Tiga hari kemudian
Farzan pulang cepat hari ini. Tidak banyak pekerjaan yang dilakukan, sehingga bisa keluar dari pabrik tepat pukul empat sore.
Seperti biasa, derap langkahnya begitu cepat ketika berjalan di lobi apartemen menuju lift. Tak perlu menunggu lama, kotak besi itu terbuka sehingga ia bisa memasukinya. Tubuh tinggi Farzan bersandar di dinding lift.
Sorot mata elangnya menatap nanar pantulan diri di pintu lift yang kini tertutup. Tidak ada siapa-siapa di dalam, hanya dirinya yang tampak tidak bersemangat sama sekali.
Semenjak mendapat ultimatum dari Brandon, Farzan tidak berhenti memikirkan solusi agar bisa mengatasi masalah yang dihadapi. Hingga saat ini ia belum menemukan jalan keluar.
Begitu pintu lift terbuka, Farzan langsung melangkah ke luar. Dia berjalan dengan kepala tertunduk menuju flat. Lagi-lagi pandangannya terpaku ke arah flat Nadzifa yang masih tertutup rapat. Tiga hari ini, gadis itu tida
Dua bulan menjelang pernikahan AlyssaHari ini adalah acara lamaran Alyssa, keponakan Farzan yang paling kecil. Gadis itu memutuskan menikah di usia muda yaitu dua puluh tahun. Dia memiliki kisah cinta yang unik. Bayangkan Al dilamar oleh calon suaminya ketika masih kelas dua SMA.Semakin mendekati hari pernikahan Alyssa, membuat Farzan uring-uringan. Sepuluh bulan ini dilalui dengan penuh perjuangan. Berbagai cara dilakukan untuk mencari wanita yang cocok dijadikan calon istri, tapi hasilnya selalu nihil.Mengenai Nadzifa, gadis itu menghilang bagai ditelan bumi. Tidak ada kabar apa-apa darinya sejak sepuluh bulan terakhir. Dia juga tidak muncul di flat yang biasa ditempati.Farzan mulai khawatir dengan Nadzifa, karena kondisinya yang masih labil. Meski berusia lebih tua sembilan tahun darinya, pola pikir gadis itu masih belum matang. Cenderung kekanak-kanakan. Itulah yang membuatnya cemas.“Mungkin nggak sih Mbak N
Farzan membelai lembut belakang kepala Nadzifa ketika masih menumpahkan tangis dalam pelukannya. Dia bisa melihat gadis itu tidak sedang baik-baik saja. Tampak jelas dari wajah yang kusut.“Gue harus gimana, Zan? Nyokap udah pergi untuk selama-lamanya,” ungkap Nadzifa membuat Farzan terkejut.Pria itu memegang bahu Nadzifa kemudian mendorongnya sedikit ke belakang, sehingga tubuh kembali berjarak.“Maksud, Mbak?” tanya Farzan memandang wajah kuyu gadis itu.“Nyokap gue meninggal satu bulan yang lalu,” jawabnya kembali terisak.“Innalillahi wa inna ilaihi raaji’uun,” ucap Farzan.Tilikan mata elangnya melihat ke lorong apartemen. “Sekarang Mbak tenang dulu, sebaiknya kita ngobrol di dalam.”Dengan patuh Nadzifa ikut memasuki flat yang ditempati Farzan.Farzan tidak lagi mempermasalahkan kejadian tahun lalu. Menurutnya sekarang Nadzifa butuh tempa
Mata hitam lebar Nadzifa berkedip pelan. Perlahan bibir berisi penuh itu terbuka. Kening yang tadi berkerut berangsur normal. Tak lama dia terbahak sekeras-kerasnya.“Lo mau nikah sama gue?” tanya Nadzifa di sela tawa yang belum reda. Saking lama tertawa, matanya mengeluarkan air.Farzan mengangguk dengan raut wajah serius. “I-iya kenapa, Mbak? Ada yang lucu?”Tawa gadis itu mereda seketika. Dia mengamati Farzan lekat. Tidak ada gelagat bercanda dari caranya berbicara sekarang. Apalagi semenjak kenal dengan pria itu, Nadzifa tidak pernah sekali pun melihatnya bercanda.Farzan yang dikenalnya adalah pria yang kaku dan jarang tertawa. Mustahil juga jika bergurau dengan hal serius seperti ini.Apa mungkin dia kasihan sama gue? duga Nadzifa dalam hati.Ah, nggak mungkin juga. Atau ini ada berkaitan dengan masalah pribadinya? sambungnya lagi masih membatin.“Sorry, habis tiba-tiba aj
Farzan mengangguk tanpa ragu. Dia menatap serius paras Nadzifa yang masih memancarkan rona merah, akibat hasrat yang sempat terpancing tadi. Beruntung mereka sama-sama belum pernah merasakan surga dunia, sehingga bisa menghentikannya sebelum melangkah lebih jauh.Gadis itu mengusap keras kening. Dia menggigit ujung kuku ibu jari seraya menggelengkan kepala.“Nggak! Ini gawat. Kalau kita nikah sebelum ponakan lo nikah, namanya dadakan.” Nadzifa melihat lagi kepada Farzan.“Nanti dikira hamil duluan. Gimana dong? Tahu sendiri hidup gue selama ini gimana? Clubbing, alkohol. Nggak bisa. Gue nggak mau,” cecarnya keberatan.Farzan melihatnya dengan tatapan curiga.“Apa maksud lo lihatin gue kayak gitu? Gue ini masih virgin ya. PE-RA-WAN,” tutur Nadzifa berusaha meyakinkan Farzan, “masih segelan loh. Jangan mikir macam-macam deh.”“Tapi Mbak ahli banget tuh,” komentar pri
Farzan uring-uringan di dalam kamar. Sejak tadi malam ia terus memutar otak agar bisa memberi alasan yang diterima Brandon, tapi tetap tidak berhasil. Pria paruh baya itu kekeh meminta dirinya menikah sebelum Alyssa. Hal itu jelas tidak mungkin, karena Nadzifa enggan menikah dalam waktu dekat.Satu-satunya jalan saat ini adalah membujuk gadis itu, agar mau menikah satu bulan lagi. Farzan menganggukkan kepala sebelum keluar dari flat.Tiba di depan flat Nadzifa, dia berdiri sejenak sebelum menekan bel. Farzan berdoa semoga Tuhan melembutkan hati gadis itu.Tak lama setelah bel berbunyi, pintu berwarna abu-abu tua itu terbuka.“Good morning, Calon Imam,” sapa Nadzifa tersenyum manis.Farzan auto merinding mendengar sapaan itu. Dia mengusap pelan tengkuk seraya mengalihkan pandangan ke tempat lain.“Nggak perlu salah tingkah kayak gitu sama calon makmum,” goda gadis itu menyeringai.Nadz
Farzan berusaha meyakinkan Arini bahwa dirinya bukan Brandon. Secara fisik mereka memang tampak mirip. Bedanya hanya di bagian mata, rahang, alis dan model rambut. Bandingkannya dengan Brandon seusia Farzan ya, bukan Brandon yang sekarang. Haha!Pria itu mengeluarkan ponsel dari saku celana, kemudian mencari foto Brandon di sana. Dia memperlihatkan layar gadget itu kepada Arini.“Ini Mas Brandon, Kak. Aku Farzan,” katanya menunjuk foto Brandon dan dirinya yang diambil dua tahun yang lalu.Arini mematut foto itu lama, sebelum mengalihkan pandangan lagi kepada Farzan. “Farzan adik kesayangan Kakak?”Farzan mengangguk cepat dengan sorot mata sendu.“Itu siapa, Zan?” Arini mengajukan pertanyaan ketika tilikan matanya beralih kepada gadis yang berdiri tak jauh dari sana. Gadis yang sejak tadi kebingungan dengan keadaan ini.“Oh, ya. Kenalkan ini … pacar aku, Kak,” ungkap Farzan menar
Lisa melihat putra tirinya dengan mata menyipit. Tilikan netra hitam miliknya beralih ke arah perempuan cantik bertubuh semampai yang berdiri kikuk di samping Farzan.“Kamu kemarin kenapa langsung pergi setelah acara lamaran?” Lisa mengajukan pertanyaan seraya tersenyum penuh makna. Dia berpikir Farzan cepat-cepat pergi karena ada janji dengan perempuan itu.Farzan melangkah cepat menghampiri kedua orang tuanya, lalu mencium kedua tangan mereka satu per satu.“Maaf, Ma. Kemarin urgent, jadi harus buru-buru balik ke Cikarang,” ucap pria itu berbohong.“Oh, urgent,” balas Lisa dengan bibir membulat.Sandy berdeham dua kali memberi kode kepada Farzan agar memperkenalkan gadis yang dibawanya. Pasangan lansia itu berbagi pandangan dengan senyum penuh makna. Apalagi ini pertama kali bagi Farzan membawa perempuan ke rumah.Pria bertubuh tinggi itu menarik tangan Nadzifa, lantas memperkenalkannya
Nadzifa masih mengamati perempuan yang menutup wajahnya dengan kacamata hitam dan selendang tersebut. Sebelum motor berbelok ke kiri, dia melihat orang itu menaiki taksi. Perlahan bahunya terangkat ke atas seiringan dengan bibir melengkung ke bawah. Dia tidak lagi ambil pusing dengan wanita tadi.“Zan,” panggil Nadzifa mengeraskan suara, agar bisa mengalahkan bunyi kendaraan yang lalu lalang.Mereka sekarang sudah memasuki jalan raya.“Kenapa, Mbak?” sahut Farzan membuka penutup helm.Gadis itu berdecak seraya memukul pelan pundak Farzan. “Panggil Mbak lagi. Zizi dong, Zan.”Nadzifa tergelak menyadari nama panggilan mereka berdua sama-sama ada huruf ‘Z’.“Kita ini jangan-jangan beneran jodoh deh,” celetuk Nadzifa,“Maksudnya?” teriak Farzan dari depan.Gadis itu merapatkan tubuhnya ke depan, membuat Farzan merasa risih. Dia meletakkan dagu di atas pundaknya
Lima bulan kemudianBunyi ciuman terdengar jelas di sebuah kamar kondominium mewah yang berada di kawasan Marina, Singapura. Suara desahan menjadi penutup penyatuan sepasang suami istri yang entah berapa kali melakukannya hingga siang ini. Keduanya saling berbagi tatapan dan senyuman dalam posisi duduk berhadap-hadapan.Nadzifa segera turun dari pangkuan Farzan, kemudian masuk ke dalam selimut. Napas memburu keluar dari hidung seiringan dengan jantung yang berdebar cepat. Farzan juga ikut masuk ke balik selimut, sebelum menarik tubuh istrinya merapat.“Mentang-mentang libur, aku nggak dibolehin keluar kamar,” sungut Nadzifa mencubit hidung mancung suaminya.Farzan tersenyum lebar seraya menatap gemas wajah Nadzifa yang masih memancarkan rona merah. “Habis kamu bikin aku nagih. Top banget deh.”Nadzifa berdecak seraya menyipitkan mata. “Segitunya kamu.”Meski usia wanita itu tidak lagi muda
Farzan duduk di ruang kunjungan tahanan berhadap-hadapan dengan Ayu. Di sampingnya ada Nadzifa yang menemani pria itu menemui sang Ibu. Rahang tegasnya tampak mengeras menahan luapan amarah yang tertahan. Dia malu dengan perbuatan wanita yang telah melahirkannya itu.“Aku pikir Mommy udah berubah sejak keluar dari penjara waktu itu,” ujar Farzan memecah keheningan ruangan yang dikelilingi dinding berwarna abu-abu itu. Dia menundukkan kepala, seakan enggan melihat Ayu.“Kamu yang bikin Mommy begini, Zan,” balas wanita tua itu menyalahkan putranya.Sorot mata Farzan terlihat tajam ketika pandangannya terangkat. Sklera netra elangnya memerah digenangi air mata.“Mommy salahkan aku?” tanya Farzan dengan kedua tangan mengepal erat di atas paha.Nadzifa langsung meraih tangan suaminya, berusaha menenangkan.“Coba waktu itu kamu mau kerja di perusahaan dan jamin hidup Mommy.
Sepasang netra elang mengerjap ketika mencoba untuk terbuka. Pandangannya turun ke arah sesosok tubuh yang lelap dalam dekapan. Farzan tersenyum ketika melihat Nadzifa tidur seperti bayi. Begitu tenang dan imut dengan bibir sedikit terbuka. Beruntung tidak ada air liur yang keluar. Haha!Dia menarik napas sebentar, sebelum mengeratkan lagi pelukan. Terasa kelembutan yang baru dirasakan tadi malam. Juga kehangatan yang disalurkan oleh tubuh Nadzifa. Pagi ini Farzan merasakan perubahan dalam hidupnya.Sebuah kecupan diberikan di kening Nadzifa beberapa detik, membuat tubuh semampai itu menggeliat kecil di dalam pelukannya. Perlahan tapi pasti kepala gadis itu, ah bukan, wanita itu terangkat seiringan dengan kelopak mata yang terbuka.Nadzifa memicingkan mata ketika ingat dirinya sekarang sudah resmi menjadi istri dari Farzan Harun. Pria yang berusia sembilan tahun lebih muda darinya. Dia menenggelamkan wajah tepat di dada bidang pria itu.“Aku banguni
Seluruh keluarga Harun dibuat panik gara-gara pernikahan dadakan Farzan dan Nadzifa. Begitu juga dengan Brandon yang baru saja pulang dari rumah sakit. Beruntung menjelang sore semua berjalan sesuai dengan rencana. Tinggal menunggu akad nikah dilaksanakan.Paman Nadzifa juga bisa hadir untuk menikahkan keponakan yang jarang berjumpa. Semesta seakan memberi kelancaran baik dari segi dokumen, penghulu sampai pakaian yang akan dikenakan oleh Nadzifa dan Farzan untuk akad nikah.Jangan ditanyakan lagi bagaimana gugup Farzan sekarang. Pria itu tampak gagah mengenakan setelan beskap berwarna putih gading. Sebuah peci berwarna senada menutupi rambut model layered miliknya.“Penghulu udah datang tuh, Zan,” info Bramasta yang sejak tadi sibuk sendiri, pasca diberitahukan tentang pernikahan Farzan. Pria berkacamata itu langsung minta izin pulang dari kantor lebih awal.Farzan menganggukkan kepala, kemudian berdiri. Dia menarik napas dan mengemb
“Mas Brandon benar, Kak. Ada yang ingin menyingkirkan Mas Brandon. Orang itu adalah Tante Ayu.”Perkataan yang diucapkan Nadzifa barusan menyurutkan niat Farzan untuk memasuki ruang perawatan yang baru saja ditinggalkannya beberapa menit lalu. Dia baru saja mendapatkan telepon dari Pak Habib mengenai reschedule jadwal meeting dengan klien. Senyum yang terurai di wajah tampan itu hilang ketika mendengar nama ibunya disebut.“Mommy?” gumamnya dengan kening berkerut.Farzan memilih menguping pembicaraan ketiga orang yang ada di dalam ruang perawatan VIP tersebut. Semakin lama ia berdiri di sana, amarah yang dirasakan semakin memuncak. Dia tidak menyangka sang Ibu bisa melakukan tindakan rendah seperti itu, hanya demi seonggok harta.“Tolong rahasiakan ini dari Farzan ya? Dia pasti marah banget kalau tahu Ayu yang celakai Mas Brandon.” Terdengar suara Arini memohon kepada Nadzifa. “Farzan it
“Mas Brandon benar, Kak. Ada yang ingin menyingkirkan Mas Brandon.” Nadzifa menarik napas panjang, sebelum melanjutkan perkataannya. “Orang itu adalah Tante Ayu.”Mata cokelat besar Arini melebar seketika. Bibirnya ternganga ketika mendengar nama Ayu disebut. Kepalanya langsung menggeleng cepat.“Nggak mungkin itu ulah Ayu. Dia ‘kan lagi di Uluwatu.” Arini tidak percaya begitu saja meski yang mengatakannya Nadzifa.“Ayu tinggal di Jakarta tiga bulan ini, In. Kita udah dibohongi mentah-mentah sama dia,” ujar Brandon meyakinkan.Pandangan Arini berpindah kepada suaminya. “Bran, kita yang carikan rumah buat dia di Uluwatu biar nggak ngerecokin Papa. Nggak mungkin dia ke sini.”Brandon meraih tangan Arini, lalu menggenggamnya erat. “Faktanya gitu, In. Dia ada di Jakarta.”Arini mendesah keras dengan napas terasa sesak. Dia ingat pernah mencarikan apartemen untuk Ayu di
Farzan dan Nadzifa saling berpandangan dalam waktu yang lama. Mereka menyelami perasaan masing-masing. Keduanya tidak pernah menyangka hubungan yang semula hanya pura-pura, kini menjadi serius. Bahkan benih cinta juga tumbuh mekar di hati mereka.“Aku … mau, Zan,” desis Nadzifa setelah menemukan binar cinta di mata Farzan untuknya.“Mau apa?” tanya Farzan bingung.“Masa nggak tahu sih?” sungut gadis itu dengan wajah mengerucut.“Ya aku nggak tahu maksud kamu apa?”“Mau nikah sama kamu secepatnya,” gumamnya berlalu dari hadapan Farzan, kemudian pergi menemui El dan Al yang masih berada di depan pintu.“Mau nikah secepatnya?” ulang Farzan hanya terdengar olehnya. Dia tersenyum lebar, sehingga bibir bagian atas itu nyaris tak terlihat. Kakinya melangkah ringan ke dekat Nadzifa.“Ngapain sih mojok di sana berdua? Nggak asyik banget. Untung Si Fatih nggak
Pagi-pagi sekali selesai menunaikan salat Subuh, Farzan sudah berangkat ke ruko tempat Nadzifa saat ini berada. Ternyata gadis itu lebih sering menghabiskan waktu di sana selama ini. Dia tidak mau tinggal di apartemen, khawatir akan berjumpa dengan Farzan.Seperti permintaannya kemarin, Farzan disuguhi satu porsi nasi goreng buatan Nadzifa. Entah kenapa sekarang terasa semakin lezat. Apa mungkin karena ia mulai bucin dengan gadis itu? Hanya Tuhan dan Farzan yang tahu. Haha!Tidak banyak percakapan berarti yang tercipta di antara keduanya. Hanya pembahasan seputar aktivitas Farzan selama satu bulan ini. Selesai sarapan, pria itu memutuskan untuk pergi ke rumah sakit, mengunjungi Brandon sebelum berangkat ke kantor.Alhasil di sinilah ia berada, bersama dengan Nadzifa. Ya, gadis itu juga ingin ikut mengunjungi calon kakak iparnya. Ehmmm … ehmmm ….“Loh pagi-pagi udah ada di sini,” seru Brandon terkejut melihat kedatangan Farzan dan
Nadzifa mengalihkan pandangan ke sisi kiri ruangan. Dia pura-pura tidak mendengar apa yang dikatakan Farzan barusan. Padahal hatinya sekarang meronta-ronta kegirangan. “Zi?” Farzan masih menanti jawaban darinya. Gadis itu memutar kepala ke arah Farzan dalam gerakan slow motion lagi. “Emang … harus dijawab ya?” Farzan menganggukkan kepala. “Kalau nggak mau gimana?” Dia memberi tatapan malas, bertolak belakang dengan isi hatinya. “Aku nggak mau pulang sampai kamu jawab,” ancam Farzan tersenyum manis. (Ya ampun, cowok tersenyum manis.) Mata hitam lebar Nadzifa membesar seketika. “Zan, ini udah malam. Kamu mau nginap di sini?” “Kita udah pernah tidur satu ranjang sebelumnya, Zi,” goda Farzan. Nadzifa semakin melongo mendengar perkataan Farzan. Matanya terpejam erat ketika kepala bergerak ke kiri dan kanan. “Nggak bisa! Pulang gih sana, nanti jadi gunjingan orang. Dosa loh bikin orang ghibah,” usirnya mengib