Share

Tes Pack

Penulis: dwi23end
last update Terakhir Diperbarui: 2023-09-04 20:02:11

Ramon berjalan menuju apartemennya. Entahlah ia bisa melewatinya atau tidak. tinggal lagi di apartemen tanpa Marco. Ingatannya kembali pada Ganis. Gadis itu ia tinggalkan saat ia tertidur setelah meminum obatnya. Mungkin ia harus menelpon Sofia. Ia akan membiarkan Sofia menemaninya.

"Sofia aku ada di apartemen sekarang," kata Ramon menghubungi Sofia.

"Ya Ramon aku akan ke sana dalam 10 menit. Tunggulah. Aku akan menyerahkan semua pekerjaan pada asistenku dulu," ujar Sofia. Panggilan pun ditutup.

Ramon membuka pintu apartemen. Segera ingatan tentang kenangan Marco semasa hidup kembali mengisi pikirannya. Ia menatap foto Marco di dinding. Mainan Marco di rak pajangan. Ia seolah melihat Marco duduk di sofa melemparkan senyum jahilnya. Ramon tak bisa menahan kepiluan yang menderanya.

Ia meraih minuman di kulkas dan menenggaknya. Sambil minum ia berjalan menuju kamar Marco. Ia kini terkenang saat Marco tengah berkelahi dengannya dan berguling-guling di kasur. Hampir 15 tahun ia hidup bersama adiknya itu.

Dalam ketermenungannya ia tak menyadari kalau Sofia telah datang. Sofia bisa masuk begitu saja ke apartemen Ramon karena pria itu telah memberinya akses. Ia menemukan Ramon sedang melamun di kamar Marco. Kesedihan masih bergelanyut di wajah tampannya. Sofia memutuskan untuk menghibur pria yang dipujanya sepanjang hidup itu.

"Aku mengkawatirkanmu sayang," ucapnya lembut dan memeluk pinggang Ramon dari belakang.

Ramon sedikit terkejut. Tangannya meraih kedua tangan Sofia yang melingkar di pinggannya. Ia memutar tubuhnya.

"Ayo kita ke kamar!" ajaknya membimbing Sofia menuju kamarnya sendiri.

"Kalau kau mau kita bisa menurunkan semua barang-barang Marco," usul Sofia begitu ingin Ramon segera keluar dari kesedihannya dan kembali beraktivitas seperti biasanya.

"Tak perlu. Aku akan menjalani semuanya apa adanya. Tanpa memaksa untuk Marco pergi dengan cepat di pikiranku. Biarkan saja semua ada pada tempatnya," ucapnya kini merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Sofia yang beberapa hari tak mendapakkan perhatian Ramon seperti biasanya sangat merindukan sentuhan Ramon. Saat inilah waktu yang tepat. Ia langsung naik ke atas tubuh Ramon. Ramon hanya diam. Pikirannya tak fokus.

"Sayang apa kau tak merindukanku," ujar Sofia manja. Tangannya mulai menelusuri dada Ramon yang dipenuhi bulu halus yang menggoda. Wanita cantik itu mulai mengecup dada pria itu. Ramon tak bereaksi. Biasanya ia akan langsung terpancing dan akan segera melakukan sesi bercinta mereka. Tapi entah kenapa ia malah teringat Ganis. Gadis yang ternyata telah ia renggut kegadisannya dengan cara tak manusiawi.

Akhh ternyata Ganis masih perawan. Ramon melihat bukti nyata itu lewat noda darah di sprei dimana gadis itu berbaring. Pantas saja rasanya sungguh berbeda. Ia tahu perbedaanya karena Sofia dari awal bersamanya sudah tak perawan. Sofia adalah gadis asli Argentina dengan kehidupan di sana yang lumayan bebas.

"Sofia kita tidur saja," ucap Ramon menunjukkan keenggannya. Sofia menngerucutkan bibirnya. Ia mulai mencium bibir penuh milik Ramon. Ramon tak bisa untuk menyingkirkan Sofia karena ia juga menginginkan Sofia untuk datang.

Sofia mengakhiri lumatannya. Ia sangat kecewa karena sikap Ramon yang dingin. Sementara pikiran Ramon masih berkutat pada Ganis dan juga Marco. Jadi Marco masih tak menyentuh sama sekali gadis itu. Gimana bisa.

Sofia pun berusaha memaklumi sikap Ramon. Mungkin pria itu masih begitu merasa kehilangan.

"Oh iya gimana kabar gadis itu. Kau apakan dia?" tanya Sofia teringat gadis yang kemarin Ramon bawa. Gadis yang meriupakan teman Marco atu bahkan lebih.

Ramon sedikit gugup. Tak mungkin juga ia akan meceritakan apa yang terjadi.

"Dia sudah aku bebaskan. Aku tak punya alasan untuk menahannya lebih lama," jawan Ramon singkat.

"Kalau mau menemukan bukti yang nyata tentu saja tak akan kita dapatkan. Lebih baik kau berusaha mencari tahu pada teman-teman Marco lainnya," ucap Sofia dengan wajah sedikit tampak kecewa.

"Ya aku akan perintah anak buahku untuk menahan beberapa teman Marco yang bisa mereka dapatkan. Kita akan tanyakan langsung kronologi kejadiannya," kata Ramon membelai rambut Sofia lembut.

"Sayang aku mulai menyiapkan acara pernikahan kita. Aku harus sering terbang ke Buenos Aires. Sesuai rencana kita akan menikah di sana," kata Sofia mulai mengalihkan pembicaraan.

"Itu kan masih lama sayang. Masih 3 bulan lagi," kata Ramon tampak tak bersemangat.

"Tapi ini adalah sesuatu yang sakral. Sekali seumur hidup. Aku juga ingin seluriuh sanak keluargaku hadir di pesta kita," tambah Sofia tak bisa menyembunyikan antusiasmenya.

Ramon mendesah berat. Bagaimana bisa Sofia membicarakan pesta sementara kematian Marco belum genap 3 hari.

"Terserah kaulah," ujar Ramon kini bangkit. Sofia juga mengangkat tubuhnya.

"Pesankan aku makanan," kata Ramon bergegas untuk membersihkan diri.

"Baiklah sayang. Aku akan segera memesankanya. Aku akan menyiapkan peralatannya," sahut Sofia keluar kamar. Sofia sendiri tak begitu mahir memasak. Seringnya sih ia pesan atau makan masakan Bu Shi di rumah pamanya yang kini ia tinggali selama di Indonesia. Sofia sebenarnya tak menetap di Indonesia. Ia masuk ke negera ini lantaran ia tak kuat terlalu lama LDRan dengan Ramon.

Mulanya Ramon ke Indonesia mencari adiknya yang beda ibu. Setelah ayahnya meninggal ia diberi tanggung jawab selain mewarisi harta keluarga ia juga harus mengurusi adiknya. Kehidupan Marco sangat memprihatinkan pada awalnya. Ia ditelantarkan oleh ibunya yang seorang blasteran Belanda -Indonesia. Menurut kabar ibunya pergi bersama kekasihnya ke Moldova. Tapi dalam perjalanan kapal yang ditumpanginya tenggelam.

Setelah menemukan Marco, Ramon kemudian membuka cabang usaha yang ada di Argentina untuk di buka di Indonesia. Tak disangka cabang usaha di Indonesia lumayan maju pesat. Bisnis penjualan merchandis bola dari klub Argentina sangat laris. Ramon pun jadi betah di Indonesia.

Tak lama pesanan datang. Ramon telah selesai dan keluar dari kamar mandinya. Makanan telah siap santap di meja makan. Sofia telah menunggunya. Tanpa banyak kata Ramon menghabiskan makanannya.

"Ada acara reality show yang mungkin kau suka," usul Sofia berusaha membuat Ramon sedikit ceria. Mereka sedang duduk di ruang televisi. Ramon mulai mengikuti saran Sofia.

Tak lama kemudian Sofia sudah tertawa-tawa melihat kejenakaan tayangan di TV. Ramon sendiri berusaha konsentrasi untuk ikut mencari kelucuan dari tayangan itu tapi ia tak bisa tertawa sedikitpun. Lama-kelamaan Sofia tahu Ramon tak menunjukkan perubahan.

"Gimana kalau kita keluar saja. Jalan-jalan ke taman mungkin," ucap Sofia kini sudah mulai jenuh.

"Tak usah. Ini juga sangat bagus," kata Ramon singkat. Sofia tahu Ramon berbohong. Mata Ramon kebanyakan kosong.

"Aku ingin kau tak mengambil cuti terlalu lama. Apa perlu kupanggilkan psikiater?"

"Sofia aku tak apa-apa!" Kata Ramon dengan nada sedikit meninggi. Sofia tahu ia harus menghentikan usahanya untuk membuat Ramon melupakan Marco.

Sofia pun mulai membuka ponselnya. Ia pun mulai berkonsentrasi menyiapkan keperluan pernikahannya dan mengabaikan Ramon yang menonton TV tapi pikiranya melayang entah kemana.

"Kau bisa balik ke kantor Sof," ucap Ramon membuat Sofia sedikit mengeryit. Tadi ingin ditemani tapi sekarang menyuruhnya pergi.

"Tapi kau...," protes Sofia sungguh tak mengerti pikiran Ramon saat ini.

"Aku baik-baik saja. Hanya saja aku minta mulai hari ini pulanglah ke apartemenku,"

"Ya tentu saja," Sofia langsung menyanggupi. Kebetulan hari ini pekerjaannya sedikit menumpuk karena beberapa hari lalu menemani Ramon di rumah sakit dan mengurus pemakaman.

"Aku akan segera kembali. Istirahatlah. Baca buku lucu mungkin," kata Sofia masih merasa khawatir. Ia tak mengira ternyata kehilangan Marco begitu berdampak besar pada Ramon.

Ramon menatap kepergian Sofia. Ia megira dengan bersama Sofia ia bisa sedikit tenang. Ternyata kehadiran Sofia di dekatnya malah membuat pikirannya tambah kalut. Kehilangan Marco membuat hidupnya kehilangan haluan sementara.

Ia bangkit ia akan kembali ke Bungalow tempat Ganis. Mungkin gadis itu sudah bangun dan keadaannya sudah membaik. Ia ingin hasil test pack segera diketahui. Hingga ia bisa memutuskan langkah selanjutnya.

Sampai di Bungalow ia mendapati Ganis tengah menangis sambil menatap foto Marco di sudut ranjang kamar. Ganis tak menyadari saat pria itu perlahan masuk kamar.

"Marc, kenapa kau pergi," seru Ganis menepuk dadanya. Ia masih belum rela kehilangan Marco. Seharusnya mereka bisa melakukan banyak hal menyenangkan bersama.

Ramon tak bisa berpikir kalau gadis itu hanya berpura-pura sedih. Ganis menyusut air matanya dan menyadari kehadiran Ramon.

"Kau mau apa?" tanyanya dengan pandangan waspada.

"Apa permintaanku sudah kau lakukan?" tanya Ramon menyingkirkan kesedihan yang menekan dadanya.

"Memang apa?" seru Ganis bingung. Ia baru saja bangun dan langsung mengingat Marco. Tentu saja ia langsung menumpahkan kesedihannya. Ia tak mengira kehilangan begitu terasa menyakitkan.

"Test Pack!!" ucap Ramon meraih bungkusan di atas troli dan mengangkatnya ke muka Ganis.

"Jangan pura-pura bodoh. Kurasa keadaanmu juga sudah membaik," tambah Ramon dengan mata tajam.

Tak ada alasan Ganis untuk tak segera pergi ke kamar mandi sambil membawa test pack.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Mumud
orang kaya bodoh.mana ada hamil dlm waktu 1 mlm
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Mencintai Kakak Sahabatku   Apakah hanya kecelakaan biasa?

    Ramon menunggu Ganis keluar dari kamar mandi dengan gelisah. Ia mulai menimbang-nimbang. Tak mungkin juga ia mengambil langkah aborsi kalau memang Ganis benar-benar hamil. Ia bukan pria sekejam itu. Ganis muncul dari kamar mandi dengan wajah yang sulit ditebak. Bagi gadis itu positif atau negatif baginya sama saja. Sekarang ia bukan gadis lagi. Tubuhnya telah ternoda. Hal yang di banggakan dan akan ia persembahkan untuk orang yang paling dicintainya sudah hilang. "Bawa sini!" perintah Ramon tak sabar.Ganis mengangsurkan test pack itu. Ramon menatap alat itu dengan seksama. Desahan berat terdengar dari nafasnya."Hasilnya negatif. Ini akan menjadi hal mudah bagi kita. Kita tak perlu lagi terlibat dalam suatu hubungan," ucap Ramon tak bisa menyembunyikan kelegaannya."Kau telah merugikanku!" rutuk Ganis marah."Maaf. Ya aku khilaf. Jangan jumawa. Entah apa yang aku pikir saat itu hingga bisa menodaimu. Kau tak begitu cantik. Aku juga punya tunangan. Lagipula mencari gadis yang mau a

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-07
  • Mencintai Kakak Sahabatku   Tak Bisa Diam Saja

    Ganis tak mengambil waktu lebih lama untuk tinggak di bungalow. Malam itu juga Ganis pergi meninggalkan Bungalow. Untuk sementara ia nyaris bingung akan kemana. Ia pun memutuskan untuk pulang saja. Sudah hampir seminggu ia tak pulang sejak kematian Marco. "Syukurlah kau masih ingat pulang. Aku lebih senang kau akan tetap tinggal bersama teman-teman beandalmu itu," ucap ibunya ketika melihat Ganis. "Tenang saja ibu aku akan segera pindah. Aku juga udah nggak betah," jawab Ganis menuju kamarnya. Ia melihat ayah tirinya sedang tertawa-tawa menonton TV. Ibunya jam segini masih sibuk menbereskan pekerjaan rumah setelah seharian bekerja. Membiarkan ayah tirinya hanya ogkang-onkang tak mau bekerja. Adik tirinya yang masih balita terlihat tidur di kamar."Memang darimana kau akan dapatkan uang. Menyewa kamar kos juga butuh biaya. Kerjamu saja nggak tentu. Kerjamu cuma keluyuran nggak jelas gitu," gerutu ibunya. "Lebih baik keluyuran nggak jelas daripada ada di rumah," sahut Ganis sangat m

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-08
  • Mencintai Kakak Sahabatku   Ketemu Juga

    Ganis berbaring gelisah di atas kasur di atas dipan reotnya. Ingatannya melayang pasa saat Ramon menciumnya. Entah kenapa rasanya masih ia ingat. Ia kemudian bangun dan mengibaskan kepalanya. Ia harus melupakan pria itu. Pria itu bukan pria baik dan ia wajib membencinya. Ia akan keluar saja. Ia tak bisa memejamkan matanya barang sejenak pun. Bayangan kepergian Marco dan juga perbuatan bejat Ramon silih berganti mengisi mimpinya membuatnya nyaris tak bisa terlelap. Perasaannya campur aduk. Ia turun dari ranjangnya. Ia akan kembali bekerja di kedai minuman itu dulu sebelum ia mendapatkan pekerjaan baru. Tanpa ponsel dan KTP mencari pekerjaan akan menjadi lebih sulit. Ganis teringat tas favoritnya yang juga ketinggalan di mobil Ramon. Ia menyadari kalau ia masih memakai kemeja dan juga celana dari lemari kamar dimana ia kehilangan kegadisannya. Badannya sebenarnya belum sehat benar tapi ia beranikan untuk mengguyur tubuhnya malam itu. Ia ingin membersihkan sisa-sisa perbuatan Ramon. "A

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-11
  • Mencintai Kakak Sahabatku   Kenapa Ganis

    Sofia terus menggoda Ramon. Ramon tak bisa mengenyahkan wajah Ganis. Ramon kemudian mulai menguasai permainan. Dengan bayangan Ganis dipikirannya ia mulai membalas sentuhan Sofia. Keduanya segera terlibat dalam pergumulan panas. Sofia mulai mendesah dan menggelinjang oleh perlakuan Ramon. Sampai akhirnya keduanya mencapai klimaks. "Ganis!!" seru Ramon saat ia merasakan ledakan yang kuat dalam diri Sofia. Sofia yang baru saja mencapai puncak langsung kesal. Kenapa Ramon tak menyebut namanya seperti biasanya. Siapa Ganis itu?Ramon segera terkulai di samping Sofia. Sofia ingin protes dan bertanya tentang siapa Ganis tapi Ramon telah memeluk dan mencium dahinya kemudian segera memejamkan matanya. Sofia yang biasanya langsung ikut terlelap bersama Ramon kini tak bisa lagi untuk terlelap. Sebuah nama yang diucapkan Ramon tanpa sadar tadi mengusik pikirannya. Seharusnya ia tak cukup khawatir dengan hubunganya dengan pria dipelukannya itu. Apalagi sejak kematian Marco, Ramon telah mengajakn

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-12
  • Mencintai Kakak Sahabatku   Berhenti Ucapkan Jalang

    "Aku sudah rusak. Lantas buat apa aku menjadi gadis bermartabat. Biarkan jadi jalang sekalian. Bukannya dari awal kau menyebutku jalang?" pekik Ganis histeris. Ia sudah lelah sebenarnya. Baginya sama saja ditangkap Dannis atau malah bersama Ramon saat ini. Ganis terus meluapkan emosinya pada dada bidang Ramon.Ramon dengan sedikit ragu akhirnya membelai rambut Ganis lembut. Ia kehilangan kata-kata. Ia hanya bisa mencoba untuk menenangkan Ganis dengan mengusap-ngusap punggungnya. Mata gadis itu tampak memerah dan sembab."Biarkan aku memperbaiki yang rusak itu Ganis," ucap Ramon trenyuh. Ia sudah menghancurkan masa depan seorang gadis yang sebenarnya butuh arahan dan bimbingan. Menurut informasi ayah Ganis sudah pergi entah kemana. Kini ia hanya tinggal dengan ibu dan ayah tirinya. Kalau tak salah ayah tiri Ganis sedikit mesum sampai Ganis memilih berpenampilan tomboy dan tak mau berlama-lama tinggal di rumah."Jangan ucapkan jalang lagi," sahut Ganis lirih. Kini ia mulai berhenti teri

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-13
  • Mencintai Kakak Sahabatku   Mengunjungi Makam

    "Kau ingin aku jadi pembantumu?" seru Gnais terpaksa menghabiskan oseng sayurnya. "Terserahlah kau menyebut apa. Aku jarang mengunjungi bungalow ini. Aku hanya ingin ada yang merawat bangunan ini sampai mungkin suatu saat ada yang menyewa. Aku juga ingin saat aku datang berkunjung ada seseorang yang menyiapkan makanan dan keperluan lainnya," jelas Ramon lebih detail. Ganis mengankat bahu tak bisa putuskan. "Entahlah apa aku bisa tinggal di rumah saja," ucapnya berpikr. Ia masih saja takut kalau Ramon akan memaksanya melakuakn hal yang tak seharusnya padanya lagi. Ramon tahu tak semudah itu membuat Ganis percaya padamu. Mungkin masih butuh waktu. Ia hanya ingin menebus kesalahannya dengan menjamin kehidupan Ganis. Ini juga sebagai bentuk hormat pada Marco sebagai sahabat gadis itu. "Kau masih bisa menikmati masa mudamu. Tentu saja dengan hal positif. Kuliah mungkin bisa jadi pilihanmu," tawar Ramon bangkit dari duduknya. Ia segera berjalan menuju kamar.

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-14
  • Mencintai Kakak Sahabatku   Tetap Tinggal

    Setelah selesai berdoa masih dalam kehenngan mereka kembali berjalan beriringan menuju mobil. Bunyi dering ponsel Ramon menghentikan langkah mereka. Ganis ikut berhenti sambil mengedarkan pandangan di sekitar makan."Bos aku sudah dapatkan Dannis. Dia ada di ruang penyekapan," ujar anak buah Ramon yang lain."Tahan saja di situ. Kalian juga boleh sedikit bermain-main dengannya," ucap Ramon kini menatap pada Ganis.Ganis mendengar kata bermain-main dengan sedikit berjengit. Seperti cerita teman-teman Marco kalau Ramon telah menyekap mereka. Ia membayangkan Dannis yang sekarang sudah babak belur dianiaya anak buah Ramon."Nis!" panggil Ramon masih dengan ponsel terhubung dengan anak buahnya."Ya," sahut Ganis menoleh."Kata teman-teman Marco, Dannis telah melecehkanmu. Kemarin juga anak itu berusaha untuk menculikmu. Sekarang Dannis sudah ada di tangan anak buahku. Kau bisa membalas Dannis dengan tanganmu sendiri. Atau mungkin kau bisa menyuruh anak buahku membalaskannya untukmu," tawar

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-15
  • Mencintai Kakak Sahabatku   Tak Ada Bukti

    Kali ini Ganis duduk di jok depan di samping Ramon. Meskipun Ramon masih terlihat tidak nyaman dengan keberadaan kucing di pangkuan Ganis."Kau tak perlu memberikan kartu tabungan pada ibuku. paling juga akan dihabiskan ayah untuk fiya-foya," kata Ganis menatap jalan raya."Ayah tirimu terlalu mengerikan dan ibumu sangat bisa dimanfaatkan. Aku hanya memberi sedikit karena telah mengizinkanmu bekerja denganku,""Aku tak harus bekerja di tempatmu," kata Ganis masih enggan untuk menerima tawaran Ramon. "Kau mau tinggal dimana? tak ada yang lebih aman selain kerja di bungalow. memang kau punya pilihan lain?" ujar Ramon sambil terus menyetir membelah jalanan kota yang lumayan padat. Ganis terdiam karena memang tak punya tujuan. "Tenang saja aku juga tak tiap hari pulang ke bungalow. Beberapa Minggu ke depan aku akan sangat sibuk bekerja. Sambil menjaga bungalow kau bisa melakukan apapun yang kamu mau," jelas Ramon berusaha membujuk Ganis."Apapun itu?" mata Ganis menatap kaca spion dari

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-16

Bab terbaru

  • Mencintai Kakak Sahabatku   Bab 120

    Seperti kilatan mimpi upacara pernikahan berlangsung singkat dan mengundang haru. Pestanya di halaman panti, tamunya semua anak panti dan juga penduduk sekitarnya. Bagi Ganis ini sudah lebih dari cukup. Ia sempat mengira Ramon akan memberikannya pesta bak miliarder di ballroom hotel dengan tamu ribuan mengingat status Ramon. Alih-alih pria itu memberinya pesta yang intimate dan membuatnya meneteskan air mata. Tak ada pendeta yang ada Ramon mengundang petugas catatan sipil untuk memberikan surat nikah untuk ditandatangani. Mungkin Ramon ingin menghormatinya karena dirinya secara identitas juga beragama islam. Tak sampai di situ karena di negara ini tak diizinkan ada pernikahan beda agama Ramon mengganti agamanya menjadi islam di atas kertas.Ganis tahu semua mata yang hadir mendoakan kebahagiaan mereka begitu tulus. Bu Panca berulang kali mengusap matanya dengan sapu tangan. Beberapa pegawai panti ikut terharu. Lain halnya para anak. Mereka menyanyikan lagu wedding penuh semangat denga

  • Mencintai Kakak Sahabatku   Bab 119

    Setelah perjalanan yang lumayan membosankan terbang dari Barcelona ke Indonesia pagi itu Ganis sampai kembali di tanah air. Ia menghembuskan nafas dalam sambil menyeret kopernya menuju peron bandara. Kali ini ia akan benar-benar pulang. Setelah sekian lama merantau ke luar negeri.Ia tersenyum tatkala ia tak melihat seorang pun menjemputnya. Biasanya bibi Sunnah dan juga Givani yang akan menyambutnya. Ia tak tahu harus bersyukur atau tidak. Ternyata Ramon tak menjemputnya dan juga Givani. Mereka juga tak menghubunginya. Belum selesai rasa keheranannya tiba tiba seorang pria berbadan tegap menghampirinya"Anda harus ikut kami.Anda Ganis, bukan?" "Ya benar. Anda siapa kok saya harus menuruti anda?" tanya Ganis sama sekali tak bergeming dari posisinya."Saya suruhan pak Ramon," ucap pria itu membungkuk hormat dan meraih koper Ganis. Ganis mendesah pelan dan mengikuti kemana pria itu.Ganis tak banyak bertanya meskipun pria itu membawanya ke daerah yang sama sekali tak dikenalnya. Mungk

  • Mencintai Kakak Sahabatku   Bab 118

    Terdengar suara panggilan dari pengeras suara. Mereka harus segera naik pesawat. "Kita bisa menundanya besok," kata Ramon masih menggenggam tangan Ganis. Givani tersenyum jahil pada Ganis."Tak perlu Ayah. Salah sendiri kakak tiba-tiba mau ikut," serunya membuat Ganis tak bisa menahan diri untuk tidak mencubit pipi Givani. "Ok. Aku bisa menyusul kalian besok. Aku juga harus membereskan pekerjaanku sekalian aku ingin ziarah ke makam bi Sunnah. Jadi sekarang berangkatlah anak centil," ucap Ganis gemas. "Ku tunggu Nis," ucap Ramon seolah begitu berat melepaskan tangan Ganis."Ayah, jangan lebay ah," decak Givani berjalan lebih dahulu. Mereka pun berciuman sebentar dan melambaikan tangan. Ramon segera di dorong oleh perawat dan Raffi.Hari itu setelah Ganis pamit pada rekan kerja dan atasannya ia mengunjungi makan bibi Sunnah dengan ditemani Shawn dan juga bibi Merry."Aku ingin memindahkan makamnya ke Indonesia sebenarnya," kata Ganis ketika mereka dalam perjalanan pulang."Kalau kau

  • Mencintai Kakak Sahabatku   Bab 117

    Ramon menatap muram cincin berlian di tangannya. Detik demi detik berlalu. "Ramon," suara Ganis akhirnya terdengar. Ramon melihat wajah Ganis yang tampak ragu. "Bagaimana Nis?" tanya pria itu kini semangatnya mulai mengendur. "Cincinnya sangat bagus dan aku senang kakak melamarku. Tapi untuk menikah aku butuh waktu lagi. Kau tahu pekerjaanku," seru Ganis tercekat. Hatinya kini sedang bergulat hebat. "Tak apa. Aku akan menunggu. 7 tahun masih ditambah lagi beberapa tahun juga tak apa. Asal pada akhirnya kau bersamaku. Tapi apakah Givani bisa menunggu dan memahaminya," ujar Ramon perlahan meraih tangan Ganis yang menggenggam erat sisi kemejanya. Ganis tak punya kekuatan untuk menarik tangannya dan menolak saat Ramon mengecup punggung tangannya dan menatapnya dalam. Dalam sekejap mata cincin berlian itu kini sudah melingkar indah di jarinya. Air mata Ganis luruh. Ramon segara menarik tubuhnya ke dalam pelukannya. "Kau milikku. Dari dulu Nis," bisik Ramon di telinga Ga

  • Mencintai Kakak Sahabatku   Bab 16

    Ganis merasa cepat atau lambat memang ia harus segera memutuskan. "Aku akan pikirkan. Aku akan segera mandi. Waktunya untuk bekerja," seru Ganis kemudian dengan cepat mengancingkan baju Ramon. Ramon hanya mengangguk tak mau terlalu menekan Ganis. Saat Ganis selesai membersihkan diri rupanya Givani, Shawn dan juga bibi Merry sudah datang termasuk juga asisten Ramon. "Kak kata Ayah besok aku akan pulang. Aku juga harus sekolah. Kakak ikut kan? Sekarang sudah tidak ada lagi ibu," tukas Givani dengan wajah sedihnya. Ganis menjadi tak enak."Kakak tidak bisa untuk langsung berhenti bekerja sayang. Beri kakak waktu " seru Ganis sambil mengelus rambut putrinya. Ramon memandang Givani"Vani jangan desak ibumu," seru Ramon tegas. Givani pun mundur dan kembali ke dekat Ramon. Ia pun terdiam dan tak banyak bicara lagi. Suasana hangat menjadi sedikit tegang."Ayo kita sarapan di kantin. Biar Shawn membawa Ramon ke toilet dulu," kata bibi Merrymengajak Ganis dan juga Givani. Setelah sarapan

  • Mencintai Kakak Sahabatku   Bab 115

    Ciuman itu berlangsung pelan dan intens. Pikiran Ganis kosong Telapak tangan Ramon mengelus pinggang dan punggungnya pelan. Ganis tak bisa menutupi perasaannya lagi. Senikmat ini bersama dengan orang benar-benar dicintai. Saat keduanya tengah tenggelam saling menghisap dan melumat, sebuah suara langsung menghentikan mereka. "Astaga! Apa kalian sudah tak bisa menahannya sama sekali Pintu ini terbuka. Bagaimana kalau ada perawat masuk," seru Shawn yang harus kembali untuk mengambil tasnya yang tertinggal. Keduanya perlahan saling menjauhkan diri. Rasanya Ganis ingin menghilang saja saking malunya. Seperti perempuan tak berhati saja. "Kau kembali," ucap Ganis dengan risih. Ramon sendiri tampak santai dengan menyentuh bibirnya dengan jemarinya. Shawn menahan perasaannya untuk tidak menonjok kakaknya itu. "Ada yang ketinggalan. Nis apa kau sudah makan?" tawar Shawn yang sengaja mengajaknya karena ingin berbicara dengannya. "Belum. Ayo pergi makan," ajak Ganis buru-buru bera

  • Mencintai Kakak Sahabatku   Bab 114

    "Sebaiknya kau harus membiasakan diri dengan perawat. Aku tak bisa terus-terusan merawatmu. Aku juga harus bekerja. Aku masih pegawai magang. Jadi tak bisa sembarangan libur," ucap Ganis berusaha mengendalikan dirinya dengan melepas baju Ramon dengan cepat. Walhasil Ramon mengernyit kesakitan. Pergerakan sedikit saja sudah berefek pada otot kaki dan tangannya yang sedang di gips. "Kau mau menyiksaku!" ucap Ramon dengan wajah keras."Kau mengada-ngada. Pakai sendiri saja kalau bisa," seru Ganis menyodorkan pakaian ganti dan beranjak duduk di sofa sambil mulai menyalakan TV. Ramon tak bergeming sedikitpun. Malah dengan tangan kanannya yang sehat ia meraih ponselnya dan segera berbicara dengan bawahannya tentang semua pekerjaannya yang semuanya harus terbengkalai. Ramon menghubungi asistennya dan juga sekretarisnya Mara. Ia meminta Mara untuk mengatasi semua pekerjaannya selama ia belum bisa kembali ke Indonesia. Sementara asistennya Raffi ia perintahkan untuk segera terbang ke Spanyol

  • Mencintai Kakak Sahabatku   Bab 13

    Ganis pergi menuju bangsal dimana Ramon di rawat. Dengan kekayaannya sungguh Ramon tak membutuhkan dirinya. Ia hanya perlu memancing Ramon untuk mengusirnya sehingga ia bisa menghindar dari keharusan untuk menungguinya. Dengan begitu Givani tak lagi bisa menyudutkannya agar mau merawat Ramon.Sesampai di depan bangsal ia sedikit terpana melihat beberapa orang berjas hitam layaknya pengawal sedang mondar-mandir di dekat pintu kamar. Apakah orang orang ini adalah pengawal dan suruhan Ramon pikir Ganis memutuskan untuk segera masuk saja. Bayangan seorang pasien yang kesepian dan menyedihkan seperti bayangan Givani tak terjadi pada Ramon. Ganis melihat Ramon kini dikelilingi beberapa orang. Ganis tak asing dengan mereka.Mereka adalah Sir Ferguso beserta keluarganya. Perlahan Ganis mundur untuk berbalik. Tapi wanita cantik sang pengantin baru yang merupakan anak Sir Ferguso memergokinya."Hai, kau darimana? Bukankah kau seharusnya ada di samping kekasihmu saat ini?" ucap wanita itu denga

  • Mencintai Kakak Sahabatku   Bab 112

    Seorang dokter keluar dari ruang operasi. Shawn yang mewakili sebagai keluarga mengikuti dokter masuk ke ruangan dokter. Ganis yang baru saja tiba berusaha mencegah Givani untuk ikut masuk ke dalam ruangan. "Dia Ayahku. Aku juga berhak tahu keadaanya," sahut Givani tak bisa menahan perasaannya."Aku tahu kamu sangat menyayangi Ayah. Apa dokter akan mau menceritakan semuanya pada anak umur 7 tahun? tentu saja tidak. Meskipun mungkin kau cukup pintar. Tetap saja kau tak bisa menandatangi persetujuan atas tindakan dokter," seru Ganis kini menjadi tak sabar. Givani menghempaskan tubuhnya di sofa depan ruang ICU."Aku harap setelah ini kakak segera saja melanjutkan acara pernikahan kakak dengan Shawn," seru Givani dengan wajah tertekuk. "Bagaimana bisa kau mengatakan itu. Sementara bibi Sunnah baru saja meninggal," seru Ganis mengelus dada menahan emosinya. Ganis menatap wajah Givani yang mengeras. Ganis pun perlahan berjalan menuju ruang dokter. Ia tak ingin memperpanjang perdebatan l

DMCA.com Protection Status