Share

5. Bambang

last update Last Updated: 2023-02-07 11:11:21

Bambang menatap tak suka ke arah Risti.

“Udah, gak perlu marah, Bang, anggap aja latihan dari sekarang,” ucap Risti tanpa merasa bersalah.

“Saya lelah, Mbak, baiknya Mbak Risti dan Mbak Karin pulang saja, saya mau masuk lagi ke dalam,” Bambang berkata dengan malas.

Risti memperhatikan wajah Bambang yang terlihat lelah. “Oke, kami permisi,” sahut Risti berbalik badan begitu juga Karin. Langkahnya terhenti. “Bambang...” panggil Risti lagi sesaat Bambang memegang gagang pintu kamar perawatan Lala. Bambang menoleh ke arah Risti.

“Sebaiknya belajar memanggilku “sayang” dari sekarang,” ucap Risti masih dengan wajah datar, lalu berbalik kembali dan berjalan keluar rumah sakit, Karin yang menyaksikan hampir saja tertawa dengan keras, namun dia menahannya.

“Hah?” Bambang masih melongo dan bingung dengan yang barusan dikatakan Risti. Bambang tersenyum kecil, “Dasar orang kaya aneh,” gumamnya dalam hati. Lalu masuk ke dalam ruang perawatan kembali.

“Hahahaha... Parah lu, ah, ngerjain orang,” umpat Karin sambil tertawa saat di parkiran.

“Bambang itu terlalu polos, nanti dia panggil gue Mbak lagi, pas depan bokap gue, bisa ketauan, gawat.” ucap Risti sambil menyalakan mobil.

Karin mengangguk. Tak sabar rasanya memunggu besok, Risti dan Bambang pasti bakal seru.

Azan Subuh berkumandang, Lala sudah sadarkan diri, kondisinya cukup stabil, namun masih lemah, jadi dokter menyarankan agar hari ini Lala masih dirawat di rumah sakit. Seharian Bambang menunggui Lala di rumah sakit, Lulu dan Bude Yati serta beberapa tetangga lainnya juga ikut menjenguk.

“Bude, maaf, ini uang untuk makan Lulu selama saya menunggui Lala di rumah sakit,” Bambang memberikan tiga lembar uang lima puluh ribuan. Sisa satu lembar di dalam dompetnya kini, karena memang belum gajian, masih sepekan lagi.

“Ga usah, Bang, wanita yang menabrak Lala dan temannya sudah ke rumah kemarin memberikan Bude uang, mereka juga memberikan sembako sama bawain juga ayam ciken untuk Lulu, “cerita Bude Yati dengan antusias.

“Hah? Mbak Karin dan Mbk Risti ke rumah Bude?” Bambang tak percaya. Ah, sangat mudah bagi orang kaya mencari informasi apa pun. Bude mengangguk.

“Mas Bambang, Lala mau dong Ayam Ciken,” Lala bersuara lirih mendengar Ayam Ciken Lala jadi berselera.

“Iya, nanti mas belikan sekarang makan dulu buburnya, ini udah Zuhur, biar kamu cepat sehat dan pulang.”

“Ya udah, Bang, kami pamit dulu, ya. Oh, iya, ini pakaian gantinya udah Bude bawain, sini yang kotor biar bude cuci,” ucap Bude sambil memberikan kantong plastik hitam berisi baju Bambang.

Bude, Lulu, dan para tertangga akhirnya berpamitan.

081365******

Bang, kamu sudah siap? Saya jemput jam 5, ya.

Bambang menaikkan alisnya, “Dari mana dia tau nomor saya?” gumam Bambang.

Oke.

Lala nanti ditungguin oleh Karin, jadi ga usah khawatir.

Isi pesan W******p Risti.

Oke.

“Walah, ini bocah bener-bener ngeselin, masa ngetik panjang-panjang dijawab cuma oke,” gerutu Risti sambil menaikkan ujung bibirnya.

“Hahahha... Udah, sabar, namanya juga pacar brondong,” Karin tertawa geli melihat ekspresi Risti.

Karin tampak santai dengan kaus oblong dan celana jeans belel, Karin menjinjing ayam fried chicken kenamaan di tangannya lengkap dengan es krim dan buah. Sedangkan Risti hari ini nampak mempesona dengan dress selutut berwarna peach dengan model renda di dadanya, tak lupa kaca mata hitam dan rambut yang diikat tinggi. Wanginya semerbak sampai seisi rumah sakit yang dilewatinya menoleh.

“Ish... Ish... Sumpah gue eneg liat gaya lo, kayak artis ampe segitunya diliatin orang.” Karin memuji sekaligus meledek Risti.

Risti hanya tersenyum sumringah penuh kemenangan. “Sirik aja,” Risti mencebikkan bibirnya. Akhirnya mereka sampai di depan kamar Lala.

Tok... Tok...

“Permisi,” ucap Karin.

“Masuk,” jawab Bambang dan Lala bersamaan.

Bambang menoleh dan langsung terkagum dengan Risti yang hari ini sangat cantik. Bambang jadi salah tingkah.

“Hai, Lala, sudah sembuh belum?” sapa Karin memecah suasana. Lala mencium tangan Karin. “Saya Karin, panggil aja Kak Karin, maaf ya sudah menabrak Lala, Kaka ga sengaja,” ucap Karin tulus.

“Mmm... iya Kak,” jawab Lala sambil menunduk malu.

“Nih, Kakak bawain ayam fried chicken, makan, ya.” Karin menawarkan.

“Itu siapa?”  lanjut Lala bertanya menunjuk Risti dan Lala terpesona dengan wajah cantik Risti.

“Halo, Lala, saya Risti, panggil aja saya teteh Risti,” sambil tersenyum manis kepada Lala.

“Teteh Risti cantik, deh,” ucap Lala terpesona oleh Risti. Sedangnya Risti mengulum senyum penuh bangga. Karin memutar bola mata malasnya.

“Lala, Mas Bambang, dan teh Risti pergi dulu, ya, Lala sama kak Karin aja, gak lama kok,” ucap Karin.

“Hayooo... Mau pacaran, ya?” tebak Lala polos sambil tersenyum menggoda abangnya.

“Lala... Gak boleh gitu,” ucap Bambang merasa malu hati.

“Udah, ya, La, Teteh pergi dulu sama Mas Bambangnya Lala mau pacaran,” Risti tersenyum manis kepada Lala sambil merangkul lengan Bambang keluar dari pintu ruang perawatan Lala.

“Maaf, Mba, gak usah pegangan tangan gini, saya malu. Ini rumah sakit,” ucap Bambang merasa malu mencoba melepas rangkulan tangan Risti. Sambil terus mencoba mengatur dadanya yang bergemuruh, maklum seumur-umur belum pernah Bambang berjalan sambil dirangkul tangannya oleh wanita. Apalagi wanitanya seperti artis gini. “Mimpi apa aku semalam?” gumam Bambang.

Semua orang yang mereka lewati terkagum-kagum dengan kecantikan Risti. “Aduh, kepalaku jadi pusing gini,” Bambang menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Sayang, kamu kenapa? Sakit?” tanya Risti manja.

“Hah? Enggak, kok, “ jawab Bambang kaget sekaligus gemetar mendengar suara manja Risti. Sampai di dalam mobil, Bambang dan Risti duduk di kursi belakang.

“Bu, kita langsung ke rumah Bapak atau mampir dulu?” tanya Edward bodyguard sekaligus driver Risti.

“Kita mampir ke butik dulu, “ ucapnya serius.

Sepanjang perjalanan, baik Bambang  ataupun  Risti terdiam. Sampailah mereka di butik yang disebutkan Risti. “Ayo, Bang, masuk dulu,” ucap Risti mengajak Bambang masuk ke butik khusus lelaki itu.

“Sore, Bu Risti, bagaimana kabarnya?” sapa salah satu pelayan toko dengan ramah.

“Saya perlu baju resmi untuk pacar saya, pilihkan yang terbaru dan terbagus, soal harga gak masalah,” ucap Risti sambil melihat-lihat beberapa koleksi baju di etalase.

“Kenapa saya gak pakai baju ini saja, Mba,” ucap Bambang setengah menolak untuk dibelikan baju oleh Risti.

“Hust... Ih, kamu udah aku bilang panggilnya sayang, bukan Mbak,” ucap Risti sambil cemberut. “Udah, tenang aja cobain dulu aja.” ucap Risti.

Bambang mencoba satu persatu baju pilihan Risti, namun belum ada yang sesuai dengan keinginan Risti. Bambang hampir kesal dengan sikap Risti yang benar-benar mengatur. “Pilihan terakhir kalau gak cocok juga biar aku pake kaus butut punyaku,” gerutu Bambang di kamar pas. Bambang keluar kamar pas dengan kemeja motif siluet dipadu dengan celana jeans biru tua tak lupa sepatu hitam semi formal.

Risti tersenyum puas. “Nah, yang ini cocok banget kamu pake, Yang,” ucap Risti manja bercampur takjub, “Nih bocah bowe uga,” dalam hatinya. Para pelayan memperhatikan Risti dan Bambang sambil senyum-senyum. Risti membayar tagihan lalu menggandeng mesra tangan Bambang. Sambil menanti Edward menjemput mereka di lobi butik.

“Sayang, inget ya... panggil aku sayang, bukan Mba,” Risti mengedipkan matanya. “Kamu cukup jawab seperlunya, sisanya nanti biar aku yang bereskan,” lanjutnya lagi.

“Oke.” jawab Bambang masih menahan kejolak darah yang menderu karena diperlakukan begitu dekat oleh Risti.

Dari butik sampai ke rumah Ayah Risti hanya butuh waktu satu jam. Tepat pukul tujuh malam mereka sampai. Pintu gerbang terbuka. Rumah Risti sangat luas bernuansa gold sehingga menambah kesan mewah pada rumahnya, rumahnya juga dijaga oleh dua orang security. Risti memang tidak tinggal dengan ayahnya, dia membeli apartemen mewah yang lokasinya tidak terlalu jauh dari kantor Risti. Mereka berjalan bergandengan. Sesekali Bambang mengelap peluhnya, Bambang benar-benar deg-degan seperti benar-benar akan bertemu calon mertua.

“Assalamualaikum, Ayah...” Risti memberi salam dan mencari-cari ayahnya.

“Waalaikumussalam, anak Ayah, sini masuk,” jawab Pak Hermawan menyambut Risti dengan pelukan hangat.

“Yah, kenalin, ini pacar Risti yang waktu itu Risti bilang. Namanya Bambang,” Risti memperkenalkan Bambang.

“Om... “ Bambang menyapa sambil tersenyum santun lalu mencium tangan Ayah Risti.

“Ayo, masuk Nak Bambang, kita langsung ke ruang makan aja, ya,” ajak Ayah Risti ramah.

Bambang dan Risti duduk bersebelahan di depannya Ayah Risti sedang mengamati Bambang. “Sayang... Kok bengong ,sih, ayo, dimakan.” ucap Risti masih dengan nada manja. Bambang tersenyum kepada Risti dan Ayahnya.

“Oh, ya, Nak Bambang kerja di mana?”

“Di percetakan, Om.”

“Mmmhh... Bagus itu.”

“Sudah buka cabang di mana saja?” tanya Ayah lagi.

“Mmmhh...”

“Ayah, Bambang itu baru saja merintis usaha, jadi mana mungkin langsung buka cabang,” ucap Risti memotong.

“Oh, begitu,” jawab Pak Hermawan sambil mengangguk-angguk.

“Enakkan, Sayang, makanannya?” tanya Risti sambil menatap mesra wajah Bambang.

“Enak, Yang,” jawab Bambang tercekat, merasa malu sendiri dengan apa yang barusan ia ucapkan.

“Ihh... Kamu makannya belepotan, nih, sini aku bersihkan dulu, malu tuh sama ayah,” Risti mengambil tisu dan mengelap mesra samping bibir Bambang. Pak Hermawan geleng-geleng kepala melihat tingkah pasangan muda mudi ini.

“Ngomong-ngomong kapan kalian akan menikah?” “Melihat kalian mesra begini, Om rasa sebaiknya jangan kelamaan.”

Huuk! huk! Bambang tersedak

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Nikmah Ezaweny
gak bayang kalau udh se atap gimana dua sejoli ini ya......
goodnovel comment avatar
Winda Ajiwardhana
blaaiiissshh dikawinin kan jadinya.. wkwkwkk
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Mencari Suami Bayaran   6. Kesepakatan

    Ayah... Apaan, sih?” Risti kaget dengan ucapan Ayahnya.Bambang masih mencoba meredakan deru darahnya dan sesekali mengelap keringatnya. Bambang tak berani berkata apa pun. “Menikah”.“Kami kan belum lama kenal, yah, baru 3 bulan,” Risti beralasan.“Iya, tapi kamu sudah tidak ada waktu untuk bermain-main seperti ini, Sayang. Gimana, Nak Bambang?”“Ah... Saya... Saya... Belum ada rencana, Om,” Bambang menjawab spontan sambil menunduk tidak berani menatap wajah Ayah Risti.“Oh, begitu, jadi maksud kamu anak saya cuma buat mainan saja?” tanya Ayah dengan nada marah. “Kamu belum tahu siapa Hermawan Susatyo? Jangan macam-macam dengan anak saya, mengerti!” Ayah berkata dengan kesal.“Bukan, Om, bukan seperti itu maksud saya.”“Ayah, ayolah biarkan kami bicarakan ini nanti, “ bujuk Risti pada Ayahnya.“Sekarang Ayah tanya, apakah kamu mencintai dia?” tanya Ayah kepada Risti dengan tatapan serius. Risti menunduk. “Iya, aku mencintainya,” jawab Risti dengan nada lirih. Risti merasa bersalah s

    Last Updated : 2023-02-07
  • Mencari Suami Bayaran   7. Didesak

    Karin dan Risti berjalan keluar rumah sakit setelah berpamitan dengan Bambang dan Lala. Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam. Kamar perawatan Lala yang berada di kelas VVIP membuat tamu yang datang berkunjung sedikit leluasa untuk datang dan pulang kapan pun. “Biar gue yang nyetir sini, lu kayaknya lelah banget,” Karin mengambil alih kemudi sambil masih memperhatikan wajah Risti yang lesu.“Cerita, dong, gimana tadi?” tanya Karin antusias.“Gue disuruh nikah secepatnya” Risti to the point.“Hah? Maksud lu nikah sama Bambang?” tanya Karin kaget.“Iyalah, masa sama kuda,” ucap Risti bete.“Kok bisa?” Karin masih belum mengerti.“Kayaknya gue tadi terlalu lebay sama Bambang pas di depan bokap gue, pegang tangan dia, nempelin dia terus, huft... Jadi aja bokap gue salah paham.” Risti menaikkan sebelah alisnya sambil mulutnya dicibirkan.“Apa? Hahaha,” Karin tertawa cekikikan di dalam mobil. “Ya ampun Risti, lu udah berapa lama sih ga disentuh lelaki sampe jadi agresif gitu? Wajar bokap l

    Last Updated : 2023-02-13
  • Mencari Suami Bayaran   8. Fani

    Tok! tok!Edward masuk lalu tersenyum tipis sambil menggendong dua buah boneka beruang coklat besar, yang satu berpita pink dan satunya lagi pita kuning. Lala sumringah langsung berlari mendekati Edward. “Om, apa itu buat Lala?” tanya Lala antusias.“Betul sekali, kamu suka?” Edward tersenyum tulus.Lala mengangguk cepat. Edward memberikan boneka beruang besar itu, karena ukurannya hampir sama dengan ukuran badan Lala, sehingga Lala kesulitan membawa nya, Bambang membantu Lala memegang yang satunya lagi. Lala berbalik menatap Edward. “Terima kasih, Om,” ucap Lala.“Itu boneka pemberian Teteh Risti dan Kak Karin, ucapkan terima kasih nanti kepada mereka, ya,” ucap Edward sambil melirik ke arah Bambang. Bambang menaikkan alisnya. Tak heran kalau itu pasti pemberian Risti.“Maaf, Mas Bambang sekarang sudah bisa pulang ke rumah, biaya administrasi rumah sakit sudah saya bereskan, kalau sudah rapi biar saya antar,” ucap Edward tegas.“Eh, iya, saya sudah selesai, gapapa biar saya pulang

    Last Updated : 2023-02-13
  • Mencari Suami Bayaran   9. Siasat Risti

    Risti dan Karin berjalan ke luar rumah Bambang menuju gang depan yang diikuti oleh Edward.“Gila lu, nekat banget tadi,” ujar Karin tidak habis pikir dengan tindakan Risti.“Gua gak suka aja ada cewek itu di sana, urusan gua dan Bambang belum selesai,” ucap Risti ketus.“Lo gak berencana bikin ulah lagi, kan, Ris?” tanya Karin sedikit khawatir dengan Risti. Karin sangat hapal dengan perangai Risti yang suka mengatur dan memaksakan kehendak.“Liat aja nanti, pokoknya Bambang gak bisa seenaknya mundur setelah dia ketemu bokap gue,” ucap Risti sambil tersenyum sinis, sambil menyalakan mesin mobil dan melaju menuju tempat pertemuan dengan Pak Darma.“Ris, tapikan kemaren lu yang bilang sendiri cuma sekali minta tolong dia,” Karin mencoba memberi pengertian kepada Risti. “Iya, kalau cuma sehari itu selesai, sih, gua gapapa. Lha, ini bokap gua nyuruh nikah. Gua gak mau bokap gua ampe kena serangan jantung kalau tahu gua bohingin dia, bisa-bisa gua disuruh kawin besok sama Munos. Oh, tidak.

    Last Updated : 2023-02-13
  • Mencari Suami Bayaran   10. Merasa Bersalah

    Risti melempar pakaian Bambang ke lantai dengan tatapan garang. Bambang memunguti pakaiannya dengan cepat lalu berlari menuju pintu keluar. “Maafin saya, Mbak, maafin.” Bambang menatap memelas kepada Risti, dia sendiri tidak memahami bagaimana bisa dia tidur bersama wanita itu.“Pergi!” bentak Risti lagi. Bambang memakai pakaian sembarangan sambil mencari tas kecil yang dia bawa semalam, ternyata berada di sofa. Saat mendekati pintu. Aarrggh... Bambang tidak tahu cara membuka pintu itu. Dengan wajah pucat penuh peluh, Bambang mendekati kamar Risti yang dibatasi tirai. “Mbak, maaf, mmh... saya, itu... tak bisa buka pintunya,” dengan nada polosnya.Risti dengan wajah memerah kesal bangun dari kasur menutupi tubuhnya dengan selimut tebal. Berjalan melewati Bambang yang masih terpaku dengan bahu mulus Risti. Dia susah menelan salivanya, sambil memegang dadanya yang berdegub kencang. Belum sampai pintu, Risti berbalik badan, sadar bahwa Bambang memperhatikannya. “Kau... apa belum puas den

    Last Updated : 2023-02-24
  • Mencari Suami Bayaran   11. Kesepakatan

    "Assalamualaikum, Ayah,” Risti mengucapkan salam sambil mencari keberadaan ayahnya. Bambang berjalan lemas mengekorinya di belakang dengan wajah kaku ditekuk. Ia tidak punya pilihan lain.“Waalaikumsalam, calon pengantin Ayah.” Pria dewasa itu memeluk Risti dengan hangat sambil memperhatikan Bambang yang terpaku di belakang Risti. Sadar diperhatikan, Bambang lalu dengan cepat mengajak calon mertuanya itu bersalaman sambil tersenyum. “Ayo, duduk,” Ayah mempersilakan. “Bi... buatkan minum untuk anak dan calon menantu saya,” titah Pak Hermawan kepada pembantu rumah tangganya. Lagi-lagi Bambang mengusap peluh yang bercucuran. “Bagaimana kabarnya, Nak Bambang?” “Eh, iya, Om. Alhamdulillah, sehat,” jawabnya kikuk sambil menyunggingkan senyum tipis yang dipaksakan. “Om, bagaimana kabarnya?” Bambang berbasa basi.“Wah, saya sehat sekali, apalagi dengar kabar kalian sudah menentukan tanggal,” jawab Pak Hermawan sumringah. “Ayo, diminum, Nak.”“Terima kasih, Om.”“Eh, eh, jangan panggil Om

    Last Updated : 2023-02-24
  • Mencari Suami Bayaran   12. Pernikahan

    Pagi, 5 April 2019Harusnya menjadi hari yang membahagiakan bagi Bambang, namun yang terjadi sepanjang malam tadi, dia tak dapat memejamkan mata. Di rumahnya, Bude Yati merasa sangat senang bersama beberapa tetangga, sudah bersiap mengecek semua seserahan yang akan dibawa, tak kalah semangat, Pak RT menyewa lima angkot untuk mengangkut pengantin dan para tetangga.Lala dan Lulu tidak kalah bahagia, Mas kesayangan mereka akan segera menikah dengan wanita yang sangat cantik. Semua tampak bahagia kecuali Bambang. Dia mematut diri di depan cermin melihat tampilannya mengenakan kemeja putih dan setelan jas keren yang telah disiapkan Risti.Risti sudah bersiap di rumahnya, ditemani para om dan tante, serta para sepupunya. Ada beberapa orang tetangga juga yang hadir di sana. Ia memandang dirinya di depan cermin. “Perfect,” gumamnya memuji kecantikannya.“Karin, akhirnya kejombloan gue lulus juga,” kekeh Risti sambil tersenyum bahagia menggoda Karin yang saat itu menemaninya dalam kamar pen

    Last Updated : 2023-02-24
  • Mencari Suami Bayaran   13. Pengantin Baru

    Tepat pukul 18.30, pasangan pengantin baru, yaitu Bambang dan Risti masuk ke ruangan resepsi yang sudah di dekorasi sedemikian bagus dan cantik. Bunga-bunga hidup menghiasi setiap sisi ruangan ditambah lampu hias dan kue tart pernikahan yang sangat cantik. Benar-benar sempurna, seperti pesta pernikahan impian wanita itu.Para tamu mulai memadati ruangan, antre bersalaman dengan kedua mempelai. Banyak yang memuji kedua pengantin. Pengantin wanita sangat cantik dan memesona dengan pakaian pengantin warna biru laut serta kilauan mutiara menghiasi baju tersebut, sedangkan pengantin lelaki terlihat gagah dan menggoda. Ya, Bambang terlihat berbeda saat acara resepsi, tuxedo biru dongker dan sepatu yang pas ia kenakan serta senyumannya selalu terurai saat bersalaman dengan para tamu, sesekali Risti memandangi wajah suaminya kini. “Handsome,” bisiknya memuji.“Wah, selamat ya. Mas,” ucap lelaki tampan; tamu undangan itu bersalaman dan mengucapkan selamat kepada Bambang sambil tersenyum. “I

    Last Updated : 2023-03-03

Latest chapter

  • Mencari Suami Bayaran   108. Akikah

    Pertemuan mengharu-biru antara si Mbok, Fani, dan Munos pun tidak terelakkan. Ditambah melihat cucunya tumbuh sehat, montok, dan tampan; Abi; cucu satu-satunya yang diurus Munos dan Fani dengan sangat baik dan penuh kasih sayang. Bu Darsih tidak bisa menahan air mata kerinduan sekaligus haru. Bu Sundari pun sama terharunya dengan anak menantunya. Bagi Bu Sundari, ibu dari Tiyan adalah keluarga, bukan orang lain. Bu Sundari tidak akan pernah bisa membalas kebaikan almarhum Tiyan dan ibunya yang sudah mau menerima Fani dahulu apa adanya. "Mbah jangan nangis," kata Abi yang kini sudah di pangkuan Bu Darsih. "Mbah nangis bukan karena sedih, tapi karena senang ketemu Abi dan adik kembar. Duh, pipi Abi kayak bakpao coklat. Makannya apa, Nak?" Bu Darsih mencium gemas pipi cucunya. "Minum susunya kuat sekali, Mbak. Ya ampun, nyedot botol terus, padahal udah mau sekolah." Bu Sundari menjawab sambil tersenyum. "Pantas saja pipinya gembul. Perutnya juga ndut. Aduh, Mbah senang sekali lihat

  • Mencari Suami Bayaran   107. Si Mbok

    Bu Darsih sudah sampai di Stasiun Gambir pukul delapan pagi. Perjalanan dari Malang menuju Jakarta memang memakan waktu kurang lebih tiga belas jam dengan kereta api. Semalam Bu Darsih berangkat dari Stasiun Malang Kota Lama pukul tujuh malam. Dengan dibantu jasa dua porter, Bu Darsih menurunkan semua barang bawaannya sampai di pintu keluar. Masing-masing porter diberikan uang tujuh puluh lima ribu rupiah oleh wanita itu, sengaja ia lebihkan karena porter stasiun yang mengangkut barangnya mungkin seumuran suaminya. Tidak tega ia memberikan pas ataupun menawar dengan harga sangat rendah, karena ia teringat akan suaminya yang juga bekerja hanya sebagai buruh. "Bu." Gadis berwajah manis menepuk pundak Bu Darsih dengan riang. "Ya ampun, kamu bikin kaget Ibu saja. Udah lama nunggu?""Nggak, Bu, baru sepuluh menit. Ibu udah sarapan belum?" tanya Hesti. "Belum.""Sama, Hesti juga belum, emang sengaja nunggu Ibu, biar ditraktir." Gadis itu menggandeng tangan Bu Darsih, lalu membawanya ke

  • Mencari Suami Bayaran   106. Nikmatnya Mengurus Bayi

    "Mama tadi bilang, Fani harus cukup istirahat. Jika si Kembar tidur, maka Fani juga harus tidur. Gak usah pedulikan bayi tua yang suka iseng gangguin. Biarkan ia berpuasa selama empat puluh hari, itu juga kalau beruntung. Bisa saja jadi buntung, saat nifasnya kamu menjadi enam puluh hari, ha ha ha.... "Bu Sundari berbalik badan dengan cepat. Ia tergelak dan tidak sanggup melihat wajah Munos yang pastinya sangat kesal dengan ocehan tidak jelasnya. "Mama mau lihat Abi dulu di kamarnya!" Seru Bu Sundari setelah kedua kakinya berada di luar kamar. Setelah pintu kamar tertutup rapat. Munos menghampiri Fani yang tengah memangku Fathia yang sudah pulas. Wajah Fathia sangat mirip dengan Munos, begitu juga Ibrahim. Tidak ada sedikit pun mengambil wajahnya yang biasa-biasa saja. Wajah anak kembarnya sedikit ke timur tengahan, persis bapak mereka. Lelaki itu duduk di samping Fani sambil memperhatikan wajah Fathia yang terlelap. "MasyaAllah, anak Bapak Munos kenapa cakep semua?" pria itu me

  • Mencari Suami Bayaran   105. Masa Nifas

    Kabar Fani yang sudah melahirkan sampai juga ke telinga si Mbok di kampung. Wanita paruh baya; ibu dari Tiyan. Si Mbok mendapatkan kabar itu dari orang tua Fani yang masih berhubungan baik dengan ibunya Tiyan itu. Bukan main senangnya si Mbok mendengar kabar Fani melahirkan anak kembar. Si Mbok bahkan pergi ke pemakaman Tiyan untuk menceritakan kabar gembira ini di pusara putra satu-satunya. Ia mengatakan akan pergi ke Jakarta untuk menjenguk Fani dan bayi kembarnya. "Bu, sudah, jangan nangis terus. Ini sudah bertahun-tahun berlalu, Ibu masih saja menangis saat di pusara Tiyan. Kasihan Tiyan, Bu. Ikhlaskan ya." "Iya, Pak, saya hanya terharu saja." Wanita yang biasa dipanggil si Mbok oleh Fani dan Tiyan itu bernama asli Darsih. Semenjak Fani kembali ke Jakarta dan menikah dengan Munos, Bu Darsih tinggal sendiri di kampung. Ditemani keponakannya. Namun setahun lalu, Bu Darsih yang masih berusia empat puluh delapan tahun ini dijodohkan dengan seorang duda anak tiga, untuk menemani ha

  • Mencari Suami Bayaran   104. Si Kembar

    Fani merapikan mukenanya setelah selesai sholat isya, malam ini suaminya lembur kemudian ia mengambil ponsel, melihat pesan masuk, apakah ada dari suaminya? Ternyata Munos baru saja mengirim pesan bahwa Munos baru akan pulang dari kantor, dan menanyakan pada Fani, mau dibelikan apa untuk oleh-oleh saat pulang.[Mau bapak saja.][Hahahaha..awas ya, Buu]Fani terkekeh membaca balasan pesan suaminya. Kehamilan ketiga ini dirasanya sangat berbeda. Tanpa ngidam berlebihan dan mual muntah juga yang biasa saja. Hanya seluruh tubuhnya, seakan tak rela jika berjauhan lama dengan suaminya. Kalau kata reader mah, bucin. Aah..ntah dari mana dimulainya perasaan bahagia ini, yang jelas dikehamilan ketiga ini, Fani merasa dipenuhi cinta dari kedua mertuanya, dari orangtuanya,khususnya sang suami yang bersiap siaga kapan pun mengabulkan keinginan dirinya. Fani tengah menemani Abi bermain lempar tangkap bola. Usia Abi yang sudah memasuki enam belas bulan, dan kandungan Fani sudah menginjak empat bula

  • Mencari Suami Bayaran   103. Malam Itu

    Wanita itu menggelengkan kepala dengan air mata yang bercucuran dengan sangat deras. Saat melihat celah lalai lelaki di depannya, Fani bermaksud berlari turun dari ranjang, tetapi dengan cepat Munos mencekal tangan Fani dan menghempaskannya kembali ke atas ranjang.Secepat itu juga Munos menindih tubuh lemah Fani dengan tubuh besarnya. Wanita itu semakin kalang-kabut ketakutan. Terus saja ia memukul badan Munos dengan kedua tangannya. Ingin sekali ia menendang lelaki bajungan ini, tetapi tidak bisa karena kedua kakinya terkunci.“Aku sangat menginginkanmu, Risti. Ayo, kita membuat anak,” bisik Munos yang sudah mencium leher Fani dengan rakus.“Pak, saya Fani, bukan Risti, tolong jangan apa-apakan saya,” rintih Fani penuh permohonan, tetapi sayang. Munos sudah gelap mata dan dengan garangnya ia merobek pakaian Fani, hingga menyisakan bra saja dan rok. Dengan gemas Munos mulai mencicipi tubuh wanita yang kesadarannya hampir hilang.“Jangan, Pak. Jangan!” terjadilah hal menyedihkan di

  • Mencari Suami Bayaran   102. Karyawan Bag. 2

    Fani menjadi salah satu karyawan yang sangat beruntung. Dari delapan orang pelamar yang ditraining, Fani diterima sebagai karyawan kontrak. Ada tiga orang yang terpilih. Yaitu dirinya, Samuel, dan juga Seli. Fani betugas di bagian resepsionis dan dua teman lainnya di bagian yang lain. Semakin hari, semakin baik Fani belajar menjadi seorang resepsionis yang professional dan cekatan. Dia juga semakin mahir berdandan dengan make up tipis, tetapi tetap anggun dengan sanggul cantik setiap harinya. Tutur bahasanya juga semakin halus, berikut kemampuan bahasa Inggrisnya. Saat ini Fani memilih kembali ngekos di dekat hotel. Hanya perlu berjalan kaki sepuluh menit dari rumah kosnya menuju hotel. Walau biaaya kos cukup tinggi karena berada di pusat kota, tetapi itu lebih baik daripada ia harus pulang pergi. Jika dapat shift malam, maka akan sangat kerepotan jadinya.Seperti malam ini, ia kebagian jaga dari pukul delapan malam sampai pukul tujuh pagi. Ritme kerja yang baru ia lakoni ini, mema

  • Mencari Suami Bayaran   101. Karyawan

    Fani mengembuskan napas lega. Membuka mulutnya begitu lebar, agar mendapat asupan oksigen yang cukup banyak. Bukannya simpati, Ratih, Andra, dan Mas Rahman malah menertawakannya saat ditegur tadi.“Awas loh, Fan. Kamu udah ditandai. Sayang aja Pak Munos udah mau nikah. Kalau tidak, kamu bisa mencoba menggodanya,” ujar Mbak Ratih sambil terkekeh geli.“Ish, walau saya jelek. Pak Munos bukan tipe saya, Mbak. Saya sukanya tipe lelaki lemah lembut, kayak tempe mondoan,” balas Fani dengan tawa renyahnya.Tepat pukul delapan malam, ia sudah kembali lagi berada di atas motor ojek online. Sepanjang jalan, ia terus saja memikirkan hari pertama bekerja yang sungguh sangat luar biasa. Semoga training sepekan yang ia ikuti ini bisa memberikan hasil yang baik untuknya dan juga keluarganya.Tak sabar rasanya menunggu esok. Hari kedua mencoba tutorial make up yang sudah diajarkan Mbak Andra padanya. Tiba di rumah lampu ruang depan sudah padam. Itu tandanya bapak, ibu, dan adiknya sudah tidur. Su

  • Mencari Suami Bayaran   100. Awal Mula (Bagian 2)

    Fani berdiri dengan sangat tegang di samping resepsionis senior yang berjaga saat ini. Semua kejadian di awal pagi tadi, sukses membuatnya tak bersemangat dan sangat canggung saat diwawancara tadi. Namun, dia harus mencoba berhusnudzon, bahwa hal seperti tadi hanyalah sebuah ujian sebelum ia benar-benar terjun bekerja di sini. Satu hal yang harus selalu ia ingat, bahwa jangan sampai ia mengulangi kesalahan yang sama. Tidak boleh ceroboh dan satu lagi yang harus ia ingat. Lelaki yang memarahinya di depan hotel dan yang ia tabrak tubuhnya tadi pagi adalah bos pemilik hotel yang bernama Munos karim. Semoga lelaki itu tidak mengingat wajahnya. Fani bermonolog sambil memandang lalu-lalang orang yang keluar masuk hotel.“Fani, senyumnya jangan kaku, seperti menahan buang air. Kenapa jadi seperti ngeden gitu senyumnya?” tegur Ratih;resepsionis yang berdiri di sampingnya.“Eh, iya Mbak Ratih. Saya akan coba tersenyum manis,” jawab Fani dengan tak enak hati.“Nih, anggap saja tamu yang ber

DMCA.com Protection Status