Home / Romansa / Mencari Suami Bayaran / 4. Pria Sederhana

Share

4. Pria Sederhana

Author: Diganti Mawaddah
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Bambang masih tidak percaya melihat nominal yang harus dia bayarkan untuk pengobatan adiknya. “Mas tidak perlu khawatir, biar saya yang bayar semua biaya perawatan adiknya, Mas,” seakan tahu apa yang dipikirkan Bambang.

“Terima kasih, Mbak,” ucap Bambang tulus, sambil memperbaiki letak kacamatanya.

“Nama saya Risti Susatyo,” sambil mengulurkan tangan hendak berjabat tangan. Dengan ragu Bambang mengulurkan tangannya, itu pun hanya menyentuh ujung tangan Risti. Risti heran kenapa sepertinya lelaki muda di depannya ini tidak tertarik padanya, padahal tidak pernah ada lelaki yang memperlakukannya secuek ini.

“Saya Bambang,” Bambang memperkenalkan diri.

“Oh, iya, salam kenal, saya atasan sekaligus teman Karin, maafkan atas kecerobohan Karin.”

“Tidak apa-apa, Mbak, semua sudah terjadi, semoga adik saya segera sadar dan sehat kembali.” Masih tanpa menatap Risti.

Risti memperhatikan Bambang yang wajahnya biasa saja dan penampilan juga biasa saja dengan kacamata berbingkai hitam yang biasa juga. Dapat dipastikan sepertinya dia memang lelaki baik-baik. Risti masih memperhatikan dengan seksama saat mereka duduk berhadapan di ruang tunggu administrasi.

“Bu, maaf, meeting di Citos mau dibatalkan atau bagaimana?” tanya Edward, bodyguard Risti yang tiba-tiba menghampiri Risti dan Bambang.

“Jangan dibatalkan, setelah ini selesai kita berangkat, kamu siapkan saja mobilnya, jemput aku di lobi depan,” katanya jelas pada Edward. “Mas Bambang, maaf saya harus pergi, kalau perlu bantuan silahkan bicara dengan Karin,” Risti menunduk tanda pamit.

“Iya, Mba terima kasih,” jawab Bambang. Bersyukur karena di balik musibah ini ada orang yang menolongnya. Bambang menghampiri Karin, “Mbak Karin, pulang saja biar saya menunggui adik saya di sini, tapi saya minta KTP Mba buat jaga-jaga kalau Mba lari dari tanggung jawab.”

“Oke, ini KTP dan kartu namaku, terima kasih tidak memperpanjang masalah ini, maafkan saya benar-benar ceroboh,” Karin mengucap tulus.

“Iya, Mba lain kali hati-hati,” timpal Bambang.

Lala sudah dipindahkan ke ruang perawatan intensif, terlihat Bambang kembali duduk di kursi depan kamar Lala, mengambil HP lalu ia memberitahu bos di tempat nya bekerja bahwa hari ini dan besok mungkin belum bisa masuk bekerja. Sepanjang perjalanan, Risti teringat kembali akan sosok Bambang lelaki biasa saja itu mungkin bisa menolongnya.

Ting

Ayah (tertera di layar HP).

Kamu sudah beritahu pacar kamu kalau besok harus ketemu Ayah, kan?

Isi pesan W******p dari Ayah Risti.

Iya sudah, Yah.

Isi jawaban pesan Risti

Habis magrib, jangan terlambat.

Baik Ayah sayang, Risti meeting dulu, ya.

“Huuuft...” Risti menghela napas panjang , sambil Risti menggaruk kepalanya yang tidak gatal itu, lalu memencet kontak Karin. “Halo, Karin, lo masih di rumah sakit?”

“Engga, Ris, gue sekarang udah sampe kantor.”

“Lha, lu ga nungguin anak itu?”

“Gak, gue disuruh pulang sama abangnya, tapi KTP gue ditahan dia,” lanjut Karin. “Gue perlu nyusul ke Citos apa engga, nih?” tanya Karin

“Perlu banget, cepetan ke mari kalau udah rapi berkas yang kita butuhkan, ada yang mau gue omongin.”

Waktu sudah menunjukkan pukul 3 sore dan Lala belum sadarkan diri. Perawat masuk ke ruangan Lala, sudah ada Bambang yang masih memunggui Lala. “Sus, gimana apa sudah ada perubahan atas kondisi adik saya?”

“Belum, Mas, bersabar yaa mas banyak doa semoga pasien Lala segera sadar.” Suster berusaha menenangkan Bambang.

Sudah jam 8 malam, dan Bambang masih di rumah sakit belum mandi dan berganti pakaian, beruntung Bude Yati datang menjenguk Lala dan membawa kan baju ganti untuk Bambang. Bambang menggunakan kaus lusuh berwarna abu-abu serta sarung kotak-kotak hijau favoritnya.

****

Sebagian orang mungkin menggunakan sarung hanya untuk pergi salat atau yang biasa menggunakan sarung adalah lelaki yang sudah kakek-kakek, tetapi tidak untuk Bambang yang baru berusia 23 tahun, menurut Bambang sarung itu seperti pakaian wajib baginya.

Tok... Tok...

Pintu kamar Lala diketuk “Ya, masuk,” jawab Bambang mempersilakan. Karin dan Risti masuk dan bengong melihat Bambang menggunakan sarung serta kaus lusuh di dalam rumah sakit. Risti berusaha menahan tawa. Wajahnya memerah. “Eh, Mba, mari masuk,” Bambang mempersilahkan masuk keduanya.

“Bisa bicara di luar saja, Mas?” kata Karin.

“Oh, iya, bisa.” Bambang berjalan keluar diikuti oleh Risti dan Karin. “Ada apa, ya?” tanya Bambang.

“Bagaimana kondisi Lala, Mas?” tanya Karin.

“Masih begitu belum sadar, mudah-mudahan besok ada perubahan,” Bambang menjawab dengan wajah lesu.

“Aamiin,” timpal Karin dan Risti bersamaan.

Risti masih duduk menghadap pintu kamar perawatan Lala.

“Mmmh... Begini, Mas, bos saya ini mau minta tolong...” ucap Karin ragu.

“Tolong apa, ya, Mbak?”

“Mmmh... Itu, Mas, tapi jangan tersinggung, ya, Mas,” lanjut Karin sedikit ragu. “Saya mau minta tolong Mas Bambang jadi pacar pura-pura saya besok,” Risti memotong nada lugas, sambil memberikan senyuman.

“Hah... Pacar pura-pura maksudnya apa, ya, Mba?” Bambang bengong sekaligus kaget dengan perkataan Risti.

“Intinya, saya mau minta tolong, Mas jadi pacar pura-pura saya untuk besok, sekali... saja, Mas. Saya mau dijodohkan ayah saya, tapi saya tidak mau dan beralasan kalau sudah punya pacar,” lanjut Risti menjelaskan.

Bambang tersenyum kecil merasa aneh, “Wanita secantik mereka yang di hadapannya ini masa iya kekurangan lelaki ganteng sampai harus minta tolong dirinya?” kata Bambang dalam hati. “Bukan saya ga mau nolongin, Mbak, tapi saya gak pernah main-main masalah begini dan pantangan banget bagi saya bohongin orang tua,” ucap Bambang

Risti bagai tersambar petir mendengar sindiran Bambang. Karin menaikkan alisnya dan menahan tawanya. “Ya ampun, Mas, sekali aja, Mas, sekali... untuk besok doang. Mas gak perlu banyak bicara, biar saya aja. Jadi, Mas ga banyak bohongnya,” kata Risti memelas.

“Hehehe,” Bambang tertawa, “Mbak, yang namanya bohong mau sedikit atau banyak tetep aja dosanya sama,” jelas Bambang sambil nyengir bingung dengan kelakuan wanita kaya di depannya ini.

“Ayolah, Mas Bambang, tolongin temen saya ini,” Karin angkat bicara.

“Hft... Baiklah untuk besok saja,” lanjut Bambang setuju.

“Yes, makasih, Mas, besok sore jam 5 saya jemput di rumah sakit, ya,” ucap Risti kegirangan.

“Bambang...” suara wanita dari ujung lorong memanggil Bambang.

“Fani?” tidak menyangka, Fani, teman kantornya datang ke rumah sakit. Fani adalah wanita yang disukai Bambang, namun karena kehidupan Bambang yang pas-pasan, dia tidak berani menyatakan perasaannya atau berkomitmen dengan Fani. Bambang tak ingin Fani kecewa.

“Bagaimana kabar Lala?” tanya Fani tanpa menghiraukan dua wanita cantik di sampingnya.

“Masih belum sadar, Fan, mudah-mudahan besok ada perubahan,” ucap Bambang lesu.

Risti memperhatikan gelagat aneh pada Bambang saat berdekatan dengan Fani. Bambang salah tingkah dan berkeringat tidak berani menatap Fani, sedangkan dengan dirinya dan Karin Bambang bersikap biasa saja. Karin pun merasa ada sesuatu di antara Fani dan Bambang. Matanya mengarah pada Risti matanya melotot memberi kode bahwa pasangan di depan mereka ini memiliki hubungan.

“Oh, ya, maaf, kenalin ini Fani teman kantor saya, “ Bambang memperkenalkan Fani kepada Karin dan Risti.

“Saya Karin.”

“Saya Risti pacarnya Bambang,” ucap Risti dengan jelas.

“Apa?” Fani kaget sambil memperhatikan Risti.

“Gak mungkin, serius ,Bang? Ini pacar kamu?” Fani bertanya kepada Bambang dengan nada kecewa.

“Eh, itu bukan, seperti yang kamu pikirkan,” ucap Bambang meyakinkan Fani.

Fani menyerahkan bungkusan berisi donat ke tangan Bambang, lalu berbalik pergi, “Aku pulang dulu, salam untuk Lala.” Fani berjalan tanpa menoleh lagi.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Nikmah Ezaweny
Risti emang yaaa.. baru kenal udh mau menguasai, begitula sifat para pembisnis
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Mencari Suami Bayaran   5. Bambang

    Bambang menatap tak suka ke arah Risti.“Udah, gak perlu marah, Bang, anggap aja latihan dari sekarang,” ucap Risti tanpa merasa bersalah.“Saya lelah, Mbak, baiknya Mbak Risti dan Mbak Karin pulang saja, saya mau masuk lagi ke dalam,” Bambang berkata dengan malas.Risti memperhatikan wajah Bambang yang terlihat lelah. “Oke, kami permisi,” sahut Risti berbalik badan begitu juga Karin. Langkahnya terhenti. “Bambang...” panggil Risti lagi sesaat Bambang memegang gagang pintu kamar perawatan Lala. Bambang menoleh ke arah Risti.“Sebaiknya belajar memanggilku “sayang” dari sekarang,” ucap Risti masih dengan wajah datar, lalu berbalik kembali dan berjalan keluar rumah sakit, Karin yang menyaksikan hampir saja tertawa dengan keras, namun dia menahannya.“Hah?” Bambang masih melongo dan bingung dengan yang barusan dikatakan Risti. Bambang tersenyum kecil, “Dasar orang kaya aneh,” gumamnya dalam hati. Lalu masuk ke dalam ruang perawatan kembali.“Hahahaha... Parah lu, ah, ngerjain orang,” ump

    Last Updated : 2024-10-29
  • Mencari Suami Bayaran   6. Kesepakatan

    Ayah... Apaan, sih?” Risti kaget dengan ucapan Ayahnya.Bambang masih mencoba meredakan deru darahnya dan sesekali mengelap keringatnya. Bambang tak berani berkata apa pun. “Menikah”.“Kami kan belum lama kenal, yah, baru 3 bulan,” Risti beralasan.“Iya, tapi kamu sudah tidak ada waktu untuk bermain-main seperti ini, Sayang. Gimana, Nak Bambang?”“Ah... Saya... Saya... Belum ada rencana, Om,” Bambang menjawab spontan sambil menunduk tidak berani menatap wajah Ayah Risti.“Oh, begitu, jadi maksud kamu anak saya cuma buat mainan saja?” tanya Ayah dengan nada marah. “Kamu belum tahu siapa Hermawan Susatyo? Jangan macam-macam dengan anak saya, mengerti!” Ayah berkata dengan kesal.“Bukan, Om, bukan seperti itu maksud saya.”“Ayah, ayolah biarkan kami bicarakan ini nanti, “ bujuk Risti pada Ayahnya.“Sekarang Ayah tanya, apakah kamu mencintai dia?” tanya Ayah kepada Risti dengan tatapan serius. Risti menunduk. “Iya, aku mencintainya,” jawab Risti dengan nada lirih. Risti merasa bersalah s

    Last Updated : 2024-10-29
  • Mencari Suami Bayaran   7. Didesak

    Karin dan Risti berjalan keluar rumah sakit setelah berpamitan dengan Bambang dan Lala. Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam. Kamar perawatan Lala yang berada di kelas VVIP membuat tamu yang datang berkunjung sedikit leluasa untuk datang dan pulang kapan pun. “Biar gue yang nyetir sini, lu kayaknya lelah banget,” Karin mengambil alih kemudi sambil masih memperhatikan wajah Risti yang lesu.“Cerita, dong, gimana tadi?” tanya Karin antusias.“Gue disuruh nikah secepatnya” Risti to the point.“Hah? Maksud lu nikah sama Bambang?” tanya Karin kaget.“Iyalah, masa sama kuda,” ucap Risti bete.“Kok bisa?” Karin masih belum mengerti.“Kayaknya gue tadi terlalu lebay sama Bambang pas di depan bokap gue, pegang tangan dia, nempelin dia terus, huft... Jadi aja bokap gue salah paham.” Risti menaikkan sebelah alisnya sambil mulutnya dicibirkan.“Apa? Hahaha,” Karin tertawa cekikikan di dalam mobil. “Ya ampun Risti, lu udah berapa lama sih ga disentuh lelaki sampe jadi agresif gitu? Wajar bokap l

    Last Updated : 2024-10-29
  • Mencari Suami Bayaran   8. Fani

    Tok! tok!Edward masuk lalu tersenyum tipis sambil menggendong dua buah boneka beruang coklat besar, yang satu berpita pink dan satunya lagi pita kuning. Lala sumringah langsung berlari mendekati Edward. “Om, apa itu buat Lala?” tanya Lala antusias.“Betul sekali, kamu suka?” Edward tersenyum tulus.Lala mengangguk cepat. Edward memberikan boneka beruang besar itu, karena ukurannya hampir sama dengan ukuran badan Lala, sehingga Lala kesulitan membawa nya, Bambang membantu Lala memegang yang satunya lagi. Lala berbalik menatap Edward. “Terima kasih, Om,” ucap Lala.“Itu boneka pemberian Teteh Risti dan Kak Karin, ucapkan terima kasih nanti kepada mereka, ya,” ucap Edward sambil melirik ke arah Bambang. Bambang menaikkan alisnya. Tak heran kalau itu pasti pemberian Risti.“Maaf, Mas Bambang sekarang sudah bisa pulang ke rumah, biaya administrasi rumah sakit sudah saya bereskan, kalau sudah rapi biar saya antar,” ucap Edward tegas.“Eh, iya, saya sudah selesai, gapapa biar saya pulang

    Last Updated : 2024-10-29
  • Mencari Suami Bayaran   9. Siasat Risti

    Risti dan Karin berjalan ke luar rumah Bambang menuju gang depan yang diikuti oleh Edward.“Gila lu, nekat banget tadi,” ujar Karin tidak habis pikir dengan tindakan Risti.“Gua gak suka aja ada cewek itu di sana, urusan gua dan Bambang belum selesai,” ucap Risti ketus.“Lo gak berencana bikin ulah lagi, kan, Ris?” tanya Karin sedikit khawatir dengan Risti. Karin sangat hapal dengan perangai Risti yang suka mengatur dan memaksakan kehendak.“Liat aja nanti, pokoknya Bambang gak bisa seenaknya mundur setelah dia ketemu bokap gue,” ucap Risti sambil tersenyum sinis, sambil menyalakan mesin mobil dan melaju menuju tempat pertemuan dengan Pak Darma.“Ris, tapikan kemaren lu yang bilang sendiri cuma sekali minta tolong dia,” Karin mencoba memberi pengertian kepada Risti. “Iya, kalau cuma sehari itu selesai, sih, gua gapapa. Lha, ini bokap gua nyuruh nikah. Gua gak mau bokap gua ampe kena serangan jantung kalau tahu gua bohingin dia, bisa-bisa gua disuruh kawin besok sama Munos. Oh, tidak.

    Last Updated : 2024-10-29
  • Mencari Suami Bayaran   10. Merasa Bersalah

    Risti melempar pakaian Bambang ke lantai dengan tatapan garang. Bambang memunguti pakaiannya dengan cepat lalu berlari menuju pintu keluar. “Maafin saya, Mbak, maafin.” Bambang menatap memelas kepada Risti, dia sendiri tidak memahami bagaimana bisa dia tidur bersama wanita itu.“Pergi!” bentak Risti lagi. Bambang memakai pakaian sembarangan sambil mencari tas kecil yang dia bawa semalam, ternyata berada di sofa. Saat mendekati pintu. Aarrggh... Bambang tidak tahu cara membuka pintu itu. Dengan wajah pucat penuh peluh, Bambang mendekati kamar Risti yang dibatasi tirai. “Mbak, maaf, mmh... saya, itu... tak bisa buka pintunya,” dengan nada polosnya.Risti dengan wajah memerah kesal bangun dari kasur menutupi tubuhnya dengan selimut tebal. Berjalan melewati Bambang yang masih terpaku dengan bahu mulus Risti. Dia susah menelan salivanya, sambil memegang dadanya yang berdegub kencang. Belum sampai pintu, Risti berbalik badan, sadar bahwa Bambang memperhatikannya. “Kau... apa belum puas den

    Last Updated : 2024-10-29
  • Mencari Suami Bayaran   11. Kesepakatan

    "Assalamualaikum, Ayah,” Risti mengucapkan salam sambil mencari keberadaan ayahnya. Bambang berjalan lemas mengekorinya di belakang dengan wajah kaku ditekuk. Ia tidak punya pilihan lain.“Waalaikumsalam, calon pengantin Ayah.” Pria dewasa itu memeluk Risti dengan hangat sambil memperhatikan Bambang yang terpaku di belakang Risti. Sadar diperhatikan, Bambang lalu dengan cepat mengajak calon mertuanya itu bersalaman sambil tersenyum. “Ayo, duduk,” Ayah mempersilakan. “Bi... buatkan minum untuk anak dan calon menantu saya,” titah Pak Hermawan kepada pembantu rumah tangganya. Lagi-lagi Bambang mengusap peluh yang bercucuran. “Bagaimana kabarnya, Nak Bambang?” “Eh, iya, Om. Alhamdulillah, sehat,” jawabnya kikuk sambil menyunggingkan senyum tipis yang dipaksakan. “Om, bagaimana kabarnya?” Bambang berbasa basi.“Wah, saya sehat sekali, apalagi dengar kabar kalian sudah menentukan tanggal,” jawab Pak Hermawan sumringah. “Ayo, diminum, Nak.”“Terima kasih, Om.”“Eh, eh, jangan panggil Om

    Last Updated : 2024-10-29
  • Mencari Suami Bayaran   12. Pernikahan

    Pagi, 5 April 2019Harusnya menjadi hari yang membahagiakan bagi Bambang, namun yang terjadi sepanjang malam tadi, dia tak dapat memejamkan mata. Di rumahnya, Bude Yati merasa sangat senang bersama beberapa tetangga, sudah bersiap mengecek semua seserahan yang akan dibawa, tak kalah semangat, Pak RT menyewa lima angkot untuk mengangkut pengantin dan para tetangga.Lala dan Lulu tidak kalah bahagia, Mas kesayangan mereka akan segera menikah dengan wanita yang sangat cantik. Semua tampak bahagia kecuali Bambang. Dia mematut diri di depan cermin melihat tampilannya mengenakan kemeja putih dan setelan jas keren yang telah disiapkan Risti.Risti sudah bersiap di rumahnya, ditemani para om dan tante, serta para sepupunya. Ada beberapa orang tetangga juga yang hadir di sana. Ia memandang dirinya di depan cermin. “Perfect,” gumamnya memuji kecantikannya.“Karin, akhirnya kejombloan gue lulus juga,” kekeh Risti sambil tersenyum bahagia menggoda Karin yang saat itu menemaninya dalam kamar pen

    Last Updated : 2024-10-29

Latest chapter

  • Mencari Suami Bayaran   108. Akikah

    Pertemuan mengharu-biru antara si Mbok, Fani, dan Munos pun tidak terelakkan. Ditambah melihat cucunya tumbuh sehat, montok, dan tampan; Abi; cucu satu-satunya yang diurus Munos dan Fani dengan sangat baik dan penuh kasih sayang. Bu Darsih tidak bisa menahan air mata kerinduan sekaligus haru. Bu Sundari pun sama terharunya dengan anak menantunya. Bagi Bu Sundari, ibu dari Tiyan adalah keluarga, bukan orang lain. Bu Sundari tidak akan pernah bisa membalas kebaikan almarhum Tiyan dan ibunya yang sudah mau menerima Fani dahulu apa adanya. "Mbah jangan nangis," kata Abi yang kini sudah di pangkuan Bu Darsih. "Mbah nangis bukan karena sedih, tapi karena senang ketemu Abi dan adik kembar. Duh, pipi Abi kayak bakpao coklat. Makannya apa, Nak?" Bu Darsih mencium gemas pipi cucunya. "Minum susunya kuat sekali, Mbak. Ya ampun, nyedot botol terus, padahal udah mau sekolah." Bu Sundari menjawab sambil tersenyum. "Pantas saja pipinya gembul. Perutnya juga ndut. Aduh, Mbah senang sekali lihat

  • Mencari Suami Bayaran   107. Si Mbok

    Bu Darsih sudah sampai di Stasiun Gambir pukul delapan pagi. Perjalanan dari Malang menuju Jakarta memang memakan waktu kurang lebih tiga belas jam dengan kereta api. Semalam Bu Darsih berangkat dari Stasiun Malang Kota Lama pukul tujuh malam. Dengan dibantu jasa dua porter, Bu Darsih menurunkan semua barang bawaannya sampai di pintu keluar. Masing-masing porter diberikan uang tujuh puluh lima ribu rupiah oleh wanita itu, sengaja ia lebihkan karena porter stasiun yang mengangkut barangnya mungkin seumuran suaminya. Tidak tega ia memberikan pas ataupun menawar dengan harga sangat rendah, karena ia teringat akan suaminya yang juga bekerja hanya sebagai buruh. "Bu." Gadis berwajah manis menepuk pundak Bu Darsih dengan riang. "Ya ampun, kamu bikin kaget Ibu saja. Udah lama nunggu?""Nggak, Bu, baru sepuluh menit. Ibu udah sarapan belum?" tanya Hesti. "Belum.""Sama, Hesti juga belum, emang sengaja nunggu Ibu, biar ditraktir." Gadis itu menggandeng tangan Bu Darsih, lalu membawanya ke

  • Mencari Suami Bayaran   106. Nikmatnya Mengurus Bayi

    "Mama tadi bilang, Fani harus cukup istirahat. Jika si Kembar tidur, maka Fani juga harus tidur. Gak usah pedulikan bayi tua yang suka iseng gangguin. Biarkan ia berpuasa selama empat puluh hari, itu juga kalau beruntung. Bisa saja jadi buntung, saat nifasnya kamu menjadi enam puluh hari, ha ha ha.... "Bu Sundari berbalik badan dengan cepat. Ia tergelak dan tidak sanggup melihat wajah Munos yang pastinya sangat kesal dengan ocehan tidak jelasnya. "Mama mau lihat Abi dulu di kamarnya!" Seru Bu Sundari setelah kedua kakinya berada di luar kamar. Setelah pintu kamar tertutup rapat. Munos menghampiri Fani yang tengah memangku Fathia yang sudah pulas. Wajah Fathia sangat mirip dengan Munos, begitu juga Ibrahim. Tidak ada sedikit pun mengambil wajahnya yang biasa-biasa saja. Wajah anak kembarnya sedikit ke timur tengahan, persis bapak mereka. Lelaki itu duduk di samping Fani sambil memperhatikan wajah Fathia yang terlelap. "MasyaAllah, anak Bapak Munos kenapa cakep semua?" pria itu me

  • Mencari Suami Bayaran   105. Masa Nifas

    Kabar Fani yang sudah melahirkan sampai juga ke telinga si Mbok di kampung. Wanita paruh baya; ibu dari Tiyan. Si Mbok mendapatkan kabar itu dari orang tua Fani yang masih berhubungan baik dengan ibunya Tiyan itu. Bukan main senangnya si Mbok mendengar kabar Fani melahirkan anak kembar. Si Mbok bahkan pergi ke pemakaman Tiyan untuk menceritakan kabar gembira ini di pusara putra satu-satunya. Ia mengatakan akan pergi ke Jakarta untuk menjenguk Fani dan bayi kembarnya. "Bu, sudah, jangan nangis terus. Ini sudah bertahun-tahun berlalu, Ibu masih saja menangis saat di pusara Tiyan. Kasihan Tiyan, Bu. Ikhlaskan ya." "Iya, Pak, saya hanya terharu saja." Wanita yang biasa dipanggil si Mbok oleh Fani dan Tiyan itu bernama asli Darsih. Semenjak Fani kembali ke Jakarta dan menikah dengan Munos, Bu Darsih tinggal sendiri di kampung. Ditemani keponakannya. Namun setahun lalu, Bu Darsih yang masih berusia empat puluh delapan tahun ini dijodohkan dengan seorang duda anak tiga, untuk menemani ha

  • Mencari Suami Bayaran   104. Si Kembar

    Fani merapikan mukenanya setelah selesai sholat isya, malam ini suaminya lembur kemudian ia mengambil ponsel, melihat pesan masuk, apakah ada dari suaminya? Ternyata Munos baru saja mengirim pesan bahwa Munos baru akan pulang dari kantor, dan menanyakan pada Fani, mau dibelikan apa untuk oleh-oleh saat pulang.[Mau bapak saja.][Hahahaha..awas ya, Buu]Fani terkekeh membaca balasan pesan suaminya. Kehamilan ketiga ini dirasanya sangat berbeda. Tanpa ngidam berlebihan dan mual muntah juga yang biasa saja. Hanya seluruh tubuhnya, seakan tak rela jika berjauhan lama dengan suaminya. Kalau kata reader mah, bucin. Aah..ntah dari mana dimulainya perasaan bahagia ini, yang jelas dikehamilan ketiga ini, Fani merasa dipenuhi cinta dari kedua mertuanya, dari orangtuanya,khususnya sang suami yang bersiap siaga kapan pun mengabulkan keinginan dirinya. Fani tengah menemani Abi bermain lempar tangkap bola. Usia Abi yang sudah memasuki enam belas bulan, dan kandungan Fani sudah menginjak empat bula

  • Mencari Suami Bayaran   103. Malam Itu

    Wanita itu menggelengkan kepala dengan air mata yang bercucuran dengan sangat deras. Saat melihat celah lalai lelaki di depannya, Fani bermaksud berlari turun dari ranjang, tetapi dengan cepat Munos mencekal tangan Fani dan menghempaskannya kembali ke atas ranjang.Secepat itu juga Munos menindih tubuh lemah Fani dengan tubuh besarnya. Wanita itu semakin kalang-kabut ketakutan. Terus saja ia memukul badan Munos dengan kedua tangannya. Ingin sekali ia menendang lelaki bajungan ini, tetapi tidak bisa karena kedua kakinya terkunci.“Aku sangat menginginkanmu, Risti. Ayo, kita membuat anak,” bisik Munos yang sudah mencium leher Fani dengan rakus.“Pak, saya Fani, bukan Risti, tolong jangan apa-apakan saya,” rintih Fani penuh permohonan, tetapi sayang. Munos sudah gelap mata dan dengan garangnya ia merobek pakaian Fani, hingga menyisakan bra saja dan rok. Dengan gemas Munos mulai mencicipi tubuh wanita yang kesadarannya hampir hilang.“Jangan, Pak. Jangan!” terjadilah hal menyedihkan di

  • Mencari Suami Bayaran   102. Karyawan Bag. 2

    Fani menjadi salah satu karyawan yang sangat beruntung. Dari delapan orang pelamar yang ditraining, Fani diterima sebagai karyawan kontrak. Ada tiga orang yang terpilih. Yaitu dirinya, Samuel, dan juga Seli. Fani betugas di bagian resepsionis dan dua teman lainnya di bagian yang lain. Semakin hari, semakin baik Fani belajar menjadi seorang resepsionis yang professional dan cekatan. Dia juga semakin mahir berdandan dengan make up tipis, tetapi tetap anggun dengan sanggul cantik setiap harinya. Tutur bahasanya juga semakin halus, berikut kemampuan bahasa Inggrisnya. Saat ini Fani memilih kembali ngekos di dekat hotel. Hanya perlu berjalan kaki sepuluh menit dari rumah kosnya menuju hotel. Walau biaaya kos cukup tinggi karena berada di pusat kota, tetapi itu lebih baik daripada ia harus pulang pergi. Jika dapat shift malam, maka akan sangat kerepotan jadinya.Seperti malam ini, ia kebagian jaga dari pukul delapan malam sampai pukul tujuh pagi. Ritme kerja yang baru ia lakoni ini, mema

  • Mencari Suami Bayaran   101. Karyawan

    Fani mengembuskan napas lega. Membuka mulutnya begitu lebar, agar mendapat asupan oksigen yang cukup banyak. Bukannya simpati, Ratih, Andra, dan Mas Rahman malah menertawakannya saat ditegur tadi.“Awas loh, Fan. Kamu udah ditandai. Sayang aja Pak Munos udah mau nikah. Kalau tidak, kamu bisa mencoba menggodanya,” ujar Mbak Ratih sambil terkekeh geli.“Ish, walau saya jelek. Pak Munos bukan tipe saya, Mbak. Saya sukanya tipe lelaki lemah lembut, kayak tempe mondoan,” balas Fani dengan tawa renyahnya.Tepat pukul delapan malam, ia sudah kembali lagi berada di atas motor ojek online. Sepanjang jalan, ia terus saja memikirkan hari pertama bekerja yang sungguh sangat luar biasa. Semoga training sepekan yang ia ikuti ini bisa memberikan hasil yang baik untuknya dan juga keluarganya.Tak sabar rasanya menunggu esok. Hari kedua mencoba tutorial make up yang sudah diajarkan Mbak Andra padanya. Tiba di rumah lampu ruang depan sudah padam. Itu tandanya bapak, ibu, dan adiknya sudah tidur. Su

  • Mencari Suami Bayaran   100. Awal Mula (Bagian 2)

    Fani berdiri dengan sangat tegang di samping resepsionis senior yang berjaga saat ini. Semua kejadian di awal pagi tadi, sukses membuatnya tak bersemangat dan sangat canggung saat diwawancara tadi. Namun, dia harus mencoba berhusnudzon, bahwa hal seperti tadi hanyalah sebuah ujian sebelum ia benar-benar terjun bekerja di sini. Satu hal yang harus selalu ia ingat, bahwa jangan sampai ia mengulangi kesalahan yang sama. Tidak boleh ceroboh dan satu lagi yang harus ia ingat. Lelaki yang memarahinya di depan hotel dan yang ia tabrak tubuhnya tadi pagi adalah bos pemilik hotel yang bernama Munos karim. Semoga lelaki itu tidak mengingat wajahnya. Fani bermonolog sambil memandang lalu-lalang orang yang keluar masuk hotel.“Fani, senyumnya jangan kaku, seperti menahan buang air. Kenapa jadi seperti ngeden gitu senyumnya?” tegur Ratih;resepsionis yang berdiri di sampingnya.“Eh, iya Mbak Ratih. Saya akan coba tersenyum manis,” jawab Fani dengan tak enak hati.“Nih, anggap saja tamu yang ber

DMCA.com Protection Status