“Oopps, apa aku salah masuk ruangan?” Mata Elena melebar melihat pria berjambang tipis dengan garis rahang tegas itu tersenyum saat masuk ke rumah utama pamannya. “Drake,” panggil Elena lirih. Senyum Drake sirna ketika melihat kedua lengan Elena telah dicengkeram oleh dua pengawal. Bersamaan dengan itu, Will dan tiga pengawal lain, merangsek masuk ke dalam. “Apa – apaan ini?” Suara keras Paman Smith terdengar. Drake melangkah hingga di depan Elena. “Lepaskan tanganmu darinya.” Suara berat Drake yang setengah menggeram ditujukan pada pengawal yang masih memegangi lengan Elena. “Lepaskan tanganmu!” Drake melayangkan satu tinju ke pengawal di sebelah kiri Elena. Orang tersebut jatuh terkapar di lantai. Sementara seorang lainnya hendak menyerang Drake, pengawal Drake lainnya bergerak lebih cepat menghalangi pukulan. Mendadak, beberapa pengawal keluarga Paman Smith lainnya turut bergabung. Dengan sigap, Drake segera menarik Elena menjauh dari pengawal yang tadi menahannya. M
“Kau akan pulang sekarang?” Kate bertanya saat Elena membereskan barang – barangnya di meja. “Ya, kau juga jangan pulang larut malam.” “Siap, Bos.” Kate menanti Elena yang bersiap – siap. Ia ingin tahu sesuatu yang sejak lama ia tahan. “Ada yang ingin kau katakan?” Elena melirik ke arah Kate yang ia tahu pasti ada hal yang mengganjal. “Bagaimana hubunganmu dengan Drake? Kalian terlihat ... akrab waktu kita makan malam dengan staf.” “Baik, hubungan kami baik – baik saja. Kami memutuskan hidup rukun dan berteman seperti dulu.” “Eheemm. Kupikir kau tak pernah pulang ke rumahmu juga.” Elena menghentikan gerakan tangannya. Detik berikutnya, ia menutup tas kantornya lalu menatap Kate. “Aku tinggal di rumah lain.” “Oh, baiklah.” Meski mengulas senyum santai, dalam hati Elena merasa bersalah karena telah membohongi sahabatnya itu. “Bagus, berteman dan hidup rukun itu jauh lebih baik.” “Ya, Kate. Aku pulang dulu.” “Ya, hati – hati.” Setelah percakapan singkat dengan Kate, E
Elena tak mendengar panggilannya. Drake menarik napas panjang, ia senang melihat Elena tertawa lepas. Tapi, ia benci dengan pemandangan di depannya ini. Pria itu menyingkap kerumunan untuk menjangkau Elena. “Elena, ikut aku.” “Hei, kau siapa?” Pria yang menari bersama Elena memprotes. Drake langsung mencengkeram krah baju pria itu dan memberi tatapan tajam. “Jangan ikut campur.” “Hai, Drake. Oh, tenanglah teman – teman baruku, dia mantan suamiku. Tampan, kan?” Elena memperkenalkan Drake dengan nada setengah mabuk. Saat itulah Drake sadar jika wanita itu hilang akal karena minuman. “Ayo, Elena.” Pria itu meraih tangan Elena. Menyisir lautan manusia yang sedang menari. Drake tak ingin berada di dalam klub lagi. Hanya melihat Elena seperti itu sudah membuat kepalanya pening. Tangannya baru melepaskan Elena saat tiba di lorong yang sepi. Ia mengungkung Elena di antara dinding dan dirinya. “Apa yang kau lakukan? Minum hingga mabuk dan menari dengan para serigala?” “Hanya mencob
Sang pewawancara menatap Drake dengan antusias. Pria itu tersenyum sekilas sebelum memberi jawaban. Ia tahu Elena juga sedang menatapnya. “Mungkin. Bisa saja terjadi jika suasananya mendukung.” Pewawancara langsung tersenyum, diiringi suara – suara dari tim belakang layar. Sementara Elena menatap canggung orang – orang di sekitarnya. “Baru kali ini saya merasa senang dengan jawaban mungkin. Jadi, Anda mengiyakan adanya peluang untuk rujuk?” Sekilas, Drake melirik Elena yang mulai tegang. Belum sempat ia memberi jawaban, suara lembut mantan istrinya itu terdengar lagi. “Maksud Drake adalah mungkin bisa mungkin juga tidak, kita tak tahu apa yang terjadi. Tapi, yang jelas, menjaga hubungan baik dan tetap pada batasannya dengan mantan suami atau istri itu juga penting. Hanya itu yang bisa kami katakan saat ini.” “Bagaimana menurut Anda, Drake?” tanya wanita paruh baya itu kepada Drake. “Seperti yang Elena katakan. Hanya itu yang bisa kami katakan.” Bukannya menatap pewawancara
Elena selesai berkeliling ke beberapa tempat, ditemani Will. Ia pergi ke museum seni Bristol dan Bristol Old City. Seolah menjelajah ke masa lalu. Banyak hal kuno bersejarah yang temui. Ternyata, ada gunanya berjalan – jalan sejenak, keluar dari rutinitas kantor. “Will, Drake akan baik – baik saja tanpamu, kan?” “Tentu saja, Nona. Tuan Drake bersama sekretarisnya, Tuan Mark.” “Baiklah, aku hanya sedikit merasa bersalah karena meminjammu darinya.” Elena tersenyum membayangkan Drake yang lebih repot ketika ditinggal oleh Will. “Tak masalah, Nona. Tuan Drake biasa menyetir sendiri.” “Benarkah? Saat masih denganku dia ....” Kalimat Elena terhenti. Ia tak ingin terdengar mengungkit masa lalu. “Beberapa waktu terakhir, Tuan Drake sering menyendiri.” “Kenapa?” “Saya tidak tahu, Nona.” Seraya mengerutkan kening, wanita bertubuh ramping itu memasuki kamar. Ia segera bersiap untuk mandi. Tepat saat ia akan memasuki kamar mandi, ponselnya berdering. “Halo, ada apa, Kate?” “Kemarin
Elena meringkuk di ranjang seraya melihat foto yang dikirim Kate padanya. Dari postur dan mata pria yang ada di foto itu, ia semakin yakin. Pria itu adalah Drake. Setengah jam sudah berlalu sejak mantan suaminya itu masuk ke kamar mandi. Elena sendiri sudah lelah meneriaki Drake untuk segera keluar. Tak lama setelah Elena mengamati foto itu lebih cermat, suara air dari dalam kamar mandi berhenti. Ia menoleh ke arah pintu kamar mandi yang dibuka. Drake muncul bertelanjang dada. Pria itu mengambil pakaiannya di lemari lalu dengan santai memakai pakaian santai. Elena mengalihkan pandangannya ketika Drake berganti pakaian hingga selesai. “Kau sudah janji memberitahuku, Drake.” Elena menatap tajam mantan suaminya itu dari ranjang. Ketika Drake berbalik, ekspresi Drake lebih melunak daripada tadi. Pria itu duduk di tepi ranjang, menatap Elena. Ia segera menunjukkan bukti foto di ponselnya pada Drake. “Kau pergi ke rumah sakit, sikapmu juga tak seperti biasanya. Beritahu aku, supaya ak
Elena menutup mulutnya dengan tangan. Matanya menatap jam di dinding yang menunjukkan pukul 14.12. Hanya dua jam sejak ia sampai di rumah. Elena segera menutup panggilannya dan berlari keluar dari kamar. Ia mengetuk pintu Drake cukup keras. Tak ada respon, Elena lebih keras mengetuknya berkali – kali. “Drake, buka pintunya! Ayolah!” Drake membuka pintu itu tiba – tiba, hingga membuat Elena terhuyung ke arahnya karena tangannya akan mengetuk pintu lagi. “Ada apa?” Drake membantu Elena berdiri tegak. Wanita itu tampak masih berantakan dengan rambutnya yang sedikit acak – acakan. “Ini gawat, Drake. Semuanya sudah bocor. Mereka tahu kalau kita ....” Tatapan Elena teralihkan ke arah tablet yang tergeletak di meja tak jauh dari pintu. Terlihat berita tentang mereka berdua. Drake pasti baru saja membacanya. “Kalau kita tinggal bersama?” Drake dengan santai merapikan rambut Elena dengan tangannya. Wanita itu menepis tangan Drake setelah beberapa saat terpaku menatap tablet dari ke
Elena menatap ke arah sumber suara. Tertegun sejenak saat menyadari Drake sudah berdiri menghadapnya dan Alexa. Ekspresi pria itu tak terbaca olehnya. Alexa segera berjalan mendekati Drake. Senyumnya merekah semanis mungkin. “Hai, Sayang. Apa kabar?” Alexa menggandeng lengan Drake dan bergelayut manja. Tak menyadari jika pria yang ia panggil sayang itu mengacuhkannya. Drake hanya menatap Elena yang sibuk membersihkan debu di lengan dressnya. “Kenapa kau ada di sini?” Nyaris bersamaan, Elena dan Drake mengucap pertanyaan yang sama. Keduanya lalu terdiam, hingga suara Alexa menginterupsi. “Drake, kau pasti merindukanku.” “Oh, sungguh reuni para mantan yang menarik. Mantan istri dan mantan kekasihmu, Drake.” Elena mengulas senyum, nada sindirannya tak luput dari perhatian Drake. “Kenapa kau datang ke sini, Alexa? Tak ada alasan bagi kita untuk saling bertemu lagi.” “Jangan bilang kau sudah dipengaruhi oleh Elena.” “Aku tak punya waktu untuk mempengaruhi Drake. Dia bukan ana
Drake menatap layar datar di seberang meja kerjanya. Sore itu sidang putusan yang akan membacakan vonis untuk Alfred dan Paman Smith, serta Alexa akan dibacakan. Momen yang paling ditunggu oleh Drake dan Elena. Will duduk di sofa tamu, tak jauh dari meja Drake, juga turun memperhatikan jalannya sidang di layar kaca. Menit demi menit hingga jam berlalu. Alexa dan Paman Smith telah menyelesaikan sidang lebih dulu dibandingkan Alfred. Karena Alexa yang membuka semua pintu di kasus ini, layaknya whistle blower, ia divonis 5 tahun penjara atas tuduhan intimidasi, ancaman dan membantu Alfred dalam menjual nark*ba. Sedangkan Paman Smith dijatuhi hukuman seumur hidup atas percobaan pembunuhan. Sampai pada saat sebelum putusan dibacakan. Hakim memberikan kesempatan pada Alfred untuk bersuara. Dalam pembelaannya, Alfred menyangkal semua bukti dan tuduhan yang selama ini diajukan pihak lawan. Usai menyampaikan suaranya, hakim membacakan vonis. Dalam sidang putusan hari in
Usai melaksanakan tugas dari Drake hari itu, Carl bergegas memasuki mobilnya. Dalam perjalanan, ia menelepon Kate. “Halo, kau ke mana saja?” “Kate, aku sedang dalam perjalanan pulang. Apa Steven dan Dean masih di sana?” “Tentu saja. Kami sedang bermain kartu.” “Apa kalian minum?” “Sedikit wine. Dean, jangan coba-coba curang ya.” Suara Kate terlihat memarahi Dean, rekan setim Carl yang bertugas menjaga keluarga Drake Graysen. Hari ini mereka bertugas menjaga Kate karena Carl sibuk di luar seharian. “Sial! Jangan minum dengan mereka.” “Carl, kau mengumpat padaku?” “Tidak, Kate. Aku mengumpat pada Steven dan Dean. Aku akan segera sampai.” Carl buru-buru menutup panggilannya, ia menambah kecepatan mobilnya. *** “Kami hanya bosan dan bermain kartu terlihat seru.” Kate memberi penjelasan seraya menuangkan jus apel ke sebuah gelas. Pria di depannya itu diam tak bergeming. Hanya menatapnya dengan tajam. “Ini, minumlah.” Carl dan Kate duduk di ruang makan. Pria itu meneguk seg
“Aku tak mengerti mengapa kau menanggapi pendekatan Alfred padahal kau tahu jelas motif di baliknya.”“Karena dia yakin bisa memanfaatkanku untuk menjatuhkan Elena, aku ingin melakukan hal yang sama dan membalikkan situasinya. Aku yakin bila dekat dengan Alfred, aku bisa membantu Elena dengan caraku.”“Apa Nyonya Elena saat itu tahu rencanamu?”“Elena tahu, tentu saja ia tak setuju. Katanya seolah menjadikanku umpan atau martir.”“Perkataannya benar.”“Carl, waktu itu aku hanya ingin membantu.”“Kau pasti bersikeras menjalankan rencanamu, kan? Meski Nyonya Elena tak setuju?”“Ya. Jadi, aku mencoba bersabar di dekat. Semuanya tampak berjalan sesuai rencana dan aku bisa tahu lebih awal rencana Alfred terhadap Elena. Sampai pria kasar itu .... Ya, akhirnya aku memilih pergi dan tak melanjutkan rencana konyol itu.”“Kenapa berhenti?”“Apa?”“Kate, kau mendadak memutuskan menghentikan rencanamu. Kalimatmu berhenti usai mengatakan ‘sampai pria kasar itu .... Apa yang dilakukannya
“Katakan padaku detailnya, Will. Apa yang terjadi?”“Nona Alexa mengaku mendapatkan intimidasi di lingkungan penjara.”“Dari siapa? Sipir?”“Tidak hanya dari sipir, sesama narapidana juga.” Drake mengerutkan keningnya, ia tak menduga kehidupan Alexa yang ingin mengutarakan kebenaran di depan pengadilan, harus dibayar sepahit itu. Kehidupan di penjara bukanlah hal yang mudah, bagai hukum rimba. Jika tidak dibantu, Alexa, yang merupakan satu-satunya kunci mengungkap keburukan Alfred dan ayahnya, bisa celaka. Tentu ini buruk untuknya dan Elena. “Tempatkan orang-orang kita untuk membantu Alexa bertahan. Bagaimana pun caranya, kita harus menjaganya tetap hidup, karena Alexa adalah saksi kunci.”“Ya, kami akan menempatkan orang-orang kita di antara sipir, narapidana dan ada seorang dokter yang cukup bisa dipercaya.”“Dokter? Siapa?”“Kakaknya Carl. Sudah empat tahun ini bekerja di penjara tempat Alexa ditahan.”“Oh, ya? Apa Carl yakin kalau kakaknya bisa dipercaya untuk tuga
Kate langsung menekan tombol panggil pada kontak dengan nama Carl. Tangannya gemetaran saat mengangkat ponsel ke telinganya.“Halo, Kate, aku sedang di depan rumahmu.”“Jadi, itu kau? Yang berdiri di depan pintuku sekarang?”“Iya, buka pintunya.”Kate langsung bernapas lega sebelum membuka pintunya. Begitu melihat wajah Carl di depannya, tubuhnya langsung lemas seketika. Ia bersandar di ambang pintu.“Hey, ada apa?”Carl menahan tubuh Kate dengan memegangi pundak wanita di depannya itu.“Aku melihat ada mobil mencurigakan di bawah. Dari tadi orangnya mondar mandir di depan gedung.”“Tak apa, aku di sini.”Keduanya segera memasuki flat Kate, lalu duduk di ruang tamu. Carl mengamati ekspresi Kate yang perlahan melembut, seraya melihat ke depan gedung melalui jendela. “Aku ingin keluar, membeli bahan makanan, lalu mengecek ke jendela. Mobil itu tak pergi sama sekali sejak tadi.”“Orang itu juga mondar mandir saat aku datang.”“Tadi kukira orang itu yang ada di depan pintu.
Terlahir menjadi seorang pewaris dari keluarga kaya menjadi impian hampir setiap orang. Tapi, itu tak lagi berlaku bagi Drake yang menginjak usia 7 tahun dan menyadari situasinya berbeda dengan harapan. Ia pernah melihat sorot mata penuh cinta dari kedua orang tuanya, hingga menyadari, perasaan itu lenyap sempurna dari sorot mata sang ibu. Usia di mama seharusnya Drake bisa membaca layaknya seperti anak-anak lain, membuat tekanan dari sang ayah semakin keras. Drake merasa ia berusaha sebaik mungkin untuk bisa membaca. Tapi, apa daya, matanya seolah melihat huruf-huruf itu lepas dari posisinya dan menari-nari tak beraturan. “Sampai kapan kau menjadi anak bodoh? Membaca saja kau tidak bisa bagaimana mau mewarisi perusahaan?” Dari situlah, Drake kecil mendapat beberapa cambukan sebagai hukuman. Malamnya, ia langsung demam. Mama Lily menangis pilu saat menemaninya semalaman. “Maaf, Ma. Maafkan putramu yang bodoh ini.” “Tidak, Drake. Ini bukan salahmu. Mama akan cari cara untuk mem
“Kita bicarakan hal lain saja.” “Drake, ada apa? Aku tahu ada yang salah, tapi, kau tak mau cerita padaku.” “Tidak. Itu tidak penting lagi, Elena.” “Penting bagiku.” “Penting bagiku untuk menjaga keadaanmu dan bayi kita tetap stabil.” “Tapi, aku tidak bisa pura-pura tak tahu sedangkan aku jelas merasa kau menyembunyikan sesuatu.” “Sudah kubilang itu tak penting. Semua sudah berlalu.” Elena membuang pandangannya ke samping. Sepertinya ini juga sia-sia saja. Seperti tadi saat bertanya ke Mama Lily. Wanita berambut pirang itu berdiri, lalu keluar dari kamar. Drake menghela napas kasar, mengikuti Elena. “Elena, kau mau ke mana? Ini sudah malam.” “Kau tidur saja.” “Aku tidak mungkin tidur kalau kau belum tidur.” Elena tak menanggapi, ia hanya berjalan terus menuju perpustakaan. Ia ingin menenangkan diri sejenak. Satu ruangan dengan Drake terasa membuatnya kecewa. “Elena, ayo kembali ke kamar.” “Aku masih mau di sini. Pergilah.” Elena baru saja melangkah masuk ke perpustakaan
Tatapan sendu Drake terlihat jelas. Istrinya itu kini tampak rapuh di matanya. Sesekali menghela napas panjang, mengingat setiap momen Elena membantunya mandi, berganti pakaian dan makan. Terkadang ia juga membantu mengetikkan pekerjaan kantornya saat bahunya mulai sakit. Ia ingin merutuki diri sendiri karena tak peka pada keadaan istrinya sendiri. Beberapa kali ia mengetahui Elena muntah di pagi hari. Ia kira hanya karena sakit maaf yang kadang kambuh.“Drake, aku tertidur ya?”Lamunan Drake seketika buyar saat melihat mata Elena terbuka. Istrinya berusaha bangun.“Tidur saja dulu, kau perlu istirahat.”Elena kembali berbaring. Ia merasa tubuhnya lebih ringan sekarang. Tiba-tiba ia ingat, tangannya langsung mencengkeram jari-jari Drake.“Bayinya bagaimana?”“Baik-baik saja. Tak ada masalah. Jangan khawatir.”“Syukurlah.”Elena memejamkan matanya sesaat. Ia menarik napas panjang dengan rasa lega. Drake beranjak dari duduknya, ia mencium kening istrinya cukup lama.
Wanita berambut pirang itu duduk dengan tatapan kosong. Seolah seperti patung, Elena tak bergerak sedikit pun. Hingga dua orang, pria dan wanita datang menghampiri. “Elena.” Kate langsung memeluk tubuh ramping yang kini rapuh itu. Elena membalas pelukan Kate seraya menangis tersedu. Di tangannya masih tersisa darah dari Drake. “Kate, maaf, bajumu kotor terkena darah di tanganku.” “Tak masalah. Jangan khawatir. Bagaimana kondisi Drake?” “Will bilang bahunya terkena tembakan. Drake menghalau peluru yang sepertinya sengaja dialihkan padaku.” “Pelakunya bagaimana?” tanya Carl dengan nada cemas. “Sudah diamankan oleh pihak berwajib. Will sedang bertemu dengan mereka.” Carl memutuskan tetap berjaga di situ. Ia telah meminta beberapa pengawal Drkae yang lain untuk mendekat ke ruang perawatan ini, menjaga dan mengantisipasi jika saja masih ada orang suruhan Alfred yang berniat mencelakai. “Kita bersihkan dulu tanganmu. Ayo, Elena.” Kate membantu Elena berdiri lalu berjalan menuju t