Setelah menyewa sebuah kamar, aku segera melepas pakaianku yang basah dan menyalakan kipas angin untuk mengeringkannya. Setelah itu, aku bergegas ke kamar mandi dan mandi dengan air panas. Rasa dingin yang membuat tubuhku menjadi kaku sedikit mereda setelah aku diguyur air hangat untuk waktu yang lama. Aku sedikit menyesal karena tidak membawa pakaian ganti. Aku membungkus diriku dengan selimut dan merebus sepanci air panas. Aku tidak peduli apakah cangkir di sini bersih atau tidak. Setelah membersihkan cangkir dengan air panas, aku langsung menuangkan air dan meminumnya. Alangkah baiknya kalau ada sepotong jahe, batinku. Aku tersenyum getir, tetapi otakku masih berfokus memikirkan cara untuk bertemu dengan Sandy. Aku mengambil brosur dan melihat informasi kontak di dalamnya. Aku mencoba menghubungi beberapa nomor tersebut, tetapi upayaku berakhir sia-sia. Bos di perusahaan besar benar-benar sulit untuk ditemui. Aku hanya bisa menaruh harapan pada Pak Musa itu. Namun, setelah menun
Pendatang tersebut tidak lain adalah Sandy yang berusaha aku temui. Selain itu, ada juga Pak Musa yang memberiku tumpangan dua hari yang lalu. Mataku berpapasan dengan mata Sandy. Empat tahun berselang, Sandy sudah tua. Rambut aslinya yang berwarna hitam telah memutih. Tubuhnya pun menjadi makin kurus. Dia menatapku untuk waktu yang lama, lalu mengulurkan tangan dan menunjukku. "Ternyata, benar-benar kamu, Maya!" "Iya, Pak Sandy. Aku Maya, lama nggak bertemu!" Aku merasa agak canggung dengan penampilanku yang kacau saat ini. "Cepat baring, baring saja!" kata Sandy yang buru-buru melangkah ke ranjang. Taufan pun segera bangkit untuk memberi jalan. "Maaf, Nona Maya. Ini semua salahku sampai membuatmu menunggu terlalu lama, maaf sekali," lanjut Sandy yang langsung duduk di kursi depan ranjang. Taufan memberi isyarat kepada Pak Musa yang mengikuti Sandy, lalu keduanya pun berjalan keluar serta meninggalkan ruangan itu untuk aku dan Sandy. Aku sedikit bersemangat dan segera berkata, "P
Ketika berbaring dan menunggu di ranjang, aku sangat menderita. Aku memejamkan mataku untuk menahan rasa gugup. Di dalam hati, aku terus-menerus menghibur diri untuk menyerahkan segalanya pada takdir. Mungkin, inilah utangku pada Harry di kehidupan sebelumnya, biarkan aku menebusnya di dalam kehidupan ini!Ketika pikiranku sedang kacau, kedua orang itu akhirnya kembali ke bangsal. Meski jantungku sedang berdetak kencang, aku tetap berusaha bersikap tenang dan tersenyum. Aku diam-diam mengakui ucapan Taufan. Rasanya sangat lelah jika terus berpura-pura. Sandy berbicara lebih dahulu, "Nona Maya, jaga kesehatanmu. Aku punya urusan mendadak dan harus kembali untuk menanganinya dulu. Kalau sudah sembuh, silakan datang ke perusahaan kami besok. Aku tidak akan mengganggu lagi."Saat mendengar ucapannya, harapanku langsung lenyap. Aku merasa frustrasi dan melepaskan tanganku yang terkepal erat. Kemudian, aku mengangguk dengan sopan dan menimpali, "Baik, sampai jumpa besok." "Kalau begitu, ak
Yang sama sekali tidak kuduga adalah nasibku akan berubah drastis begitu melangkah ke gedung Source Mind. Sandy memberiku kejutan yang luar biasa. Tidak hanya menandatangani kontrak agensi eksklusif denganku, dia juga mendaftarkan perusahaan teknik konstruksi dan dekorasi di Jola untukku. Modal yang terdaftar adalah sebesar 200 miliar. Bahkan, dia juga mengirimkan tim profesional dalam bidang desain struktural dan konstruksi. Sebelum pergi, aku benar-benar tidak tahu bagaimana mengungkapkan rasa terima kasihku. Sementara itu, Sandy hanya memegang tanganku dan berkata, "Kita saling menguntungkan, kok. Anda juga menyelamatkanku dari masalah lagi, jadi bisa melakukan sesuatu untuk Anda adalah kehormatan saya! Ketika kita sama-sama melewati masa sulit ini, saya akan mengundang Anda datang ke Jola. Kalau Anda membutuhkan sesuatu, jangan ragu untuk menghubungi saya!" Sandy memberiku satu set informasi rinci tentang jendela baja aluminium serta prosedur terkait. Aku tidak tinggal lama kar
"Jangan bicara yang aneh-aneh. Nakal sekali, makin hari ucapanmu makin pedas saja!" Setelah berbicara, dia menepuk bokongku dengan tangannya. "Aku akan menghadiahimu sesuatu!" Aku tersenyum dan bersandar di pelukannya. "Aku lapar! Lagian, kamu tega melakukannya waktu aku sakit?" Harry mengamatiku sejenak dan bertanya, "Kamu benaran sakit, ya? Kok kamu nggak bawa Adele pulang?" "Adele sangat pandai menghibur Ayah dan Ibu. Terus, dia juga nggak mau pulang. Waktu aku pergi, dia sama sekali nggak melihatku. Lagian, ada banyak anak di rumah tetangga. Jadi, dia bermain dengan senang di sana. Biarkan saja dia tinggal lebih lama lagi!" jawabku. Sebenarnya, aku menempatkan Adele di rumah orang tuaku juga karena ingin mengurangi kekhawatiranku. Bagaimanapun, putriku adalah kelemahanku. "Oke, ikuti saja keinginanmu! Istirahatlah dulu, aku akan segera memasak!" bujuk Harry yang kemudian berjalan ke dapur setelah memelukku. Aku berbalik dan kembali ke kamar, lalu memasukkan semua barang-baran
Seperti yang kuduga, Harry tidak pulang malam ini. Sementara itu, aku juga terus membolak-balikkan tubuh di ranjang karena tidak bisa tidur. Pagi harinya, Fanny meneleponku untuk memberi tahu kabar yang baik. Katanya, Harry tertangkap basah Jasmine saat berselingkuh dengan Hana. Ketika mendengar kabar itu, perasaan di hatiku bercampur aduk. Aku tidak tahu diriku seharusnya merasa senang atau sedih. Meski semuanya berjalan lancar sesuai rencanaku, aku tidak merasa bahagia. Aku benar-benar tidak tahu apa pertanda dari keberhasilan ini. Setelah bersiap-siap, aku pergi ke perusahaan. Tentu saja, sosok Harry tidak terlihat. Fakta ini membuatku sadar kembali. Meski aku tidak membuat jebakan ini, Harry tetap akan makin menjauh dariku. Aku mengingatkan diriku bahwa waktu tidak bisa diulang. Aku harus terus berakting supaya upayaku sebelumnya tidak berakhir sia-sia. Dengan kata lain, aku tidak punya jalan mundur lagi. Aku segera menyuruh James untuk menelepon Harry. Sesuai instruksiku, Jame
Aku sendiri merasa kaget dengan pertanyaanku yang tidak bijaksana ini. Sementara itu, Harry tampak terkejut, tetapi segera menenangkan dirinya. "Kekasih Hana!"Aku tertegun sejenak karena tidak menyangka reaksi Harry begitu cepat. "Sayang, percayalah padaku, beri aku kesempatan lagi! Prioritas utama kita adalah memenangkan proyek Bright Celestial. Jangan melewatkan kesempatan yang bagus demi masalah ini. Kamu yang mendirikan Aurous Construction pasti ingin membuatnya berkembang! Aku tahu diriku salah, kamu jangan terbawa emosi!" Harry memelukku erat-erat dan berkata dengan lembut, "Maya, aku salah! Maaf!" Ucapannya membuatku terdiam. Harry memang sangat mengetahui kelemahanku. Beberapa saat kemudian, aku mendorong Harry menjauh, lalu keluar dari kantornya dengan pelan. Aku memperingatkan diriku untuk tetap sadar dan tidak boleh melakukan kesalahan apa pun. Sebab, sampai saat ini, Harry masih saja melindungi Jasmine. Setelah kembali ke kantor, aku memeriksa semua pencarian populer la
Harry melontarkan dua kata, lalu tiba-tiba berhenti karena merasa ragu. Aku pun melanjutkan pekerjaanku. Aku tidak akan berinisiatif untuk membahas tentang beberapa hal. Bagaimanapun, aku adalah korbannya. Tentu tidak logis jika aku yang memberinya saran.Tepat pada saat ini, terdengar suara ketukan pintu. Kami pun sama-sama terkejut. Kemudian, Harry berjalan ke arah pintu dan membukanya. Bahkan, aku sendiri pun tidak menyangka bahwa orang yang datang adalah Fanny.Fanny langsung berjalan masuk, lalu menutup pintu dengan sekuat tenaga. Dia langsung berseru ke arah suamiku, "Harry, kamu benar-benar berengsek! Memangnya apa kelebihanmu? Hah?"Harry tahu bahwa Fanny memang selalu menggebu-gebu. Sifat sahabatku ini memang sangat lugas. Apalagi, Harry juga tahu bahwa Fanny sangat dekat denganku. Itu sebabnya, dia sama sekali tidak terkejut dengan sikap Fanny. Sebaliknya, pria itu langsung menunduk. Dia menunjukkan sikap yang sangat tulus ketika melakukan kesalahan."Bukannya aku pernah meng
Aku menenangkan diri untuk sesaat. Kemudian, aku menyalakan mobil dan perlahan-lahan meninggalkan jalan kecil itu. Dari persimpangan di depan, aku kembali ke jalan utama. Pada saat ini, kemacetan sudah agak mendingan. Aku langsung bergegas pulang ke rumah.Ibuku langsung merasa lega begitu melihatku sudah sampai di rumah. Dia buru-buru mulai memasak makanan. Jarang sekali aku bisa makan bersama mereka di rumah seperti ini.Begitu mendengar jika aku ingin makan di rumah, kedua orang tuaku langsung menunggu kepulanganku. Ibuku mengatakan, makanan yang paling enak adalah makanan yang baru dimasak.Setelah makan malam, aku menelepon Fanny dan bertanya apakah dia sedang ada di rumah. Fanny mengatakan jika dirinya baru saja sampai di rumah. Oleh karena itu, aku mengajak Adele jalan-jalan dan pergi menemui Fanny.Sudah beberapa hari aku tidak bertemu dengan Fanny. Begitu melihatku, Fanny langsung menanyakan tentang Taufan. Aku hanya bisa menggelengkan kepala tanpa daya.Fanny mengatakan, akhi
Entah kenapa, pada saat itu, punggungku terasa dingin dan merinding. Aku merasa ngeri saat memikirkannya. Bayangkan saja, manusia yang masih hidup dan baik-baik saja ditabrak mobil hingga tewas saat dalam perjalanan menemui diriku. Mungkinkah semua ini hanya kebetulan belaka?Selain itu, dia hanya ingin menyampaikan informasi mengenai Taufan kepadaku. Hanya sebuah informasi. Akan tetapi, apakah semua itu harus ditebus dengan mengorbankan nyawanya? Bagaimana mungkin orang yang begitu lembut itu sekarang dibilang sudah meninggal …Semua ini makin membuatku mengerti jika situasinya tidaklah sesederhana itu.Melihat Danny yang buru-buru pergi, makin aku memikirkannya, makin aku merasa jika ada yang tidak beres. Kenapa polisi tidak menanyakan apa pun mengenai Taufan kepadaku? Bukankah itu adalah pertanyaan yang paling penting? Apakah mungkin bagi mereka untuk mengabaikan pertanyaan sepenting itu?Selain itu, jika sudah dipastikan bahwa sopir mobil karavan kecil itu mabuk dan Bastian meningg
Yang datang ke kantorku adalah dua petugas berseragam polisi.Hal ini membuatku agak terkejut dan bingung. Apa yang menyebabkan polisi mendatangiku di kantor?Aku mempersilakan mereka untuk duduk dan menatap mereka. Salah satu dari mereka bertanya kepadaku dengan sangat serius, “Bolehkah aku bertanya padamu? Apa kamu kenal Bastian Luzman?”“Siapa?” Aku agak bingung dan langsung menyangkalnya. “Aku nggak kenal.”Petugas polisi itu langsung menatapku dengan tajam. Jelas, dia tidak percaya dengan jawabanku. Kemudian, dia melirik rekannya dan berkata, “Mana fotonya?”Polisi satunya buru-buru mengeluarkan foto dari tas kerja yang dipegangnya dan menyerahkannya kepadaku. “Perhatikan baik-baik orang yang ada di foto ini.”Aku menerima foto tersebut dengan kedua tanganku dan melihat orang yang ada di foto itu. Dia adalah seorang pria. Wajahnya terlihat cukup tampan. Sepertinya dia adalah seorang mahasiswa yang masih berusia sekitar 20 tahun.Aku menggelengkan kepalaku dan berkata dengan tegas,
Orang yang meneleponku itu adalah seorang pria asing. Dia memintaku untuk menemuinya seorang diri. Pria itu mengatakan bahwa dia punya informasi mengenai Taufan.Aku menanyakan siapa dirinya. Namun, pria itu langsung menutup teleponnya. Akan tetapi, dia mengirimkan pesan kepadaku, berupa sebuah alamat. Sepertinya, alamat tersebut merupakan lokasi di mana kami akan bertemu nanti.Tanpa berpikir panjang, aku langsung mengambil tasku dan turun ke bawah.Setelah mengatur navigasi, aku langsung menuju ke tempat yang dia sebutkan sebelumnya. Hatiku merasa cemas. Dalam beberapa hari terakhir, inilah pertama kalinya aku mendengar ada seseorang yang memberitahuku bahwa dia memiliki informasi mengenai Taufan.Aku bahkan tidak memikirkan apakah informasinya itu benar atau salah. Sekalipun salah, aku tetap ingin mendengar apa yang ingin dia katakan. Setidaknya, itu lebih baik daripada aku tidak tahu apa-apa.Dalam beberapa hari terakhir, kecelakaan mobil yang menimpa Taufan seakan-akan tidak perna
Hatiku langsung berdebar kencang saat melihat nama yang muncul di layar ponselku adalah nama Luna.“Luna, kalau kamu mau bicara omong kosong, sebaiknya hentikan saja. Aku sedang malas berurusan denganmu.” Aku mengangkat telepon dan langsung berkata kepada Luna. “Informasi mengenai Taufan, kalian mau mengatakannya atau nggak, aku pasti akan tetap mengetahuinya.”“Hahaha … Kak Maya, kayaknya kamu benar-benar cemas.” Luna terlihat aneh saat mengetahui kecemasanku. Sikapnya begitu menyenangkan. “Kayaknya Kakak marah besar.”“Kayaknya kamu lagi nggak ada kerjaan ya?” Setelah berkata seperti itu, aku langsung menutup teleponnya. Aku tahu betul. Makin aku memedulikannya, Luna akan makin menjadi-jadi.Benar saja. Ponsel di tanganku kembali berdering. Aku menahan diri dan baru mengangkatnya setelah berdering beberapa kali. “Jangan menguji kesabaranku.”“Hahaha … Kak Maya, aku cuma ingin memberitahumu kalau dia baik-baik saja. Sungguh.” Nada bicara Luna menyiratkan jika dia bersukacita atas musi
Bagai membuka pintu misterius, aku buru-buru melangkahkan kakiku dan masuk ke dalam. Aku memeriksa setiap ruangan yang ada, tetapi tidak ada seorang pun di sana.Sampai-sampai seorang perawat membentakku dengan tegas, “Apa yang kamu lakukan? Ini ruang steril. Bagaimana kalian bisa masuk ke sini? Cepat keluar!”Aku mencengkeramnya dengan satu tanganku. “Kalau begitu, katakan padaku. Di mana orang yang barusan kalian selamatkan? Bagaimana keadaannya?”“Cepat keluar! Orang yang diselamatkan apa? Banyak yang kami selamatkan.” Perawat itu berusaha melepaskan diri dari cengkeramanku dan mendorong kami keluar. “Cepat keluar!”“Pak Taufan. Pak Taufan yang barusan kalian selamatkan. Bagaimana keadaannya?” Aku masih belum mau menyerah.Perawat itu terlihat marah dan langsung mendorongku keluar. “Aku nggak tahu.”Kemudian, pintu dibanting dengan keras sampai berbunyi ‘brak’ dan terdengar suara kunci pintu yang diputar dari dalam.Aku bersandar di dinding dengan putus asa dan agak hilang akal. Aku
Tatapanku menjadi tegang. Jantungku kembali berdegap kencang. Aku mengulurkan tanganku dan mendorong Luna yang menghalangi di depanku. Luna terhuyung-huyung dan hampir jatuh tersungkur beberapa langkah ke samping. Aku tidak peduli. Aku buru-buru berlari menuju koridor. Namun, para pengawal berpakaian hitam itu tetap saja menghalangiku.Aku melihat dokter sedang menjelaskan sesuatu kepada Cynthia di depan pintu. Akan tetapi, aku sama sekali tidak bisa mendengar apa yang mereka bicarakan.Tidak sampai dua menit, dokter itu sudah berbalik dan kembali masuk ke ruang gawat darurat. Yang bisa kulihat hanyalah sarung tangan yang dikenakannya berlumuran darah yang mengerikan.Mataku tertuju pada Cynthia. Aku melihat Cynthia masih berdiri di tempatnya dengan tatapan kosong. Ekspresinya sangat aneh. Aku tidak tahu apakah yang disampaikan dokter tadi adalah kabar baik ataukah kabar buruk.Cynthia tertegun untuk waktu yang lama, sebelum akhirnya mengatakan sesuatu kepada Fara yang ada di belakangn
Telepon berdering untuk waktu yang lama sebelum akhirnya Danny mengangkatnya. Aku berkata kepada Danny dengan suara bergetar, “Danny … kamu di mana? Tolong selidiki …. Sesuatu terjadi pada Taufan …. Dia mengalami kecelakaan mobil di jalan tol menuju bandara …”“Jangan khawatir, Kak Maya. Aku sudah langsung menyelidikinya begitu mendapat kabar.” Mungkin, karena mendengar suaraku yang tidak jelas, Danny pun menghiburku. “Kakak ada di mana?”“Aku di rumah sakit.” Aku menarik napas dalam-dalam. “Ceritakan hasil penyelidikanmu padaku.”“Itu pasti. Jaga diri Kakak baik-baik. Apa Kak Maya ingin aku menyuruh Shea untuk menemani Kakak di rumah sakit?” tanya Danny kepadaku. Mungkin saja dia merasa jika suasana hatiku sedang tidak baik.“Aku nggak apa-apa,” jawabku cepat-cepat. Kemudian, aku bertanya kepada Danny, “Apa kamu tahu bagaimana kondisi cedera yang dialami Taufan?”Di ujung telepon, Danny terdiam selama beberapa saat. Kemudian, dia berkata, “Menurut para saksi mata … lukanya sangat para
Wajah Cynthia tampak begitu muram dan menakutkan. Dia duduk jauh di sana sambil menegakkan punggungnya. Matanya menyiratkan aura ganas, yang sama sekali tidak terdapat kehangatan di dalamnya. Mata Cynthia itu membuatku tanpa sadar teringat pada posisi seekor ular sebelum melancarkan serangan pada musuhnya.Kejam, ganas, dan menakutkan.Aku menenangkan diri sebentar. Sebenarnya, saat melihat Cynthia, aku sudah yakin jika orang di dalam ruangan itu pastilah Taufan. Rasa takut yang belum pernah kurasakan sebelumnya memenuhi dadaku. Aku kembali menatap pintu ruang gawat darurat yang tertutup rapat dan berdoa dalam hati agar tidak terjadi apa-apa.“Kenapa? Apa kamu mau membuat keributan dengan datang kemari?” Nada bicara Cynthia begitu dingin. Matanya yang bagaikan elang terus saja menatap wajahku.Aku menarik napas dalam-dalam, menggertakkan gigiku, dan berjalan menghampirinya. Seketika itu juga, aku bisa merasakan apa yang dirasakan orang yang ada dalam ruangan itu. Hal tersebut langsung