Farzan mengangguk tanpa ragu. Dia menatap serius paras Nadzifa yang masih memancarkan rona merah, akibat hasrat yang sempat terpancing tadi. Beruntung mereka sama-sama belum pernah merasakan surga dunia, sehingga bisa menghentikannya sebelum melangkah lebih jauh.
Gadis itu mengusap keras kening. Dia menggigit ujung kuku ibu jari seraya menggelengkan kepala.
“Nggak! Ini gawat. Kalau kita nikah sebelum ponakan lo nikah, namanya dadakan.” Nadzifa melihat lagi kepada Farzan.
“Nanti dikira hamil duluan. Gimana dong? Tahu sendiri hidup gue selama ini gimana? Clubbing, alkohol. Nggak bisa. Gue nggak mau,” cecarnya keberatan.
Farzan melihatnya dengan tatapan curiga.
“Apa maksud lo lihatin gue kayak gitu? Gue ini masih virgin ya. PE-RA-WAN,” tutur Nadzifa berusaha meyakinkan Farzan, “masih segelan loh. Jangan mikir macam-macam deh.”
“Tapi Mbak ahli banget tuh,” komentar pri
Farzan uring-uringan di dalam kamar. Sejak tadi malam ia terus memutar otak agar bisa memberi alasan yang diterima Brandon, tapi tetap tidak berhasil. Pria paruh baya itu kekeh meminta dirinya menikah sebelum Alyssa. Hal itu jelas tidak mungkin, karena Nadzifa enggan menikah dalam waktu dekat.Satu-satunya jalan saat ini adalah membujuk gadis itu, agar mau menikah satu bulan lagi. Farzan menganggukkan kepala sebelum keluar dari flat.Tiba di depan flat Nadzifa, dia berdiri sejenak sebelum menekan bel. Farzan berdoa semoga Tuhan melembutkan hati gadis itu.Tak lama setelah bel berbunyi, pintu berwarna abu-abu tua itu terbuka.“Good morning, Calon Imam,” sapa Nadzifa tersenyum manis.Farzan auto merinding mendengar sapaan itu. Dia mengusap pelan tengkuk seraya mengalihkan pandangan ke tempat lain.“Nggak perlu salah tingkah kayak gitu sama calon makmum,” goda gadis itu menyeringai.Nadz
Farzan berusaha meyakinkan Arini bahwa dirinya bukan Brandon. Secara fisik mereka memang tampak mirip. Bedanya hanya di bagian mata, rahang, alis dan model rambut. Bandingkannya dengan Brandon seusia Farzan ya, bukan Brandon yang sekarang. Haha!Pria itu mengeluarkan ponsel dari saku celana, kemudian mencari foto Brandon di sana. Dia memperlihatkan layar gadget itu kepada Arini.“Ini Mas Brandon, Kak. Aku Farzan,” katanya menunjuk foto Brandon dan dirinya yang diambil dua tahun yang lalu.Arini mematut foto itu lama, sebelum mengalihkan pandangan lagi kepada Farzan. “Farzan adik kesayangan Kakak?”Farzan mengangguk cepat dengan sorot mata sendu.“Itu siapa, Zan?” Arini mengajukan pertanyaan ketika tilikan matanya beralih kepada gadis yang berdiri tak jauh dari sana. Gadis yang sejak tadi kebingungan dengan keadaan ini.“Oh, ya. Kenalkan ini … pacar aku, Kak,” ungkap Farzan menar
Lisa melihat putra tirinya dengan mata menyipit. Tilikan netra hitam miliknya beralih ke arah perempuan cantik bertubuh semampai yang berdiri kikuk di samping Farzan.“Kamu kemarin kenapa langsung pergi setelah acara lamaran?” Lisa mengajukan pertanyaan seraya tersenyum penuh makna. Dia berpikir Farzan cepat-cepat pergi karena ada janji dengan perempuan itu.Farzan melangkah cepat menghampiri kedua orang tuanya, lalu mencium kedua tangan mereka satu per satu.“Maaf, Ma. Kemarin urgent, jadi harus buru-buru balik ke Cikarang,” ucap pria itu berbohong.“Oh, urgent,” balas Lisa dengan bibir membulat.Sandy berdeham dua kali memberi kode kepada Farzan agar memperkenalkan gadis yang dibawanya. Pasangan lansia itu berbagi pandangan dengan senyum penuh makna. Apalagi ini pertama kali bagi Farzan membawa perempuan ke rumah.Pria bertubuh tinggi itu menarik tangan Nadzifa, lantas memperkenalkannya
Nadzifa masih mengamati perempuan yang menutup wajahnya dengan kacamata hitam dan selendang tersebut. Sebelum motor berbelok ke kiri, dia melihat orang itu menaiki taksi. Perlahan bahunya terangkat ke atas seiringan dengan bibir melengkung ke bawah. Dia tidak lagi ambil pusing dengan wanita tadi.“Zan,” panggil Nadzifa mengeraskan suara, agar bisa mengalahkan bunyi kendaraan yang lalu lalang.Mereka sekarang sudah memasuki jalan raya.“Kenapa, Mbak?” sahut Farzan membuka penutup helm.Gadis itu berdecak seraya memukul pelan pundak Farzan. “Panggil Mbak lagi. Zizi dong, Zan.”Nadzifa tergelak menyadari nama panggilan mereka berdua sama-sama ada huruf ‘Z’.“Kita ini jangan-jangan beneran jodoh deh,” celetuk Nadzifa,“Maksudnya?” teriak Farzan dari depan.Gadis itu merapatkan tubuhnya ke depan, membuat Farzan merasa risih. Dia meletakkan dagu di atas pundaknya
Napas sepasang insan itu saling menderu menyapa wajah masing-masing. Aktivitas barusan membuat napas terengah. Berlari, berkejaran, cubitan dan berakhir di atas sofa dengan berbagi pandangan.Sorot mata Farzan turun ke bibir berisi milik gadis yang berada di atas tubuhnya. Begitu juga dengan netra hitam lebar yang melihat bibir tipis di bagian atas dan sedikit berisi di bagian bawah. Keduanya terdiam mencoba menahan sesuatu yang bergejolak di dalam dada.Cium lagi bibirnya, Farzan. Kalian akan menikah. Kalau bisa sekalian nikmati tubuhnya, rayu setan yang ada di dalam dirinya.Jangan, dosa! Kalau mau, tahan diri dulu sampai nikah. Empat bulan nggak lama. Makanya jangan sering-sering berduaan. Nenek bilang itu berbahaya, cegah malaikat mengingatkan.Perang terjadi di dalam batin Farzan sekarang. Dia memang tidak mencintai Nadzifa, tapi berada dalam situasi ini membuatnya lemah. Benar k
Farzan memandang gadis yang menatapnya tidak berkedip dengan bibir ternganga. Dia ingin tertawa melihat ekspresi lucu Nadzifa, tapi ditahan. Gadis itu tidak boleh marah, agar mau memberi tumpangan kepadanya malam ini.Setelah berdebat dengan Ayu tadi siang, akhirnya dia mengizinkan sang Ibu menginap di flat miliknya. Namun Farzan enggan untuk berlama-lama di dalam ruangan yang sama dengan wanita paruh baya itu. Alhasil di sinilah pria itu sekarang. Lebih memilih menghabiskan waktu bersama dengan Nadzifa dibandingkan ibunya sendiri.“Lo nggak bercanda, ‘kan?” gumam Nadzifa masih belum percaya dengan apa yang baru saja didengar.Kepala Farzan bergerak ke kiri ke kanan.“Flat gue tipe studio sama kayak punya lo. Mau tidur di mana?” Gadis itu mulai panik.Ternyata seorang perempuan yang selalu bertindak nekat seperti Nadzifa, masih khawatir jika tidur dengan lelaki dalam satu ruangan.Farzan menepu
Terasa kelegaan di hati Farzan setelah menceritakan sebagian tentang kisahnya kepada Nadzifa. Selama ini ia selalu berbagi dengan Arini, bahkan Bramasta tidak tahu perbuatan jahat Ayu. Dia hanya ingin teman-temannya mengetahui Lisa adalah ibu yang melahirkannya.“Makanan buat Tante Ayu udah lo pesenin belum?” tanya Nadzifa ketika mereka bersiap menonton film After.“Biar aja dicari sendiri,” jawab Farzan enggan.“Eh, nggak boleh gitu loh. Yang di sana itu nyokap lo, Zan.” Nadzifa mengurungkan niat untuk menekan tombol player di laptop. Dia duduk lagi di sofa menghadap kepada Farzan.“Lo belum pernah ngerasain kehilangan orang tua sih. Khususnya Nyokap.” Desahan pelan keluar dari sela bibir berisi milik Nadzifa. Dia menempelkan tangan ke dada sendiri. “Nih ya. Gue sebelumnya suka kesel waktu denger Nyokap bahas masalah jodoh.”“Bayangin tiap hari tanya kapan nikah? Mau sampai
“Maaf jadi bikin Mbak bangun,” ucap Farzan mencairkan suasana yang sempat kaku.Nadzifa menggeleng pelan seraya memundurkan lagi kepala ke belakang. “Belum. Nggak bisa tidur.”“Aku gangguin ya?”Kepala gadis itu bergerak ke atas dan bawah. Jari Nadzifa bergerak ke depan wajah Farzan, lalu mencubit hidung mancungnya.“Mikirin lo yang dari tadi grasak-grusuk cari posisi nyaman. Syukurlah sekarang mau tidur di sini,” sahutnya menarik lagi tangan ke bawah selimut.Farzan tertawa pelan. Tidak menyangka juga kalau Nadzifa mengkhawatirkan dirinya. Di balik sikap yang cuek, ternyata gadis itu perhatian juga.“Mbak ngantuk nggak?”“Dari tadi gue belum ngantuk,” aku Nadzifa jujur.“Sama.”Mata gadis itu menyipit seketika. Tawa keluar dari sela bibir berisi miliknya ketika tahu kalau Farzan hanya pura-pura mengantuk untuk mengakhiri perdebatan. Dia
Lima bulan kemudianBunyi ciuman terdengar jelas di sebuah kamar kondominium mewah yang berada di kawasan Marina, Singapura. Suara desahan menjadi penutup penyatuan sepasang suami istri yang entah berapa kali melakukannya hingga siang ini. Keduanya saling berbagi tatapan dan senyuman dalam posisi duduk berhadap-hadapan.Nadzifa segera turun dari pangkuan Farzan, kemudian masuk ke dalam selimut. Napas memburu keluar dari hidung seiringan dengan jantung yang berdebar cepat. Farzan juga ikut masuk ke balik selimut, sebelum menarik tubuh istrinya merapat.“Mentang-mentang libur, aku nggak dibolehin keluar kamar,” sungut Nadzifa mencubit hidung mancung suaminya.Farzan tersenyum lebar seraya menatap gemas wajah Nadzifa yang masih memancarkan rona merah. “Habis kamu bikin aku nagih. Top banget deh.”Nadzifa berdecak seraya menyipitkan mata. “Segitunya kamu.”Meski usia wanita itu tidak lagi muda
Farzan duduk di ruang kunjungan tahanan berhadap-hadapan dengan Ayu. Di sampingnya ada Nadzifa yang menemani pria itu menemui sang Ibu. Rahang tegasnya tampak mengeras menahan luapan amarah yang tertahan. Dia malu dengan perbuatan wanita yang telah melahirkannya itu.“Aku pikir Mommy udah berubah sejak keluar dari penjara waktu itu,” ujar Farzan memecah keheningan ruangan yang dikelilingi dinding berwarna abu-abu itu. Dia menundukkan kepala, seakan enggan melihat Ayu.“Kamu yang bikin Mommy begini, Zan,” balas wanita tua itu menyalahkan putranya.Sorot mata Farzan terlihat tajam ketika pandangannya terangkat. Sklera netra elangnya memerah digenangi air mata.“Mommy salahkan aku?” tanya Farzan dengan kedua tangan mengepal erat di atas paha.Nadzifa langsung meraih tangan suaminya, berusaha menenangkan.“Coba waktu itu kamu mau kerja di perusahaan dan jamin hidup Mommy.
Sepasang netra elang mengerjap ketika mencoba untuk terbuka. Pandangannya turun ke arah sesosok tubuh yang lelap dalam dekapan. Farzan tersenyum ketika melihat Nadzifa tidur seperti bayi. Begitu tenang dan imut dengan bibir sedikit terbuka. Beruntung tidak ada air liur yang keluar. Haha!Dia menarik napas sebentar, sebelum mengeratkan lagi pelukan. Terasa kelembutan yang baru dirasakan tadi malam. Juga kehangatan yang disalurkan oleh tubuh Nadzifa. Pagi ini Farzan merasakan perubahan dalam hidupnya.Sebuah kecupan diberikan di kening Nadzifa beberapa detik, membuat tubuh semampai itu menggeliat kecil di dalam pelukannya. Perlahan tapi pasti kepala gadis itu, ah bukan, wanita itu terangkat seiringan dengan kelopak mata yang terbuka.Nadzifa memicingkan mata ketika ingat dirinya sekarang sudah resmi menjadi istri dari Farzan Harun. Pria yang berusia sembilan tahun lebih muda darinya. Dia menenggelamkan wajah tepat di dada bidang pria itu.“Aku banguni
Seluruh keluarga Harun dibuat panik gara-gara pernikahan dadakan Farzan dan Nadzifa. Begitu juga dengan Brandon yang baru saja pulang dari rumah sakit. Beruntung menjelang sore semua berjalan sesuai dengan rencana. Tinggal menunggu akad nikah dilaksanakan.Paman Nadzifa juga bisa hadir untuk menikahkan keponakan yang jarang berjumpa. Semesta seakan memberi kelancaran baik dari segi dokumen, penghulu sampai pakaian yang akan dikenakan oleh Nadzifa dan Farzan untuk akad nikah.Jangan ditanyakan lagi bagaimana gugup Farzan sekarang. Pria itu tampak gagah mengenakan setelan beskap berwarna putih gading. Sebuah peci berwarna senada menutupi rambut model layered miliknya.“Penghulu udah datang tuh, Zan,” info Bramasta yang sejak tadi sibuk sendiri, pasca diberitahukan tentang pernikahan Farzan. Pria berkacamata itu langsung minta izin pulang dari kantor lebih awal.Farzan menganggukkan kepala, kemudian berdiri. Dia menarik napas dan mengemb
“Mas Brandon benar, Kak. Ada yang ingin menyingkirkan Mas Brandon. Orang itu adalah Tante Ayu.”Perkataan yang diucapkan Nadzifa barusan menyurutkan niat Farzan untuk memasuki ruang perawatan yang baru saja ditinggalkannya beberapa menit lalu. Dia baru saja mendapatkan telepon dari Pak Habib mengenai reschedule jadwal meeting dengan klien. Senyum yang terurai di wajah tampan itu hilang ketika mendengar nama ibunya disebut.“Mommy?” gumamnya dengan kening berkerut.Farzan memilih menguping pembicaraan ketiga orang yang ada di dalam ruang perawatan VIP tersebut. Semakin lama ia berdiri di sana, amarah yang dirasakan semakin memuncak. Dia tidak menyangka sang Ibu bisa melakukan tindakan rendah seperti itu, hanya demi seonggok harta.“Tolong rahasiakan ini dari Farzan ya? Dia pasti marah banget kalau tahu Ayu yang celakai Mas Brandon.” Terdengar suara Arini memohon kepada Nadzifa. “Farzan it
“Mas Brandon benar, Kak. Ada yang ingin menyingkirkan Mas Brandon.” Nadzifa menarik napas panjang, sebelum melanjutkan perkataannya. “Orang itu adalah Tante Ayu.”Mata cokelat besar Arini melebar seketika. Bibirnya ternganga ketika mendengar nama Ayu disebut. Kepalanya langsung menggeleng cepat.“Nggak mungkin itu ulah Ayu. Dia ‘kan lagi di Uluwatu.” Arini tidak percaya begitu saja meski yang mengatakannya Nadzifa.“Ayu tinggal di Jakarta tiga bulan ini, In. Kita udah dibohongi mentah-mentah sama dia,” ujar Brandon meyakinkan.Pandangan Arini berpindah kepada suaminya. “Bran, kita yang carikan rumah buat dia di Uluwatu biar nggak ngerecokin Papa. Nggak mungkin dia ke sini.”Brandon meraih tangan Arini, lalu menggenggamnya erat. “Faktanya gitu, In. Dia ada di Jakarta.”Arini mendesah keras dengan napas terasa sesak. Dia ingat pernah mencarikan apartemen untuk Ayu di
Farzan dan Nadzifa saling berpandangan dalam waktu yang lama. Mereka menyelami perasaan masing-masing. Keduanya tidak pernah menyangka hubungan yang semula hanya pura-pura, kini menjadi serius. Bahkan benih cinta juga tumbuh mekar di hati mereka.“Aku … mau, Zan,” desis Nadzifa setelah menemukan binar cinta di mata Farzan untuknya.“Mau apa?” tanya Farzan bingung.“Masa nggak tahu sih?” sungut gadis itu dengan wajah mengerucut.“Ya aku nggak tahu maksud kamu apa?”“Mau nikah sama kamu secepatnya,” gumamnya berlalu dari hadapan Farzan, kemudian pergi menemui El dan Al yang masih berada di depan pintu.“Mau nikah secepatnya?” ulang Farzan hanya terdengar olehnya. Dia tersenyum lebar, sehingga bibir bagian atas itu nyaris tak terlihat. Kakinya melangkah ringan ke dekat Nadzifa.“Ngapain sih mojok di sana berdua? Nggak asyik banget. Untung Si Fatih nggak
Pagi-pagi sekali selesai menunaikan salat Subuh, Farzan sudah berangkat ke ruko tempat Nadzifa saat ini berada. Ternyata gadis itu lebih sering menghabiskan waktu di sana selama ini. Dia tidak mau tinggal di apartemen, khawatir akan berjumpa dengan Farzan.Seperti permintaannya kemarin, Farzan disuguhi satu porsi nasi goreng buatan Nadzifa. Entah kenapa sekarang terasa semakin lezat. Apa mungkin karena ia mulai bucin dengan gadis itu? Hanya Tuhan dan Farzan yang tahu. Haha!Tidak banyak percakapan berarti yang tercipta di antara keduanya. Hanya pembahasan seputar aktivitas Farzan selama satu bulan ini. Selesai sarapan, pria itu memutuskan untuk pergi ke rumah sakit, mengunjungi Brandon sebelum berangkat ke kantor.Alhasil di sinilah ia berada, bersama dengan Nadzifa. Ya, gadis itu juga ingin ikut mengunjungi calon kakak iparnya. Ehmmm … ehmmm ….“Loh pagi-pagi udah ada di sini,” seru Brandon terkejut melihat kedatangan Farzan dan
Nadzifa mengalihkan pandangan ke sisi kiri ruangan. Dia pura-pura tidak mendengar apa yang dikatakan Farzan barusan. Padahal hatinya sekarang meronta-ronta kegirangan. “Zi?” Farzan masih menanti jawaban darinya. Gadis itu memutar kepala ke arah Farzan dalam gerakan slow motion lagi. “Emang … harus dijawab ya?” Farzan menganggukkan kepala. “Kalau nggak mau gimana?” Dia memberi tatapan malas, bertolak belakang dengan isi hatinya. “Aku nggak mau pulang sampai kamu jawab,” ancam Farzan tersenyum manis. (Ya ampun, cowok tersenyum manis.) Mata hitam lebar Nadzifa membesar seketika. “Zan, ini udah malam. Kamu mau nginap di sini?” “Kita udah pernah tidur satu ranjang sebelumnya, Zi,” goda Farzan. Nadzifa semakin melongo mendengar perkataan Farzan. Matanya terpejam erat ketika kepala bergerak ke kiri dan kanan. “Nggak bisa! Pulang gih sana, nanti jadi gunjingan orang. Dosa loh bikin orang ghibah,” usirnya mengib