“Langsung turun, Ra. Kutunggu di bawah.” Pesan dari Carista yang ternyata sudah sampai. Setelah membaca pesan dari Carista, aku turun kebawah.
Carista menjalankan mobil menembus keramaian kota Jakarta yang saat ini terlihat padat, tapi tidak macet.
Jalanan dipenuhi oleh kendaran yang hilir mudik, karena sudah bertepatan dengan jam pulang kantor.
Sebelum sampai di Galeri, Carista menghentikan mobilnya.
“Ada apa, Car?” tanya Ara.
“Beli sesuatu dulu, Ra,” jawabnya acuh.
“Ya ampun, Car. Kirain mau ngapain, ternyata cuma mau beli makanan,” ucap Ara sambil menggeleng gelengkan kepalanya.
“Daripada ntar aku bengong sendirian saat sampai di Galeri,” protesnya.
“Baiklah,” jawab Ara mengalah dengan keadaan.
“Turun, Ra. Kamu yang beli,” ucapnya sambil tersenyum.
“Yang mau makan siapa, yang membeli entah siapa,” sungut Ara nggak je
David menjalankan mobil menuju tempat tinggal Karina.Diperjalanan setelah mengantarkan Karina, Gilang melihat handphonenya. Pesan yang dikirimnya tadi siang belum dibaca oleh Kiara.“Ada apa, ya. Kok nggak dibalas?” ucap Gilang sendirian.“Apa yang nggak dibalas, Lang,” tanya David.“Chatku nggak dibalas dari siang tadi,” jawab Gilang.“Dibaca udah?” tanya David lagi.“Belum. Terkirim sudah,” ucap Gilang tanpa menoleh ke arah David.“Mungkin dia juga sibuk, belum sempat lihat handphonenya, Lang,” ucap David.“Sepertinya, dia menghindariku sekarang,” lirih Gilang melihat ke depan jalanan yang dipenuhi dengan kerlap kerlip lampu malam perkotaan.“Jangan berasumsi sendirian, Lang. Manatau tidak seperti yang kamu pikirkan,” nasehat David.“Entahlah.” Gilang menghembuskan nafasnya. Entah kenapa setiap kali memba
“Baiklah,” ucap Beni dengan sangat patuh sambil berdiri untuk bertukar tempat dengan Ara.“Pemandangan yang sangat bagus. Baru kemarin ngomong sayang sayangan. Sekarang malah makan siang dengan kekasihnya. Dasar buaya darat, semua ingin di miliki,” ucap Ara memandang ke meja Gilang yang berada jauh didepannya dengan tatapan berapi.“Jangan salah sangka dahulu, Ara. Itu bukan kekasihnya,” ucap Beni yang melihat gelagat tidak baik dari ucapan Ara barusan.“Kamu tau dari mana, hmmm?” tanya Ara dengan nada tinggi.“Aku sudah menyelidiki semuanya. Semuanya sudah lengkap di dalam amplop tadi,” ucap Beni.“Trus amplopnya tidak bisa aku buka sekarang,” sungut Arak arena merasa tidak puas dengan jawaban Beni yang sepotong sepotong.“Aku akan jelaskan, tetapi jangan dibuka di sini!” tegas Beni.“Baiklah,” lirih Ara sambil memasukkan amplop berwarna c
“Terlalu jauh kamu, Ben. Jadian saja belum, sudah berharap sampai ke pelaminan segala,” ucap Ara.“Kan tidak harus jadian, Ra. Manatau Gilang langsung melamarmu minggu depan.***“Kesini sekarang,” ucap Gilang kepada David melalui intercom yang ada dimejanya.“Baiklah,” jawab David sambil berjalan menuju ruangan Gilang dengan membawa sebuah hardisk.“Bagaimana?” tanya Gilang begitu David memasuki ruangannya.“Semuanya ada di sini,” ucap David sambil menyerahkan hardisk yang tadi dipegangnya.Gilang langsung menyambungkan hardisk tersebut dengan laptopnya. Gilang membaca semua informasi yang tertera di sana dengan saksama tanpa ada informasi yang terlewatkan.“Bagaimana dengan masa lalunya?” tanya Gilang.“Hanya itu informasi yang bisa dijangkau, Lang. Kekuasaan Erlangga grup menutup semua informasinya. Sepertinya ada sesuatu hal besar yan
“Masih belum pulang sekolah, Kak. Katanya pulang sore hari ini karena ada belajar tambahan,” jawab Bunda sambil mengaduk-aduk masakannya. Ara berjalan mengambil gelas untuk minum.“Apa kabar Gilang sekarang, Kak?” tanya Bunda.“Uhuk.” Ara yang sedang minum terbatuk mendengar pertanyaan Bunda. Karena pertanyaan Bunda diluar dugaan Ara.“Hati-hati kalau minum, Kak,” nasehat Bunda.“Bunda sih, orang lagi minum malah ditanyain yang macam-macam,” ucap Ara.“Macam-macam gimana? Baru juga satu macam pertanyaannya.” Bunda membela diri sambil berdiri menghadap Ara.“Sepertinya baik, Bunda.” Ara menjawab pertanyaan yang diajukan Bunda tadi.“Syukurlah. Sudah sampai dimana perkembangannya?” tanya Bunda dengan kalimat yang menggoda.“Nggak kemana mana kok, Bunda. Masih seperti itu saja. Kami cuma berteman. Nggak lebih dan nggak kurang,&rdq
“Nggak jadi deh. Fotoin aku sama Kak Gilang ya, Kak,” ucap Ayu sambil memberikan handphonenya pada Ara.“Untuk apa minta foto segala?” tanya Ara heran dengan tingkah adeknya yang tengil ini.“Untuk dipamerin sama teman-teman disekolah,” jawab Ayu dengan polosnya.“Kamu mau minta difotoin sama Gilang, cuma untuk dipamerin doang. Kayak nggak ada kerjaan yang lain saja,” sungut Ara.“Biarin. Kan aku bukan Kakak,” jawab Ayu nggak mau kalah.Gilang yang melihat interaksi kakak adek ini cuma tertawa.“Ayu, kebelakang dulu. Jangan gangguin Kakak, sayang,” ucap Bunda dari ruang keluarga.“Bentar, Bunda,” jawab Ayu sambil menyodorkan kamera handphonenya pada Ara.Setelah di photo beberapa buah oleh Ara. Ayu tersenyum puas melihat photonya.“Terima kasih Kak Gilang,” ucap Ayu.“Iya. Sama-sama, Dek,” jawab Gilang
Rasanya, Ara tidak akan sanggup berjuang dan tetap bertahan di samping Gilang yang seorang public figure.“Maafkan aku Kiara. Mungkin aku terlalu memaksa kamu untuk bisa bersamaku. Tapi percayalah satu hal, I love you so much,” bisik Gilang sambil merangkul Ara kedalam pelukannya.“Aku sudah tidak tau lagi bagaimana caranya untuk bisa meyakinkanmu. Rasa ini sungguh membunuhku, Kia,” bisik Gilang penuh perasaan.Gilang menyematkan sebuah cincin berlian di jari tengah Ara. Bertepatan dengan ucapannya tersebut bianglala pun kembali berputar.“Jangan dilepas cincinnya,” ucap Gilang.Ara terpaku menatap cincin berlian yang melingkar di jarinya, “Tapi, Lang.”“Jangan membantah terus, Kia! Aku belum selesai ngomong,” kesal Gilang karena selalu dibantah oleh Ara.“Anggaplah ini sebagai awal dari hubungan kita untuk melangkah bersama-sama kedepannya. Meskipun didepan nantinya ak
“Belum juga sebulan, Vin,” gumam Ara. “Semuanya kan nggak harus lama-lama, Ra. Semakin cepat maka akan semakin baik. Bukankah begitu?” ucap Kevin panjang lebar. “Entahlah, Vin. Aku merasa jika aku bukanlah orang yang tepat untuk Gilang. Gilang terlalu lebih untukku,” Ara menghela nafasnya dalam. “Kenapa? Apa ada hubungannya dengan Reza?” tanya Kevin meminta penjelasan. “Aku minder dengannya, Vin,” lirih Ara. “Kenapa juga harus minder, Ra. Jika Gilang sudah memilih kamu, berarti kamu merupakan yang terbaik dari yang ada disekelilingnya,” jelas Kevin. “Apakah Gilang tidak pernah membahas hal ini?” tanya Kevin karena melihat Ara yang diam saja. “Aku yang nggak peka mungkin,” jawab Ara sambil nyengir karena teringat dengan ucapan Ayu beberapa waktu yang lalu. “Lukisan yang ini mau ditaruh dimana, Ra?” tanya Carista sambil memegang dua buah lukisan yang dibuatnya waktu berkunjung ke Padang beberapa bulan yang lalu. “
Tidak terasa mobil yang dikendarai Gilang telah memasuki halaman rumah Ara. Karena diantar oleh Gilang, makanya Ara minta antarin kerumah saja. Sampai saat ini Gilang belum mengetahui jika Ara selama ini tinggal di apartemen. “Terima kasih untuk hari ini, Lang,” ucap Ara sebelum membuka pintu mobil. “Terima kasih juga karena sudah hadir dalam hidupku, Kiara,” ucap Gilang sambil mengecup pipi Ara. “Aku masuk dulu, Lang. Hati-hati dijalan,” ucap Ara sambil turun dari mobil. Setelah mobil Gilang menghilang dari pandangan, Ara berjalan masuk kedalam rumah yang sudah dibukakan oleh Bunda. “Gilang nggak dibawa masuk dulu, Kak?” tanya Bunda. “Nggak Bunda. Capek katanya,” jawab Ara. “Katanya kemaren Gilang nggak bisa hadir?” selidik Bunda. “Baru sampai jam delapan tadi katanya. Baru sampai langsung datang ke Galeri,” ucap Ara. “Gimana perkembangan hubungannya, Ra?” tanya Bunda dengan serius saat mereka telah duduk dirua
Memikirkan malam pertama saja sudah membuat kepala Ara terasa berat, apalagi memikirkan cucu seperti yang di bicarakan oleh mamah mertuanya dengan sang bunda.Setelah merasa baikan, Ara kembali ke depan dengan mamah mertuanya dan juga sang bunda yang berdiri di kiri dan kanannya.Bianca juga sudah berdiri dengan anggunnya di depan pelaminan.“Terima kasih, Kak. Akhirnya doa aku di kabulkan sama Tuhan.” Ara tersenyum kepada Bianca seraya mengusap kepala gadis itu dengan sayang. Gadis yang semenjak kenal dengannya sudah di anggapnya sebagai adik itu, hari ini resmi menjadi adik iparnya.Selanjutnya di lanjutkan dengan sesi pemotretan untuk para tamu yang masih tersisa dan foto foto bersama keluarga lainnya.Akhirnya rangkaian acara pesta pernikahan Gilang dan Ara selesai juga. Besoknya adalah hari yang paling membahagiakan bagi pasangan pengantin baru tersebut. Gilang sudah menyusun rencana honeymoon mereka dengan sangat matang tanpa meli
“Sudah, lanjutkan jalannya, tidak enak dilihatin sama para tamu undangan.”“Tapi…” Fenna dan Carista menarik Ara pelan agar terus berjalan.DiantaraTanpa sadar mata Ara memperhatikan tulisan namanya di dinding aula yang tertulis dengan sangat indah dengan tinta gold, terpajang di atas panggung pelaminan. Kemudian, dia melihat senyum cerah seseorang yang menunggunya di atas panggung sana. Air mata Ara menetes tanpa bisa ditahannya. Pria misterius tersebut malah tertawa saat melihat wanita yang sekarang telah resmi menjadi istrinya itu menangis.“Selamat ya sayang.” Ara melihat ayah dan bunda nya yang tertawa ke arahnya. Ara benar benar menangis karena semua orang telah mengerjainya dengan sangat bagus. Hingga teguran dari sang bunda membuatnya kembali melanjutkan langkah kakinya menuju panggung.“Istriku cantik banget hari ini,” bisik Gilang seraya mengulurkan tangannya kepada Ara. Gilang langs
Perjalanan menuju tempat pernikahan membuat Ara berdebar debar. Gadis itu harus menghirup dan menghembuskan nafasnya beberapa kali untuk mengurangi rasa gugup yang datang menghapirinya.Di belokan pertama, kepala Ara mulai mengernyit pasalnya dia masih ingat dengan jalanan itu, jalan menuju hotel yang di lihatnya bersama Gilang waktu itu. Tetapi masih berpikir positif, mungkin saja jalannya memang sama, lagian dia juga tidak hafal dengan jalan di Negara ini.Hingga akhirnya mobil berbelok menuju Axana Hotel. Kakinya langsung gemetar, kenapa bisa di sini. Bukannya ini tempat yang di reservasi Gilang waktu itu?“Kok kita ke sini, bunda?” Fenna menoleh kemudian tersenyum. Carista dan Ayu yang duduk di sampingnya juga ikut tersenyum.“Iya, memang tempat pernikahannya di Axana Hotel sayang.” Mata Ara melebar. Posisi duduknya langsung menjadi tidak nyaman.“Ini tempat Gilang akan menikah juga hari ini.” Fenna pur
“Wow, kamu hebat, Kia. Hidung Belinda mengalami patah tulang dan tangannya juga parah,” sahut David dengan mata yang tidak beralih dari layar gadget nya.“Kamu tau dari mana?” Ara menoleh kepada David.“Lihat berita online Kia. Berita kamu menjadi trending topic hari ini,” puji David penuh semangat.“Itu jurus dapat dari mana?” Gilang menghentikan mobilnya di cafe terdekat karena mereka harus mencari tempat duduk agar dia bisa mengorek informasi dari gadis pujaannya itu.“Itu namanya jurus terdesak. Aku tidak menyangka jika akan separah itu.” Ara tertawa bahagia setelah melihat berita yang disodorkan oleh David kepadanya. Sungguh diluar dugaan, jika dia bisa membuat Belinda terluka parah.David menatap Ara dengan bergidik “Lha, jurus terdesak saja sangat gawat efeknya, apalagi jurus yang memang sudah di rencanakan.”“Sekarang aku lagi mempersiapkan jurus rahasia bu
“Kapan kejadiannya?” tanya Gilang dengan wajah memucat.“Kenapa? Tumben kamu peduli. Biasanya juga tenang saja saat melihat video seperti itu.” David menatap Gilang dengan kening berkerut.“Kapan kejadiannya?” Gilang mengulang pertanyaannya dengan suara yang lebih keras.“Kejadiannya baru sekitar sepuluh menit yang lalu.” Gilang segera menyambar kunci mobil yang terletak di atas meja setelah mendengar jawaban David.“Hei, kamu mau ke mana? Aku ikut.” Gilang mempercepat langkahnya seraya menghubungi Ara, sialnya gadis itu malah tidak menjawab panggilannya.“Ada apa sih, Lang? Kok panik banget?” David berjalan dengan setengah berlari untuk mengejar Gilang yang telah masuk ke dalam mobil.“Perhatikan cewek yang ada dalam video tersebut.” David memutar ulang video tersebut.“Belinda kan? Judul beritanya juga nama dia kok,” ucap David dengan nad
“Kapan kamu terakhir kali bertemu dengan Kiara?” tanya Belinda yang masih belum yakin dengan penglihatannya.Gilang menatap Belinda dengan rasa benci yang mendalam akan tetapi dia berusaha untuk tenang. Walau bagaimana pun, Gilang tidak ingin gegabah dalam menghadapi ular betina ini, salah salah langkah bisa bisa nyawa Kia yang akan menjadi korbannya.“Tahun lalu,” ucap Gilang dengan tatapan yang tidak terlepas dari Belinda. Dia terus mengamati gerak gerik perempuan licik tersebut.“Owh, sudah lama banget rupanya,” sahut Belinda berusaha menyembunyikan rasa terkejutnya akan tetapi bukan Gilang namanya jika dia tidak bisa mengetahui perangai Belinda.“Jangan pernah menyentuh Kiara, karena dia tidak ada hubungan sama sekali dengan aku. Satu hal yang harus kamu ingat, jika kamu mengganggunya maka bisa aku pastikan kamu akan menerima akibatnya dan akan membusuk di penjara,” ucap Gilang seraya mencengkram lengan
“Tuh kan cantik banget, senyum dikit sayang bunda mau foto. Kemarin dia juga minta bunda buat fotoin kamu saat lagi fitting baju.” Fenna mengambil beberapa gambar cantik putrinya dan langsung mengirimkannya kepada calon menantunya itu dengan penuh semangat.“Kamu udah cocok atau ada yang mau di perbaiki lagi sayang atau ada yang mau ditambahkan?” Nia bertanya dengan lembut. Ara melihat pantulan dirinya di cermin besar yang ada di hadapannya, semuanya sudah terlihat sangat sempurna.“Udah cocok kok tante.” Nia tersenyum bahagia.“Semuanya sudah oke yah?” Ara mengangguk dan sang bunda juga ikut tersenyum bahagia.“Dasar orang yang berjodoh, seleranya pun sama.” Celetuk Fenna yang mengundang kekehan Nia dan beberapa pegawai toko di sana.“Namanya yang berjodoh, pastinya enggak akan lari seleranya, jeng.” Nia tertawa pelan seraya memperhatikan Ara yang sudah mulai bosan dengan suas
Gadis itu menoleh kepada Gilang “Aku pengennya malah melihat undangan karena penasaran dengan mempelai wanitanya.” Gilang langsung tertawa lebar dan segera mengajak gadis itu ke bagian lainnya. Setelah urusan di sana selesai mereka segera meninggalkan gedung dengan perasaan gembira bagi Gilang dan terluka bagi Ara.“Oh iya. Bagaimana persiapan pernikahan kamu?” tanya Gilang saat mereka telah berada di dalam mobil.“Semua di handle bunda sama ayah. Kan mereka yang mengetahui calon menantunya itu.” Gilang malah tertawa lebar saat mendengar ucapan jutek gadis itu. Hingga mobil berhenti di pusat pembelajaan terbesar di kota Amsterdam.“Hari ini aku yang bayar semua keperluan kamu untuk pernikahan nantinya.” Gilang segera turun dari mobil dengan menggenggam tangan Ara.“Enggak perlu, Lang,” tolak Ara dengan senyuman getir nya. Andai calon suaminya adalah Gilang, pastinya dia akan sangat bahagia sekara
“Bagaimana jika ternyata memang aku pria misterius itu?” ucap Gilang balik bertanya. Dia juga ingin mengetahui apa yang akan dilakukan oleh Ara nantinya.“Pastinya bukan kamu Lang, karena aku tidak mau di duakan dengan wanita lain.”“Ini kan, jika seandainya Kia.”“Jika ternyata pria misterius itu adalah orang yang aku kenal secara dekat. Maka, tunggu saja pembalasan aku selanjutnya setelah menikah nantinya. Sekarang dia yang mengerjai aku, maka nantinya aku yang akan mengerjainya.” Ara tersenyum puas hingga lesung pipinya terlihat dengan jelas dan wajahnya yang memancarkan kebahagiaan yang tiada duanya.Gilang bergidik ngeri saat melihat ekpresi gadis itu hingga dia terpikir sendiri tentang ucapan Ara.“Ya sudah, sekarang kita keluar sebentar. Aku ada janji dengan pihak WO dan mengurus semua keperluan pesta nantinya,” ucap Gilang kepada Ara yang langsung membuat gadis itu lesu. Baru juga