“Ah iya, Indah. Gue ingat tuh wajahnya secantik namanya, sama-sama indah.” Firto memantik jari semangat.
“Ingat bini di samping, Bang,” komentar teman Brandon yang lain.
Pria berkepala botak itu malah nyengir kuda. Dia menangkupkan kedua telapak tangan, pertanda meminta maaf kepada perempuan berkerudung yang tampak anggun di sampingnya.
“Kok kamu tahu, Nadzifa?” Moza memajukan kepala ke depan, agar bisa melihat Nadzifa dengan benar.
“Cuma nebak aja, Kak. Biasanya kalau yang panggilannya In, ya Indah atau Indri,” sahut Nadzifa asal, khawatir semua yang duduk di sana curiga.
“Pintar juga calon istri kamu, Zan,” puji Fahmi menggoda Farzan.
Farzan tersenyum lembut, kemudian mengusap puncak kepala Nadzifa untuk pertama kali. Sontak gadis itu menatap tak percaya dengan sikap manis lain yang ditunjukkannya sekarang.
“Jadi gimana cerita tentang Indah, Kak?” Nadzifa menole
Farzan berdiri di depan flat Nadzifa, setelah pulang dari kantor. Satu kantong kresek berwarna hitam menggantung di tangan kanan. Dia menekan tombol bel dengan tangan yang masih bebas.Dalam hitungan detik, seorang perempuan berparas cantik dengan rambut hitam tebal telah berdiri di sela pintu. Seperti biasa Nadzifa mengenakan baju kaus oblong dengan celana jeans pendek selutut. Pakaian ‘kebesaran’ yang selalu dikenakan sehari-hari.“Bawa apaan lagi tuh?” tanya Nadzifa mengerling ke kantong hitam yang ditenteng Farzan.“Ketoprak buat makan malam,” jawab Farzan menaikkan kantong itu ke atas.“Ch! Irit tuh duit. Bentar lagi nikah, butuh biaya banyak loh,” tanggap Nadzifa seraya memutar tubuh memasuki flat.“Tenang, tabunganku cukup kok buat biaya pernikahan,” balas Farzan enteng.“Habis nikah gimana?”“Masih ada. Nggak usah terlalu dipikirkan
Tiga minggu sebelum pernikahan Satu minggu ini Nadzifa tidak tenang. Keyakinan bahwa Brandon yang menghamili Indah mulai memudar. Semakin mengenal keluarga Harun dengan baik, dia menjadi ragu dengan hal yang diyakini sejak kecil. Masih segar dalam ingatan gadis itu, Brandon pernah menjemput Indah di rumahnya. Nadzifa juga belum lupa bagaimana wajah bahagia tantenya ketika menanti kedatangan pria itu. Dan, bagaimana sedihnya Indah saat tahu Brandon hanya mempermainkan hatinya. Meski Nadzifa saat itu masih kecil, tapi ia kerap dijadikan tempat curhat oleh Indah. Mereka sangat akrab, karena selalu bersama-sama setiap hari. Pandangan netra hitam Nadzifa beralih ke jam dinding kantor yang menunjukkan pukul 09.00. Dia kembali menatap lurus ke arah puluhan karyawan yang sibuk dengan mesin jahit. Gadis itu sedang mempertimbangkan pergi menemui Brandon sekarang. Tak lama, ia berdiri setelah mengambil keputusan. “Aku keluar dulu
Mata sayu Brandon melebar ketika mendengarkan perkataan Nadzifa barusan. Tidak pernah terbesit di pikirannya, gadis itu akan mengajukan pertanyaan tadi.“Apa maksud kamu, Nadzifa?” tanya Brandon bingung.Gadis itu berusaha menahan sesak di dada ketika ingat bagaimana Indah meregang nyawa puluhan tahun silam.“Indah, wanita yang pernah jalin hubungan sama Mas dulu, adalah tante saya.” Pandangan Nadzifa bergerak naik melihat Brandon yang masih menampilkan raut bingung. “Mas masih ingat ‘kan cerita yang dilontarkan Abang kepala botak itu?”Brandon mengangguk, karena memang belum lupa dengan percakapan panas waktu Alyssa menikah.“Tante Indah meninggal bunuh diri, karena hamil. Pria yang menghamilinya nggak bertanggung jawab, katanya belum siap komitmen,” jelas Nadzifa mulai terisak.Nadzifa memiringkan kepala ke kanan dan menatap penuh harap, agar Brandon mau menjawab jujur pertanyaan yang a
Satu minggu menjelang pernikahanSeorang gadis mematut dirinya di cermin yang berukuran besar, lebih tinggi dari dirinya. Senyum merekah tampak cerah di wajah tirusnya. Dia melihat kebaya berwarna putih terbuka di bagian dada, tapi tidak sampai memperlihatkan aset yang selama ini terjaga. Bagian bahu ditutupi brokat yang dipadu dengan inner warna kulit. Nadzifa tampak menawan dengan balutan kebaya yang membungkus tubuh semampainya.“Kamu jangan banyak makan dulu. Bahaya kalau berat badan kamu naik lagi,” desis pria berkepala botak, desainer langganan keluarga Harun.Dulu sekali, Brandon dan Arini juga mengambil foto pernikahan dadakan di butik miliknya. Suami istri tidak menikah secara wajar. Pada awalnya mereka hanya menikah di bawah tangan, karena Brandon telah dijodohkan dengan wanita lain oleh Sandy.“Naik sedikit ya tidak apa-apa, George,” timpal Lisa yang sejak tadi berdiri di belakang, “biar terlihat l
Ponsel yang ada di dalam genggaman Farzan terjatuh kemudian tergeletak ke lantai. Tubuhnya langsung lemas mendapatkan kabar dari El. Kakak yang sangat disayangi mengalami kecelakaan.Nadzifa yang melihat wajah pucat Farzan, segera mengambil ponsel dan menekan tombol speaker.“Abang langsung ke kantor polisi aja. Polisi bilang mobilnya hancur, tapi Papi nggak ada di lokasi kejadian,” jelas Elfarehza setelah sedikit tenang. Namun masih terdengar getar dari suaranya.“Mas Brandon kenapa, El?” tanya Nadzifa ikut cemas.“Papi kecelakaan di jalan ke Sukabumi, Kak. Kita lagi di kantor polisi sekarang,” jawab El di sela napas yang masih sesak.“Iya, Kakak dan Farzan ke sana sekarang. Kasih alamatnya aja ya,” pinta Nadzifa sebelum panggilan berakhir.Netra hitam lebar milik Nadzifa berpindah ke arah Farzan yang tampak sangat terpukul. Wajah pria itu kusut sekarang. Dia meraih tangan yang mengep
Seluruh keluarga Harun kembali ke Menteng Dalam setelah mendengar penjelasan dari polisi. Mereka diminta menunggu hasil pencarian dari tim yang telah dibentuk. Sesuai dengan permintaan Farzan, tidak boleh seorang pun membahas tentang kecelakaan yang menimpa Brandon di depan Arini.Karena sekarang sudah malam, Farzan memutuskan untuk menginap di rumah keluarganya. Dia juga meminta Nadzifa untuk menginap terlebih dahulu, karena tidak mungkin kembali ke Cikarang larut malam sendirian.“Aku balik pakai taksi aja, Zan,” tolak Nadzifa satu jam yang lalu.“Nggak, Zi. Kamu nginap dulu. Aku butuh kamu sekarang,” tanggap Farzan tidak ingin gadis itu beranjak dari sisinya.Akhirnya Nadzifa setuju. Dan di sinilah mereka berada sekarang. Berkumpul di ruang keluarga kediaman Harun.“Mami udah tidur, Al?” tanya Farzan kepada Alyssa yang baru saja keluar dari kamar Arini.Wanita itu menggeleng lesu menahan tangis. “
Semua yang ada di ruangan itu kompak dalam diam. Tidak ada seorang pun berani membuka suara menjawab pertanyaan yang dilontarkan Arini barusan. Bingung, tak tahu harus memberi jawaban apalagi agar wanita itu percaya.Arini berdiri kemudian melangkah ke arah Farzan. Dia menatap sayu sang adik ipar dengan mata merah digenangi air. Wajahnya menyiratkan kesedihan yang mendalam. Meski sakit, tapi Arini bisa merasakan ada yang disimpan oleh keluarganya saat ini.Dia menarik tangan Farzan ke posisi berdiri, sehingga mereka berhadapan saat ini. “Kamu jawab kakak, Zan. Kenapa Bran belum pulang?” lirihnya terdengar memilukan di telinga pria itu.Farzan menarik napas dalam, sehingga menimbulkan sesak di dalam dada.“Zan!!” bentar Arini, “kamu selama ini nggak pernah bohong sama Kakak.”Netra cokelat lebar Arini menatap mata elang Farzan satu per satu. Dia berharap adik yang telah dibesarkan dengan penuh kasih sayang mau men
Sepasang mata elang tampak mengerjap berusaha untuk terbuka. Dia melihat seorang perempuan berparas cantik masih lelap di samping. Tangannya bergerak naik ke atas, lalu membelai lembut kepala yang dihiasi rambut hitam tebal itu.Farzan berusaha bangun, tapi kepala terasa pusing. Dia tidak bisa tidur sejak tadi malam memikirkan nasib Brandon yang sampai sekarang belum diketahui. Baru memejamkan mata, sudah terbangun lagi sekarang.“Astaga! Aku jadi ketiduran di sini,” gumam Nadzifa jadi ikut terjaga.Tadi malam ia hanya berniat mengantarkan teh hangat untuk Farzan. Nadzifa mendengarkan curahan hati pria itu hingga tertidur di kamarnya.“Kamu mau ke mana?” tanya Farzan menahan tangan Nadzifa ketika ingin berdiri.“Aku mau ke kamar sebelah dulu. Nggak enak kalau Tante Lisa dan yang lain lihat.”Farzan menggelengkan kepala, kemudian mengerling ke jam dinding. “Mereka baru keluar kamar nanti jam 06.00. Se
Lima bulan kemudianBunyi ciuman terdengar jelas di sebuah kamar kondominium mewah yang berada di kawasan Marina, Singapura. Suara desahan menjadi penutup penyatuan sepasang suami istri yang entah berapa kali melakukannya hingga siang ini. Keduanya saling berbagi tatapan dan senyuman dalam posisi duduk berhadap-hadapan.Nadzifa segera turun dari pangkuan Farzan, kemudian masuk ke dalam selimut. Napas memburu keluar dari hidung seiringan dengan jantung yang berdebar cepat. Farzan juga ikut masuk ke balik selimut, sebelum menarik tubuh istrinya merapat.“Mentang-mentang libur, aku nggak dibolehin keluar kamar,” sungut Nadzifa mencubit hidung mancung suaminya.Farzan tersenyum lebar seraya menatap gemas wajah Nadzifa yang masih memancarkan rona merah. “Habis kamu bikin aku nagih. Top banget deh.”Nadzifa berdecak seraya menyipitkan mata. “Segitunya kamu.”Meski usia wanita itu tidak lagi muda
Farzan duduk di ruang kunjungan tahanan berhadap-hadapan dengan Ayu. Di sampingnya ada Nadzifa yang menemani pria itu menemui sang Ibu. Rahang tegasnya tampak mengeras menahan luapan amarah yang tertahan. Dia malu dengan perbuatan wanita yang telah melahirkannya itu.“Aku pikir Mommy udah berubah sejak keluar dari penjara waktu itu,” ujar Farzan memecah keheningan ruangan yang dikelilingi dinding berwarna abu-abu itu. Dia menundukkan kepala, seakan enggan melihat Ayu.“Kamu yang bikin Mommy begini, Zan,” balas wanita tua itu menyalahkan putranya.Sorot mata Farzan terlihat tajam ketika pandangannya terangkat. Sklera netra elangnya memerah digenangi air mata.“Mommy salahkan aku?” tanya Farzan dengan kedua tangan mengepal erat di atas paha.Nadzifa langsung meraih tangan suaminya, berusaha menenangkan.“Coba waktu itu kamu mau kerja di perusahaan dan jamin hidup Mommy.
Sepasang netra elang mengerjap ketika mencoba untuk terbuka. Pandangannya turun ke arah sesosok tubuh yang lelap dalam dekapan. Farzan tersenyum ketika melihat Nadzifa tidur seperti bayi. Begitu tenang dan imut dengan bibir sedikit terbuka. Beruntung tidak ada air liur yang keluar. Haha!Dia menarik napas sebentar, sebelum mengeratkan lagi pelukan. Terasa kelembutan yang baru dirasakan tadi malam. Juga kehangatan yang disalurkan oleh tubuh Nadzifa. Pagi ini Farzan merasakan perubahan dalam hidupnya.Sebuah kecupan diberikan di kening Nadzifa beberapa detik, membuat tubuh semampai itu menggeliat kecil di dalam pelukannya. Perlahan tapi pasti kepala gadis itu, ah bukan, wanita itu terangkat seiringan dengan kelopak mata yang terbuka.Nadzifa memicingkan mata ketika ingat dirinya sekarang sudah resmi menjadi istri dari Farzan Harun. Pria yang berusia sembilan tahun lebih muda darinya. Dia menenggelamkan wajah tepat di dada bidang pria itu.“Aku banguni
Seluruh keluarga Harun dibuat panik gara-gara pernikahan dadakan Farzan dan Nadzifa. Begitu juga dengan Brandon yang baru saja pulang dari rumah sakit. Beruntung menjelang sore semua berjalan sesuai dengan rencana. Tinggal menunggu akad nikah dilaksanakan.Paman Nadzifa juga bisa hadir untuk menikahkan keponakan yang jarang berjumpa. Semesta seakan memberi kelancaran baik dari segi dokumen, penghulu sampai pakaian yang akan dikenakan oleh Nadzifa dan Farzan untuk akad nikah.Jangan ditanyakan lagi bagaimana gugup Farzan sekarang. Pria itu tampak gagah mengenakan setelan beskap berwarna putih gading. Sebuah peci berwarna senada menutupi rambut model layered miliknya.“Penghulu udah datang tuh, Zan,” info Bramasta yang sejak tadi sibuk sendiri, pasca diberitahukan tentang pernikahan Farzan. Pria berkacamata itu langsung minta izin pulang dari kantor lebih awal.Farzan menganggukkan kepala, kemudian berdiri. Dia menarik napas dan mengemb
“Mas Brandon benar, Kak. Ada yang ingin menyingkirkan Mas Brandon. Orang itu adalah Tante Ayu.”Perkataan yang diucapkan Nadzifa barusan menyurutkan niat Farzan untuk memasuki ruang perawatan yang baru saja ditinggalkannya beberapa menit lalu. Dia baru saja mendapatkan telepon dari Pak Habib mengenai reschedule jadwal meeting dengan klien. Senyum yang terurai di wajah tampan itu hilang ketika mendengar nama ibunya disebut.“Mommy?” gumamnya dengan kening berkerut.Farzan memilih menguping pembicaraan ketiga orang yang ada di dalam ruang perawatan VIP tersebut. Semakin lama ia berdiri di sana, amarah yang dirasakan semakin memuncak. Dia tidak menyangka sang Ibu bisa melakukan tindakan rendah seperti itu, hanya demi seonggok harta.“Tolong rahasiakan ini dari Farzan ya? Dia pasti marah banget kalau tahu Ayu yang celakai Mas Brandon.” Terdengar suara Arini memohon kepada Nadzifa. “Farzan it
“Mas Brandon benar, Kak. Ada yang ingin menyingkirkan Mas Brandon.” Nadzifa menarik napas panjang, sebelum melanjutkan perkataannya. “Orang itu adalah Tante Ayu.”Mata cokelat besar Arini melebar seketika. Bibirnya ternganga ketika mendengar nama Ayu disebut. Kepalanya langsung menggeleng cepat.“Nggak mungkin itu ulah Ayu. Dia ‘kan lagi di Uluwatu.” Arini tidak percaya begitu saja meski yang mengatakannya Nadzifa.“Ayu tinggal di Jakarta tiga bulan ini, In. Kita udah dibohongi mentah-mentah sama dia,” ujar Brandon meyakinkan.Pandangan Arini berpindah kepada suaminya. “Bran, kita yang carikan rumah buat dia di Uluwatu biar nggak ngerecokin Papa. Nggak mungkin dia ke sini.”Brandon meraih tangan Arini, lalu menggenggamnya erat. “Faktanya gitu, In. Dia ada di Jakarta.”Arini mendesah keras dengan napas terasa sesak. Dia ingat pernah mencarikan apartemen untuk Ayu di
Farzan dan Nadzifa saling berpandangan dalam waktu yang lama. Mereka menyelami perasaan masing-masing. Keduanya tidak pernah menyangka hubungan yang semula hanya pura-pura, kini menjadi serius. Bahkan benih cinta juga tumbuh mekar di hati mereka.“Aku … mau, Zan,” desis Nadzifa setelah menemukan binar cinta di mata Farzan untuknya.“Mau apa?” tanya Farzan bingung.“Masa nggak tahu sih?” sungut gadis itu dengan wajah mengerucut.“Ya aku nggak tahu maksud kamu apa?”“Mau nikah sama kamu secepatnya,” gumamnya berlalu dari hadapan Farzan, kemudian pergi menemui El dan Al yang masih berada di depan pintu.“Mau nikah secepatnya?” ulang Farzan hanya terdengar olehnya. Dia tersenyum lebar, sehingga bibir bagian atas itu nyaris tak terlihat. Kakinya melangkah ringan ke dekat Nadzifa.“Ngapain sih mojok di sana berdua? Nggak asyik banget. Untung Si Fatih nggak
Pagi-pagi sekali selesai menunaikan salat Subuh, Farzan sudah berangkat ke ruko tempat Nadzifa saat ini berada. Ternyata gadis itu lebih sering menghabiskan waktu di sana selama ini. Dia tidak mau tinggal di apartemen, khawatir akan berjumpa dengan Farzan.Seperti permintaannya kemarin, Farzan disuguhi satu porsi nasi goreng buatan Nadzifa. Entah kenapa sekarang terasa semakin lezat. Apa mungkin karena ia mulai bucin dengan gadis itu? Hanya Tuhan dan Farzan yang tahu. Haha!Tidak banyak percakapan berarti yang tercipta di antara keduanya. Hanya pembahasan seputar aktivitas Farzan selama satu bulan ini. Selesai sarapan, pria itu memutuskan untuk pergi ke rumah sakit, mengunjungi Brandon sebelum berangkat ke kantor.Alhasil di sinilah ia berada, bersama dengan Nadzifa. Ya, gadis itu juga ingin ikut mengunjungi calon kakak iparnya. Ehmmm … ehmmm ….“Loh pagi-pagi udah ada di sini,” seru Brandon terkejut melihat kedatangan Farzan dan
Nadzifa mengalihkan pandangan ke sisi kiri ruangan. Dia pura-pura tidak mendengar apa yang dikatakan Farzan barusan. Padahal hatinya sekarang meronta-ronta kegirangan. “Zi?” Farzan masih menanti jawaban darinya. Gadis itu memutar kepala ke arah Farzan dalam gerakan slow motion lagi. “Emang … harus dijawab ya?” Farzan menganggukkan kepala. “Kalau nggak mau gimana?” Dia memberi tatapan malas, bertolak belakang dengan isi hatinya. “Aku nggak mau pulang sampai kamu jawab,” ancam Farzan tersenyum manis. (Ya ampun, cowok tersenyum manis.) Mata hitam lebar Nadzifa membesar seketika. “Zan, ini udah malam. Kamu mau nginap di sini?” “Kita udah pernah tidur satu ranjang sebelumnya, Zi,” goda Farzan. Nadzifa semakin melongo mendengar perkataan Farzan. Matanya terpejam erat ketika kepala bergerak ke kiri dan kanan. “Nggak bisa! Pulang gih sana, nanti jadi gunjingan orang. Dosa loh bikin orang ghibah,” usirnya mengib