Sepertinya lagu tersebut sudah membawa Kiara pergi jauh menjemput kenangannya di masa lalu.
Gilang pun sedikit-sedikit mulai memahami Kiara yang sepertinya memiliki beban berat dimata Gilang.
Akan tetapi Gilang hanya diam saja melihat Kiara. Tanpa bertanya sepatah kata pun, karena menurut Gilang mungkin itu adalah privasi Kiara dan Gilang sangat menghargai privasi seseorang.
Mungkin nantinya Gilang juga akan mengetahui semuanya jika Kiara percaya padanya.
Gilang memperhatikan Kiara, yang sepertinya hanyut dalam lamunannya sendiri tanpa menyadari keberadaan Gilang disisinya.
“Setelah ini, kita kemana lagi, Kia?” Gilang berusaha mengembalikan fokus Kiara, agar nyawanya kembali ke dalam raganya.
Entah sampai kemana perjalanan angan Kiara.
Saat pikirannya melayang jauh entah kemana yang tanpa disadarinya sampai meneteskan bulir bening di pipi mulusnya.
“Maaf,” ucap Kiara sambil mengambil tisu yang tersedia d
Kiara memutuskan mandi terlebih dahulu untuk menghilangkan lelah karena aktivitas seharian yang telah mereka lakukan dan perjalanan jauh yang telah ditempuh membuat badan terasa lengket semua.Kiara pun keluar dari kamarnya dengan setelan celana panjang dan baju kaos kebesarannya. Kiara berjalan menuju ruang tamu dimana Gilang sudah duduk menunggunya.“Sudah selesai mandinya?” tanya Gilang.“Sudah, Lang. Sudah lama nunggunya?” senyum Kiara.“Nggak lama kok, baru setengah jam yang lalu,” jawab Gilang sambil tertawa.“Hahah. Maaf, kelamaan ternyata,” ucap Kiara sambil tertawa.“Kita kemana lagi sekarang?” tanya Gilang.“Sekarang nggak kemana-mana lagi, Lang. Kita istirahat saja malam ini. Besok baru jalan-jalan lagi,” jelas Kiara sambil berjalan menuju jendela ruang tamu.“Jalan-jalan kemana besok, Kia?” ucap Gilang.“Tunggu besok saj
“Jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan, Lang,” ucap Kiara.“Kenapa? Apa ada yang salah?” cecar Gilang.“Nggak ada yang salah, Lang. Ntar kamu malah kecewa,” jawab Kiara pelan.“Berarti ada peluang untuk aku, Kia?” desak Gilang dengan penuh harap.“Lang, bicara soal perasaan tidak segampang membalikkan telapak tangan. Kamu nggak tau gimana aku, siapa aku, gimana sifatku, siapa keluargaku. Yang pada intinya kamu nggak tau keseluruhan tentang aku. Begitu juga sebaliknya, Lang,” ucap Kiara panjang lebar seraya manatap Gilang lekat.“Aku nggak peduli dengan semua itu, Kia. Aku hanya ingin kamu!” tegas Gilang.“Lang, semuanya harus ada proses, bukan? Lagian, yang kamu rasakan hanya perasaan sesaat, Lang. Mungkin hanya rasa kagum atau simpati saja,” jelas Kiara panjang lebar.“Apa rasa ini salah?” tanya Gilang lebih lanjut.“Bukan
“Apaan sih, Lang?” sungut Kiara saat Gilang mulai memegang tangannya dengan erat.“Jangan banyak komentar, Kia. Ikut aku!” tegas Gilang, sambil berjalan memegang tangan Kiara.“See you Mr. Richard,” ucap Kiara sambil menganggukkan kepala, yang di jawab Richard dengan anggukan dan senyuman.“Lihat kedepan, Kia,” kata Gilang.“Kamu kenapa jadi rese kayak gini,” sungut Kiara.“Aku nggak suka kamu kenalan dengannya,” ucap Gilang dengan suara dingin sedingin udara yang berhembus di lembah ini.“Kenapa?” tantang Kiara tak kalah seram.“Nggak ada alasan. Yang penting aku nggak suka. Jangan membantah!” tegas Gilang.“Bilang saja kamu kalah keren dengan Richard. Iya, kan?” Goda Kiara sambil menautkan alisnya.“Jangan jadi nakal, Kia,” sungut Gilang.“Kenalan aja nggak boleh. Gimana mau jadi pasangan
Sementara itu, Gilang yang baru sampai di penginapan Kiara kelimpungan karena gadis itu sudah kembali ke Jakarta.Mendapati Kiara yang sudah membohonginya, Gilang langsung menghubungi nomor Kiara.Terdengar nada sambung di hapenya, akan tetapi tidak ada jawaban.“Apa mungkin sedang di pesawat? Tapi kalau sudah di pesawat pastinya offline kan? Ini masih tersambung.” Monolog Gilang sendirian.Gilang mencoba menghubunginya kembali. Pada panggilan ke tiga baru ada jawaban dari seberang.“Halo, Kia. Kamu dimana sekarang?” pertanyaan Gilang mendapat respon yang sangat mengejutkan dari seberang.“Kia siapa? Mohon maaf Tuan, anda salah sambung,” jawab suara diseberang telpon.“Jangan becanda, Kiara,” ucap Gilang dengan nada tinggi.“Maaf Tuan. Saya bukan Kiara,” jawabnya lagi.“Trus kamu siapa?” tanya Gilang menahan luapan emosinya.“Harusnya sa
“Kamu nilai aja sendiri, Car,” jawab Ara.“Yyyeeeee. Kan aku nggak kenal, Ra,” sungut Carista.“Ntar aku kenalin kalau ketemu,” ucap Ara sambil tertawa lepas.“Kamu emang hobinya ngerjain orang. Kena batunya baru tau rasa,” ucap Carista.“Rasanya aku nggak ngerjain deh, Car.” Ara menjawab dengan wajah polos tanpa rasa bersalah sedikitpun.“Trus ini apa namanya?” kesal Carista.“Kan, dia minta nomor yang bisa dihubungi. Nggak ada salahnya aku berikan nomor kamu. Kan nomor juga. Lagian kamu kan online terus,” jawab Ara.“Aku berikan nomor kamu ya,” ucap Carista dengan senyum menggoda, untuk menyelesaian pertikaian ini.“Terserah,” jawaban singkat Ara sambil menaikkan kedua bahunya.Mendengar jawaban Ara, Carista langsung mengirimkan nomor kontak Ara pada Gilang.Sedetik kemudian handphone Ara langsung berbunyi
“Sangat penting. Karena dia telah menolakku,” ucap Gilang.“Benarkah? Wow, berarti dia gadis yang patut mendapatkan dua jempol. Selama ini dikejar wanita. Sekarang malah ditolak,” ucap David sambil tertawa.“Itu belum seberapa, Vid. Kamu tau tidak, yang lebih parahnya lagi adalah dia malah ngerjain aku,” terang Gilang dengan wajah kesal.“Maksudnya?” tanya David heran.“Aku meminta nomor yang bisa dihubungi, dia malah memberikan nomor temannya,” ucap Gilang dengan nada kesal.“Hahahahah, aku wajib bertemu dengannya. Untuk memberikan penghargaan. Karena dia adalah gadis pertama yang berani ngerjain kamu,” ucap David dengan tawa yang memenuhi ruangan ini.“Aku pastikan, saat kamu mengenalnya, dia sudah menjadi milikku.” Gilang tersenyum penuh arti melihat kearah David, sambil menelpon Kiara.Akan tetapi, panggilannya tidak dijawab. Kiara malah membalas d
Ara berjalan menuju Pos Security untuk menitipkan sepedanya di sana, berhubung kampus sudah mulai lengang karena sekarang memang hari libur.“Terima kasih ya, Ra,” ucap Ikhsan setelah kami berada di dalam mobil yang dikendarai Ikhsan.“Sama-sama, San,” jawab Ara sambil tersenyum.Ikhsan merupakan Dosen tetap Matematika di Universitas Erlangga.Usianya seumuran dengan Ara. Wajahnya keren, dan jangan lupakan statusnya yang sampai sekarang masih single.Setelah memarkirkan mobil, kami berjalan memasuki Restoran.Lumayan ramai sekarang, karena memang sudah jam istirahat dan makan siang. Ikhsan mencari tempat duduk yang agak sepi untuk menghindari kerumunan.Akhirnya mendapatkan tempat duduk yang agak kesudut, kamipun memesan makanan.“Kemarin ke mana aja, Ra?” tanya Ikhsan sesaat setelah memesan makanan.“Tidak ke mana mana, San,” jawab Ara dengan kening berkerut.&ldquo
“Langsung turun, Ra. Kutunggu di bawah.” Pesan dari Carista yang ternyata sudah sampai. Setelah membaca pesan dari Carista, aku turun kebawah.Carista menjalankan mobil menembus keramaian kota Jakarta yang saat ini terlihat padat, tapi tidak macet.Jalanan dipenuhi oleh kendaran yang hilir mudik, karena sudah bertepatan dengan jam pulang kantor.Sebelum sampai di Galeri, Carista menghentikan mobilnya.“Ada apa, Car?” tanya Ara.“Beli sesuatu dulu, Ra,” jawabnya acuh.“Ya ampun, Car. Kirain mau ngapain, ternyata cuma mau beli makanan,” ucap Ara sambil menggeleng gelengkan kepalanya.“Daripada ntar aku bengong sendirian saat sampai di Galeri,” protesnya.“Baiklah,” jawab Ara mengalah dengan keadaan.“Turun, Ra. Kamu yang beli,” ucapnya sambil tersenyum.“Yang mau makan siapa, yang membeli entah siapa,” sungut Ara nggak je
Memikirkan malam pertama saja sudah membuat kepala Ara terasa berat, apalagi memikirkan cucu seperti yang di bicarakan oleh mamah mertuanya dengan sang bunda.Setelah merasa baikan, Ara kembali ke depan dengan mamah mertuanya dan juga sang bunda yang berdiri di kiri dan kanannya.Bianca juga sudah berdiri dengan anggunnya di depan pelaminan.“Terima kasih, Kak. Akhirnya doa aku di kabulkan sama Tuhan.” Ara tersenyum kepada Bianca seraya mengusap kepala gadis itu dengan sayang. Gadis yang semenjak kenal dengannya sudah di anggapnya sebagai adik itu, hari ini resmi menjadi adik iparnya.Selanjutnya di lanjutkan dengan sesi pemotretan untuk para tamu yang masih tersisa dan foto foto bersama keluarga lainnya.Akhirnya rangkaian acara pesta pernikahan Gilang dan Ara selesai juga. Besoknya adalah hari yang paling membahagiakan bagi pasangan pengantin baru tersebut. Gilang sudah menyusun rencana honeymoon mereka dengan sangat matang tanpa meli
“Sudah, lanjutkan jalannya, tidak enak dilihatin sama para tamu undangan.”“Tapi…” Fenna dan Carista menarik Ara pelan agar terus berjalan.DiantaraTanpa sadar mata Ara memperhatikan tulisan namanya di dinding aula yang tertulis dengan sangat indah dengan tinta gold, terpajang di atas panggung pelaminan. Kemudian, dia melihat senyum cerah seseorang yang menunggunya di atas panggung sana. Air mata Ara menetes tanpa bisa ditahannya. Pria misterius tersebut malah tertawa saat melihat wanita yang sekarang telah resmi menjadi istrinya itu menangis.“Selamat ya sayang.” Ara melihat ayah dan bunda nya yang tertawa ke arahnya. Ara benar benar menangis karena semua orang telah mengerjainya dengan sangat bagus. Hingga teguran dari sang bunda membuatnya kembali melanjutkan langkah kakinya menuju panggung.“Istriku cantik banget hari ini,” bisik Gilang seraya mengulurkan tangannya kepada Ara. Gilang langs
Perjalanan menuju tempat pernikahan membuat Ara berdebar debar. Gadis itu harus menghirup dan menghembuskan nafasnya beberapa kali untuk mengurangi rasa gugup yang datang menghapirinya.Di belokan pertama, kepala Ara mulai mengernyit pasalnya dia masih ingat dengan jalanan itu, jalan menuju hotel yang di lihatnya bersama Gilang waktu itu. Tetapi masih berpikir positif, mungkin saja jalannya memang sama, lagian dia juga tidak hafal dengan jalan di Negara ini.Hingga akhirnya mobil berbelok menuju Axana Hotel. Kakinya langsung gemetar, kenapa bisa di sini. Bukannya ini tempat yang di reservasi Gilang waktu itu?“Kok kita ke sini, bunda?” Fenna menoleh kemudian tersenyum. Carista dan Ayu yang duduk di sampingnya juga ikut tersenyum.“Iya, memang tempat pernikahannya di Axana Hotel sayang.” Mata Ara melebar. Posisi duduknya langsung menjadi tidak nyaman.“Ini tempat Gilang akan menikah juga hari ini.” Fenna pur
“Wow, kamu hebat, Kia. Hidung Belinda mengalami patah tulang dan tangannya juga parah,” sahut David dengan mata yang tidak beralih dari layar gadget nya.“Kamu tau dari mana?” Ara menoleh kepada David.“Lihat berita online Kia. Berita kamu menjadi trending topic hari ini,” puji David penuh semangat.“Itu jurus dapat dari mana?” Gilang menghentikan mobilnya di cafe terdekat karena mereka harus mencari tempat duduk agar dia bisa mengorek informasi dari gadis pujaannya itu.“Itu namanya jurus terdesak. Aku tidak menyangka jika akan separah itu.” Ara tertawa bahagia setelah melihat berita yang disodorkan oleh David kepadanya. Sungguh diluar dugaan, jika dia bisa membuat Belinda terluka parah.David menatap Ara dengan bergidik “Lha, jurus terdesak saja sangat gawat efeknya, apalagi jurus yang memang sudah di rencanakan.”“Sekarang aku lagi mempersiapkan jurus rahasia bu
“Kapan kejadiannya?” tanya Gilang dengan wajah memucat.“Kenapa? Tumben kamu peduli. Biasanya juga tenang saja saat melihat video seperti itu.” David menatap Gilang dengan kening berkerut.“Kapan kejadiannya?” Gilang mengulang pertanyaannya dengan suara yang lebih keras.“Kejadiannya baru sekitar sepuluh menit yang lalu.” Gilang segera menyambar kunci mobil yang terletak di atas meja setelah mendengar jawaban David.“Hei, kamu mau ke mana? Aku ikut.” Gilang mempercepat langkahnya seraya menghubungi Ara, sialnya gadis itu malah tidak menjawab panggilannya.“Ada apa sih, Lang? Kok panik banget?” David berjalan dengan setengah berlari untuk mengejar Gilang yang telah masuk ke dalam mobil.“Perhatikan cewek yang ada dalam video tersebut.” David memutar ulang video tersebut.“Belinda kan? Judul beritanya juga nama dia kok,” ucap David dengan nad
“Kapan kamu terakhir kali bertemu dengan Kiara?” tanya Belinda yang masih belum yakin dengan penglihatannya.Gilang menatap Belinda dengan rasa benci yang mendalam akan tetapi dia berusaha untuk tenang. Walau bagaimana pun, Gilang tidak ingin gegabah dalam menghadapi ular betina ini, salah salah langkah bisa bisa nyawa Kia yang akan menjadi korbannya.“Tahun lalu,” ucap Gilang dengan tatapan yang tidak terlepas dari Belinda. Dia terus mengamati gerak gerik perempuan licik tersebut.“Owh, sudah lama banget rupanya,” sahut Belinda berusaha menyembunyikan rasa terkejutnya akan tetapi bukan Gilang namanya jika dia tidak bisa mengetahui perangai Belinda.“Jangan pernah menyentuh Kiara, karena dia tidak ada hubungan sama sekali dengan aku. Satu hal yang harus kamu ingat, jika kamu mengganggunya maka bisa aku pastikan kamu akan menerima akibatnya dan akan membusuk di penjara,” ucap Gilang seraya mencengkram lengan
“Tuh kan cantik banget, senyum dikit sayang bunda mau foto. Kemarin dia juga minta bunda buat fotoin kamu saat lagi fitting baju.” Fenna mengambil beberapa gambar cantik putrinya dan langsung mengirimkannya kepada calon menantunya itu dengan penuh semangat.“Kamu udah cocok atau ada yang mau di perbaiki lagi sayang atau ada yang mau ditambahkan?” Nia bertanya dengan lembut. Ara melihat pantulan dirinya di cermin besar yang ada di hadapannya, semuanya sudah terlihat sangat sempurna.“Udah cocok kok tante.” Nia tersenyum bahagia.“Semuanya sudah oke yah?” Ara mengangguk dan sang bunda juga ikut tersenyum bahagia.“Dasar orang yang berjodoh, seleranya pun sama.” Celetuk Fenna yang mengundang kekehan Nia dan beberapa pegawai toko di sana.“Namanya yang berjodoh, pastinya enggak akan lari seleranya, jeng.” Nia tertawa pelan seraya memperhatikan Ara yang sudah mulai bosan dengan suas
Gadis itu menoleh kepada Gilang “Aku pengennya malah melihat undangan karena penasaran dengan mempelai wanitanya.” Gilang langsung tertawa lebar dan segera mengajak gadis itu ke bagian lainnya. Setelah urusan di sana selesai mereka segera meninggalkan gedung dengan perasaan gembira bagi Gilang dan terluka bagi Ara.“Oh iya. Bagaimana persiapan pernikahan kamu?” tanya Gilang saat mereka telah berada di dalam mobil.“Semua di handle bunda sama ayah. Kan mereka yang mengetahui calon menantunya itu.” Gilang malah tertawa lebar saat mendengar ucapan jutek gadis itu. Hingga mobil berhenti di pusat pembelajaan terbesar di kota Amsterdam.“Hari ini aku yang bayar semua keperluan kamu untuk pernikahan nantinya.” Gilang segera turun dari mobil dengan menggenggam tangan Ara.“Enggak perlu, Lang,” tolak Ara dengan senyuman getir nya. Andai calon suaminya adalah Gilang, pastinya dia akan sangat bahagia sekara
“Bagaimana jika ternyata memang aku pria misterius itu?” ucap Gilang balik bertanya. Dia juga ingin mengetahui apa yang akan dilakukan oleh Ara nantinya.“Pastinya bukan kamu Lang, karena aku tidak mau di duakan dengan wanita lain.”“Ini kan, jika seandainya Kia.”“Jika ternyata pria misterius itu adalah orang yang aku kenal secara dekat. Maka, tunggu saja pembalasan aku selanjutnya setelah menikah nantinya. Sekarang dia yang mengerjai aku, maka nantinya aku yang akan mengerjainya.” Ara tersenyum puas hingga lesung pipinya terlihat dengan jelas dan wajahnya yang memancarkan kebahagiaan yang tiada duanya.Gilang bergidik ngeri saat melihat ekpresi gadis itu hingga dia terpikir sendiri tentang ucapan Ara.“Ya sudah, sekarang kita keluar sebentar. Aku ada janji dengan pihak WO dan mengurus semua keperluan pesta nantinya,” ucap Gilang kepada Ara yang langsung membuat gadis itu lesu. Baru juga