Seorang pria muda dengan pakaian lusuh dan sederhana menuruni tangga, di sambut tatapan penghormatan yang hebat. Orang awam pasti akan terheran-heran dengan penyambutan yang begitu megah ini.
"Jendral Darko, silahkan menjalani masa senggang anda," ucap seorang Jendral berperawakan tegap ke seorang pemuda yang membalasnya dengan anggukan.
Pakaian militer yang dipakai pemuda tersebut begitu lusuh seperti pakaian yang telah disimpan bertahun-tahun. Langkah pemuda ini sangat tegap, matanya menatap kedepan dengan tajam. Tubuhnya tidak terlalu besar akan tetapi aura yang dipancarkan membuat siapapun yang ditatap akan menundukkan wajahnya.
"Terimakasih, sudah lama saya tidak merasakan suasana damai seperti ini," sahut Darko sambil tersenyum kemudian dia menerawang seraya membuka dompetnya, sebuah foto wanita terpampang di sana.
Pemuda berpakaian kumal ini adalah seorang Jendral besar yang sangat disegani di negara itu. Jendral besar ini bernama Darko Mangkusadewo, seorang tentara yang telah berjasa sangat besar bagi negara Nusantara. Meskipun masih sangat muda, namun prestasinya tidak ada yang bisa menyamainya.
Sejak bergabung di militer di usia yang sangat dini, Darko selalu di garis depan. Dengan pedang di tangannya ratusan ribu prajurit musuh mati di tangannya. Darko berjalan dengan penuh mendominasi meskipun pakaian yang dikenakannya begitu sederhana dan kumal.
Sebuah tas ransel berada di punggungnya, tas ransel ini juga sama kumalnya dengan pakaian yang dia kenakan.
Di belakang pemuda dua puluh tahunan ini terlihat sepuluh pria berwajah tegas dengan pakaian militer yang di penuhi bintang di bahunya mengiringi hingga tangga kapal.
Sebagai anak angkat seorang Jendral terkenal, George Mangkusadewo, Darko telah menjalani program militer sejak kecil.
Hal ini membuatnya memiliki kemampuan militer lebih dini daripada prajurit lainnya, sehingga dia dengan mudah menapaki tangga militer lewat ratusan perang yang dia jalani dan ratusan kemenangan yang dia dapatkan.
Namun hal ini tidak membuatnya membusungkan dada pada prajurit lain. Bahkan, sebagai anak seorang Jendral terkenal, ia terkenal sederhana dan tidak mengagumi kemewahan.
Sejak saat itu, dia menjadi sangat terkenal dan populer di kalangan prajurit sebagai role model. Namun pencapaiannya ini hanya diketahui orang-orang kemiliteran saja.
Darko membalas penghormatan puluhan ribu prajurit yang menyambutnya turun dari kapal perang. Dia berhenti sejenak dan mengangkat tangannya di depan kening, sambil kepalanya berputar menatap kearah prajurit yang sedang memberi hormat pada dirinya.
Kedatangannya ke kota Mandiraja tak lain untuk memenuhi sebuah perjodohan yang dilakukan padanya oleh kedua orang tuanya dan kakek Wibisono.
Perjodohan ini di lakukan saat dia berusia sepuluh tahun dan sekarang dia sudah cukup usianya untuk melaksanakan akad perjodohan yang diatur para orang tua.
Kakek Agung Wibisono sebelumnya adalah bawahan ayah angkatnya dan karena keakraban serta untuk menjalin silaturahmi lebih erat kedua orang tua ini menjodohkan Darko dan Angeline sebagai cucu kakek Agung Wibisono.
Darko sama sekali belum tahu kalau kakek Agung Wibisono sudah meninggal dunia, dia datang ke kota Mandiraja juga sebagai bentuk penghormatan kepada kedua orang tua angkatnya yang sudah merawatnya sejak kecil dan memungutnya dari panti Asuhan Aisyah.
Selain itu, Darko juga hendak menyelidiki sebuah persekongkolan jahat beberapa Jenderal yang hendak memberontak. Sebagai Jenderal yang ditakuti, Darko adalah orang paling tepat untuk menumpasnya!
Saat baru saja keluar dari pintu dermaga, Darko mendengar suara jernih memanggil namanya.
“Kak Darko…?”
Suara jernih terdengar di telinga Darko, dia menatap wanita muda di depannya dengan tatapan curiga.
“Iya, Saya Darko. Anda siapa?”
“Jadi kamu yang akan menjadi calon suamiku?”
Darko mengernyitkan dahinya mendengar kata-kata wanita itu.
“Kak Darko, aku Angeline cucu kakek Agung Wibisono,” sahut Angeline dengan sedikit risih.
Matanya menguliti Darko dari bawah sampai atas. Dia seakan tak menyangka pria yang akan dijodohkan padanya adalah pria dengan pakaian sederhana seperti ini.
Dari nada Angeline, Darko bisa merasakan getaran aneh yang menggambarkan suasana hatinya.
Setelah saling memperkenalkan diri, keduanya pun langsung pergi dari pangkalan militer tersebut. Angeline tidak tahu bahwa sebelumnya Darko di sambut dengan gegap gempita oleh ribuan prajurit di dalam pangkalan militer tersebut.
Sepintas Darko bisa melihat, kalau di balik foto 5R yang di pegang Angeline ada nama dan tanggal serta waktu dia datang ke kota Mandiraja setelah berperang di garis depan perbatasan negara Nusantara.
Memang kakek Agung Wibisono sebelum meninggal, sudah memberi wasiat dan pesan kepada Angeline untuk menjemput Darko di pintu pelabuhan militer ini, semua tertulis jelas hari, tanggal dan waktunya.
Saat mereka berjalan menuju mobil Angeline, semua orang menatap mereka berdua dengan tatapan aneh. Bagaimana tidak, seorang perempuan cantik dengan pakaian yang stylish berjalan beriringan dengan pria muda dengan pakaian kumal dan agak kebesaran.
“Lihat pria itu, kenapa dia bisa berjalan berbarengan dengan wanita muda yang cantik itu?”
“Paling-paling pria itu hanya pembantunya.”
“Walaupun hanya pembantu, seharusnya pria itu juga menjaga harga diri majikannya dengan berpakaian yang lebih bagus.”
Darko mendengar perkataan orang-orang yang mencibirnya itu dengan tenang dan tetap berjalan tanpa menggubrisnya.
Dijelaskan bagaimanapun, orang-orang itu tetap akan percaya siapa dia sebenarnya.
“Seharusnya sebelum bertemu denganku, kak Darko bisa cari pakaian yang pantas. Jangan membuatku malu,” ucap Angeline tanpa menatapnya.
Darko hanya tersenyum kecut. Padahal, pakaian yang dia kenakan ini adalah tanda kebesarannya di militer. Sayangnya tidak semua orang mampu menilai hal tersebut kecuali orang-orang militer itu sendiri.
“Mau kemana kita, Angeline?” Darko bertanya tanpa menatap Angeline.
“Tentu saja bertemu dengan ayah ibuku. Aku ingin menunjukkan jika aku lebih memilih menikahi pria pilihan kakek, daripada dijodohkan dengan pria pilihan mereka hanya demi uang.”
Darko tidak menjawab, di satu sisi dia paham wanita di sampingnya dihadapkan pada pilihan sulit.
Darko duduk diam di samping kursi pengemudi, sementara itu Angeline mengemudikan mobilnya dengan diam. Hatinya sangat kesal dan ada sedikit penyesalan, kenapa dia harus menerima perjodohan dengan pemuda miskin ini.
Akan tetapi Angeline tidak punya pilihan, karena kalau dia tidak memilih Darko maka dia akan dijodohkan dengan pria tua dari keluarga Bagyono. Perjodohan ini diatur pamannya, Rinto Wibisono sebagai kepala keluarga Wibisono setelah meninggalnya kakek Agung Wibisono.
Mobil yang dikendarai mereka berdua berhenti di sebuah gedung perkantoran. Angeline kemudian mengajak Darko untuk masuk ke dalam kantor pemerintahan ini.
Ternyata tujuan Angeline datang ke kantor Catatan Sipil ini adalah untuk mendaftarkan pernikahan mereka. Pernikahan ini adalah senjata bagi Angeline untuk menolak perjodohan yang diatur paman Rinto dan neneknya.
Darko hanya tersenyum simpul mengetahui kelakuan Angeline, dia hanya menurut saja. Apalagi memang mereka sudah dijodohkan sejak kecil. Proses pernikahan mereka berlangsung cepat, karena semua data administrasinya sudah dilengkapi Angeline.
Setelah melaksanakan pencatatan pernikahan, Darko mengikuti Angeline lagi seperti sapi potong yang dicocok hidungnya. Mobil yang dikemudikan Angeline melaju dengan kencang, tak lama kemudian mobil pun berhenti sesampainya di sebuah rumah cukup mewah.
Orang tua Angeline sudah menunggu anak perempuannya dengan panik karena tiba-tiba anak gadisnya menghilang beberapa jam sebelumnya dan ponselnya tidak dapat dihubungi.
Angeline kemudian mengajak Darko masuk ke dalam rumah untuk bertemu dengan kedua orang tuanya.
Saat ini Abimayu dan Rossa sedang duduk santai di ruang keluarga sambil menonton televisi ketika mendengar suara Angeline.
“Ibu, ayah, perkenalkan ini kak Darko, suami Angeline.”
“Apa? kamu menghilang dan kembali dengan membawa pria asing ini?! Kau bilang apa? suamimu?!” bentak Abimanyu Wibisono ayahnya Angeline dengan wajah tak percaya menatap kearah anak gadisnya..
Abimayu seperti disambar petir. Bagaimana bisa anak perempuan yang akan di jodohkannya dengan seorang konglomerat kaya, tiba-tiba membawa pria yang disebut sebagai suaminya.
“Angeline! Kamu tahu akibatnya jika kamu tidak menikah dengan keluarga konglomerat itu? keluarga kita akan di habisi oleh mereka!”
Abimayu kembali berkata dengan wajah memerah dan nafasnya memburu, emosinya seketika meledak. Sedari tadi pagi mereka sedang menunggu Angeline untuk bersiap menghadiri acara di hotel bintang lima melaksanakan pernikahan dengan tuan Norman Bagyono.
“Tuan, bukan maksud saya menyela, tapi…” Darko coba menenangkan situasi akan tetapi Abimayu langsung memotong perkataannya.
“Tapi apa?! Pria dengan pakaian kumal dan miskin sepertimu memangnya tahu apa?”
Darko menyimak, kepalan tangannya memunculkan urat-urat di sekitar pergelangan tangannya. Akan tetapi dia segera sadar, kalau sekarang bukan berhadapan dengan musuh di medan perang. Darko segera menenangkan diri, kalau saja perjodohan ini tidak diatur oleh orang tua angkatnya tentu dia tidak akan sudi.
Selama ini tak ada yang pernah membuatnya sekesal ini. Dan pria paruh baya di depannya ini baru saja membuatnya marah.
“Ayah, cukup! Darko merupakan laki-laki yang dijodohkan padaku oleh…”
Prang…!!
Sebelum Angeline membela Darko dan keputusannya menikah dengannya, terdengar suara gelas pecah.
Gelas teh yang ada di atas meja seketika pecah dibanting Abimayu, dia sangat marah mendengar pengakuan anak perempuan satu-satunya ini.
“Ibu, lihat apa yang dilakukan anak perempuanmu ini. Apa ini bukan namanya anak durhaka yang akan membunuh kita di hadapan kak Rianto?!”
Wajah istrinya langsung memancarkan wajah ketakutan!
Abimanyu berteriak sambil memandang Rosa Widodo, ibunya Angeline. Abimayu tahu kalau apa yang dilakukan Angeline adalah salah dan akan membuat bencana bagi keluarganya. Dan hubungan bisnis yang sedang di jalin Rianto Wibisono atau kepala keluarga akan terputus dan membuat perusahaan keluarga akan mengalami masa sulit. Rosa juga terdiam, dia tentu saja sama marahnya dengan Abimayu. Akan tetapi dia sangat sayang dengan anak perempuan satu-satunya ini. Meskipun marah dia tidak sampai kehati kemarahannya. “Tenang yah, dengarkan alasan anak kita dulu.” Rosa berusaha menenangkan kemarahan Abimanyu dengan mengusap-usap bahu nya agar emosi suaminya menjadi lebih tenang. Akhirnya Abimanyu hanya duduk diam tanpa bisa berkata-kata lagi. Dia menatap kearah Darko dengan tatapan penuh dengan kebencian. Akan tetapi setelah melihat pakaian yang dikenakan Darko, Abimanyu segera tahu kalau semua adalah akal-akalan anaknya. Mana mungkin pemuda miskin sepert
Perkataan Darko membuat Zaver menegang. Apakah pria lusuh ini tahu sesuatu? "Apa maksudmu hah?! Jelas-jelas tadi Zaver yang menyelamatkan ayah. Kau sejak tadi kan hanya diam saja!" bentak Rosa kesal. Darko hanya tersenyum kecil. Ia menatap Angeline yang sedari tadi seakan 'menyelidiknya'. "Kau tahu apa memangnya dukun? Pakaianmu yang lusuh itu sudah mencerminkan pengetahuanmu, kamu tahu itu tidak?!" Zaver yang terpancing langsung menyerangnya. Ia tak mau momentumnya dirusak oleh pria miskin di depannya ini. "Bukan begitu, aku tadi hanya melihat kau menekan-nekan titik-titik yang tidak jelas. Jadi, menurutku tuan Abimayu pulih bukan karena apa yang kau lakukan!" Mendengar perkataan Darko, wajah Zaver memerah. Bagaimana pria miskin ini tahu apa yang terjadi sebelumnya? Apa dia memahami teknik kedokteran? "Kak Darko, aku tadi melihatmu..." Belum sempat Angeline menyelesaikan pertanyaannya, tiba-tiba dari pintu munc
Nyonya besar berteriak tidak percaya sambil menatap kearah Darko serta Angeline. Dia sama sekali tidak percaya dengan apa yang dikatakan cucu kesayangannya ini. Rinto dan yang lainnya juga tidak percaya dengan apa yang dikatakan Angeline, saat memperkenalkan Darko sebagai suaminya. “Angeline!! Jangan bercanda kamu…! Berani-beraninya kamu bercanda di depan nenek dan kami para orang tua?!” Rinto menghardik Angeline, wajahnya memerah pertanda kalau dia sangat marah dan tidak percaya dengan omongan keponakannya ini. Sedangkan Rossa nampak sedang menahan nafas, melihat Angeline datang bersama Darko. Dia sudah bisa menebak, tak lama lagi pasti ada badai di depannya. Dia hanya bisa menatap Angeline dan Darko dengan perasaan kasihan. Rosa tidak terlalu memihak antara pilihan anaknya maupun pilihan kakak iparnya, dia sebenarnya lebih mendukung pilihan anaknya. Akan tetapi sejak melihat kondisi Darko yang terlihat miskin, dia pun hanya bisa diam meskipun
Sekarang tinggal Angeline dan ibunya saja yang berada di rumah. Rosa menghela nafas lega, seakan gunung yang menghimpit tubuhnya sudah terangkat. Sedari tadi dia diam saja tidak berani berbicara dan mencampuri percakapan nyonya besar dengan Angeline. Setelah suasana mulai sedikit tenang, Rosa mulai bertanya lagi tentang Darko. Akan tetapi Angeline tidak ingin beradu argumen dengan ibunya lagi, ia terlalu lelah untuk melakukannya lagi. Angeline pun pergi ke kamarnya yang ada di rumah megah itu, meninggalkan Darko yang masih berdiri di sana. Demi mengusir rasa bosan, Darko berjalan ke luar rumah untuk berjalan-jalan sebentar. Setelah mengambil uang di ATM terdekat, ia pun pergi ke pusat kota tersebut menggunakan taksi. Akhirnya taksi pun berhenti setelah sampai di jalan komersil, di jalan ini sejauh mata memandang yang terlihat hanyalah gedung-gedung pencakar langit. Setelah meminta sopir taksi untuk menurunkannya di pinggir jalan, Darko mulai berja
Sedangkan Tono yang berdiri di belakang manajer Yadi, semakin kebingungan dan tak tahu harus berbuat apa. Kemudian Tono menyentuh tubuh manajer Yadi dengan pelan sambil berkata, “Bosss, Boss…” Tono semakin tidak mengerti meskipun dia sudah memanggil manajer Yadi berulang kali dan sudah menepuk tubuhnya, manajer Yadi sama sekali tidak menyahut maupun bergerak. Tono semakin kebingungan,sementara itu manajer Yadi yang di panggil Tono ingin berteriak minta tolong, akan tetapi dari mulutnya sama sekali tidak terdengar satu patah katapun. Kepala manajer Yadi seakan mau pecah, rasa takutnya semakin menjadi di karenakan antara otak dan tubuhnya tidak sinkron. Tubuhnya sama sekali tidak mau menuruti kehendak otak. Bibir manajer Yadi seperti mau bergerak akan tetapi hanya bola matanya saja yang berputar-putar di penuhi rasa panik. Tubuh manajer Yadi benar-benar kaku berubah menjadi sebuah patung manekin. Tono kemudian berteriak ke arah Darko,”Apa yang kamu
"Baiknya kita apakan orang kampung itu?" ucap temannya sambil memegang kemudi mobil sportnya. "Bagaimana kalau kita beri pelajaran, sepertinya pemuda miskin itu bukan berasal dari kota ini. Mungkin dia baru datang dari kampung sehingga tidak mengenal kita para tuan muda dari keluarga kaya di kota Mandiraja?" "Okey, ayo kita beri pelajaran orang itu."Mobil sport berhenti di depan Darko, teman-teman tuan muda yang memakai mobil sport merah inipun ikut berhenti ketika melihat mereka menghentikan kendaraannya. Melihat ada mobil yang berhenti di depannya dan dari dalam mobil keluar dua pemuda berpakaian mahal yang menatapnya dengan tatapan menghina, seketika Darko mengernyitkan dahinya. Dia sama sekali tidak mengerti kenapa kedua anak muda ini menghalangi jalannya. Kedua pemuda kaya ini tersenyum penuh dengan expresi menghina mendatangi Darko, seakan yang mereka datangi adalah seorang budak hina. Darko menghentikan langkahnya menunggu mereka berdu
Setelah Darko selesai memberi peringatan, bayangan tinju berantai meluncur ke tubuh puluhan pemuda kaya yang sedang kelelahan setelah berulang kali menyerang ke arah Darko tanpa hasil. Bughh..!! Bughh..!! Puluhan tubuh melayang sejauh lima meter, tubuh para pemuda kaya ini melayang dari tempatnya berdiri dan satu persatu jatuh mencium tanah. Dari mulut mereka mengeluarkan seteguk darah setelah terkena tinju Darko di bagian perutnya. Melihat para tuan muda kaya yang terkapar di tanah, Darko sama sekali tidak peduli dia segera menghampiri Danang dan meletakkan kakinya di atas tubuhnya. Wajah Danang seketika memucat melihat kehebatan Darko, apalagi kini tubuhnya sedang diinjak salah satu kaki Darko tentu saja rasa takutnya semakin menjadi. "Apa yang akan kamu lakukan, cepat lepaskan saya?" Danang berkata dengan suara gemetar, meskipun dia tahu kalau dirinya sudah di kalahkan oleh Darko. Sebagai tuan muda dari keluarga konglomerat di kota Mandira
Keesokan paginya, Darko tinggal di rumah sendirian. Sedangkan Angeline pergi bekerja di perusahaan keluarga, demikian juga dengan kedua mertuanya juga pergi ke Rumah Sakit untuk memeriksakan lebih intensive penyakit Stroke Abimayu. Karena bosan Darko kembali pergi jalan-jalan, dia tidak memperdulikan peringatan Angeline untuk tidak pergi kemana-mana. Saat mau keluar dari rumah, dia ditegur satpam yang menjaga di pintu gerbang. “Pak Darko, saya mendapat pesan dari nona Angeline untuk melarang bapak keluar.” Darko yang mau melangkah keluar dari pintu gerbang nampak mengernyitkan dahinya, dia menoleh ke arah Satpam Wenas dan menatapnya dengan tatapan tajam. Tentu saja Satpam Wenas sama sekali tidak takut dengan Darko, apalagi Darko hanya seorang menantu yang miskin dan tidak punya pekerjaan. Kemudian Satpam Wenas menghalangi jalan Darko dengan berdiri di depan pintu gerbang. “Minggirlah, jangan menghalangi jalanku,” ucap Darko pelan sambil
Bab 295. KEBAHAGIAAN “Jadi, siapa orang tua kak Darko?” Angeline berkata tanpa sadar. Padahal dia merasa malu untuk menanyakannya, akan tetapi apa yang keluar dari mulutnya adalah reflek saja karena dia tidak bisa menahan rasa penasarannya. George tidak marah mendengar perkataan Angeline, sebaliknya George malahan tersenyum kemudian melanjutkan perkataannya. “Orang tua Darko tentu saja kamu sudah mengenalnya dengan baik.” “Apa? Saya sudah mengenalnya?”Angeline berteriak tanpa sadar, saat tersadar dan merasa tidak sopan berteriak di hadapan mertuanya, Angeline langsung menutup mulutnya dengan tangan. “Maaf saya hanya terkejut saja. Tapi siapakah orang tua kak Darko, mana mungkin saya sudah mengenalnya.” “Orang tua Darko adalah Bu Siti.”George segera menyebutkan nama Siti dengan nada pelan sambil menatap wajah Angeline dan Darko silih berganti. "Mana mungkin bu Siti adalah orang tua kandung kak Darko?”Mata Angeline seakan mau keluar saat men
Bab 294. LATAR BELAKANG YANG MENGEJUTKAN Malam ini Angeline benar-benar menyerahkan diri sepenuhnya kepada Darko. Tentu saja Darko juga tidak menolak ketika Angeline berinisiatif untuk melakukan hubungan intim sebagai suami istri dengannya. Keesokan paginya wajah Darko tampak semakin bersemangat, kegundahan dan kegalauan yang mendera pikirannya sudah lebih berkurang. Sedangkan wajah Angeline tampak pucat dan terlihat seperti orang yang kelelahan. Maklumlah mereka semalam telah bertempur hingga semalaman. Bagi Darko yang seorang kultivator tentu saja tidak masalah jika dia melakukan hubungan suami istri semalaman tanpa henti. Hanya saja dia tidak tega melihat Tenaga Angeline kehabisan untuk melayaninya. Menjelang subuh barulah Darko menghentikan serangannya pada Angeline. Saat terbangun Darko tampak bersiul dengan penuh kegembiraan dan langsung berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Tanpa menunggu Angeline terbangun
Bab 293. TIDUR SATU RANJANG DENGAN ANGELINE Setelah menerima laporan kapten pengawal, tuan besar George segera bangkit dari duduknya dan meninggalkan ruang keluarga. Widyawati memandangi kepergian suaminya tanpa berusaha mencegahnya, karena dia tahu kalau George ingin segera bertemu dengan Darko. “Kalian kembalilah ke tempat kalian, nanti kalau saya membutuhkan bantuan kalian pasti kalian akan saya panggil.” “Baik nyonya.”Kapten pengawal dan kepala pelayan segera kembali ke tempatnya masing-masing. “Darko, kamu pergi kemana saja? Kami mencarimu sedari tadi kenapa tidak kelihatan?”George segera menyapa Darko, setelah melihat sosok Darko yang sedang duduk di teras paviliun. Darko yang sedang asik menikmati rokoknya segera menoleh ke arah sumber suara. Darko segera berdiri dan tersenyum ke arah george setelah mematikan rokok di tangannya. “Ayah…” George menatap wajah anak angkatnya dengan perasaan bersalah, sebagai seorang pria tua yang berpenga
Bab 292. GALAU TINGKAT LANGIT Darko merasa sangat galau tingkat langit menghadapi kenyataan yang dialaminya. Andai dia bisa memilih tentu saja Darko lebih suka selalu hidup di medan perang daripada menerima kenyataan ini. Kenyataan ini tidak bisa dikatakan manis maupun pahit, karena semua adalah kenyataan yang sebenarnya. Hanya saja setelah tahu bahwa dia hanya anak angkat, perasaan hutang budi kepada ayah dan ibu angkatnya menjadi sangat besar. Hutang budi ini melebihi kebaikan harus dilakukan oleh anak kandung kepada orang tua kandungnya. Karena sangatlah wajar dan seharusnya, anak kandung berbakti kepada kedua orang tuanya. Akan tetapi saat ini Darko merasa tekanan yang harus dilakukan kepada kedua orang tua angkatnya seperti sebuah gunung yang selalu berada di punggungnya. Tentu saja Darko tidak bisa durhaka maupun melupakan budi baik yang diberikan George dan Widyawati yang selama ini merawatnya. Bahkan kalau bisa, dia tidak ingin
Bab 291. SEBUAH TEKAD Dalam sekejap sosoknya sudah muncul di tebing gunung yang dulu pernah dijadikan tempat berkemah. Tebing gunung ini terletak di perbatasan timur Nusantara, lebih tepatnya tempat dia berkemah dan membunuh seekor ular python. Tempat ini sangatlah terpencil serta pemandangannya sangat indah, dari atas tebing ini Darko bisa menatap ke arah lembah sejauh mata memandang. “Aaaa…. aaaa….aaaa….!!”Dengan lantangnya Darko menjerit sekuat tenaga melepaskan kegundahan dan ketidak percayaan pada dirinya. Gema teriakan Darko mengagetkan hewan-hewan liar yang ada di hutan serta menerbangkan burung-burung yang sedang mencari makan di antara pepohonan. “Tuhan… haruskan saya percaya dengan kenyataan ini? Orang tua yang begitu baik merawatku sejak kecil ternyata mengaku bukan orang tua kandungku?” “Tuhan…! Apa yang harus saya lakukan?” “Astagfirullahaladzim…. Ya Alloh, ujian apalagi yang Engkau berikan kepadaku?” “Kalau memang mereka berd
Bab 290. TEKANAN BATIN Angeline segera menjawab pertanyaan Widyawati, sambil tersenyum kearah Siti. Sementara itu Darko yang tidak terlalu menganggap penting kehadiran Siti, ekspresi wajahnya tampak datar saja. Jendral George dan Widyawati sepertinya juga mengerti, kenapa Darko bersikap datar kepada Siti. Yang pasti Darko belum menyadari kalau wanita paruh baya yang datang jauh-jauh dari negara Samanta ini, sebenarnya hanya mempunyai satu tujuan yaitu untuk menemui Darko sebagai anak kandungnya yang hilang dua puluh lima tahun yang lalu. Siti tampak tersenyum mendapat pembelaan dari Angeline. Tentu saja sebagai sesama wanita Angeline lebih peka dan tidak terlalu berpikir jauh dengan Siti. Apalagi mereka sudah menandatangani kerjasama antara dua perusahaan, sehingga sikap Angeline sebagai CEO baru, tentu saja sangat senang dengan kerjasama ini. “Maaf ayah, saya mau ke kamar dulu. Biar Angeline menemani kalian ngobrol.”Darko segera berpamitan
Bab 289. ANGELINE BERTEMU KEDUA MERTUANYA Widyawati tampak menghela nafas setelah melihat foto yang ada di dalam liontin, kemudian dia menyerahkan kalung perak itu kepada Siti. “Ternyata kamu memang orang tuanya Darko, akan tetapi lebih baik kalian melakukan tes DNA terlebih dahulu agar semuanya lebih jelas lagi.” “Benar apa kata istriku, kalian sebaiknya Tes DNA terlebih dahulu agar semakin jelas dan kuat hubungan diantara kalian.” Siti sangat terkejut mendengar saran dari kedua suami istri di depannya ini, dia tidak menyangka kalau seorang bangsawan seperti keluarga Mangkusadewo mempunyai hati yang begitu terbuka dan bisa menerima pengakuannya tanpa memarahi maupun menghalanginya. Memang, keluarga Mangkusadewo terkenal sebagai keluarga yang rendah hati dan suka menolong siapapun serta bersedia mendengarkan pendapat orang lain, meskipun sebenarnya pendapat orang itu merugikan dirinya. Sifat-sifat baik dari keluarga Mangkusadewo ini telah diturunk
Bab 288. FOTO MASA MUDA ORANG TUA KANDUNG DARKO Sementara itu Jendral George yang memperhatikan perubahan pada ekspresi wajah Widyawati hanya bisa tersenyum kecil dan bergumam. “Apa yang akan kamu lakukan setelah mendengar perkataan Siti, apakah kamu akan mempercayai begitu saja omongannya? Mana mungkin kita akan melepaskan Darko yang sudah mereka rawat sejak kecil dengan penuh kasih sayang, kepada wanita yang datang entah dari mana dan mengakui kalau Darko adalah anak kandungnya?” “Dari data yang ada di arsip mereka, saya di perlihatkan nama dan alamat rumah ini.”Sebelum Widyawati bertanya dan menyanggah perkataannya, Siti sudah melanjutkan perkataannya. Tampaknya Widyawati mempunyai sifat yang lebih sabar dan bisa menerima perkataan Siti. Meskipun belum seratus persen mempercayai, akan tetapi Widyawati masih bisa menerima apa yang dikatakan Siti. Widyawati ingin menggali lebih banyak informasi yang bisa di keluarkan Siti untuk membuktikan apa yang
Bab 287. TENSI MENINGGI Meskipun kesal karena dia tidak disuruh naik mobil Rolls Royce itu, Siti tetap diam. Karena yang jelas dia diizinkan untuk bertemu dengan tuan George Mangkusadewo. Dengan dikawal kapten penjaga pintu gerbang, Siti berjalan menuju Mansion yang jaraknya dua ratus meter dari pintu gerbang. Akhirnya Siti sampai juga di Mansion keluarga Mangkusadewo, di depan pintu Mansion dia sudah dijemput seorang pengawal bagian dalam. Kapten penjaga pintu gerbang segera menyerahkan tanggung jawab mengantar Siti kepada pengawal bagian dalam. Begitu memasuki Mansion, Siti sangat kagum dengan arsitektur dan furniturenya. Arsitekturnya gabungan dari arsitektur tradisional di gabungkan dengan arsitektur modern. “Tuan, tamunya sudah ada di sini.”Pengawal bagian dalam yang menerima Siti segera memberi hormat dan melaporkan kedatangannya. Jendral George Mangkusadewo segera menatap kearah Siti, dalam tatapan matanya terlihat kalau dia