Share

PENDAKIAN

Penulis: Igamurti Ndekano
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Seminggu kemudian, rencana pendakian ke Dieng itu nyatanya benar -benar terealisasi. Mereka berkumpul dulu di basecamp sebelum kemudian pergi ke Wonosobo.

Salma menjadi orang ke empat yang datang dengan kaos putih dan celana gunungnya. Di sana sudah ada Effendy, Ashley dan Andika.

Salma menghempaskan tubuhnya ke sofa.

"Barang-barangmu?" tanya Andika.

"Mobil, tidak mungkin aku membawanya kesini." tukas Salma sembari memutar mata. Ia terlihat cantik dalam pakaian santainya, meski aura elegan yang di bawanya tidak sedikit jua luntur.

Dia menoleh malas pada Ashley yang duduknya tak pernah jauh dari Chislon.

"Jangan menyusahkan, kamu selalu menjadi yang paling merepotkan ketika mendaki." gerutu Salma blak-blakan pada Ashley. Perempuan berkulit putih pucat itu mendengus mendengar teguran Salma.

"Fredy lama," Andika bersuara. Effendy melihat sembari tersenyum kecil, "Begitulah kalau bawa pacar."

"Iya, sama seperti kamu dan princessmu itu." balas Andika yang tidak di indahkan Effendy.

Sementara Salma yang mengikuti pembicaraan kawan-kawannya tak dapat menahan diri untuk tidak mengernyit.

"Fred membawa Milenna?"

"Iya, Milenna memberitahuku untuk ikut, aku bilang ikut saja." jawab Andika enteng. Raut wajah Salma langsung berubah pias. Andika yang peka langsung menyambung, "Tenang, Sal. Setidaknya kamu tidak menjadi obat nyamuk sendirian nantinya. Ada aku," ucap Andika dengan dramatis, melirik penuh sindiran pada Effendy dan Ashley juga.

Salma baru akan membuka mulut menanggapi ketika pintu basecamp terbuka dan dua sejoli melangkah masuk. Salma melirik sedikit, tak minat menatap penuh.

Fredy datang bersama Milenna, dengan pakaian casual pendaki.

"Halo semuanya," Milenna menyapa dengan ceria, menuai senyum sekedar apresiasi dari orang-orang di dalam ruangan.

"Kamu terlihat jengkel, Sal. Ada masalah?" tanya Milenna pula memberi perhatian pada Salma yang hanya melirik pada mereka tadi.

"Moodku tidak begitu baik," jawab Salma dengan dagu terangkat, dia bahkan tidak merasa harus tersenyum. Salma menoleh pada Effendy, "Kita lewat jalur mana?"

"Jalur Dieng," Andika menyerobot yang di angguki saja oleh Chislon.

"Kalau tidak ada lagi yang di tunggu, sebaiknya langsung berangkat." kata Salma.

"Kami baru tiba, apa tidak bisa duduk dulu sebentar?" tanya Milenna dengan senyum yang tak pupus.

"Siapa yang suruh kalian datang terlambat?" balas Salma sembari menatap Milenna langsung, membuat Milenna sedikit tersedak di bawah permukaan. "Ma...maaf."

"Jika kamu memiliki masalah, seharusnya kamu tidak melampiaskannya pada Milenna." Fred bersuara dengan santai, tapi Salma enggan menatap ke arahnya. Wanita itu hanya membalas dengan mulutnya, "Aku tidak memiliki masalah, hanya memang kami sudah cukup lama menunggu," ujarnya dengan tekanan suara yang rendah.

"Sudah," Effendy menghela napas panjang lalu berdiri, "Ayo berangkat." katanya mengatasi situasi yang sempat canggung itu.

***

Mereka memilih jalur pendakian Dieng dari enam jalur pendakian utama, langsung menuju basecamp di Kalilembu setelah mengurus urusan administrasi.

"Ini tidak akan lama, palingan hanya akan memakan waktu beberapa jam sampai ke puncak," ucap Effendy pula ketika mereka sudah di depan gerbang jalur pendakian Dieng yang berbentuk atap segitiga itu. Tidak begitu banyak pendaki hari itu, bahkan di jalur Dieng sepertinya hanya mereka saja.

"Atau bisa saja seharian." celetuk Andika sembari melirik ragu pada Ashley dan Milenna. Pandangan matanya berhenti pada Salma yang sedang mengikat sepatunya. Salma memang tidak menyukai alam liar, tetapi sepanjang pengalaman mereka, Salma bukan tipe perempuan menyusahkan ketika mereka camping di alam.

Setelah briefing sebentar ke enam orang itupun memulai pendakiannya.

Jalur awal masih relatif landai, mereka melewati perkebunan warga yang membentang.

"Kenapa pilih jalur ini, Mi Amor?" tanya Ashley yang berjalan di belakang Effendy. Orang yang berjalan paling depan adalah Effendy, diikuti Ashley, Salma, Andika, Milenna dan Fred paling belakang.

"Relatif lebih dekat, lagipula, daripada jalur lain, ini masih lebih baik." jawab Effendy seadanya. Laki laki blasteran Prancis Indonesia itu berjalan santai, tidak terburu buru.

Setelah 30 menit berjalan, areal perkebunan warga mulai pupus. Mereka memasuki gerbang hutan di pos dua. Disini, jalan mulai menanjak. Mereka beristirahat selama lima belas menit dengan arahan Effendy sebelum akhirnya kembali mengayunkan langkah, itu sudah memasuki kawasan hutan belantara yang lebat.

Di sebuah tanah lapang di kawasan pos dua, rombongan sekawan itu berhenti lagi. Ashley sudah meneguk air dengan kehausan, begitu juga dengan Milenna.

"Banyak sekali pohon pinus," gumam Salma yang memandang ke sekitar.

"Ini adalah kawasan yang biasa di sebut kawasan akar cinta." kata Effendy.

"Akar cinta?" Milenna tampak tertarik. "Mengapa demikian?"

"Terinspirasi dari akar -akar pinus yang menyembul." jawab Effendy pula, Ashley dengan lembut menyandarkan kepala di bahunya.

"Namanya terdengar romantis," tanggap Milenna lagi, sembari tersenyum menatap Fred.

"Disini memang banyak nama-nama yang romantis. Kalau kamu memilih jalur pendakian lain, kamu akan bertemu Bukit Rindu," timpal Andika.

"Aku dengar ada bunga daisy di sini," ucap Salma pula. Effendy mengangguk. Mata hitam Salma berkilat semangat meski hanya sejenak.

"Aku baru ingat, Nona Andara ini memang pecinta bunga daisy garis keras." tawa Andika hanya di hadiahi lirikan tajam dari Salma.

"Mengapa harus Daisy? Mawar lebih baik," komentar Ashley.

"Hmm, tapi Sepertinya aku tidak memerlukan pendapatmu, Lily. Siapa yang berhak mengatur selera orang lain?" balas Salma sembari menyandarkan kepalanya ke pohon di pinggir tanah lapang itu, menghidu udara sejenak untuk mengatur napasnya, dia masih bisa mendengar decakan malas dari Ashley Bimantara, namun dia tak memperdulikannya lagi.

Setelah beristirahat, mereka kembali melanjutkan perjalanan melibas tanjakan tanjakan yang telah menunggu di hadapan.

***

Dari semua kelelahan pendakian yang di rasakan, Salma tak dapat menampik keindahan yang memanja mata selama perjalanan mereka. mereka. Mereka melewati bukit Teletubbies dari pos tiga menuju puncak, menyaksikan taman bunga daisy yang membuat Salma berdecak dengan pandangan yang tak ingin melewatkan.

"Nanti saja saat turun baru singgah, Sal. Kamu seperti sudah tidak sabar berlarian ke sana." celetuk Andika, tak di sahuti oleh Salma. Wanita yang mengikat rambutnya dengan gaya ponytail itu seperti tidak mendengar, dia berhenti sejenak di sana, Milenna melewatinya. Fred juga melintas di belakangnya.

"Masih mau disini?"

Salma terhenyak sedikit, menoleh ke samping. Baru sadar kalau Fred ternyata tidak terus melangkah menyusul yang lain. Laki laki itu ternyata masih berdiri menunggunya. Salma sampai menatap wajah lelaki itu beberapa lama untuk melihat apa yang mendorong seorang Fred Antonio rela hati menunggunya.

Laki laki blasteran Arab itu menyadari pandangan Salma lalu bicara dengan sedikit tidak minat, "Well, jika kamu hilang, itu akan merusak suasana. Aku hanya mengantisipasi kemungkinan terburuk."

Salma diam sejenak, matanya melirik hamparan bunga daisy yang sangat menggoda itu.

"Kamu bisa mengambilnya saat turun, lagipula kita masih punya waktu besok." Fred menatap langit. "Sedikit lagi sunset, kita harus segera mencapai puncak."

Berbeda dengan biasanya dimana pendaki mengejar sunrise, mereka hanya bisa puas dengan sunset karna waktu pendakian yang mereka pilih.

Salma akhirnya melanjutkan langkahnya, Melihat itu Fred membalik dan mengayunkan langkahnya di depan, menyusul teman mereka yang lain dengan Salma di belakangnya.

***

Bab terkait

  • Mencintai Sang Gamophobia   TERSESAT

    Setelah berjam-jam pendakian, mereka akhirnya tiba di puncak Prau, lima belas menit sebelum sunset. Ada beberapa pendaki juga, tapi mereka kebanyakan telah bersiap turun.Salma dan kawan-kawannya mulai mengambil gambar dengan antusias, setelah itu mulai mengambil swafoto dengan pasangan yang membuat Andika dan Salma hanya bisa saling pandang dengan pahit."Kalau tahu begini, lebih baik kamu bawa Si Adyan Maheswara itu, Sal." kata Andika pula sembari menegak minumannya."Kalau aku bersama Adyan, maka kamu akan semakin ngenes." balas Salma pula sembari tertawa kecil. "Lagipula, kamu itu tampan, tetapi tidak jua membuat wanita kepincut padamu." lanjutnya pula."Dulu aku belum punya wanita yang kusukai," ujar Andika pula. Salma memasang ekspresi mual."Sekarang sudah ada doong.""Lalu kenapa tidak kamu gaet?" tanya Salma lagi. Keduanya fokus bercakap cakap sembari menikmati detik detik sunset, yang lainnya sibuk berfoto ria."Istri orang soalnya..." Andika tertawa pendek, matanya menatap

  • Mencintai Sang Gamophobia   JANGAN MEMBERI HARAPAN

    Salma Andara terbangun di atas ranjang Fredy Antonio! Dia tidak salah lihat. Di antara rasa peningnya karna pengaruh alkohol semalam, dia masih dapat mengenali laki-laki yang berbaring telungkup dalam balutan selimut tanpa busana di sampingnya itu adalah Fred. Sahabatnya, sekaligus lelaki yang dia cintai. Kilasan kejadian semalam bermunculan dalam benaknya, dia tidak begitu ingat bagaimana bisa dia berakhir di tangan Fred. Yang Salma ingat, dia terkahir berada di klub bersama dua sahabat lelakinya yang lain, sahabat mereka, Effendy dan Andika.Lalu, dia tidak ingat apapun selain malam panas yang dilewatinya tanpa akal sehat, ketika dia dan lelaki di sampingnya tidak lagi mengenal jarak."O, Sh*t." keluhnya dengan paras memerah. Salma adalah perempuan terhormat, dia tidak pernah bermimpi akan berakhir seperti ini meskipun dia telah mencintai Fredy sejak lama. Dia menatap Fred, laki-laki itu masih terbaring tenang. Bulu matanya yang lentik dan panjang di teduhi sepasang alis tebal yang

  • Mencintai Sang Gamophobia   PERTEMUAN DI PANTAI

    "Akhirnya dia datang juga," Ibu Salma, Sundari Andara tersenyum ketika Salma memasuki ruang makan kediaman Andara.Di sana sudah ada keluarga Maheswara, Priyan Maheswara, Kim Hyuna Isterinya, dan Adyan Maheswara yang ternyata lebih ramah dari yang Salma bayangkan. Mereka menatap kedatangan Salma dengan senyum lebar.Salma membalas senyum itu sebagai formalitas, lalu menyalami keluarga itu dengan ramah sebelum akhirnya duduk di kursi makan kosong yang berhadapan langsung dengan Adyan Maheswara. Sekali pandang, Salma langsung bisa menilai kalau dia bukan laki-laki yang buruk. Wajahnya tampan, khas campuran Korea Indonesia, dengan senyum manis yang Salma kira adalah daya tarik tersendiri laki-laki itu."Kamu sangat cantik, Nona Andara," puji Kim Hyuna. Salma memang perempuan yang cantik dan pandai memadupadankan busana. Dia selalu terlihat anggun dan bersinar kemanapun dia melangkah."Terimakasih, Nyonya." balas Salma dengan senyum lembut. "Baiklah, karna semua sudah lengkap, ada baikn

  • Mencintai Sang Gamophobia   RENCANA KE DIENG

    Dalam persahabatan mereka, kelima sahabat itu memiliki sebuah basecamp khusus yang telah mereka tetapkan semenjak masa perkuliahan mereka. Basecamp itu terletak di lantai tiga mall milik keluarga Antonio. Meskipun demikian, cukup jarang mereka kumpul disana karna kepadatan pekerjaan.Malam itu, Salma mendapati pesan dari sahabat-sahabatnya yang meminta ia datang ke basecamp.Sebenarnya, Salma tidak merasa tertarik untuk datang karna lagi-lagi dia enggan bertemu dengan Fred. Namun, demi solidaritas, wanita cantik itu memutuskan untuk datang.Salma menjadi yang terakhir tiba, karna dirinya memang sengaja ingin terlambat. Ketika dia sampai, dilihatnya para sahabatnya sudah ada di sana dengan pakaian santai, sama seperti yang dia kenakan. Rasanya sudah lama Salma tidak menyaksikan kawan-kawannya berkumpul dalam balutan pakaian nonformal, mengingat setiap pertemuan mereka dilakukan pada waktu break pekerjaan."Hai," sapanya sembari tersenyum, langsung membuka kulkas untuk mengambil segelas

Bab terbaru

  • Mencintai Sang Gamophobia   TERSESAT

    Setelah berjam-jam pendakian, mereka akhirnya tiba di puncak Prau, lima belas menit sebelum sunset. Ada beberapa pendaki juga, tapi mereka kebanyakan telah bersiap turun.Salma dan kawan-kawannya mulai mengambil gambar dengan antusias, setelah itu mulai mengambil swafoto dengan pasangan yang membuat Andika dan Salma hanya bisa saling pandang dengan pahit."Kalau tahu begini, lebih baik kamu bawa Si Adyan Maheswara itu, Sal." kata Andika pula sembari menegak minumannya."Kalau aku bersama Adyan, maka kamu akan semakin ngenes." balas Salma pula sembari tertawa kecil. "Lagipula, kamu itu tampan, tetapi tidak jua membuat wanita kepincut padamu." lanjutnya pula."Dulu aku belum punya wanita yang kusukai," ujar Andika pula. Salma memasang ekspresi mual."Sekarang sudah ada doong.""Lalu kenapa tidak kamu gaet?" tanya Salma lagi. Keduanya fokus bercakap cakap sembari menikmati detik detik sunset, yang lainnya sibuk berfoto ria."Istri orang soalnya..." Andika tertawa pendek, matanya menatap

  • Mencintai Sang Gamophobia   PENDAKIAN

    Seminggu kemudian, rencana pendakian ke Dieng itu nyatanya benar -benar terealisasi. Mereka berkumpul dulu di basecamp sebelum kemudian pergi ke Wonosobo.Salma menjadi orang ke empat yang datang dengan kaos putih dan celana gunungnya. Di sana sudah ada Effendy, Ashley dan Andika.Salma menghempaskan tubuhnya ke sofa."Barang-barangmu?" tanya Andika."Mobil, tidak mungkin aku membawanya kesini." tukas Salma sembari memutar mata. Ia terlihat cantik dalam pakaian santainya, meski aura elegan yang di bawanya tidak sedikit jua luntur.Dia menoleh malas pada Ashley yang duduknya tak pernah jauh dari Chislon."Jangan menyusahkan, kamu selalu menjadi yang paling merepotkan ketika mendaki." gerutu Salma blak-blakan pada Ashley. Perempuan berkulit putih pucat itu mendengus mendengar teguran Salma."Fredy lama," Andika bersuara. Effendy melihat sembari tersenyum kecil, "Begitulah kalau bawa pacar.""Iya, sama seperti kamu dan princessmu itu." balas Andika yang tidak di indahkan Effendy.Sementa

  • Mencintai Sang Gamophobia   RENCANA KE DIENG

    Dalam persahabatan mereka, kelima sahabat itu memiliki sebuah basecamp khusus yang telah mereka tetapkan semenjak masa perkuliahan mereka. Basecamp itu terletak di lantai tiga mall milik keluarga Antonio. Meskipun demikian, cukup jarang mereka kumpul disana karna kepadatan pekerjaan.Malam itu, Salma mendapati pesan dari sahabat-sahabatnya yang meminta ia datang ke basecamp.Sebenarnya, Salma tidak merasa tertarik untuk datang karna lagi-lagi dia enggan bertemu dengan Fred. Namun, demi solidaritas, wanita cantik itu memutuskan untuk datang.Salma menjadi yang terakhir tiba, karna dirinya memang sengaja ingin terlambat. Ketika dia sampai, dilihatnya para sahabatnya sudah ada di sana dengan pakaian santai, sama seperti yang dia kenakan. Rasanya sudah lama Salma tidak menyaksikan kawan-kawannya berkumpul dalam balutan pakaian nonformal, mengingat setiap pertemuan mereka dilakukan pada waktu break pekerjaan."Hai," sapanya sembari tersenyum, langsung membuka kulkas untuk mengambil segelas

  • Mencintai Sang Gamophobia   PERTEMUAN DI PANTAI

    "Akhirnya dia datang juga," Ibu Salma, Sundari Andara tersenyum ketika Salma memasuki ruang makan kediaman Andara.Di sana sudah ada keluarga Maheswara, Priyan Maheswara, Kim Hyuna Isterinya, dan Adyan Maheswara yang ternyata lebih ramah dari yang Salma bayangkan. Mereka menatap kedatangan Salma dengan senyum lebar.Salma membalas senyum itu sebagai formalitas, lalu menyalami keluarga itu dengan ramah sebelum akhirnya duduk di kursi makan kosong yang berhadapan langsung dengan Adyan Maheswara. Sekali pandang, Salma langsung bisa menilai kalau dia bukan laki-laki yang buruk. Wajahnya tampan, khas campuran Korea Indonesia, dengan senyum manis yang Salma kira adalah daya tarik tersendiri laki-laki itu."Kamu sangat cantik, Nona Andara," puji Kim Hyuna. Salma memang perempuan yang cantik dan pandai memadupadankan busana. Dia selalu terlihat anggun dan bersinar kemanapun dia melangkah."Terimakasih, Nyonya." balas Salma dengan senyum lembut. "Baiklah, karna semua sudah lengkap, ada baikn

  • Mencintai Sang Gamophobia   JANGAN MEMBERI HARAPAN

    Salma Andara terbangun di atas ranjang Fredy Antonio! Dia tidak salah lihat. Di antara rasa peningnya karna pengaruh alkohol semalam, dia masih dapat mengenali laki-laki yang berbaring telungkup dalam balutan selimut tanpa busana di sampingnya itu adalah Fred. Sahabatnya, sekaligus lelaki yang dia cintai. Kilasan kejadian semalam bermunculan dalam benaknya, dia tidak begitu ingat bagaimana bisa dia berakhir di tangan Fred. Yang Salma ingat, dia terkahir berada di klub bersama dua sahabat lelakinya yang lain, sahabat mereka, Effendy dan Andika.Lalu, dia tidak ingat apapun selain malam panas yang dilewatinya tanpa akal sehat, ketika dia dan lelaki di sampingnya tidak lagi mengenal jarak."O, Sh*t." keluhnya dengan paras memerah. Salma adalah perempuan terhormat, dia tidak pernah bermimpi akan berakhir seperti ini meskipun dia telah mencintai Fredy sejak lama. Dia menatap Fred, laki-laki itu masih terbaring tenang. Bulu matanya yang lentik dan panjang di teduhi sepasang alis tebal yang

DMCA.com Protection Status