Seperti mendengar suara petir di siang bolong, Anggara begitu terkejut.“Maksudmu? Sungguh aku tak mengerti, sayang. Tolong jelaskan ada apa?” Ucapan Akira begitu membuat hati Anggara semakin bingung.“Aku ingin mengakhiri hubungan ini, Ang.” Balas Akira, kemudian ia mengalihkan pandangannya dari pemuda itu. Akira tidak tahan untuk tidak menangis. Air matanya kembali bercucuran.“Tunggu-tunggu. Apa maksudnya sayang? Kenapa? Apa yang terjadi? Apa aku melakukan kesalahan?” Anggara terus mendesaknya dengan berbagai pertanyaan. Namun Akira tak mampu lagi menjawabnya.Anggara berlutut di hadapan gadis itu. Sungguh ia butuh penjelasan yang masuk akal, mengapa tiba-tiba Akira meminta untuk mengakhiri hubungan ini.“Sayang, ada apa? Jangan ngomong seperti itu. Aku serius akan hubungan ini. Aku gak mau putus.” Ucap Anggara dengan wajah panik. Dia berusaha agar gadis itu menatapnya. Hingga diraihnya pipi Akira, memaksa agar memandang ke arahnya.Mata Anggara terbelalak melihat gadis yang dicint
Sudah dua minggu berlalu, setelah kejadian Dany dilarikan di klinik. Bayu akhirnya mendapat restu dari kedua orang tua Dany.Dia memutuskan untuk melakukan akad nikah saja tanpa ada resepsi besar-besaran. Dany sudah memutuskan untuk berhenti sekolah dengan alasan kepindahan ke luar kota. Tentunya hal itu sengaja ditutupi oleh orang tuanya.Hari itu, Bayu akan mengajak Dany beserta kedua orang tuanya untuk mengunjungi rumah orang tuanya di Surabaya. Nantinya mereka akan mengadakan akad nikah di sana.Meskipun orang tua Bayu masih belum sepenuhnya setuju untuk menikahkan anaknya, namun karena desakan Bayu dengan bantuan Anggara terpaksa mereka menyetujuinya. Anggara telah menjanjikan akan menambah saham untuk perusahaan Bima, jika Bima mendukung pernikahan putranya dengan Dany.Pagi itu, Dany sudah didandani layaknya seorang pengantin. Kebaya putih dengan sanggul modern terlihat begitu cocok dengan penampilannya. Selama berada di Surabaya, Bayu telah menyewa kamar hotel untuk tempat t
Langkahnya terhenti di ambang pintu, mencari keberadaan gadis yang menjadi tujuannya. Ya, sebenarnya tujuan utamanya pergi ke acara itu, hanyalah ingin bertemu dengan Akira.Hingga tatapannya tertuju pada pasangan suami istri yang memakai baju seragam berwarna hijau. Anggara langsung ingat wajah orang tua Akira, yang pernah ditunjukan gadis itu saat mereka masih berhubungan.Tujuannya kini mendatangi kedua orang tua Akira, namun langkahnya dihentikan oleh Bima yang ingin menyapanya.“Nak Anggara, apa kabar? Mari duduk di sini Nak. Sudah saya siapkan tempat duduk khusus.” Ucap Bima, namun Anggara menahan dengan tangannya. Dia tidak ingin mengikuti Bima. Mengapa juga harus membeda-bedakan tamu undangan? Keluarga Akira duduk di kursi biasa sementara papa dan mamanya bersama dengan pemilik rumah duduk di kursi mewah. Sungguh seandainya bukan karena membantu Bayu, dia tidak ingin berurusan dengan manusia picik seperti Bima. Yang hanya berbuat baik jika ada maunya.“Om, temani saja papa da
Acara akad di mulai, penghulu memulainya dengan membacakan doa kemudian dilanjutkan dengan khutbah nikah.Orang tua Akira terlihat fokus mendengarkan penghulu yang tengah membicarakan pernikahan.Sementara Anggara dan Akira tidak terlalu fokus pada acara tersebut. Rasa rindu yang sama-sama dirasakan keduanya, membuat Anggara dengan sadar meraih tangan Akira yang terkulai di sampingnya. Membuat gadis itu menoleh ke arahnya. Tatapan mereka bertemu dan terkunci. Tak ada niat Akira untuk melepas genggaman tangan pemuda itu. Seakan ia sudah melupakan permasalahan antara mereka berdua.“I love you, Akira.” Ucap Anggara tanpa suara. Namun hanya melihat gerak bibirnya ketika mengucapkan kata-kata itu, Akira mengetahui jelas ucapan pemuda itu. Membuatnya kembali tersipu mali, kemudian menundukkan pandangannya. Entah yang dia lakukan saat ini apakah sebuah kesalahan, tapi Akira tak bisa membohongi perasaannya yang masih begitu mencintai pemuda itu.Dari sudut yang berbeda Ruth melihat ke arah
Hingga acara pun berakhir, Baskoro berniat akan pulang. Dia mencari keberadaan putranya. Namun tidak juga ia temukan di dalam ruangan itu.Dan akhirnya memutuskan untuk mencarinya di luar, siapa tahu Anggara sudah menunggu mereka di mobil.Namun hasilnya sama, di mobil juga tidak ia jumpai putranya. Ketika hendak bertanya pada security, Ruth yang lebih dulu menangkap keberadaan putranya yang duduk bersama gadis yang tadi.“Pa, tunggu dulu di dalam mobil. Papa gak boleh capek-capek. Biar mama yang cari Anggara.” Ruth membuka pintu mobil dan memaksa suaminya masuk.Kini dia berjalan menuju pos satpam, dimana anaknya berada.“Ang, ayo kita pulang Nak.” Suara Ruth membuat Akira terkejut. Dengan cepat ia melepaskan tautan tangannya dari genggaman Anggara. Dia segera bangkit dan keluar dari pos satpam. Berpapasan dengan Ruth yang tengah memandangnya dengan raut penasaran.“Maaf Tante, saya permisi dulu.” Ucap Akira sembari menunduk. Lalu segera berjalan cepat kembali masuk ke dalam rumah.S
“Yos, lu ngapain di sini?” Ucap Anggara dengan raut penasaran. Yosi adalah sopir papanya. Lalu apa hubungan antara anak perempuan itu dengan sopir ayahnya?Anggara selama ini tidak pernah melihat secara langsung wajah dari anak yang diakui Ester merupakan anaknya.“Bos? Saya hanya disuruh bos besar untuk kesini.” Jelas Yosi dengan mimik wajah ketakutan. Entahlah itu yang tertangkap oleh pandangan Anggara. Namun mendengar penjelasan Yosi cukup masuk akal. Siapa tahu memang benar Baskoro yang menyuruhnya untuk memantau anak Ester.“Papa, papapa..” celoteh anak perempuan itu sembari melambai-lambaikan tangannya. Ingin menggapai Anggara.Memang Ester selama ini memperkenalkan ke putrinya bahwa Anggara adalah papanya. Dan setiap saat ia mencekoki pikiran putrinya akan hal itu. Agar nantinya putri kecilnya terbiasa memanggil Anggara dengan sebutan papa.Anggara menatap wajah kecil anak perempuan di hadapannya.“Siapa namanya, Yos?” Tanya Anggara pada sopir papanya.“Namanya Alea, bos.” Jawa
Tak butuh waktu lama hingga Anggara sampai di tujuan. Anggara menelepon Baskoro untuk menanyakan dokter mana yang harus dia tuju.“Pa, Anggara sudah mendapat rambut anak itu. Sekarang Anggara sudah berada di rumah sakit.” Ucap Anggara sembari berjalan menuju lobi.“Papa akan hubungi dokter Anthony. Tanyakan ke bagian resepsionis, dimana ruangan dokter Anthony. Beritahu jika kau adalah putraku.” Balas pria dari seberang telepon.“Baik pa, terima kasih.” Anggara menutup panggilan itu. Lalu kembali melangkahkan kakinya menuju resepsionis.“Dimana ruangan dokter Anthony? Saya Anggara, putra dari Baskoro Widjaja.” Ujar Anggara pada seorang wanita yang bertugas di sana.“Baik tuan Anggara. Mohon ditunggu sebentar. Saya akan hubungi dokter Anthony untuk memastikan beliau ada di ruangannya.” Ucap wanita itu ramah. Tidak ada satu orangpun yang tidak mengenal Baskoro Widjaja. Pengusaha sukses di negeri ini. Namun baru pertama kali wanita itu melihat langsung putra dari pengusaha tersebut. Sung
“Kecelakaan? Kenapa tidak cerita ke ibu? Lalu bagaimana keadaannya? Apa kamu sudah menjenguknya?”“Lena sudah pernah sekali menjenguknya Bu, bareng Dany dan Bayu.”“Lalu bagaimana keadaannya, Nak?”“Tangan dan kakinya patah Bu, mungkin orang tuanya mengajak untuk berobat ke luar negeri.” Lidiya mengangguk mengerti, meskipun masih penasaran dengan hubungan antara putrinya dengan kedua pemuda itu.“Astaga? Semoga keadaannya segera pulih. Ya sudah, ibu masuk dulu mau istirahat. Nanti kamu langsung masuk ya, Len.” Lidiya pamit dan berlalu meninggalkan Akira yang masih betah duduk di sana.***Selama diperjalanan kembali ke hotel, Anggara terus memikirkan keberadaan Yosi di rumah itu. Dia ingin menanyakan langsung pada Baskoro nantinya apa memang benar papanya yang telah memerintahkan Yosi untuk berada di rumah itu.Segera dia melajukan mobilnya, ketika lampu merah telah berubah hijau. Anggara tak sabar untuk bertemu papanya.Hingga tak lama kendaraan roda empat itu sudah sampai di lobi h