Siang itu Dany yang masih di dalam kelas, tampak penasaran dengan keberadaan sahabatnya. Tumben hari ini Lena tak datang ke sekolah tanpa menghubungi. Biasanya kalau sakit atau ada urusan apapun, dia selalu memberi kabar padanya.Dany meraih ponsel dan mulai mengetik pesan ke sahabatnya [Na, kok lu gak berangkat sekolah? Lu ijin? Lu baik-baik aja kan?] Tanyanya dalam pesan singkat yang dia kirim ke nomor sahabatnya.Menunggu beberapa menit namun pesannya tak kunjung di balas. Tiba-tiba ponselnya berdering, terlihat nama Bayu melakukan panggilan masuk.Dany pun langsung menerima panggilan itu."Halo baby. Udah pulang?" Ucap Bayu dengan suara yang terdengar senang."Baru aja selesai, ni mau siap-siap pulang, beb." Jawab Dany dengan cerianya."Aku udah di warung kopi depan, Beby. Nanti kamu sini ya, aku tunggu." "Ok, beb." Dany mengakhiri panggilannya dan mulai memasukan ponsel ke dalam tas. Kemudian merapikan buku dan peralatan tulis. Meraih tas dan mulai melangkah meninggalkan kelas
Suara panggilan ibunya membangunkan Akira dari tidurnya. Ternyata hari sudah sangat sore. Dia bangkit dari tempat tidurnya dan mulai membersihkan diri di kamar mandi.Setelah berganti pakaian, Akira menghampiri ibunya yang tengah menunggu di meja makan. Di meja makan sudah nasi goreng dan minuman teh hangat.Sebelum menikmati makanannya, Akira dan ibunya menutup mata dan menyatukan tangannya, untuk berdoa. Setelah itu keduanya mulai menikmati nasi goreng itu. Ditengah-tengah kegiatan menyuap, tiba-tiba ada telefon video masuk di ponsel ibunya. Tertulis nama ayahnya di layar ponsel itu.Dengan cepat Bu Lidiya menerima panggilan itu. Terlihatlah wajah suaminya di layar ponselnya."Halo, malam." Ucap pak bustomo yang tengah berada di sebuah penginapan."Halo yah, gimana kerjaan ayah di sana?" Akira menjawab terlebih dahulu sebelum ibunya sempat menjawabnya.Bustomo tersenyum melihat wajah anak gadisnya di layar ponselnya."Baik, nak. Ini ayah baru saja pulang dari proyek." Jawab Bustomo
Menjalankan motornya dengan kecepatan yang lebih pelan dari biasanya.Hingga akhirnya sampailah dia di depan kamar kontrakan. Mulai mematikan motor dan berjalan melangkah ke dalam kamar.Setelah memastikan pintunya terkunci dia segera membuka jaket tebalnya dan meletakkan tasnya di meja samping kasur. Kemudian merebahkan diri di atas kasur.Di tengah malam dia terbangun dengan keadaan suhu badan yang meningkat. Karena kehujanan siang tadi, membuat badannya kini demam.Anggara mengambil selimut tebalnya yang jarang dia pakai, kemudian menutup seluruh tubuhnya dengan selimut itu.Matanya hanya bisa terpejam, namun rasa pusing di kepalanya membuatnya susah untuk tidur lelap.Hidup sendiri membuat Anggara merasakan kesepian yang teramat sangat, apalagi dengan kondisinya yang sedang sakit seperti saat ini.***Di lain tempat, Akira tampak bolak balik melihat ke layar ponselnya. Dia merasa heran karena Anggara yang tak membalas pesannya.Apa mungkin pemuda itu sudah tidur ya, begitu pikirny
Tiba-tiba muncul seorang wanita menghampirinya, wanita dengan rambut lurus panjang berjalan ke arahnya."Hay, sorry boleh ikutan duduk di sini?" Tanya wanita itu. Argi melirik sekilas ke arah wanita itu dan mengangguk. Tatapannya kembali ke layar ponsel.Wanita itu tengah memakai masker yang menutupi hidung dan bibirnya. Bertubuh pendek namun terlihat lebih tinggi karena sandal wagdes yang dia pakai. Memakai baju singlet dan celana pendek, namun ditutup dengan cardigan yang tipis menerawang."Kamu dari SMA itu?" Tanya wanita itu pada pemuda yang terlihat cuek."Bukan. Hanya mampir kesini. " jawab Argi singkat tanpa menoleh lawan bicaranya. Sungguh dia tidak tertarik dengan semua wanita yang mendekatinya, semenjak dia mengenal Magdalena Akira. Pikirannya hanya tentang gadis itu."Oh, boleh kenalan? Aku Icha..kamu?" Wanita itu mengulurkan tangan ke depan pemuda itu.Argi melirik sekilas ke arah tangan itu, kemudian pandangannya beralih menatap wanita yang telah membuka maskernya dan men
Bola mata Anggara tampak membulat karena perasaan terkejut dengan perlakuan gadis itu. Namun tak lama dia mulai membalas ciuman Akira.Menekan tengkuk Akira untuk memperdalam ciuman mereka. Kini bukan hanya bibir mereka yang saling menyentuh, namun lidah mereka saling membelit satu sama lain. Namun Akira tidak ada niat untuk menolaknya, dia menikmatinya dengan kedua matanya yang terpejam. Mereka saling bertukar nafas dan Saliva. Membuat keduanya sama-sama hanyut dalam gelora cinta.Hingga tiba-tiba Anggara menghentikan ciuman itu dengan menolehkan wajahnya ke samping."Maaf, menjauhlah Akira. Aku takut kamu ikut sakit." Ucap Anggara membuat wajah Akira memerah karena malu, dan gadis itu mulai menjaga jarak namun dengan tangan kanannya yang masih berada di genggaman pemuda itu.Tak lama setelah itu Anggara memejamkan mata dan tertidur, efek obat demam yang dia minum beberapa menit yang lalu, membuat kantuk datang menghampirinya.Akira melihat ke wajah pemuda yang tengah tertidur itu. M
Jaket yang tengah Dany kenakan kini basah, bahkan sepatu dan celana panjang yang dia kenakan ikut basah. Begitu halnya dengan Bayu, bajunya dan sepatunya basah.Bayu memutuskan untuk membuka baju dan celananya, menggantungnya pada lemari baju yang tersedia.Kini dia hanya memakai celana boxer yang sangat pendek. Tubuh bagian atasnya polos, memamerkan otot-ototnya yang atletis. Otot di lengan dan badannya terbentuk karena Bayu rajin melatih fisiknya dengan olahraga dan gym."Bukalah jaket mu basah, celanamu juga, gantung aja dulu, siapa tau nanti kering." Ucap Bayu yang kini menghampiri Dany yang hanya duduk terdiam di tepian kasur.Dany berjalan ke arah lemari, membuka jaketnya kemudian menggantungnya. Lalu meraih handuk dan melilitkan ke pinggangnya, sebelum dia membuka celana panjangnya.Kini gadis itu hanya mengenakan baju atasan dengan bawahan handuk yang melingkari pinggangnya."Sayang sini." Bayu mulai melambaikan tangannya ke arah gadis itu berdiri. Meminta kekasihnya untuk men
Tak terasa hari sudah sore, orang yang pertama bangun adalah Anggara. Dia merasa badannya sudah lebih sehat dari sebelumnya. Matanya terbuka dan melihat ke arah gadis yang kini tertidur di atas dadanya. Senyum menghiasi bibirnya melihat wajah Akira yang tengah tertidur, tangan kirinya mulai merapikan rambut Akira yang menutupi sebagian wajahnya. Membelai rambut gadis itu dengan lembut dan penuh perasaan. Entah perasaan yang dia miliki saat ini adalah sebuah kesalahan atau tidak, namun dia tak pernah menyesalinya. Setelah kejadian dua tahun silam membuat hatinya begitu kosong. Tidak ada seorang wanita pun yang mampu mengisi kekosongan itu, namun ketika Akira datang, hanya gadis itulah yang mampu mengisinya. Dia mencintai gadis ini, dan saat ini dia benar-benar yakin cintanya sudah terbalas. Lama memandang wajah ayu yang tengah tertidur, tiba-tiba gadis itu membuka matanya. Kini tatapan mereka bertemu. Akira mengangkat kepalanya dan menyentuh dahi pemuda itu untuk memastikan su
Selang beberapa jam, hujan pun reda. Bayu mengajak kekasihnya untuk pulang sebelum hari semakin larut.Mereka sengaja tidak memperhatikan ponsel, mengabaikan pesan dan panggilan yang masuk. Kini Bayu mulai melajukan mobilnya meninggalkan kawasan danau itu. Gadis yang tengah duduk di sampingnya hanya terdiam selama perjalanan. Entah apa yang ada dipikiran Dany. Bayu pun tak berani memulai obrolan, karena dalam hati dia merasa tidak enak dengan kejadian yang telah mereka lakukan tadi.Keduanya sama-sama menyesal karena sudah melakukan hubungan yang seharusnya tidak boleh mereka lakukan. Usia mereka masih terlalu muda, apalagi tadi pemuda itu melakukannya tanpa menggunakan pengaman.Dany begitu menyesali ketidak berdayaannya menolak ajakan Bayu. Dia sama halnya dengan pemuda itu, yang sama-sama tidak bisa mengendalikan nafsu.Tak terasa air mata menetes di pelupuk matanya. Dany mengalihkan pandangannya ke samping, ke arah jendela supaya Bayu tak melihatnya. Namun bagaimanapun Dany menut
Baskoro tak berniat melanjutkan perkaranya di meja hijau. Tentunya atas saran dari Anggara dan Akira. Meski Ester begitu jahat, namun Akira sangat mengasihi anak perempuan dari wanita itu. Alea masih terlalu kecil untuk bisa menanggung hasil dari perbuatan ibunya. Entah apa jadinya Alea, jika Baskoro masih mencoba menuntut Ester dan Yosi. Tentunya itu hal yang mudah bagi Baskoro yang ingin memberi hukuman terhadap orang yang telah menjebak putranya. Bukti sudah lengkap, dan siap untuk menjerat Ester dalam jeruji besi untuk mempertanggung jawabkan kesalahannya. Namun Akira selalu menyatakan jika dirinya merasa kasihan pada Alea yang nantinya ditinggal oleh kedua orang tuanya jika nantinya harus dipenjara. Sungguh Akira tidak bisa membayangkan nasib anak itu. Akira sendiri sudah mengalami kehilangan kedua orang tuanya di usianya yang ke 17 tahun. Dan dia mampu melewatinya, berkat kehadiran Anggara yang selalu menjaga dan menemani. Namun bisakah anak sekecil Alea hidup tanpa kedua
Kini Akira bersimpuh di depan pusara ayah dan ibu. Anggara terus memeluk bahu kekasihnya.Baskoro dan Ruth menghampiri keberadaan mereka.“Nak Akira, mama ikut berduka cita. Jika kamu ingin bercerita, mama siap menjadi tempat ceritamu. Kamu anak yang baik, pasti ayah dan ibumu sangat bangga.” Ruth mengusap lembut bahu Akira.“Terima kasih Tante. Maaf jika selama ini saya merepotkan keluarga Tante dan Anggara.” Ucapnya tulus. Ya, selama ini memang Anggara yang mengeluarkan biaya rumah sakit dan biaya pemakaman untuk kedua orang tuanya. Bahkan Anggara sudah menempatkan orang tuanya di pemakaman elit.“Tidak masalah, nak. Bahkan jika kamu membutuhkan sesuatu tolong sampaikan pada mama atau Anggara. Kami siap untuk membantu. Tolong jangan segan untuk bercerita pada kami. Ya sudah, mama pulang dulu, nanti mampirlah ke rumah, sayang.” Ujar Ruth menghibur.Akira mengangguk samar, dia mencium tangan Ruth namun wanita itu membalas memeluknya.Akira begitu merindukan sosok ibunya, hingga dia l
Ternyata ucapannya memang didengar oleh Lidiya, secara perlahan mata Lidiya terbuka dengan jemari yang mulai bergerak. Menandakan jika wanita itu sudah sadar dari tidur panjangnya.Akira begitu senang hingga memeluk tubuh wanita yang telah melahirkannya itu.“Ibu terima kasih sudah mendengar Lena.” Ucap Akira bahagia.Lidiya masih merasa lemah, sangat lemah hingga ingin mengucapkan sesuatu pun dia tak berdaya.Anggara menangkap gerakan lemah itu, hingga akhirnya dia membantu Lidiya untuk melepas masker oksigennya.“Ibu mau bicara sesuatu?” Tanya Anggara, dijawab dengan anggukan lemah Lidiya.“Lena, dimana ayah nak?” Suara Lidiya terdengar lirih dan sangat kecil. Dia bisa melihat wajah sedih putrinya. Namun dia ingin memastikan keadaan suaminya.“Ayah sudah di surga, Bu.” Akira menjawab dengan suara gemetar menahan tangis. Dia tidak ingin membuat ibunya sedih, namun dia tidak bisa untuk berbohong.Lidiya begitu terkejut hingga nafasnya kembali tersengal. Anggara panik dan segera memasa
Anggara menuntun langkah Akira untuk bisa melihat ibunya dalam jarak lebih dekat.“Ibu, bangun Bu. Ini Lena sudah datang Bu.” Ucap Akira berbisik, dia tidak ingin mengganggu istirahat ibunya. Diraihnya tangan lemah yang terkulai itu dalam genggamannya.“Ibu pasti bisa melewati ini semua. Lena akan terus di sini jaga ibu. Tolong bangun Bu.” Ucap Akira lirih dengan air mata terus menetes tanpa henti.Anggara berdiri di belakang Akira, mengusap lembut bahu Akira. Seakan ingin berbagi kekuatan.*****Lidiya masih terbaring koma, kini dia sudah dipindahkan di salah satu rumah sakit di Jakarta. Tentunya atas saran Anggara, dan Anggara yang menanggung semua biaya perawatan, termasuk biaya pemakaman Bustomo.Pagi ini sangat cerah, namun hati Akira diliputi kabut mendung mengawal kepergian ayahnya menuju tempat peristirahatan terakhir.Dany dan Bayu sudah berada di tempat pemakaman. Yeni dan Handoko juga turut hadir. Begitu pun Ruth dan Baskoro, Anggara sudah menceritakan pada mamanya. Dan ent
“Keluarga atas nama pasien Bustomo?” Ucap suster itu sembari mengedarkan pandangan. “Saya sus, saya keluarga Bustomo.” Tio melangkah semakin mendekati suster itu. “Maaf saya harus menyampaikan kabar ini.” Suster terlihat menarik nafas panjang. Tentunya membuat Tio berfirasat buruk akan kabar yang akan disampaikan. “Ada apa sus? Bagaimana keadaan kakak saya dan istrinya?” Ucap Tio terbata, dia berusaha menguatkan hati untuk menerima apapun kabar yang akan disampaikan oleh suster. “Pasien atas nama Bustomo tidak bisa diselamatkan.” Seperti mendengar petir di siang bolong, kabar itu membuat Tio syok. Matanya berkaca-kaca, hingga tubuhnya gemetar menahan kesedihan yang mendalam. “Apa benar sus? Apa saya tidak salah dengar?” Ucap Tio mencoba tidak mempercayai pendengarannya. “Mohon maaf, apa yang saya sampaikan tadi benar adanya. Pasien atas nama Bustomo tidak bisa terselamatkan. Bapak yang sabar.” Ulang suster itu dengan raut sedih. Tak hanya sekali ia menghadapi suasana pilu seper
Mata Anggara melotot sempurna. Dia sangat terkejut mendengar berita itu. Sungguh dia pun ingin segera ke rumah sakit tempat ibu dan ayah Akira dirawat.“Baiklah kita siap-siap sekarang.” Anggara segera bersiap-siap untuk melakukan perjalanan ke salah satu rumah sakit di Bogor. Sambil menunggu Akira menyelesaikan acara mandinya, Anggara menelpon pak Yanto untuk segera mengirim mobilnya ke rumah Akira. Dia mengirimkan titik lokasi alamat rumah Akira pada supirnya.Anggara hanya mencuci mukanya, lalu mengganti bajunya dengan kaos hitam polos dan celana jeans panjang.Kini dia tengah menunggu di halaman rumah, hingga tak lama Yanto datang dengan mobilnya. Anggara segera menghampiri.“Pak, nanti bapak pulang dengan taksi.” Anggara memberi beberapa lembar uang pada Yanto. Lalu kembali memasuki rumah untuk mencari keberadaan kekasihnya. Tanpa mengetuk pintu kamar, Anggara segera membuka pintu yang tak terkunci.“Sudah? Ayo kita berangkat sekarang.” Ajak Anggara, sebenarnya dia tidak tega m
“Ya, Yosi tentu kamu ingat. Dia yang sudah menjemput kita di bandara saat kita mengantar Dany menemui Bayu.” Jelas Anggara mencoba mengingatkan Akira.“Saat aku mengunjungi rumah wanita itu, Yosi berada di sana. Dan aku selalu mengikuti gerak-geriknya. Sepertinya Yosi dan wanita itu mempunyai hubungan. Namun ini hanya dugaanku saja.” Jelas Anggara.Kini Akira bingung untuk merespon seperti apa. Dalam hati dia merasa senang akan kabar baik itu. Namun dia juga merasa kasihan terhadap anak perempuan yang memanggil Anggara dengan sebutan papa. Kemungkinan anak itu hanya tahu jika Anggara adalah ayahnya.Bagaimana jika kenyataannya bukan?“Sayang? Kok diam? Kamu percaya kan sama aku? Besok aku akan menemui papa, dan nantinya hasil tes DNA itu akan aku jadikan bukti untuk pengajuan pembatalan nikah. Aku juga sudah mempunyai bukti rekaman ketika Yosi berada bersama wanita itu.” Diraihnya tangan Akira, menggenggam jemari gadis itu, dimana masih terpasang cincin berlian pemberiannya. Anggara m
Anggara melangkah menuju dapur, memindahkan bubur ayam di sebuah mangkok. Lalu membawanya masuk ke kamar. Mendapati Akira tengah berbaring namun matanya menatap kosong ke arah langit-langit kamar.“Sayang kita makan dulu, habis itu minum obat.” Ucapnya sembari menyendok bubur berisi kuah dan potongan daging ayam itu. Dan mengarahkannya ke mulut Akira. Meski awalnya menolak, namun Anggara terus memaksanya. Akira tidak bisa meminum obatnya dalam keadaan perut kosong.Akira menerima makanan itu hingga beberapa suap. Suapan berikutnya, Akira menolak. Anggara tak memaksanya lagi, kini dia meraih obat yang terbungkus dalam plastik. Mengeluarkannya satu tablet lalu mengambil gelas berisi air putih. Membantu Akira untuk meminum obatnya.Anggara segera menyelimuti tubuh kekasihnya. Sesekali meletakkan telapak tangannya di dahi Akira untuk memastikan suhu tubuhnya.Menggenggam tangan Akira yang terkulai di sisi tubuhnya. Menatap wajah pucat Akira dengan rasa cemas.Dia tidak akan mengatakan apa
Anggara terpaksa meraih Alea dari pangkuan Ester. Meskipun dia tahu Alea bukanlah anaknya, namun dia merasa kasihan melihat wajah kecil itu menangis terisak.Sekilas Anggara melihat ke belakang, ke arah dimana Akira duduk. Mendapati tempat duduk itu sudah kosong. Mencari keberadaan Akira di sekeliling ruangan itu, namun tak juga mendapati sosok Akira di sana.Anggara memutuskan untuk memulangkan Ester dan anaknya agar tak mengganggu suasana orang-orang yang sedang berkunjung ke restoran. Dia tahu kini mereka menjadi pusat perhatian.Anggara segera melangkah menuju kasir, membayar makanan yang sudah terlanjur dipesan namun belum dimakan.Lalu segera melangkah keluar dari restoran, diikuti oleh Ester yang tersenyum puas. Dia berpikir rencananya telah berhasil menaklukan hati Anggara. Kini dia bisa mendapatkan Anggara kembali, menikmati kekayaan sang papa mertua. Ester pun melenggang tanpa menghiraukan tatapan orang-orang di sana.Anggara memesan sebuah taksi, lalu menyuruh Ester untuk d