Malam itu setelah menonton motorGP Ramon mengajak Ganis pergi ke penginapan dekat sirkuit Mandalika. Setelah mendapatkan kamar mereka makan malam terlebih dahulu. Makan malam paling mewah dan juga romantis. “Ini sangat berlebihan,” ujar Ganis menatap meja bertaplak putih dengan pendar lilin. “Tidak kalau untuk dirimu Ganis. Kau layak mendapatkanya,” ujar Ramon menggeser duduk untuk Ganis. Ganis menatap hidangan yang tersaji begitu sempurnanya. Ada anggur merahnya juga. “Ini nyata. Aku nggak mimpi, kan?” seru Ganis duduk dan masih terpesona melihat makanan yang bukan saja terlihat enak tapi juga penataannya yang estetik. Tentunya dimasak dan disajikan oleh Chef resort dengan hati-hati. Ramon membungkuk dan berbisik dekat telinga Ganis. “Anggap saja ini mimpi terindah kita,” Ganis tersenyum kecil menyentuh pucuk hidung Ramon mesra. Ramon mengecup dahi Ganis kemudian duduk di seberang Ganis. “Mari kita makan. Kau pasti sudah lapar,” serunya. Dan benar saja perut Ganis langsung berb
Setelah Sofia menelepon semua jadi tak menyenangkan. Ganis tak bisa menikmati jalan jalan ke desa tanpa membayangkan Sofia yang kini hancur. Ramon berusaha untuk mengajak Ganis melihat pemandangan di pantai tapi Ganis sudah tak berminat. "Kak kita pulang. Segera kakak temui kak Sofia. Aku tak ingin pernikahan kakak batal gara-gara aku. Ramon tak bisa membujuk Ganis lagi. Mau tak mau ia harus menghadapi kenyataan yang ada. Meninggalkan Ganis dan menikahi Sofia itulah takdirnya. itulah jalan yang benar. Ia melihat Ganis kini tampak tegar. Entah kenapa kini hatinyalah yang hancur. "Nis kukira kita bisa punya waktu sedikit lagi," ujarnya menatap Ganis muram."Sebanyak apapun kita tak akan cukup kak. Kita pulang sekarang atau kita akan terjebak menjadi penghianat cinta," kata Ganis tegas. Ramon meraih tangan Ganis erat. Ia mendesah berat."Nis kita kawin lari saja. Persetan dengan Sofia," ujar Ramon penuh emosi. "Aku tak pernah bisa berbahagia di atas penderitaan wanita lain kak. Ayolah
Sofia turun di depan sebuah Bungalow lumayan besar. Dari luar tampak pepohonan yang lumayan asri.“Kau boleh pergi Sergio!” kata Sofia menatap garasi. Ada mobil Ramon di sana. Tak salah Ramon memang menghabiskan waktunya bersama gadis jalang itu disini. Perlahan Sofia berjalan menuju pintu utama. “Maaf anda siapa?” tanya seseorang tua mengagetkan Sofia.“You siapa?” tanya Sofia balik. Pak Dirman menatap seluruh penampilan Sofia menyelidik. Wanita Bule yang sangat tak tahu sopan santun pikirnya.“Saya Pak Dirman. Penjaga Bungalow ini. Ada perlu apa anda ke sini? apa anda kenal dengan pemilik Bungalow ini?” tanya Pak Dirman tak bisa membiarkan sembarang orang masuk tanpa izin.“Perlu You tahu ya. Aku adalah tunangan Ramon. Bukannya Ramon ada di dalam? jangan halangi aku untuk masuk,” kata Sofia terus menerobos untuk membuka pintu. Pak Dirman langsung pasang badan menghalanginya.“Pak Ramon sedang keluar. Saya akan telepon dulu orangnya kalau Pak Ramon kasih izin baru saja perbolehkan a
Di sanalah Ramon sedang mencumbu Sofia dengan ganasnya. Di atas ranjang yang beberapa hari lalu juga menjadi saksi percintaan Ganis dan Ramon. Ganis berusaha untuk tetap membuka matanya tanpa air mata. Dadanya terasa sesak ketika Ramon melucuti bajunya. Ganis berusaha memegangi dadanya. Ramon sama sekali tak menoleh pada Ganis. Ia hanya akan berkonsentrasi pada tubuh Sofia yang kini juga telah polos. Rasa mual mulai menguasai Ganis ketika mendengar desahan Sofia. Tangannya mulai gemetar, kakinya nyaris tak bisa menapak menyaksikan Ramon mulai menggenjot Sofia dengan brutalnya. Jeritan Sofia memenuhi ruangan diiringi geraman Ramon. Ganis sudah tak bisa menahan rasa mualnya yang memuncak. Ia langsung berlari keluar Bungalow. Di teras ia memuntahkan semua isi perutnya. Beberapa menit Ganis harus merasakan kepalanya yang pening dan perut yang serasa diperas. Untuk kemudian akhirnya ia tumbang tak sadarkan diri. ***** Ramon tak bisa melanjutkan semua ini. Segera saja ia menarik dirinya
Bunyi dering ponsel membangunkan Ramon yang memang tak bisa tidur dengan lelap. Setelah apa yang terjadi tentu saja ia tak bisa tenang. Pikirannya masih melayang pada Ganis. Dering ponsel itu tidak berhenti. Sofia menggeliat ikut terbangun.“Ponselku,” ucap Ramon meraih ponselnya. Ia mendesah berat. Dari Alfaro papa Sofia.“Ya,” kata Ramon bersiap menerima omelan.“Ramon kau sedang bersama Sofia?” tanya Alfaro yang begitu mengkhawatirkan putrinya yang langsung menyusul Ramon tanpa pamit padanya.“Ya. Di sedang tidur. Dia bersamaku,” jawab Ramon singkat.“Kau tahu kan apa yang membuat Sofia pergi menyusulmu? Kau ini pria dewasa. Harusnya ini tak terjadi. Tobias sudah mengurus semuanya. Ia kini merangkap direktur sekaligus CEO untuk sementra. Segera bawa Sofia pulang bersamamu setelah masalahmu selesai. Setelah ini aku tak mau lagi mendengar keluhan dari Sofia. Panggil Sofia!” perintah Alfaro.“Dia sedang tidur!” jawab Ramon melihat Sofia masih berbaring dan menutup matanya.“Bangunkan
Bab 42 Kejutan “Aku berhenti di rumah Pak Dirman saja Shane,” kata Ganis.“Ya sebaiknya kau ada yang menemani. Aku takut dengan keadaanmu Nis,” ujar Shane langsung memberhentikan motornya di depan rumah Pak Dirman. Rumah pak Dirman hanya seratus meter dari Bungalow.Ganis pun turun dari motor.“Aku masuk Shane,” ujar Ganis membalikkan badan.“Nis tunggu dulu,”“Ya apa lagi? “ ucap Ganis kini sudah enggan bicara banyak dengan Shane.“Sungguh jangan salah sangka padaku Nis. Sebenarnya aku ingin berterusterang awalnya pada kak Ramon tapi aku waktu itu sangat ketakutan. Kak Ramon saat itu tampak begitu bengis dan kejam,”“Semua sudah terjadi Shine. Yang penting kita sudah tahu siapa yang jahat. Berkata jujur dimana-mana akan sangat membantu Shine,” kata Ganis langsung berbalik dan masuk ke rumah pak Dirman. Shane sudah kehilangan harapannya sekarang dengan Ganis. Gadis kelihatannya sudah tak bersimpati dengannya. Paling tidak ia sudah mengatakan yang sebenarnya. Ia bisa mendoakan Marco
Ramon mendesah berat. Banyak kejadia di luar rencanma. Perpisahan dengan kenangan indah dengan Ganis gagal dengan kemunculan Sofia secara mendadak. Ia tahu ada yang berkhianata. Dan ia tahu siapa itu. Dia adalah Sergia. Darimana Sofia tahu segalanya kalau tidak dari dia. Yang paling dekat dengan Sofia adalah Sergio. Sergio satu satunya anak buahnya yang langsung berasal negara asalnya. Sergio juga satu-satunya orang terdekatnya yang bisa bahasa spanyol. “Sergio masuk ke ruanganku sekarang juga,” ujar Ramon dengan suara tegas dan dingin. Ia tak mungkin akan terus mempertahankan seorang penghianat. Rupanya kepercayaannya selama ini telah di salah gunakan oleh Sergio.Sergio muncul dengan wajah tegang. Ia tahu saat ini akan tiba juga.“Duduklah!” perintah Ramon. Ramon kemudian memecet nomer Sofia dan mengadakan panggilan Video.Sofia yang saat itu ada di apartemen langsung terkesiap ketika Ramon menghubungi lewat video call dan muncullah raut muka Sergio.“Sergio apa kau yang membocork
“Ganis kita harus terima kenyataan. Kita harus realistis. Bukankah kau kemarin juga sempat menguatkanku. Jalan yang benar adalah kita berpisah. Aku akan menjalani pernikahan dengan Sofia,” kata Ramon kini merasa Ganis sedikit aneh. “Kakak tahu kak Sofia tak sebaik yang aku kira ternyata,” ucap Ganis lagi.“Sudahlah Ganis. Ayo kita bangun. Aku telah membawa makanan,” ajak Ramon segera turun menuju kamar mandi. Ganis langsung pergi menyusul Ramon. Ramon sungguh tak akan bisa menahan diri untuk tidak menyentuh Ganis lagi. Jadi ia segera mempercepat mandinya segera keluar.“Kenapa kakak langsung pergi? Aku belum selesai,” teriak Ganis langsung mempercepat mandinya juga.Saat ia keluar kamar mandi Ramon sudah rapi. Terlihat ia akan segera pergi lagi.“Kakak harus dengarkan aku dulu,” ujar Ganis membuat Ramon semakin takut tak bisa berpisah dengan gadis itu.“Ganis aku akan segera pergi untuk mengurus sesuatu. Pergilah ke meja makan. Apa kau tak lapar?” ucap Ramon bergegas keluar dari kama