"Bagaimana menurut dokter?" tanya Munos khawatir."Berdasarkan hasil pemeriksaan, kondisi kelamin pak Munos baik-baik saja, tak ada yang aneh, tapi kenapa tidak bisa ereksi itu yang saya juga masih tanda tanya. Saran saya Bapak jaga makanan, rajin olah raga dan tidak stres. Saya berikan vitamin untuk stamina ya," jelas dokter pada Munos yang tertunduk lemah.Munos keluar dari ruangan dokter dengan langkah gontai, sambil menunggu obat yang disiapkan, pikiran Munos melayang pada sosok wanita yang sudah tiga bulan tidak dapat dia temukan. Sudah habis puluhan juta untuk membayar orang mencari keberadaan Fani dan selama itu pula Munos, tidak bertemu dengan ibunya yang sekarang hanya bisa tertidur lemas di kasurnya, karena serangan jantung.Kondisi mamanya sangat mengenaskan, tubuh mamanya semakin pucat dan kurus. Bu Sundari tak akan pernah mau menemui anaknya jika anaknya tidak datang dengan Fani. Munos hampir pasrah setelah tiga bulan tidak dapat kabar apapun dari orang suruhannya.Munos
Di sinilah Fani sekarang berada, dalam bilik sebuah rumah sakit, menunggu lelaki itu terbangun dari tidurnya. Sedih melihat kondisi sang lelaki dengan tangan digips karena terjatuh saat bekerja, sehingga mengakibatkan patah pada tulang tangannya. Harum-harum obat-obatan dan disinfektan, membuat Fani teringat kembali kejadian hampir setahun yang lalu. Kepalanya menggeleng keras, tidak! Ia tidak ingin kembali mengingat kejadian kelam yang pernah ia lalu bersama iblis berkedok manusia yang bernama Munos."Eegh..." Tiyan melenguh, terbangun dari tidurnya. Pelan ia membukanya mata menatap sekeliling. Lamunan Fani buyar, saat mendengar lenguhan Tiyan.Fani menatapnya dengan senyuman."Eh Mbak Fani, kok bisa ada di sini?" tanya Tiyan sedikit kaget sambil berusaha duduk."Pelan-pelan saja Mas, sini saya bantu," ucap Fani lembut sambil membantu Tiyan duduk."Mas bagaimana sekarang kondisinya?" tanya Fani khawatir."Saya ga papa Mbak, terimakasih sudah mau menjenguk saya," ucap Tiyan sambil se
Jumat sore, Fani, Tiyan, dan si Mbok sudah berada di dalam kereta dengan tujuan Jakarta. Tiyan mencari bangku dengan nomor yang sesuai tertera di tiket. Lengan besarnya, memanggul sekarung beras, belum lagi aneka karung berisi hasil penen kebun milik ibunya yang ia jinjing dengan tangan sebelah kiri. Dada Fani mengharu biru memperhatikan gerakan gesit Tiyan, tanpa kenal lelah. Selalu senyum yang ia berikan walaupun peluhnya bercucuran.Tiyan dan Fani duduk bersampingan, sedangkan si Mbok duduk di seberang kursi mereka. Fani memilih duduk dekat jendela karena ia suka memandangi sawah luas yang membentang saat kereta melewati area pedesaan."Mbak, saya kok deg-degan yaa? Padahal masih jauh, ini aja baru lima belas menit dalam kereta," ucap Tiyan polos."Kemarin aja semangatnya menggebu-gebu, sekarang kok mulai ciut," sahut Fani sambil cemberut."Huusst, ntar kedengeran si Mbok Mbak." Tiyan mengingatkan agar Fani mengecilkan volume suaranya. Jangan sampai ibunya tahunkalau Tiyan saat ini
Seminggu berselang, acara pernikahan Fani dan Tiyan akhirnya dilangsungkan. Kini Fani sah secara hukum dan negara berstatus sebagai istri dari Septiyan Suseno. Acara digelar dari pagi hingga sore hari. Fani tampak cantik menggunakan kebaya brukat bewarna putih dengan hiasan sanggul dan mahkota siger di kepalanya. Septiyan juga sudah disulap menjadi lebih bersih dan gagah. Wajahnya segar dan kulit coklatnya membuat Tiyan lebih terlihat seksi. Fani masih malu-malu memandang wajah suaminya." De, jangan liatin aku begitu, bisa pingsan Mas mu ini De," goda Tiyan sambil berbisik di telinga Fani."Siapa yang liatin Mas? GR aja ih!" sahut Fani sambil mengalihkan pandangannya untuk menyembunyikan warna merah di kedua pipinya. Semua tamu hadir ikut berbahagia, memberikan doa dan selamat. Hingga tak terasa adzan magrib berkumandang. Fani telah selesai bersih-bersih begitu juga Tiyan. Mereka melaksanakan sholat magrib berjamaah. Dikecupnya kening Fani lembut setelah selesai sholat."Mau Mas gend
"De, Mas berangkat dulu ya," pamit Tiyan pada Fani istrinya."Iya Mas, hati-hati di jalan, cepat pulang," ucap Fani sambil mencium punggung tangan suaminya dan memberikan senyuman serta kecupan di pipi Tiyan."Mmmm...apa Mas izin dulu saja hari ini yaa, kayaknya mau pacaran aja sama kamu De?" goda Tiyan yang tiba-tiba berhenti memakai jaketnya."Eehh...eehh, jangan. Mas, nanti Pade Warmo ngambek kalau Mas izin.""Padahal aku masih mau pacaran lho De," ucap Tiyan sambil manyun."Pacarannya pulang kerja aja ya."Fani mengedipkan mata untuk suaminya."Cium dulu kalau gitu." Tiyan memajukan bibirnya.CuupFani mengecup pipi suaminya."Bukan yang itu sayaang, tapi yang ini." Tiyan memonyongkan bibirnya."Aaiihh...malu aahh Mas, semalamkan sudah." Fani tersipu malu, setelah menikah dua bulan, baru semalam menyambut ciuman bibir suaminya. Sebelumnya hanya pelukan dan ciuman di pipi. Beruntungnya Fani mendapatkan suami seperti Septiyan yang dengan sabar dan ikhlas mendampingi Fani, tanpa memak
Selamat membaca.Fani sudah menggelung handuk di kepalanya, wajahnya kelihatan segar dan bersih. Fani memang tidak cantik, namun wajahnya sangat manis dengan kulit sawo matangnya, dan itu salah satu yang membuat Tiyan tergila-gila pada Fani istrinya. Sebelum keluar kamar mandi, Fani sudah terlebih dahulu menggunakan pakaiannya di dalam kamar mandi. Selalu seperti itu setiap hari, jika suaminya masih berada di rumah. Fani tidak ingin menyiksa suaminya dengan tampilan tubuhnya yang menggoda. Tiyan yang sedang merapikan ranjangnya, tersenyum memperhatikan istrinya yang sangat indah di pandang matanya. Tiyan mendekati Fani yang sedang mengoleskan lotion dan minyak kayu putih di seluruh tubuhnya. Tiyan sangat hapal kebiasaan istrinya yang selalu mengoles minyak kayu putih di seluruh tubuhnya sehabis mandi. Wangi yang sangat disukai Tiyan."Cantik banget sih istri, Mas," puji Tiyan sambil memeluk pinggang Fani dari belakang."Makasih sayang," ucap Fani malu-malu."Emang mau ke mana sayang
Suara vespa Tiyan memasuki pekarangan rumah. Fani berusaha menahan degub dadanya, berusaha biasa saja, dia akan memberikan kejutan untuk suaminya."Assalamualaikum," salam Tiyan yang disambut Fani dengan senyuman manis."Wa'alaykumussalam suamiku," jawab Fani sembari mencium punggung tangan suaminya."Mas sudah makan?" tanya Fani lembut. "Mmm..belum De, tadi baru ngemil aja sore, Mas mandi dulu ya," pamit Tiyan lalu mengecup kening Fani. Fani mengangguk dan cepat menyiapkan makanan untuk suaminya.Hari ini Fani memasak sambal goreng udang dan sayur bening bayam, tak lupa bakwan goreng serta krupuk yang wajib berada di meja makan minimalisnya. Tiyan keluar kamar dengan menggunakan kaos oblong bewarna hijau dengan boxer sebetis. Rambutnya basah, wajahnya segar, Fani memandang takjub lelaki yang dia cintai ini. Wangi sampo khas lelaki menyeruak indera penciuman Fani."Sayaang, kok bengong?" tanya Tiyan memperhatikan Fani yang terpaku."Ehh, ngga kok Mas, ayo makan dulu Mas." Fani tersad
Fani sedang membuatkan sarapan untuk suaminya tercinta. Rambutnya basah tergerai, baju kaos kebesaran dengan celana pendek sepaha serta apron bergambar hello kitty, menemaninya di dapur pagi ini. Terlalu fokus memasak, Fani tak menyadari kehadiran Tiyan di belakangnya. Lengan Tiyan memeluk pinggul Fani."Astaghfirulloh,kaget Ade Mas!" Fani terpekik sambil mengurut dadanya."Masak apa sih sayang? Sampe ga tau ada suami di dekatnya?" bisik Tiyan mesra.Fani berbalik, menatap senang wajah suaminya yang segar habis mandi."Masak nasi digoreng, Masku," jawab Fani sambil mengedipkan sebelah matanya, lalu berbalik lagi mengaduk nasi dipenggorengan."Seksi banget sih lagi masaknya, Mas jadi... pengen lagi," bisiknya sambil mengecup pundak istrinya, tangannya sudah melancong ke tubuh bagian atas istrinya. Fani hanya mendesah pasrah, alu mematikan kompor dengan kesadaran yang sudah setengah ambyar.Panci, telenan, kompor dan penghuni dapur lainnya menjadi saksi betapa panasnya udara pagi ini, m