Mata Drake terpana, menikmati wajah tidur Elena yang samar-samar terkena sinar matahari. Menyusup dari celah jendela, sinar matahari membuat wajah Elena tampak berkilap sesekali. Wanita itu tampak mulai terganggu dengan cahaya itu. “Elena, bangunlah.” “Hmmm.” “Katamu mau bersiap lebih awal. Nanti kau kesiangan.” “Iya, sebentar lagi,” jawab Elena selirih gumaman. Punggung tangan Drake mengusap pipi Elena. Wanita itu mulai sedikit membuka matanya. “Sudah jam 6. Katamu ingin bangun setengah enam.” “Apa?” Elena langsung terduduk dari posisinya. Matanya bergerak ke arah jam dinding. Seketika, ia menembuskan napas dengan kesal. “Aku kesiangan setengah jam.” Elena segera turun dari ranjang. Meninggalkan Drake yang tertawa seraya bersantai. “Jangan buru – buru begitu, nanti kau jatuh.” Tak mengindahkan peringatan Drake, Elena langsung masuk ke kamar mandi. Setengah jam berlalu, ia keluar kamar mandi. Drake sedang sibuk dengan tabletnya. “Drake, cepat mandi dan bersiap.” “Tunggu
Elena kembali menyendok ice creamnya. Berharap dengan begitu hawa panas yang dirasakannya akan mereda. Saat kembali menatap Drake menikmati ice creamnya, Elena menahan napas. Ketika Drake menelan ice creamnya, ia bisa melihat ketika ice cream itu turun ke tenggorokan melalui leher Drake. Ia melihat lidah Drake yang seolah menari di atas sendok ice cream itu, menjilati hingga bersih dari ice cream. “Ada apa, Elena?” Drake menatapnya dengan kening berkerut. Ia segera memalingkan wajah ke arah lain sambil memakan ice creamnya yang tak membantunya sama sekali. Hingga ia tak sanggup menghabiskan ice creamnya lagi. Elena segera berjalan ke arah lain. Ia tahu Drake mengikutinya. Saat melintasi Grace, wanita itu memanggilnya. “Elena, sini.” Elena dan Drake menghampiri Grace, Max, tamu lainnya dan ... Luke. “Apa kau sudah bertemu dengan Luke?” Luke menyapa Elena dengan sopan, mencium punggung tangannya. Drake berdiri di samping Elena, di sisi dekat dinding. “Sudah, kami sudah salin
Kate membuka matanya dengan berat. Pandangannya berkeliling ke sekitar kamar. Ia melihat sofa yang kosong, lalu kembali menatap ke arahnya sendiri. Terakhir kali, ia di sofa seraya menyusun jadwal Elena dan mengerjakan beberapa hal sebentar. Kenapa sekarang bisa ada di ranjang? Carl baru keluar dari kamar mandi. Melihat Kate yang menatapnya dengan bingung. “Aku baru saja akan membangunkanmu.” “Carl, kapan aku pindah ke sini? Sepertinya aku sedang di sofa tadi malam.” “Iya, lagi-lagi kau ketiduran di sofa. Langsung kupindahkan saja ke situ, aku mau tidur di sofa.” “Oh, pantas saja sejak kemarin kurasa berpindah tempat sendiri.” “Kau selalu tertidur di sofa usai mengerjakan sesuatu.” “Aku memang mudah ketiduran.” “Apa kita langsung kembali hari ini?” “Waktu di pesta semalam, Elena memberitahuku ingin jalan-jalan sebentar di sekitar sini, lalu malamnya baru pulang ke rumah. Elena memintaku menemaninya.” Seraya menjelaskan pada Carl, Kate mencoba menelepon Elena. Dua kali tanp
Elena merasa termakan oleh omongannya sendiri. Ia menjamin Drake tak ada yang berubah dengan kebersamaan mereka dua hari terakhir. “Baiklah. Tapi, aku harus mengambil beberapa barang.” Drake membukakan pintu, lalu ikut masuk ke kamar Elena. Menunggu dengan sabar saat Elena mengambil beberapa barang. “Besok, biar staf yang memindahkan barangmu ke kamarku. Sekarang bawa saja yang kau perlukan.” Keduanya lalu pergi ke kamar Drake. Setelah bergantian mandi, Drake yang baru selesai, melihat Elena sudah merebahkan diri di ranjang. Drake ikut bergabung. Wanita itu seketika menoleh. “Aku sangat lelah, Drake. Apa kau ....” Kalimat Elena terhenti. Drake langsung memahaminya. “Aku tidak akan melakukan apa pun, tenanglah. Sudah kubilang tak akan memaksamu, aku mengerti situasi dan perasaanmu. Jadi, tidurlah dengan nyaman.” Senyum hangat Elena terukir seketika. Ia merelakskan tubuhnya, selagi Drake memeluknya. “Aku ingin bicara sebentar tentang permohonanku.” “Tentang?” “Memintamu ber
“Kate, aku pulang dulu, ya.” “Ya, hati-hati.” “Kau jangan pulang malam-malam, ya.” “Siap.” Diantar Carl pulang ke mansion, Elena berencana memasak mi seafood untuk Drake sepulang kerja. Pria itu akan pulang agak larut hari ini. “Carl, kau pulang saja. Drake sudah dalam perjalanan pulang.” “Saya akan menunggu sampai Tuan Drake tiba.” “Baiklah. Makanannya baru siap. Kau mau ikut makan malam?” “Tidak, Nona. Saya ada janji makan malam setelah ini.” “Baiklah.” Tak sampai lima belas menit kemudian, Drake sampai. Carl segera pamit undur diri. Ia berjalan ke area parkir untuk mengambil mobilnya sendiri. Saat sudah di dalam mobil, Carl mengambil ponselnya. “Halo, Carl.” “Kau masih di kantor, Kate?” “Ya, sebentar lagi selesai. Ada apa?” “Aku ke sana sekarang.” Kate masih berkutat dengan laptopnya. Ia pikir semua akan selesai dengan cepat. Ternyata ada satu pekerjaan yang hampir terlupakan. Terdengar langkah kaki mendekat. Ia bisa melihat senyum Carl saat berjalan ke arahnya. “
Pesawat baru saja mendarat di negara tujuan. Elena tak sabar untuk turun dan berkeliling kota. Drake tak bisa menyembunyikan senyumnya ketika melihat Elena yang begitu antusias. Wanita itu yang paling malas dan khawatir saat akan berangkat, tapi, kini justru paling bersemangat. “Drake, kita ke mana setelah ini? Langsung ke rumah Mama?” “Kau mau jalan-jalan dulu atau tinggal di rumah Mama langsung?” “Langsung ke Mama saja. Kalau menginap di hotel yang ada waktu seminggu justru habis di tempat tidur,” sindir Elena seraya menggelengkan kepala. “Bisa saja di rumah Mama aku juga tetap begitu. Hanya beda tempat saja.” “Setidaknya kalau di rumah Mama kita harus jaga sikap. Mengerti?” “Siap, Nona Elena.” Keduanya bergegas menuju rumah Lily, mamanya Drake. Elena sudah lama tak ke sini. Terakhir kali sebelum pernikahan mereka. Ada rasa asing yang dingin dan hangat bersamaan datang padanya. Dingin saat mengingat mereka meminta restu pada Lily dengan kebohongan yang mereka buat sendiri da
Tangis Elena baru mereda setelah beberapa menit berlalu. Mama Lily mengurai pelukannya, mengambilkan beberapa lembar tisu untuk Elena. Ia bisa melihat tatapan terluka dari wanita muda di depannya itu. “Sudah, sayang, jangan menangis lagi.” “Aku malu karena telah mengecewakan Mama, dengan perceraian kami. Mama bahkan masih menyayangiku. Maafkan aku, Ma.” “Tak apa, sayang. Semua sudah berlalu. Tenangkan dirimu, ya.” “Aku juga terharu melihat kedekatan Mama dan Drake tadi. Dulu dia tak bisa terbuka seperti itu dengan Mama. Sekarang tampak lebih dekat dan aku menyukainya.” Mama Lily tersenyum hangat. Jari-jarinya menyugar rambut pirang Elena ke belakang. “Sejak hari itu, Drake bersedia terbuka denganku. Hari-hari yang buruk tak selalu membuat semuanya berakibat buruk. Aku bersyukur, Drake bisa melewati hari-hari yang berat itu dan menjadi lebih baik, lebih dekat denganku seperti sekarang.” “Hari-hari yang berat? Kapan itu, Ma?” “Tentu saja pasca perceraian kalian.” Wanita berh
“Mama ikut kita jalan-jalan saja, yuk.” “Mama mudah lelah. Kalian saja yang jalan-jalan.” “Sayang sekali Mama tidak mau ikut. Drake, coba bujuk Mama.” “Mama di rumah saja, ya.” “Astaga, Drake. Aku memintamu mengajak Mama, bukan menyuruhnya berdiam diri di rumah.” “Ini acara kencan kita, Elena. Tidak mungkin aku mengajak Mama, ya kan, Ma?” Mama Lily tertawa mendengar pertengkaran kecil Elena dan Drake. Putranya itu memperlihatkan sisi dominannya. “Ya sudah. Nanti kita makan malam di luar Mama ikut, ya?” “Kalau itu Mama mau ikut.” “Nanti kita kembali sebelum jam makan malam, Ma. Kamu pergi dulu.” Drake dan Elena segera masuk ke mobil. Drake sengaja melajukan mobilnya dengan santai. Satu tangannya yang bebas menggenggam tangan Elena. “Hari ini kita ke pantai melihat sunset. Besok saja kita jalan-jalan ke kota. Tapi, kita harus bangun lebih pagi untuk bersiap.” “Berarti, nanti malam kita mulai lebih awal kalau ingin bangun lebih pagi.” “Apanya yang mulai lebih awal.” “Acara
Drake menatap layar datar di seberang meja kerjanya. Sore itu sidang putusan yang akan membacakan vonis untuk Alfred dan Paman Smith, serta Alexa akan dibacakan. Momen yang paling ditunggu oleh Drake dan Elena. Will duduk di sofa tamu, tak jauh dari meja Drake, juga turun memperhatikan jalannya sidang di layar kaca. Menit demi menit hingga jam berlalu. Alexa dan Paman Smith telah menyelesaikan sidang lebih dulu dibandingkan Alfred. Karena Alexa yang membuka semua pintu di kasus ini, layaknya whistle blower, ia divonis 5 tahun penjara atas tuduhan intimidasi, ancaman dan membantu Alfred dalam menjual nark*ba. Sedangkan Paman Smith dijatuhi hukuman seumur hidup atas percobaan pembunuhan. Sampai pada saat sebelum putusan dibacakan. Hakim memberikan kesempatan pada Alfred untuk bersuara. Dalam pembelaannya, Alfred menyangkal semua bukti dan tuduhan yang selama ini diajukan pihak lawan. Usai menyampaikan suaranya, hakim membacakan vonis. Dalam sidang putusan hari in
Usai melaksanakan tugas dari Drake hari itu, Carl bergegas memasuki mobilnya. Dalam perjalanan, ia menelepon Kate. “Halo, kau ke mana saja?” “Kate, aku sedang dalam perjalanan pulang. Apa Steven dan Dean masih di sana?” “Tentu saja. Kami sedang bermain kartu.” “Apa kalian minum?” “Sedikit wine. Dean, jangan coba-coba curang ya.” Suara Kate terlihat memarahi Dean, rekan setim Carl yang bertugas menjaga keluarga Drake Graysen. Hari ini mereka bertugas menjaga Kate karena Carl sibuk di luar seharian. “Sial! Jangan minum dengan mereka.” “Carl, kau mengumpat padaku?” “Tidak, Kate. Aku mengumpat pada Steven dan Dean. Aku akan segera sampai.” Carl buru-buru menutup panggilannya, ia menambah kecepatan mobilnya. *** “Kami hanya bosan dan bermain kartu terlihat seru.” Kate memberi penjelasan seraya menuangkan jus apel ke sebuah gelas. Pria di depannya itu diam tak bergeming. Hanya menatapnya dengan tajam. “Ini, minumlah.” Carl dan Kate duduk di ruang makan. Pria itu meneguk seg
“Aku tak mengerti mengapa kau menanggapi pendekatan Alfred padahal kau tahu jelas motif di baliknya.”“Karena dia yakin bisa memanfaatkanku untuk menjatuhkan Elena, aku ingin melakukan hal yang sama dan membalikkan situasinya. Aku yakin bila dekat dengan Alfred, aku bisa membantu Elena dengan caraku.”“Apa Nyonya Elena saat itu tahu rencanamu?”“Elena tahu, tentu saja ia tak setuju. Katanya seolah menjadikanku umpan atau martir.”“Perkataannya benar.”“Carl, waktu itu aku hanya ingin membantu.”“Kau pasti bersikeras menjalankan rencanamu, kan? Meski Nyonya Elena tak setuju?”“Ya. Jadi, aku mencoba bersabar di dekat. Semuanya tampak berjalan sesuai rencana dan aku bisa tahu lebih awal rencana Alfred terhadap Elena. Sampai pria kasar itu .... Ya, akhirnya aku memilih pergi dan tak melanjutkan rencana konyol itu.”“Kenapa berhenti?”“Apa?”“Kate, kau mendadak memutuskan menghentikan rencanamu. Kalimatmu berhenti usai mengatakan ‘sampai pria kasar itu .... Apa yang dilakukannya
“Katakan padaku detailnya, Will. Apa yang terjadi?”“Nona Alexa mengaku mendapatkan intimidasi di lingkungan penjara.”“Dari siapa? Sipir?”“Tidak hanya dari sipir, sesama narapidana juga.” Drake mengerutkan keningnya, ia tak menduga kehidupan Alexa yang ingin mengutarakan kebenaran di depan pengadilan, harus dibayar sepahit itu. Kehidupan di penjara bukanlah hal yang mudah, bagai hukum rimba. Jika tidak dibantu, Alexa, yang merupakan satu-satunya kunci mengungkap keburukan Alfred dan ayahnya, bisa celaka. Tentu ini buruk untuknya dan Elena. “Tempatkan orang-orang kita untuk membantu Alexa bertahan. Bagaimana pun caranya, kita harus menjaganya tetap hidup, karena Alexa adalah saksi kunci.”“Ya, kami akan menempatkan orang-orang kita di antara sipir, narapidana dan ada seorang dokter yang cukup bisa dipercaya.”“Dokter? Siapa?”“Kakaknya Carl. Sudah empat tahun ini bekerja di penjara tempat Alexa ditahan.”“Oh, ya? Apa Carl yakin kalau kakaknya bisa dipercaya untuk tuga
Kate langsung menekan tombol panggil pada kontak dengan nama Carl. Tangannya gemetaran saat mengangkat ponsel ke telinganya.“Halo, Kate, aku sedang di depan rumahmu.”“Jadi, itu kau? Yang berdiri di depan pintuku sekarang?”“Iya, buka pintunya.”Kate langsung bernapas lega sebelum membuka pintunya. Begitu melihat wajah Carl di depannya, tubuhnya langsung lemas seketika. Ia bersandar di ambang pintu.“Hey, ada apa?”Carl menahan tubuh Kate dengan memegangi pundak wanita di depannya itu.“Aku melihat ada mobil mencurigakan di bawah. Dari tadi orangnya mondar mandir di depan gedung.”“Tak apa, aku di sini.”Keduanya segera memasuki flat Kate, lalu duduk di ruang tamu. Carl mengamati ekspresi Kate yang perlahan melembut, seraya melihat ke depan gedung melalui jendela. “Aku ingin keluar, membeli bahan makanan, lalu mengecek ke jendela. Mobil itu tak pergi sama sekali sejak tadi.”“Orang itu juga mondar mandir saat aku datang.”“Tadi kukira orang itu yang ada di depan pintu.
Terlahir menjadi seorang pewaris dari keluarga kaya menjadi impian hampir setiap orang. Tapi, itu tak lagi berlaku bagi Drake yang menginjak usia 7 tahun dan menyadari situasinya berbeda dengan harapan. Ia pernah melihat sorot mata penuh cinta dari kedua orang tuanya, hingga menyadari, perasaan itu lenyap sempurna dari sorot mata sang ibu. Usia di mama seharusnya Drake bisa membaca layaknya seperti anak-anak lain, membuat tekanan dari sang ayah semakin keras. Drake merasa ia berusaha sebaik mungkin untuk bisa membaca. Tapi, apa daya, matanya seolah melihat huruf-huruf itu lepas dari posisinya dan menari-nari tak beraturan. “Sampai kapan kau menjadi anak bodoh? Membaca saja kau tidak bisa bagaimana mau mewarisi perusahaan?” Dari situlah, Drake kecil mendapat beberapa cambukan sebagai hukuman. Malamnya, ia langsung demam. Mama Lily menangis pilu saat menemaninya semalaman. “Maaf, Ma. Maafkan putramu yang bodoh ini.” “Tidak, Drake. Ini bukan salahmu. Mama akan cari cara untuk mem
“Kita bicarakan hal lain saja.” “Drake, ada apa? Aku tahu ada yang salah, tapi, kau tak mau cerita padaku.” “Tidak. Itu tidak penting lagi, Elena.” “Penting bagiku.” “Penting bagiku untuk menjaga keadaanmu dan bayi kita tetap stabil.” “Tapi, aku tidak bisa pura-pura tak tahu sedangkan aku jelas merasa kau menyembunyikan sesuatu.” “Sudah kubilang itu tak penting. Semua sudah berlalu.” Elena membuang pandangannya ke samping. Sepertinya ini juga sia-sia saja. Seperti tadi saat bertanya ke Mama Lily. Wanita berambut pirang itu berdiri, lalu keluar dari kamar. Drake menghela napas kasar, mengikuti Elena. “Elena, kau mau ke mana? Ini sudah malam.” “Kau tidur saja.” “Aku tidak mungkin tidur kalau kau belum tidur.” Elena tak menanggapi, ia hanya berjalan terus menuju perpustakaan. Ia ingin menenangkan diri sejenak. Satu ruangan dengan Drake terasa membuatnya kecewa. “Elena, ayo kembali ke kamar.” “Aku masih mau di sini. Pergilah.” Elena baru saja melangkah masuk ke perpustakaan
Tatapan sendu Drake terlihat jelas. Istrinya itu kini tampak rapuh di matanya. Sesekali menghela napas panjang, mengingat setiap momen Elena membantunya mandi, berganti pakaian dan makan. Terkadang ia juga membantu mengetikkan pekerjaan kantornya saat bahunya mulai sakit. Ia ingin merutuki diri sendiri karena tak peka pada keadaan istrinya sendiri. Beberapa kali ia mengetahui Elena muntah di pagi hari. Ia kira hanya karena sakit maaf yang kadang kambuh.“Drake, aku tertidur ya?”Lamunan Drake seketika buyar saat melihat mata Elena terbuka. Istrinya berusaha bangun.“Tidur saja dulu, kau perlu istirahat.”Elena kembali berbaring. Ia merasa tubuhnya lebih ringan sekarang. Tiba-tiba ia ingat, tangannya langsung mencengkeram jari-jari Drake.“Bayinya bagaimana?”“Baik-baik saja. Tak ada masalah. Jangan khawatir.”“Syukurlah.”Elena memejamkan matanya sesaat. Ia menarik napas panjang dengan rasa lega. Drake beranjak dari duduknya, ia mencium kening istrinya cukup lama.
Wanita berambut pirang itu duduk dengan tatapan kosong. Seolah seperti patung, Elena tak bergerak sedikit pun. Hingga dua orang, pria dan wanita datang menghampiri. “Elena.” Kate langsung memeluk tubuh ramping yang kini rapuh itu. Elena membalas pelukan Kate seraya menangis tersedu. Di tangannya masih tersisa darah dari Drake. “Kate, maaf, bajumu kotor terkena darah di tanganku.” “Tak masalah. Jangan khawatir. Bagaimana kondisi Drake?” “Will bilang bahunya terkena tembakan. Drake menghalau peluru yang sepertinya sengaja dialihkan padaku.” “Pelakunya bagaimana?” tanya Carl dengan nada cemas. “Sudah diamankan oleh pihak berwajib. Will sedang bertemu dengan mereka.” Carl memutuskan tetap berjaga di situ. Ia telah meminta beberapa pengawal Drkae yang lain untuk mendekat ke ruang perawatan ini, menjaga dan mengantisipasi jika saja masih ada orang suruhan Alfred yang berniat mencelakai. “Kita bersihkan dulu tanganmu. Ayo, Elena.” Kate membantu Elena berdiri lalu berjalan menuju t