Bambang tidak henti-henti mengusap air matanya yang terus saja mengalir deras di pipinya. Ia juga dengan gemas menciumi wajah wanita yang telah berjuang keras melahirkan buah cinta mereka. Betapa rasa haru dan gembira kini mengisi ruang hatinya. Memiliki istri cantik, kaya, salihah. Sekarang, memiliki dua bayi kembar berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. “Terima kasih, Sayang!” Ucapan itu berkali-kali ia layangkan untuk istrinya.Kini, Risti sudah ditempatkan di kamar perawatan VVIP. Ia tengah tertidur lelap setelah mampu melahirkan secara normal sepasang bayi kembar yang sangat menggemaskan. Kedua bayinya masih berada di dalam ruang inkubator. Berat badan lahir yang tergolong kecil, membuat keduanya harus di masukkan ke dalam ruang inkubator terlebih dahulu.Bambang melangkah masuk ke dalam kamar perawatan istrinya. Kedua tangannya menenteng bungkusan berisi teh hangat dan nasi aneka kue basah yang ia beli di kantin rumah sakit. Pelan ia membuka pintu, tampilan wajah polos ist
Risti masih menyusui Salman dan Aishwarya secara bergantian. Kedua bayi kembar itu seolah-olah tidak kenyang menyusu asi bundanya. Baru saja diletakkan di dalam box, keduanya sudah menangis ingin menyusu lagi. Risti cukup kewalahan karena ia ibu baru, langsung dapat kembar pula. Tentu saja masih banyak bingungnya dalam hal mengurus bayi kembar. Beruntungnya ia memiliki suami seperti Bambang, yang juga ikut andil mengurus bayi mereka. Bahkan, sepekan setelah istrinya melahirkan, Bambang belum juga masuk ke kantornya. Ia masih betah bermain dengan si kembar yang wajahnya merupakan duplikat dirinya. Membantu mengganti popok bekas kencing, memandikan bayinya, serta ikut bergadang menemani istrinya.Sementara ini, mereka tinggal di rumah ayah Risti, Pak Hermawan. Itu adalah permintaan ayahnya karena sekarang ayahnya sudah susah berjalan, apalagi bepergian. Pak Hermawan ingin sekali dekat dengan cucu kembarnya. Bayangkan, betapa bahagianya hati lelaki paruh baya itu, memiliki cucu kembar y
Pagi ini, Bambang mulai masuk ke kantor. Seperti biasa, Risti selalu menyempatkan dirinya untuk mengurus segala keperluan suaminya. Baju kemeja bergaris dan celana jeans favorit suaminya telah ia siapkan di atas ranjang. Salman masih terlelap, sedangkan adiknya Aishwarya sudah bangun dan bersiap untuk mandi.Bambang keluar dari kamar mandi dengan handuk melilit di pinggangnya. Risti yang duduk di kasur sambil menggendong Ais memperhatikan suaminya dengan saksama. Entah bagaimana Allah membolak-balikkan hatinya saat itu. Hingga dia bisa benar-benar cinta dengan lelaki berondong di depannya ini. Bambang mengelap tubuhnya yang basah, dengan memunggungi Risti. Aish yang tadinya berada di pangkuan bundanya kini sudah berpindah tempat ke dalam box bayi. Bersebelahan dengan abang Salman.“Kok, diam saja, sih, Pa?” Risti memeluk suaminya dari belakang. Harum sampo dan sabun yang biasa dipakai suaminya begitu segar melewati indera penciuman Risti. Bahkan ia kini mengendus punggung dan rambut s
Flash backSudah lima hari Bambang di Bandung, membereskan semua urusan percetakan yang akan dia pindahkan ke Jakarta. Tidak mungkin dia tetap bekerja di Bandung, sedangkan istrinya tinggal di Jakarta. Untuk itu, setelah berdiskusi panjang lebar dengan Risti, Bambang memutuskan untuk memindahkan usaha percetakannya ke Jakarta. Lokasi baru untuk usahanya sudah ia temukan, tidak terlalu jauh dari kompleks perumahan yang ditinggali olehnya. Sekarang tinggal membenahi semua berkas dan urusan yang telah ia tunda selama sebulan.Ya, sebulan menikah. Baru kali ini, Bambang kembali ke Bandung. Mempersiapkan kepindahannya. Lala dan Lulu sudah terlebih dahulu pindah ke Jakarta, menempati rumah baru abang dan juga kakak iparnya. Mereka bahkan sudah sekolah kembali, di sekolah baru yang dicarikan oleh Risti. Bahkan keduanya sangat senang dengan sekolah yang baru karena memiliki halaman yang sangat luas dan sangat keren, kata mereka. Sedangkan, untuk urusan percetakan, ada karyawan yang membantun
Dua hari telah berlalu sejak Risti jujur pada suaminya, perihal musibah yang ia alami di awal pernikahan mereka. Bambang sudah terlihat seperti biasa, bisa menerima keadaan yang sudah terlanjur terjadi pada istrinya. Hanya saja, Bambang masih sering murung. Apabila mengingat musibah yang dalam sepekan ini bertubi-tubi menimpa dirinya dan juga keluarganya. Bambang juga sudah dua hari ini bolak-balik ke polres, guna membereskan persoalan berkaitan dengan musibah kebakaran.Siang ini, Risti memberi ASI pada Ais di kamarnya. Sedangkan Salman baru saja pulas. Dengan suara merdu, Risti menyenandungkan selawat pada puteri kecilnya. Sesekali Risti mencium gemas pipi Aish yang gaya menyusunya sangat konyol, kadang disedot, lalu tiba-tiba dilepas. Seperti hanya ingin bermain-main saja. Namun, jika ditaruh maka bayi cantik itu akan menangis kencang, hingga wajahnya berubah menjadi biru.“De, Aish. Nennya, yang benar, dong!” Ujar Risti pada bayi cantiknya, bayi itu seakan mengerti ucapan bundany
Lelaki misterius itu mengirimkan alamat yang harus Risti datangi. Bambang pun membacanya dan mencari tahu melalui google map . Alamat ini adalah sebuah bangunan tua yang sudah tidak terpakai. Risti menelan salivanya saat membayangkan seaindainya ia tidak memberitahukan hal ini pada suaminya, jika ia terlalu berani datang ke tempat yang diminta sendirian. Risti tak sanggup membayangkannya, berkali-kali kepalanya menggeleng, mulutnya pun terus saja memohon ampun, beristighfar.Om Yuda yang sejak Subuh berada di rumah Risti bersama kedua anak buahnya tengah serius berdiskusi dengan Pak Hermawan. Bambang baru saja keluar dari kamar dan langsung ikut bergabung bersama mereka. Om Yuda menjelaskan cara agar pelaku tidak tahu bahwa Bambanglah yang datang ke sana, bukan Risti.Akhirnya, saat ini Bambang didandani oleh Risti di depan cermin. Memakai gamis besar istrinya, berikut dengan khimar yang bercadar. Memang, sesekali Risti memakai cadar saat bepergian, belum bisa konsisten. Namun, untuk
Setahun kemudian.Udara sore hari sangat cerah. Bambang mengajak anak-anak dan istrinya bersepeda keliling perumahan tempat mereka tinggal. Kakinya yang kini pincang tidak menyurutkan semangatnya untuk selalu menghadirkan kebahagiaan dan senyum anak istrinya. Bambang menaiki sepeda lipat bewarna abu-abu yang memiliki duduk boncengan di belakangnya dan diberi sandaran penyangga. Risti juga menggunakan sepeda lipat bewarna merah, yang juga memiliki duduk boncengan. Mereka sengaja membeli sepeda seperti itu agar dapat membawa si kembar bersepeda keliling kompleks perumahan. Tawa riang balita kembar mampu mengisi hari-hari mereka lebih bewarna.“Main di lapangan, yuk, Pa!" ajak Risti yang masih mengayuh sepeda mendekati sebuah taman di dalam perumahannya.“Ayo!” Bambang juga ikut mengarahkan kayuhannya menuju taman tersebut. Sudah banyak anak-anak seusia si kembar sedang bermain bersama orang tua mereka. Lingkungan asri, bebas polusi, dan sangat jarang kendaraan bermotor melewati area ta
Dengan perasaan gembira, ia mulai menyusun pakaian yang akan dibawa. Sepertinya satu koper besar pakaian dia dan suami. Satunya lagi pakaian si kembar. Lala dan Lulu baru saja mengetahui bahwa abang dan kakak iparnya akan jalan-jalan, raut wajah mereka cemberut. Kenapa mereka tidak diajak? Risti dan Bambang memberi pengertian dan berjanji akan membawakan oleh-oleh yang banyak untuk keduanya. Akhirnya, saat ini Lala dan Lulu yang membereskan pakaian si kembar di dalam koper.“Ada ransel lama papa di dalam koper itu, Bun. Papa bawa itu aja!” Risti kemudian, membuka koper lama suaminya. Mencari ransel yang dimaksud."Ini, Pa? Udah butut begini, masih mau dipakai?" tanya Risti dengan nada tidak yakin. Ia mengangkat tas ransel tersebut dan menunjukkannya pada suaminya.“Eh, iya, ya. Udah jelek banget. Ya udah, buang, deh. Kayaknya sobek juga itu, Bun.”Risti memeriksa isi tas tersebut, di dalamnya ada dua buah kaos polos dan satu celana bahan bewarna hitam. Saat Risti melipatnya kembali,