kaira dengan mudah, lengkap dengan lirikan meremehkan menandai Kaira dari ujung kepala hingga kaki. Dan apa katanya tadi, cemburuan? Mana pernah Kaira menunjukkan kecemburuan berlebih tersebut sebelumnya? Kaira sejujurnya sudah sensi tiga tingkat. Apalagi mendengar Raina menyebut suaminya dengan penggalan 'Davi'. Sebenarnya tidak begitu masalah, tapi karena Raina yang menyebutkannya, Kaira jadi agak tersulut. Apa mereka masih sedekat itu sampai dengan mudah menyebut nama yang cukup akrab itu? "Apa dokter juga selalu bersikap seperti ini kepada lelaki yang s
Setelah perdebatan tipis-tipis tadi, Kaira masuk ke dalam ruangan kerjanya. Langsung menemukan Davian yang tengah duduk di singgasananya sembari menikmati secangkir kopi pagi dengan seutas senyum yang menghiasi wajahnya. "Menikmati pertunjukan dengan tenang?" Sindir Kaira. Dia tahu pasti bahwa suaminya itu memang menonton dari dalam ruangan. Kaira meletakkan tas bawaannya diatas meja, lantas mulai menyiapkan perlengkapan kerjanya secara teliti.Davian masih senyum-senyum di tempatnya, "Jadi sekarang kamu sudah tidak marah lagi?" Tanyanya.Kaira meliriknya sekilas dibarengi dengan sebelah alis yang naik keatas. "Ada apa dengan pertanyaan out of topic itu?"Tiba-tiba saja Davian membahasnya. Kaira yakin seratus persen bahwa apa yang sekarang ini Davian lakukan adalah hanya untuk menjahilinya. "Buktinya kamu lebih mempercayai aku dibanding termakan permainan kata-kata Dokter Raina," tutur Davian yang kini memangku dagunya dengan kedua tangan. Lelaki dewasa itu justru nampak lucu dengan
Saat Kaira tiba di kantor pagi ini, dia tidak terkejut melihat sosok Raina sudah berdiri di depan ruangan Davian. Wajah perempuan itu tampak tenang, meskipun jelas ada sesuatu yang ingin ia sampaikan.Jelas dia telah menduganya. Beberapa panggilan dan pesan yang dikirimkan semalam, bahkan di waktu istirahat, sudah pasti Raina tidak akan menyerah begitu saja. "Bu, ada tamu. Beliau bilang ingin menemui Pak Davian," ujar Tika sembari berbisik pelan. Sebagai pihak pertama di lantai Ruangan Direktur, Tika adalah yang bertugas untuk berkomunikasi dengan Kaira ataupun Davian apabila ada tamu. Juga menerima dari resepsionis utama yang berada di lantai dasar. Namun sepertinya, kedatangan tanpa jadwal dan brief sebelumnya ini membuat Tika agak sedikit kebingungan. Kaira melirik Raina yang tengah duduk dengan santai, "Bapak bilang apa?" Dia tahu suaminya sudah lebih dulu sampai ruangan hari ini. Seharusnya Davian sekarang sudah berada di ruangan. Tika bersiap untuk berbisik, dia mengecilkan s
Suara-suara aneh tiba-tiba saja terdengar berisik dan mengganggu pendengaran. Belum lagi guncangan kecil yang menyebabkan pergerakan pada tempatnya berada cukup mengusiknya. Kaira yang masih diliputi setengah rasa kantuk terpaksa membuka matanya untuk menemukan sumber gangguan.Matanya terbelalak, saat ini dia menghadap samping. Tepat menyaksikan bagaimana seorang wanita menduduki atau bahkan bisa dikatakan tengah menunggangi suaminya—tepat disampingnya. Pemandangan gila yang membuat Kaira berdebar sakit menyaksikannya. Lenguhan dan kesibukan dari sepasang insan gila disebelahnya cukup membuat Kaira tak bisa menahan air mata dan juga amarah. Namun tetap saja, Kaira tak bisa menggerakkan tubuhnya atau bahkan sekadar mengeluarkan suaranya. Ia kaku dan bisu. Ingin berteriak namun seolah tak bisa keluar apapun.Ketika pasangan gila itu menatap kearahnya, mereka tersenyum, dan itu jelas membuat Kaira semakin diliputi kemarahan. Bagaimana bisa suaminya dan Raina melakukan ini disana?Mata
Davian akhirnya kembali ke rumah setelah seluruh urusannya di rumah sakit selesai. Tubuhnya masih lemah, tetapi jauh lebih baik dibanding sebelumnya. Begitu memasuki rumah, Kaira sigap membantunya duduk di sofa sebelum membawa bantal tambahan agar suaminya lebih nyaman."Pak Aldo, mau minum sesuatu? Teh ataupun soft drink?" Tanya Kaira pada Aldo yang sudah setia membantunya dan mengantar mereka pulang ke rumah dengan selamat.Aldo melirik Davian, memahami makna tatapan Davian dan tersenyum tipis berusah atak terlalu kentara. "Terima kasih, tapi tidak perlu repot, bu. Saya izin untuk langsung pulang ke rumah sekarang," ujarnya menolak halus tawaran Kaira.Tak membiarkan Kaira membujuk atau melakukan percakapan tambahan, Davian menambahkan narasi yang mungkin bisa membantu. "Benar, orang rumah pasti lebih tenang jika kamu berada disana. Terima kasih atas bantuannya ya, Do! Salam buat tante dan semoga lekas sembuh," ujar Davian pada Aldo yang pada akhirnya juga disetujui oleh Kaira. "Ah
Percakapan dengan Aldo terus berputar di kepalanya. Kaira yakin selama ini dia tidak melakukan sesuatu yang menyalahi aturan, tapi mengapa kemudian dia harus menghadapi segala macam kebetulan di dunia yang luasnya tak terhingga namun ternyata seolah sangat sempit ini?Dokter Raina adalah putri sulung mantan bosnya—putri dari Hanan Suditra?Jadi, dialah putri hilang yang sempat dia dengar desas-desusnya karena berselisih dengan ayahnya itu? Alasannya adalah ini? Karena rasa bersalahnya pada Davian?Mengapa semuanya jadi bertumpukan seperti ini? Itukah yang membuat Hanan Suditra memandangnya remeh sebelumnya? Karena mungkin dia pikir Kaira tidak akan pernah sebanding dengan putrinya untuk mendampingi Davian?"Bu Kaira, anda baik-baik saja?"Lamunannya terketuk, Kaira dengan cepat kembali pada dunia nyata—berada di ruang rawat bersama dengan Davian dan juga dokter yang tengah menjelaskan beberapa hal sebelum memperbolehkan Davian untuk beristirahat di rumah.Kaira melirik dokter dan suam
"Kamu benar-benar dengan bangga menyebut diri sebagai seorang istri saat bahkan kamu sendiri tidak tahu kesulitan yang Davi tengah hadapi?"Kaira menutup matanya sembari menahan sesak di dada yang terus memenuhinya. Wanita itu duduk di kursi panjang rumah sakit sendirian—memikirkan kembali keganjilan belakangan ini yang tak pernah dia anggap sebagai pertanda apapun. Tapi sentilan sinis dari Raina membuatnya merasa rendah diri. Apa dia benar-benar se-egois itu dan begitu cuek terhadap suaminya sendiri hingga bahkan tidak mengetahui bahwa Davian belakangan ini memang berada dalam kondisi tubuh kurang baik?"Bu Kaira.."Kaira melirik suara yang tiba-tiba menyapanya. Menatap lelaki tinggi dihadapannya yang hadir dengan kedua tangan bertautan dan raut bersalah."Saya minta maaf karena tidak bisa menemani Pak Davian tadi," ucapnya sembari menunduk.Kaira menghela nafas, ini juga bukan salah Aldo sama sekali. "Pak Aldo... Bagaimana kondisi ibu anda?"Aldo tersenyum tipis, "Syukurnya kondisi
"Mas Davian kenapa?"Ketika Dokter Raina keluar, Kaira berusaha keras menata perasaannya. Mengesampingkan seluruh ego dan kecurigaannya sebab yang terpenting saat ini baginya adalah keadaan Davian.Davian menatapnya lama, seolah ada banyak yang ingin dia sampaikan namun semuanya tertahan di ujung lidah. Pada akhirnya, dia hanya bisa menjawab seadanya. "Enggak apa-apa, Kai. Cuma diminta untuk istirahat saja," ujarnya dengan seberkas senyum yang kelihatan dipaksakan.Lama Kaira terdiam sampai akhirnya dia menghela nafas pelan, "Bagaimana tadi kejadiannya? Apa benar seperti yang Dokter Raina katakan?"Davian melihat dan mendengar bagaimana istrinya itu menatapnya datar. Seolah tak ada apapun yang terjadi diantara mereka. Dia bahkan tidak keberatan menyebut kembali nama Raina."Tadi seusai rapat, tiba-tiba saja kepalaku pusing. Sebenarnya perut juga sudah tidak enak sejak pagi. Saat keluar ruangan, tiba-tiba saja aku muntah dan ya seluruhnya gelap."Kaira menghela nafas untuk kesekian ka