Segera setelah itu, orang-orang ini mendapatkan ruangannya masing-masing. Aku dan Susan juga masuk bersama. Wanda datang sendiri menghampiriku dan memberitahuku bahwa dia sudah mengatur terapis pijat terbaik di tempat itu untuk melayaniku.Sambil dipijat, aku dan Susan mengobrol bersama. Susan tertawa terbahak-bahak. Kami berdua menjadi lebih dekat.Setelah selesai dipijat, aku mengajak Susan pergi ke Restoran Benvoli. Kami makan sambil mengobrol. Kali ini, barulah aku benar-benar mengenal diri Susan yang sesungguhnya. Susan juga menceritakan kepadaku bagaimana dia bisa bertemu dengan bosnya. Sepertinya dalam kehidupan seseorang, setiap orang punya kisahnya masing-masing. Kita tidak bisa menilai moralitas seseorang hanya berdasar benar dan salah saja.Tidak sulit untuk melihat jika Susan adalah orang yang cakap. Entah kenapa, aku merasa sedikit tertarik kepada Susan. Aku pun bertanya dengan ragu kepadanya, “Kalau kamu kembali dan istri bosmu mencari gara-gara denganmu, apa yang akan ka
Harry terlihat begitu antusias dan gembira saat melihatku, hingga membuatku tidak bisa berkata-kata.“Maya, kebetulan sekali. Kamu juga datang lebih awal? Kita akan pergi bersama. Aku nggak sabar ingin bertemu dengan putriku.” Harry keluar dari mobil dan menutup pintunya. Kemudian, dia bergegas menghampiriku.Aku tidak menghentikan langkahku dan ingin menjaga jarak darinya. Sejujurnya, aku benar-benar tidak ingin Adele pergi makan malam bersama Harry. Alasan yang pertama adalah aku tidak bisa merasa tenang dan alasan yang kedua adalah aku merasa tidak nyaman.Aku buru-buru menelepon ibuku. Aku takut ibu akan keluar lebih awal dan bertemu dengan Harry. Aku tidak ingin menambah beban pikiran ibuku.Baru setelah itu, aku menjemput Adele dan keluar. Adele tertegun untuk sesaat saat melihat Harry. Tanpa sadar, Adele menatapku. Aku mengerti perasaan Adele.Anak ini sudah belajar menilai perkataan orang lain dan mengamati ekspresinya, untuk menebak apa yang dipikirkan orang itu.Harry bersika
Seperti yang sudah kuduga. Begitu turun dari taksi, Jasmine yang mirip dengan harimau betina itu berjalan terhuyung-huyung ke arah Harry dan menyerang Adele dengan ganas.Aku berteriak kaget dan langsung menerjang ke depan, memeluk Adele yang berada dalam pelukan Harry.Jasmine menjambak rambutku dengan sekuat tenaga dengan satu tangannya, hingga kulit kepalaku mati rasa dan kepalaku juga tertarik ke belakang.Adele langsung ketakutan dan menangis histeris sambil memanggil-manggil diriku, “Ibu ... Ibu …”Semua orang di sekitar kami berteriak kaget. Mereka semua ketakutan melihat adegan yang tiba-tiba terjadi depan mereka. Jasmine adalah seorang wanita hamil dengan perut besar, tidak ada seorang pun yang berani menariknya.“Harry, apa aku ini benar-benar sudah gila? Kamu selingkuh di belakangku, tapi masih tetap menemui mereka, ‘kan? Hari ini, aku akan membunuh kedua wanita j*lang ini. Lihat saja, apa kalian masih berani berhubungan nanti!”Jasmine mengumpat sambil menjambak rambutku ma
Aku menenangkan diri untuk sesaat. Tanganku gemetar. Aku menelepon James, memintanya datang kemari untuk mengambil mobil milik Harry dan bergegas pergi ke rumah sakit untuk membantu.Aku menunggu sampai James datang dan menjelaskan semuanya kepadanya, sebelum pergi bersama Adele. Apa pun yang terjadi, Adele sudah tidak mau lagi menerima boneka itu.Sesampainya di rumah, Adele langsung memeluk neneknya sambil menangis. Ibuku menatapku dengan heran.Aku menceritakan secara singkat mengenai apa yang barusan terjadi. Orang tuaku menghela napas setelah mendengarnya.Malam itu, aku tidur bersama Adele. Adele mengatakan kepadaku dengan sedih, jika dia sudah tidak lagi menginginkan ayahnya.Aku tidak bisa berkata-kata. Ayah seperti itu, sekalipun aku ingin membelanya, aku tidak bisa menemukan alasan yang tepat untuk melakukannya. Namun, dari kejadian hari ini, aku bisa melihat betapa menyedihkannya hidup Harry di masa yang akan datang.Aku menghibur Adele dan menceritakan beberapa kebenaran ya
Aku dibuat bingung oleh pertanyaan ini. Aku bahkan tidak tahu bagaimana menjawabnya. Hal tersebut karena aku sama sekali tidak bisa memutuskan hal ini.Adele menatapku dengan penuh harap. Seakan-akan, jawabanku adalah satu-satunya hal yang paling dia inginkan.Aku hanya bisa menjawab dengan tidak pasti, “Akan Ibu coba.”Air mata Adele berubah menjadi tawa. “Adele akan bekerja sama dengan Ibu. Paman adalah Ayah terbaik yang pernah ada.”Akhirnya, aku pun bisa bernapas dengan lega ketika melihat Adele kembali tersenyum dan berlari menuju kelasnya. Aku berbalik untuk kembali ke mobil dan langsung pergi ke kantor.Hari ini aku datang lebih awal. Beberapa orang masih belum datang. Aku duduk di kursiku. Aku tidak bisa menahan diri untuk tidak mengeluarkan pena dan menggenggamnya di tanganku. Aku berpikir dalam hati, apa hasil dari usahaku sendiri.Namun, aku tahu jika Taufan juga berusaha keras. Aku harus percaya kepadanya.Pada hari Selasa, Susan meneleponku. Susan memberitahuku bahwa dia s
Aku menatap Danny. “Kayaknya Luna ini memang bermasalah. Kamu tahu ‘kan kalau orang tua Taufan meninggal dalam kecelakaan pesawat?”“Aku tahu.” Danny tidak menyangkalnya.“Kalau begitu, kita harus memeriksa Desmon, ayahnya Luna.” Firasatku mengatakan jika Desmon dan Luna pasti ada hubungannya dengan semua ini.“Aku juga berpikiran sama denganmu. Itu sebabnya, aku sudah memerintahkan mereka untuk memeriksa Desmon.”“Taufan bilang, kecelakaan pesawat yang menimpa orang tuanya nggak sesederhana itu. Aku ingin tahu, kenapa nggak sesederhana itu.” Aku menatap Danny dan berkata. “Pusatkan penyelidikanmu pada titik ini. Gali lebih dalam. Taufan juga pasti sudah menyelidikinya. Tapi, nggak ada salahnya untuk menyelidiki dari berbagai aspek.”“Oke.” Kali ini, Danny tampak agak ragu untuk menyetujuinya.Aku menatap Danny. Setelah merasa ragu-ragu untuk sesaat, akhirnya aku pun mengungkapkan apa yang ada di dalam hatiku. “Danny, apa pun hubunganmu dengan Taufan di masa lalu, aku harap kamu mau be
“Hmph, memangnya siapa lagi kalau bukan dia?” Fanny menggeram pelan. “Astaga, benar-benar deh orang ini. Cepat atau lambat, dia pasti akan menghancurkan dirinya sendiri nanti.”“Berhenti bicara. Kita bicarakan nanti.” Aku langsung menghentikannya. Jika tidak, Fanny pasti akan terus mengeluh tanpa henti.Saat aku sedang bicara, ada panggilan lain yang masuk ke ponselku. Aku buru-buru melihatnya. Ternyata telepon dari Taufan. Aku pun berkata kepada Fanny, “Tutup dulu teleponnya. Ada panggilan masuk.”Fanny menutup teleponnya. Aku menjawab telepon dari Taufan, “Halo?”“Kamu lagi ngobrol sama siapa?” tanya Taufan.“Sama Fanny.”“Oh … Malam ini setelah pulang kerja, pergilah ke Taman Adaline,” kata Taufan dengan nada bicara yang lagi-lagi tidak bisa dibantah.“Oh.” Aku langsung merasakan wajahku terbakar. Namun, senyuman manis tersungging di bibirku. “Apa kamu nggak sibuk?”“Bagaimana menurutmu?” Nada suara Taufan terdengar penuh perhatian. “Kamu bisa menghilangkan rasa lelah.”“B*rengsek …
Sebenarnya, aku belum pernah bertemu secara langsung dengan pria yang bersama Hana ini. Namun, aku sudah sangat familier dengan penampilan pria itu. Bukan hanya aku saja yang familier, mungkin semua orang di Kota Reva juga mengenalnya.Dia sering muncul di televisi dan radio. Betapa mudahnya bagi media sekarang untuk menyelidiki seseorang, apalagi dia seorang selebritas.Kami berdua menaiki mobilku. Hana melanjutkan ceritanya, "Dia benar-benar sudah sangat toleran terhadapku. Orang harus tahu diri. Setelah masalah dengan Harry waktu itu, dia hanya perang dingin sebentar denganku. Tapi, kami tetap tidak bisa terpisahkan. Hei … Tiap orang mendapatkan apa yang dia butuhkan! Mungkin inilah takdir kami!"Mengenai kejadian antara Hana dan Harry, sebenarnya aku merasa sangat bersalah sekarang. Jika aku tidak membesar-besarkan masalah, mungkin Hana tidak akan terekspos ke publik dan semua orang juga nggak akan mengetahuinya.Siapa sangka, pada akhirnya kami malah menjadi teman.“Dia hampir sel
Aku menenangkan diri untuk sesaat. Kemudian, aku menyalakan mobil dan perlahan-lahan meninggalkan jalan kecil itu. Dari persimpangan di depan, aku kembali ke jalan utama. Pada saat ini, kemacetan sudah agak mendingan. Aku langsung bergegas pulang ke rumah.Ibuku langsung merasa lega begitu melihatku sudah sampai di rumah. Dia buru-buru mulai memasak makanan. Jarang sekali aku bisa makan bersama mereka di rumah seperti ini.Begitu mendengar jika aku ingin makan di rumah, kedua orang tuaku langsung menunggu kepulanganku. Ibuku mengatakan, makanan yang paling enak adalah makanan yang baru dimasak.Setelah makan malam, aku menelepon Fanny dan bertanya apakah dia sedang ada di rumah. Fanny mengatakan jika dirinya baru saja sampai di rumah. Oleh karena itu, aku mengajak Adele jalan-jalan dan pergi menemui Fanny.Sudah beberapa hari aku tidak bertemu dengan Fanny. Begitu melihatku, Fanny langsung menanyakan tentang Taufan. Aku hanya bisa menggelengkan kepala tanpa daya.Fanny mengatakan, akhi
Entah kenapa, pada saat itu, punggungku terasa dingin dan merinding. Aku merasa ngeri saat memikirkannya. Bayangkan saja, manusia yang masih hidup dan baik-baik saja ditabrak mobil hingga tewas saat dalam perjalanan menemui diriku. Mungkinkah semua ini hanya kebetulan belaka?Selain itu, dia hanya ingin menyampaikan informasi mengenai Taufan kepadaku. Hanya sebuah informasi. Akan tetapi, apakah semua itu harus ditebus dengan mengorbankan nyawanya? Bagaimana mungkin orang yang begitu lembut itu sekarang dibilang sudah meninggal …Semua ini makin membuatku mengerti jika situasinya tidaklah sesederhana itu.Melihat Danny yang buru-buru pergi, makin aku memikirkannya, makin aku merasa jika ada yang tidak beres. Kenapa polisi tidak menanyakan apa pun mengenai Taufan kepadaku? Bukankah itu adalah pertanyaan yang paling penting? Apakah mungkin bagi mereka untuk mengabaikan pertanyaan sepenting itu?Selain itu, jika sudah dipastikan bahwa sopir mobil karavan kecil itu mabuk dan Bastian meningg
Yang datang ke kantorku adalah dua petugas berseragam polisi.Hal ini membuatku agak terkejut dan bingung. Apa yang menyebabkan polisi mendatangiku di kantor?Aku mempersilakan mereka untuk duduk dan menatap mereka. Salah satu dari mereka bertanya kepadaku dengan sangat serius, “Bolehkah aku bertanya padamu? Apa kamu kenal Bastian Luzman?”“Siapa?” Aku agak bingung dan langsung menyangkalnya. “Aku nggak kenal.”Petugas polisi itu langsung menatapku dengan tajam. Jelas, dia tidak percaya dengan jawabanku. Kemudian, dia melirik rekannya dan berkata, “Mana fotonya?”Polisi satunya buru-buru mengeluarkan foto dari tas kerja yang dipegangnya dan menyerahkannya kepadaku. “Perhatikan baik-baik orang yang ada di foto ini.”Aku menerima foto tersebut dengan kedua tanganku dan melihat orang yang ada di foto itu. Dia adalah seorang pria. Wajahnya terlihat cukup tampan. Sepertinya dia adalah seorang mahasiswa yang masih berusia sekitar 20 tahun.Aku menggelengkan kepalaku dan berkata dengan tegas,
Orang yang meneleponku itu adalah seorang pria asing. Dia memintaku untuk menemuinya seorang diri. Pria itu mengatakan bahwa dia punya informasi mengenai Taufan.Aku menanyakan siapa dirinya. Namun, pria itu langsung menutup teleponnya. Akan tetapi, dia mengirimkan pesan kepadaku, berupa sebuah alamat. Sepertinya, alamat tersebut merupakan lokasi di mana kami akan bertemu nanti.Tanpa berpikir panjang, aku langsung mengambil tasku dan turun ke bawah.Setelah mengatur navigasi, aku langsung menuju ke tempat yang dia sebutkan sebelumnya. Hatiku merasa cemas. Dalam beberapa hari terakhir, inilah pertama kalinya aku mendengar ada seseorang yang memberitahuku bahwa dia memiliki informasi mengenai Taufan.Aku bahkan tidak memikirkan apakah informasinya itu benar atau salah. Sekalipun salah, aku tetap ingin mendengar apa yang ingin dia katakan. Setidaknya, itu lebih baik daripada aku tidak tahu apa-apa.Dalam beberapa hari terakhir, kecelakaan mobil yang menimpa Taufan seakan-akan tidak perna
Hatiku langsung berdebar kencang saat melihat nama yang muncul di layar ponselku adalah nama Luna.“Luna, kalau kamu mau bicara omong kosong, sebaiknya hentikan saja. Aku sedang malas berurusan denganmu.” Aku mengangkat telepon dan langsung berkata kepada Luna. “Informasi mengenai Taufan, kalian mau mengatakannya atau nggak, aku pasti akan tetap mengetahuinya.”“Hahaha … Kak Maya, kayaknya kamu benar-benar cemas.” Luna terlihat aneh saat mengetahui kecemasanku. Sikapnya begitu menyenangkan. “Kayaknya Kakak marah besar.”“Kayaknya kamu lagi nggak ada kerjaan ya?” Setelah berkata seperti itu, aku langsung menutup teleponnya. Aku tahu betul. Makin aku memedulikannya, Luna akan makin menjadi-jadi.Benar saja. Ponsel di tanganku kembali berdering. Aku menahan diri dan baru mengangkatnya setelah berdering beberapa kali. “Jangan menguji kesabaranku.”“Hahaha … Kak Maya, aku cuma ingin memberitahumu kalau dia baik-baik saja. Sungguh.” Nada bicara Luna menyiratkan jika dia bersukacita atas musi
Bagai membuka pintu misterius, aku buru-buru melangkahkan kakiku dan masuk ke dalam. Aku memeriksa setiap ruangan yang ada, tetapi tidak ada seorang pun di sana.Sampai-sampai seorang perawat membentakku dengan tegas, “Apa yang kamu lakukan? Ini ruang steril. Bagaimana kalian bisa masuk ke sini? Cepat keluar!”Aku mencengkeramnya dengan satu tanganku. “Kalau begitu, katakan padaku. Di mana orang yang barusan kalian selamatkan? Bagaimana keadaannya?”“Cepat keluar! Orang yang diselamatkan apa? Banyak yang kami selamatkan.” Perawat itu berusaha melepaskan diri dari cengkeramanku dan mendorong kami keluar. “Cepat keluar!”“Pak Taufan. Pak Taufan yang barusan kalian selamatkan. Bagaimana keadaannya?” Aku masih belum mau menyerah.Perawat itu terlihat marah dan langsung mendorongku keluar. “Aku nggak tahu.”Kemudian, pintu dibanting dengan keras sampai berbunyi ‘brak’ dan terdengar suara kunci pintu yang diputar dari dalam.Aku bersandar di dinding dengan putus asa dan agak hilang akal. Aku
Tatapanku menjadi tegang. Jantungku kembali berdegap kencang. Aku mengulurkan tanganku dan mendorong Luna yang menghalangi di depanku. Luna terhuyung-huyung dan hampir jatuh tersungkur beberapa langkah ke samping. Aku tidak peduli. Aku buru-buru berlari menuju koridor. Namun, para pengawal berpakaian hitam itu tetap saja menghalangiku.Aku melihat dokter sedang menjelaskan sesuatu kepada Cynthia di depan pintu. Akan tetapi, aku sama sekali tidak bisa mendengar apa yang mereka bicarakan.Tidak sampai dua menit, dokter itu sudah berbalik dan kembali masuk ke ruang gawat darurat. Yang bisa kulihat hanyalah sarung tangan yang dikenakannya berlumuran darah yang mengerikan.Mataku tertuju pada Cynthia. Aku melihat Cynthia masih berdiri di tempatnya dengan tatapan kosong. Ekspresinya sangat aneh. Aku tidak tahu apakah yang disampaikan dokter tadi adalah kabar baik ataukah kabar buruk.Cynthia tertegun untuk waktu yang lama, sebelum akhirnya mengatakan sesuatu kepada Fara yang ada di belakangn
Telepon berdering untuk waktu yang lama sebelum akhirnya Danny mengangkatnya. Aku berkata kepada Danny dengan suara bergetar, “Danny … kamu di mana? Tolong selidiki …. Sesuatu terjadi pada Taufan …. Dia mengalami kecelakaan mobil di jalan tol menuju bandara …”“Jangan khawatir, Kak Maya. Aku sudah langsung menyelidikinya begitu mendapat kabar.” Mungkin, karena mendengar suaraku yang tidak jelas, Danny pun menghiburku. “Kakak ada di mana?”“Aku di rumah sakit.” Aku menarik napas dalam-dalam. “Ceritakan hasil penyelidikanmu padaku.”“Itu pasti. Jaga diri Kakak baik-baik. Apa Kak Maya ingin aku menyuruh Shea untuk menemani Kakak di rumah sakit?” tanya Danny kepadaku. Mungkin saja dia merasa jika suasana hatiku sedang tidak baik.“Aku nggak apa-apa,” jawabku cepat-cepat. Kemudian, aku bertanya kepada Danny, “Apa kamu tahu bagaimana kondisi cedera yang dialami Taufan?”Di ujung telepon, Danny terdiam selama beberapa saat. Kemudian, dia berkata, “Menurut para saksi mata … lukanya sangat para
Wajah Cynthia tampak begitu muram dan menakutkan. Dia duduk jauh di sana sambil menegakkan punggungnya. Matanya menyiratkan aura ganas, yang sama sekali tidak terdapat kehangatan di dalamnya. Mata Cynthia itu membuatku tanpa sadar teringat pada posisi seekor ular sebelum melancarkan serangan pada musuhnya.Kejam, ganas, dan menakutkan.Aku menenangkan diri sebentar. Sebenarnya, saat melihat Cynthia, aku sudah yakin jika orang di dalam ruangan itu pastilah Taufan. Rasa takut yang belum pernah kurasakan sebelumnya memenuhi dadaku. Aku kembali menatap pintu ruang gawat darurat yang tertutup rapat dan berdoa dalam hati agar tidak terjadi apa-apa.“Kenapa? Apa kamu mau membuat keributan dengan datang kemari?” Nada bicara Cynthia begitu dingin. Matanya yang bagaikan elang terus saja menatap wajahku.Aku menarik napas dalam-dalam, menggertakkan gigiku, dan berjalan menghampirinya. Seketika itu juga, aku bisa merasakan apa yang dirasakan orang yang ada dalam ruangan itu. Hal tersebut langsung