Susie berdiri di dekat sebuah food corner, di BIP (Bandung Indah Plaza). Mal besar itu belum terlalu ramai oleh pengunjung. Aroma masakan menggoda hidungnya. Beberapa orang duduk di dalam restoran fast food itu, menikmati burger, friend chicken, kentang goreng, es krim, dan soft drink. Susie masih menunggu. Hingga akhirnya dia tertegun melihat seorang wanita yang berjalan menghampirinya. Wanita itu …. “Hallo, kita ketemu lagi.” Wanita itu juga melihat Susie, lalu mendekati hingga hanya berjarak satu meter. “Maaf telat, banyak kerjaan di kantor.”Susie menatap lekat pada wanita itu. “Saya Lyla, yang kamu lulurin waktu hari Rabu, minggu lalu, dan yang kamu telepon kemarin. Oh ya, kamu nggak terlalu mengenali saya dalam pakaian kerja kan? Karena di ruang lulur itu kamu lebih sering memandangi punggung saya. Hmmm, panggil saja saya Mbak Lyla.”“Ya, ya, mungkin begitu. Memang Mbak Lyla yang waktu itu saya lulurin, saya masih ingat wajah Mbak.” Susie masih terkesima.“Ada perlu apa sih, k
Sore itu Maryam datang ke rumah sahabatnya yang bernama Nining. “Skripsimu sudah selesai, Ning?” tanya Maryam. Walau Maryam dan Nining satu angkatan di FKIP, namun Maryam sudah lulus duluan. Sementara Nining agak mandeg karena ternyata masih ada satu mata kuliah yang belum lulus. “Skripsi sudah kelar, sudah acc, tapi aku belum bisa daftar sidang sarjana kalau masih ada mata kuliah yang belum lulus. Tapi mudah-mudahan semester ini semua urusan kuliahku sudah selesai.” Nining menatap Maryam, dia merasa sepertinya Maryam punya urusan penting. “Gimana, kerja di butik enak ya? Bener ya, itu butik punya mamanya Marco?” “Ning, aku sedang betul-betul bingung. Beberapa hari lagi aku akan berhenti kerja dari butik itu, aku nggak sanggup kerja di perusahaan milik keluarga Marco….” “Hah? Kenapa? Apakah mamanya Marco itu orang yang julid?” Maryam malah terdiam, dia ingat belum cerita pada sahabatnya itu tentang rencana pernikahannya dengan Marco. “Maryam, ada apa?” “Sebenarnya Marco sudah
Inspektur Polisi Dua (Ipda.) Binsar Siagian merasa harus membuktikan sesuatu, tapi dia butuh foto seseorang, maka dia menelepon seorang gadis yang pernah menjadi saksi kasus pembunuhan. “Sekarang pukul delapan malam, biasanya orang belum tidur kalau jam segini.” Binsar menghubungi nomor seseorang. “Hallo, selamat malam. Mbak Maryam, ini saya, Binsar, yang dinas di Jalan Merdeka. Masih ingat sama saya?” “Oooh … Pak Polisi. Maaf Pak, ada apa ya? Saya suka keder kalau tiba-tiba ditelepon polisi.”Binsar tersenyum lebar mendengar kata keder, itu bahasa orang Pantura, maknanya antara bingung dan takut.“Maaf mengganggu, Mbak Maryam lagi sibuk? Lagi ada di mana?”“Saya di tempat kos. Nggak sibuk, lagi istirahat aja.”“Begini Mbak Maryam, saya butuh foto Marco, tapi yang terbaru, bukan yang gondrong. Mungkin Mbak Maryam punya? Kalau ada, bisa dikirim ke WA saya?” “Ehmmm … buat apa foto itu, Pak?”“Ada yang harus saya konfirmasikan pada beberapa orang. Bisa bantu saya, Mbak? Saya yakin Mb
Binsar tentu sudah kenal dengan Syamsul, yaitu suami dari kerabatnya. Syamsul sedang VC dengan istrinya yang bernama Tita, kemudian menyapa Binsar sembari tertawa. “Kamu boleh ngobrol dengan polisi itu, mungkin dia ada urusan keluarga. Mungkin dia mau melamar pacarnya, keluarganya dari Medan mau datang ke Bandung. Kalau kamu diminta tolong untuk ikut rombongan melamar, ya nggak apa-apa Beb, selama yang mau dilamarnya itu perempuan betulan. Ha ha ha.” Ucapan Syamsul yang penuh kelakar, mengakhiri VC dengan Tita. Binsar merasa kedinginan dalam cuaca Lembang yang lebih dingin daripada di pusat Kota Bandung. Tita membuatkan teh manis panas buat Binsar, yang meminumnya dengan nikmat. Lantas Binsar memperlihatkan foto yang dibawanya. “Ganteng banget! Siapa dia? Pacar adikmu si Raulina?” Tita menatap wajah dalam foto. “Raulina belum ada pacar. Tapi aku sih, setuju saja kalau Raulina dapat pacar kayak orang di foto itu.” sahut Binsar asal-asalan. “Ada apa dengan ini cowok?” “Begini Kak,
Pria muda itu memang Marco, dia mengenakan kemeja kotak-kotak biru tua dan blue jeans. Sementara gadis muda yang berdiri di sebelahnya mengenakan jilbab warna hitam, kemeja warna pink pucat dan celana blue jeans. Tubuhnya cukup jangkung dan langsing, wajahnya manis dan tampak ceria. Melihat adegan saling suap buah stroberi itu, Maryam kontan memalingkan wajah, tidak mau melihatnya. Dengan tanpa bicara Maryam berjalan ke tempat lain.“Mulut lo kayak ember bocor!” bisik Rosna pada Ayu. “Sebetulnya dari tadi juga aku sudah melihat, makanya aku buru-buru ngajak pindah, supaya Mbak Maryam nggak melihatnya! Tapi dasar lo nggak punya tenggang rasa!”“Sorry, barusan aku keceplosan…. “ Ayu menyesal. “Tapi Ros, mending juga Mbak Maryam melihat kenyataan, biarpun pahit, daripada menghindarinya, dan pura-pura nggak terjadi apa-apa….”Rosna menerima chat dari Maryam.[Rosna, Ayu, maaf ya, aku mau pergi duluan dari Sabuga. Jilbab pesanan ibu kos mau aku beli di tempat lain saja. Silakan kalian lanj
Hari Senin pukul 16:30 sore, Binsar kembali ke tempat kos Tita, karena Tita menghubungi ponselnya. Katanya sudah ada kabar berkaitan dengan foto itu.Di teras kamar, Tita mengajak Binsar duduk. Ada juga Syamsul yang sudah pulang kerja. Binsar diperkenalkan kepada Beben, seorang satpam di Hotel Paradise on The Hill.“Saya melihat cowok itu datang ke hotel, sekitar jam delapan malam.” ujar Beben.“Bersama seorang wanita muda dan cantik?” tanya Binsar.“Tidak, cowok itu datang sendirian.”“Maksud saya, cowok itu menyetir mobilnya sendiri, panther hitam. Dan wanita itu juga menyetir mobilnya sendiri, sedan putih. Jadi mereka datang ke hotel dengan mobil masing-masing, seolah tidak saling kenal. Apakah begitu?” tanya Binsar lagi.“Tidak! Cowok itu datang sendirian ke hotel, dengan jalan kaki!”“Apa?!” Binsar tercengang.“Ben, yang bener aja lo?!” tegur Syamsul. “Kalau di hotel tempat kerjaku, hotel bintang satu, terkadang ada juga tamu yang nyeker, lantas check in di kamar yang paling mura
Keesokan pagi, Binsar menelepon Maryam, meminta Maryam datang ke kantor polisi. Maryam sulit menolak karena Binsar sudah mengirim ojek online untuk menjemputnya. Maryam hanya tinggal naik ojek, dan menuju kantor polisi, tidak perlu bayar ongkos. Akhirnya Maryam setuju untuk datang, dan memberi keterangan yang berkaitan dengan kasus pidana pembunuhan.“Ada apa sebetulnya? Kenapa Pak Polisi mau bicara secara langsung dengan saya?”“Apakah Mbak mengenali nomor ini?” Binsar memberikan secarik kertas ke hadapan Maryam. Dalam kertas itu tertulis sederet nomor dan huruf.“Ini kan, nomor mobilnya Marco.” jawab Maryam seperti tanpa berpikir lagi.“Mbak yakin?” Binsar rada tercengang. Kok, Maryam bisa sampai hapal di luar kepala? Padahal sepertinya Marco jarang sekali membawa mobilnya ke kampus, kendaraan sehari-harinya adalah motor.“Itu memang nomor mobilnya Marco, panther hitam. Saya ingat karena … waktu saya diwisuda, Marco menjemput saya dengan mobil itu.”Binsar manggut-manggut.“Ada apa
Ipda. Binsar masih berbincang dengan Maryam, di kantor polisi. Binsar butuh kesaksian dari Maryam tentang perilaku Marco yang cukup janggal. Hingga Binsar mulai bisa menyimpulkan sesuatu.“Ini dugaan saya …. Marco mungkin tahu kalau orang yang meminjam mobilnya itu punya hubungan pribadi dengan Lyla. Karena Marco tidak bisa menemukan mobilnya dibawa ke mana, lantas dia mendatangi bridal milik Lyla.""Mungkin pada mulanya, Marco mengira bahwa mobilnya lagi parkir di bridal itu, atau setidaknya Lyla mengetahui ada di mana panther hitam itu. Tapi ternyata sore itu Lyla sudah pergi. Dan mungkin Marco dapat info dari pegawai bridal, bahwa Lyla pergi ke Hotel Paradise on The Hill. Karena faktanya memang Marco datang ke hotel itu, beberapa menit setelah panther hitam itu memasuki halaman hotel.""Mungkin Marco sudah mengintai dari jauh, melihat apakah mobilnya bakal datang ke hotel itu. Dia menanyakan kepada seorang roomboy, tentang pria yang datang ke hotel dengan panther hitam itu. Pria it
Marco tiba di Kota Cirebon saat tengah malam. Dia menuju sebuah penginapan kecil milik kerabatnya, bernama Sunedi. Sebenarnya Sunedi bukan kerabat berdasarkan hubungan darah. Dulunya Sunedi adalah sopir di rumah Pak Waluya, kakeknya Marco. Sudah sejak remaja Sunedi bekerja di rumah Pak Waluya.Pak Waluya selagi muda adalah PNS Dinas Pertanian Jawa Barat. Pak Waluya pernah bertugas di wilayah Pantura. Di pantura itulah dia bertemu Sunedi, anak yatim tamat SD yang sering datang ke dekat kantor Dinas Pertanian untuk ngarit, menyabit rumput. Sunedi bekerja sebagai pemelihara kambing milik tetangganya. Kerap kali anak itu ngarit di dekat kantor Pak Waluya pada sore hari, dan tampak lapar, karena belum makan sejak pagi. Sunedi sering diajak makan di kantor itu. Pak Waluya kemudian pindah tugas ke Bandung, Sunedi dibawanya dengan persetujuan keluarga anak itu. Sunedi disekolahkan di Bandung hingga tamat STM bidang otomotif.Pak Waluya memilh pensiun di usia 52 tahun. Beliau pensiun bukan kar
Niar bergegas ke luar dari kamar kos, berjalan menyusuri gang sempit menuju halaman minimarket di tepi jalan. Itulah lokasi yang paling sering menjadi titik penjemputan anak-anak kos sekitar situ, yang mau naik kendaraan online. Niar juga naik ojek online, sembari menggendong bungkusan boneka. Dia akan mengembalikan boneka itu pada Cynthia. Niar tidak tahu di mana rumah Cynthia, tapi tempo hari Cynthia memboncengnya menuju sebuah kompkeks perumahan kelas menengah. Niar meminta driver ojek ke kompleks itu, dan mencari sebuah blok yang diingat NIar. Untungnya setiap satu blok hanya untuk 30 – 40 rumah, jadi tidak terlalu banyak rumah yang mesti diamati.Akhirnya Niar tiba di rumah dua lantai yang di bagian bawahnya jadi toko sembako. Rumah tempat Cynthia pernah menyerahkan boneka Labubu padanya. Dan pada sore itu, Niar mengembalikan bungkusan yang berisi boneka Labubu.“Ini bukan rumah Cynthia. Ini rumah kerabatnya. Saya mah, hanya pekerja di toko ini.” ucap wanita yang menjaga toko.“
Maryam mengira begitu dia tiba di Cirebon, besoknya atau lusa pernikahan sang kakak akan dilangsungkan, sehingga dia bakal disuruh ikut bantu memasak hidangan. Ternyata belum ada waktu yang pasti, belum ada kesibukan memasak dalam jumlah besar untuk tamu pernikahan. Tentu saja Maryam merasa heran. “Kalau orang mau nikah, bukankah harus menetapkan tanggalnya yang pasti, untuk kedatangan penghulu dari KUA?”“Kabarnya Irma akan nikah siri, nggak daftar ke KUA.” jawab emaknya.“Nikah siri? Kenapa?”“Emak nggak tahu. Mungkin calon suaminya masih sibuk, belum bisa ngasi tanggal yang pasti. Tapi katanya bulan ini mereka akan menikah.”Maryam ingin bertanya, apakah Irma mau menikah siri karena calon suaminya masih berstatus suami orang? Namun pertanyaan itu urung disuarakan oleh Maryam, khawatir menyinggung perasaan emaknya. Bukankah emaknya juga menikah dengan suami orang?Duapuluhlima tahun lalu ketika emaknya menikah dengan bapaknya, sudah ada dua istri yang dimiliki oleh bapaknya, beriku
Marianne Wiratama bertemu dengan Rustini, ibunya Sabrina, di acara gathering para pengusaha fashion Bandung. Marianne baru tahu kalau Marco memutus hubungan dengan Sabrina.“Itu lho Sis, Marco berencana kerja di luar Jawa. Sabrina nggak setuju, karena aneh aja, sudah ada perusahaan milik keluarga, kenapa Marco malah pengin kerja di perusahaan punya orang lain di luar Jawa pula. Nah, karena Sabrina nggak setuju, lantas Marco bilang kalau Sabrina sudah beda prinsip dengan dirinya, jadi mending putus aja. Begitu ceritanya Sis.”Marianne semakin jengkel mendengar aduan Rustini. Kalau benar Marco berencana kerja di luar Jawa, itu berarti Marco mengambil langkah sendiri tanpa pernah bicara dengan orang tua. Marianne merasa sudah diremehkan oleh anaknya.“Aku harus mulai bersikap keras pada Marco.” pikir Marianne. “Kalau dibiarkan seperti itu, Marco malah semakin semaunya sendiri, nggak mikirin perasaan orang tua.”***Sementara itu Marco masih berada di rumah Zakki.“Masalahnya sekarang ada
Marco masih menunggu panggilan kerja. Mamanya menyuruh dia menengok rumah milik Zakki, yang sudah dua minggu ditinggalkan. Zakki mengajak istrinya berlibur ke Korea, untuk healing setelah kesedihan karena kehilangan anak mereka. Dengan motor, Marco menuju rumah Zakki, untuk mengecek apakah rumah itu aman.Rumah Zakki berada satu kompleks dengan TKIT Bunga Bangsa. Marco kaget saat melewati TK itu, yang dilihat olehnya adalah bangunan kosong, pintu pagar digembok, dan halaman yang diseraki dedaunan kering serta rumput yang sudah tumbuh cukup tinggi. Tidak nampak penjaga atau satpam di depan bangunan TK itu. Marco mampir di rumah makan yang berada dekat TK.Marco membeli nasi, pepes ayam, botok teri, sambal plus lalap, bakwan jagung dan perkedel kentang, juga es campur, semua dibungkus. Saat membayar, Marco bertanya pada pegawai rumah makan itu.“Sekolah TK yang di depan itu, lagi libur ya?”“Oh, TK itu mah, sudah bubar, nggak ada lagi murid yang daftar ke situ.”“Bubar? Guru-gurunya ke
Cynthia memperkirakan, jika Maryam kena kasus hukum di Cirebon, maka Maryam tidak akan kembali ke Bandung dalam waktu dekat. Lantas siapa yang akan datang menolong Maryam? Cynthia yakin jika Hanif yang kelak akan datang untuk membantu advokasi bagi Maryam. Kebersamaan Maryam dan Hanif selama proses hukum, akan membuat mereka dekat. Kalaupun misalnya Maryam kena pidana, dan harus dihukum, Cynthia mengira Maryam hanya akan kena hukuman percobaan selama satu tahun, atau paling lama satu tahun enam bulan. Maryam tidak akan dipenjara, tapi akan masuk panti rehabilitasi korban narkoba. Selama menjalani rehabilitasi, Maryam akan semakin dekat dengan Hanif, dan akhirnya Marco akan terlupakan. Maryam akan memilih Hanif. Begitulah rencana Cynthia. “Maaf kalau nanti kamu bakal sedikit susah, Maryam. Aku bikin rekayasa kasus hukum buat kamu, supaya kamu bisa lebih dekat lagi dengan Hanif. Aku sudah dapat banyak info tentang dirimu, dari teman-teman dekatmu. Hanya Hanif yang bisa bikin Mar
Niar mengenal Cynthia ketika suatu hari Cynthia datang ke rumah kos tempat Niar tinggal. Cynthia melihat Niar keluar dari salah satu kamar, bersama dengan teman sekamarnya. Lantas Cynthia mengikuti Niar yang pergi bekerja di sebuah supermarket. Kemudian Cynthia mengajak Niar bicara, yang intinya meminta kerjasama Niar untuk membuat Maryam meninggalkan rumah kos itu. Kalau Maryam tidak mau hengkang, maka Niar diminta mencari tahu kapan Maryam akan pulang kampung, karena Cynthia ingin menitipkan sesuatu supaya dibawa oleh Maryam ke kampungnya.Ketika itu Niar ingin tahu, apa alasan Cynthia ingin membuat Maryam pergi dari rumah kos itu, bahkan sebenarnya Cynthia ingin Maryam pergi dari Bandung. Cynthia bilang bahwa Maryam adalah pelakor bagi hubungan antara Sabrina dan Marco. Cynthia bilang bahwa Sabrina adalah kerabatnya, yang sudah bertunangan dengan Marco, dan pernikahan mereka sudah dipersiapkan. Akan tetapi Marco malah lebih sering ngurusin Maryam, lebih peduli pada Maryam, ketimb
“Cepat habisin makannya Teteh, kayaknya banyak pembeli.”Omongan Nanang menyadarkan Maryam dari lamunan tentang hari di mana dia bersikap tidak peduli saat Marco meneleponnya dan bicara soal wisuda. Rasanya sesak sekali di dada, saat harus bersikap masa bodoh terhadap hari wisuda Marco. Hari di mana Marco seharusnya merasa bahagia karena akhirnya dia berhasil menyelesaikan studi.Maryam menghabiskan kupat tahu di piringnya, lantas meninggalkan bangku yang sejak tadi didudukinya. Nanang sudah membayar, lantas mengajak kakaknya berjalan kaki ke sebuah taman kecil di tepi sebuah jalan raya. Maryam dan adiknya duduk di bangku taman. Maryam sudah bercerita pada adiknya, soal TKIT Bunga Bangsa yang tidak lagi beroperasi. Soal pemberhentiannya dari pekerjaan di bimbel.“Sekarang ini Teteh jadi pengangguran, Nang.”“Oh, kalau begitu kebetulan Teh ….”“Kebetulan apa?”“Bapak nyuruh kita pulang ke Cirebon, Teh Irma mau nikah.”Irma adalah saudara sebapak, ibunya Irma adalah istri pertama bapakn
Nanang bicara lagi pada kakaknya, “Yang tempo hari nolongin Teteh waktu pingsan di dalam kamar kos, Bang Marco kan? Teteh sudah akur lagi kan, sama Bang Marco?”Seandainya benar begitu, pikir Maryam. Benaknya mengembara ke hari yang telah lalu, ketika dia sudah sembuh dan kembali masuk kerja di TKIT Bunga Bangsa. Saat itu belum ada keputusan bahwa TK bakal berhenti beroperasi. Ketika jam istirahat, satpam memberitahu Maryam bahwa ada seorang gadis yang datang untuk menemui Maryam. Gadis itu menunggu di pos satpam. Maryam merasa pernah melihat gadis itu.“Nama saya Cynthia, saya adik tingkatmu di Universitas Taruma.” Gadis itu menyalami Maryam.“Ada perlu apa, ya?”“Kita ngobrol sebentar di rumah makan itu, ya Mbak? Saya belum makan siang, biar sekalian saya yang traktir Mbak Maryam.”“Saya sudah makan.”“Tapi saya pengin bicara penting dengan Mbak Maryam, kayaknya nggak nyaman kalau sambil berdiri begini.”Akhirnya Maryam setuju untuk mengobrol di rumah makan depan TK. Gadis itu makan