Bab 92. KOMPENSASI Dengan suka cita dan rasa syukur, semua orang di angkut helikopter tim penyelamat demikian juga dengan Pilot dan pramugari yang menaiki pesawat yang jatuh ini. Yang tersisa di pulau kosong ini hanya Tim KNKT yang bertugas untuk menyelidiki penyebab jatuhnya pesawat dengan penumpang dua ratus lima puluh orang ini. Tim KNKT tampak keheranan melihat kondisi pesawat yang hanya mengalami sedikit kerusakan, padahal pesawat ini jatuh dari ketinggian sepuluh ribu feet. “Aneh, kenapa pesawat ini hanya mengalami kerusakan ringan?” “Betul sekali, lihat, kaca kokpit juga masih utuh. Hanya sayapnya saja yang retak setelah menghantam pepohonan di pulau ini.” “Benar-benar ajaib, siapa pilot yang memimpin penerbangan ini?”Semua orang sangat mengagumi keahlian pilot yang bisa mendaratkan pesawat terbang ini dengan seluruh penumpang dalam keadaan selamat. Tentu saja mereka sama sekali tidak tahu, kalau pendaratan darurat dari pesawat ini adalah campu
Bab 93. MENGUNJUNGI IBU KANDUNGNYA Darko hanya tinggal satu malam di hotel yang disediakan maskapai Garuda Airways, keesokan paginya Darko pergi ke kota Parigi dengan menaiki kereta cepat. Saat di kereta cepat secara kebetulan Darko duduk bersebelahan dengan seorang wanita cantik dengan rambut pirang yang mengenakan kacamata, membuat kecantikan wanita berambut pirang ini menjadi semakin menarik. Awalnya Darko hanya berdiam diri saja setelah duduk di kursinya, bagaimanapun juga dia memang bukan pria mata keranjang yang suka menggoda wanita cantik setiap kali bertemu. Perjalanan kereta cepat dari pusat kota Wanadadi menuju kota Parigi yang jaraknya empat ratus kilometer bisa ditempuh dalam waktu dua jam. Akan tetapi tanpa di duga wanita cantik yang duduk di sampingnya tiba-tiba menyapanya dengan ramah. “Hallo, sepertinya anda bukan warga negara Samanta? Apakah anda datang ke negara ini untuk wisata?” Wanita cantik berambut pirang ini memecahkan kebisuan
Bab 94. SIKAP SANTUN SEORANG ANAK “Iya bu, tolong katakan pada satpam yang berjaga di pintu gerbang untuk membuka pintunya.” “Eh, kamu ada di pintu gerbang mana?” “Di pintu gerbang rumah ibu.” “Di rumah ibu? Baik, sebentar. Ibu akan menyuruh satpam untuk membuka pintu gerbang.”Setelah menyanggupi untuk menyuruh satpam membuka pintu gerbang, Siti langsung mematikan panggilan telepon dan segera menelpon kapten satpam yang berjaga di pintu gerbang. “Boss…”Kapten satpam yang menerima panggilan telepon dari Siti Hardiyanti Rukmana langsung menekan tombol jawab dan menyapa. “Kapten Rudy, cepat buka pintu gerbangnya! Apa kamu tidak menghormati tuan mudamu?” “Tuan muda?”Kapten Rudy mengulangi perkataan Siti Hardiyanti Rukmana dengan suara penuh dengan kebingungan. Sepengetahuan kapten Rudy, Boss mereka tidak mempunyai suami apalagi mempunyai anak, jadi sekarang dia tampak bingung mendengar pengakuannya. “Iya cepat buka pintu gerbangnya! Pemuda yang ad
Bab 95. RASA HARU Setelah masuk kedalam Villa, Siti Hardiyanti Rukmana membawa Darko ke ruang keluarga dan duduk di sofa berwarna hitam yang terbuat dari bahan kulit sapi kualitas premium. “Duduklah di dekat ibu, coba kamu ceritakan kabar keluarga di Nusantara.”Dengan antusias Siti Hardiyanti Rukmana langsung menanyakan keadaan keluarga Darko di Nusantara. Darko tidak langsung menceritakan keadaan keluarganya di negara Nusantara, dia malahan menatap wajah ibu kandungnya dengan tatapan aneh. Kedatangannya ke negara Samanta ini tujuannya adalah untuk mengetahui apa yang terjadi pada ibunya bukannya untuk menceritakan kabar dirinya. Akan tetapi setelah melihat keingintahuan ibunya tentang kabar dirinya, maka dia untuk sementara melupakan keinginan untuk menanyakan keadaan perusahaan Purnama Diamond yang mengalami kemunduran dalam beberapa tahun kebelakang. Setelah menghela nafas sebentar, Darko segera mulai menceritakan keadaan dirinya. “Ibu, seperti
Bab 96. PENYUKA BRONDONG “Anakku….”Tanpa bisa menahan rasa haru dan kebahagiaan merasakan kasih sayang anaknya, Siti Hardiyanti Rukmana langsung memeluk tubuh Darko sambil menangis di bahunya. Darko yang menghadapi tangisan ibu kandungnya hanya bisa diam, dia membiarkan ibunya mencurahkan semua kesedihan dan kesepian yang selama ini dirasakan. Memang tidak bisa disalahkan sikap Siti Hardiyanti Rukmana yang tidak bisa mengontrol emosinya. Hidupnya sudah tersiksa sejak muda, percintaannya dengan ayah Darko tidak disetujui keluarganya yang membuatnya harus berpisah dengan suami dan anaknya. Semua ini karena latar belakang ayah kandung Darko yang miskin, sehingga orang tua ibu kandungnya tidak merestui hubungan mereka. Setelah berpisah dengan anak dan suaminya, Siti dibawa pulang ke kota Parigi yang ada di negara Samanta dari kota Mandiraja. Bertahun lamanya Siti bersedih mengenang percintaannya yang kandas dan kehilangan buah hati satu-satunya.
Bab 97. PRESDIR SITI TERPUKUL Siti sangat terkejut begitu mendengar perkataan Darko, dia langsung menatap Dena dan yang lainnya dengan mata berapi-api. Ekspresi yang sebelumnya penuh dengan kebahagiaan karena bisa pergi ke perusahaan bersama anak kandungnya, seketika langsung menghilang setelah mengetahui apa yang sedang dibicarakan karyawannya. “Dena, apa betul yang dikatakannya?”Mata Presdir Siti seakan mau keluar saat menatap kearah Dana, dari bola matanya seperti ada api yang siap membakar tubuh Dena hingga hangus. Dena yang dimarahi Presdir Siti langsung terdiam dengan keringat dingin membasahi tubuhnya. Sebagai seorang karyawan tentu saja Dena sangat takut saat dimarahi atasannya, apalagi yang memarahi adalah Presdirnya. “Presdir… presdir…”Dena tergagap begitu di tanya oleh Presdir Siti, kepalanya hanya bisa menunduk tanpa berani menatap langsung wajah Presdir Siti. “Cepat jawab!”Suara Presdir Siti menggelegar di dalam lobi, membuat semua kar
Bab 98. KABAR MEMBAHAGIAKAN “Duduklah, ini tempat kerja ibu. Mulai sekarang perusahaan ini juga menjadi milikmu.”Siti Hardiyanti Rukmana berkata sambil mengatakan keinginan yang selama ini di pendamnya. Siti merasa sudah tua dan ingin beristirahat, akan tetapi selama ini dia tidak mempunyai orang atau keluarga yang bisa dipercaya untuk mengurus perusahaannya hingga sekarang perusahaannya di serang oleh perusahaan besar yang tidak diketahui siapa orang yang menyerangnya. Kali ini dia bertemu dengan Darko yang ternyata anak kandungnya yang selama ini menghilang, seketika harapannya kembali tumbuh. Darko segera duduk di sofa dan memandang sekeliling kantor ibunya dengan senyum menghiasi sudut bibirnya. Dalam hati tentu saja Darko tidak terlalu mengharapkan perusahaan ibunya ini, karena kekayaannya berkali-kali lipat lebih banyak daripada kekayaan ibu kandungnya ini. Akan tetapi tentu saja Darko tidak mengatakannya, dia tidak ingin membuat hati ibunya sedi
Bab 99. RAPAT MENDADAK Melihat ketidak sabaran dari ekspresi wajah ibunya, Darko tampak ingin menggoda ibunya lebih lama lagi. Dia tidak langsung menjawab pertanyaan Siti, Darko malah berkata, “Menurut ibu siapa namanya?” “Mana ibu tahu, cepat katakan siapa namanya? Ayo kita pergi ke kota Mandiraja, ibu ingin bertemu dengan cucuku.” Presdir Siti tak henti-hentinya memandangi foto Faizi yang ada di ponsel Darko dan seakan ponsel itu menempel di tangannya seperti terkena lem. Setelah lama terdiam dan sengaja tidak menjawab pertanyaan ibunya, akhirnya Darko tersenyum cerah dan menyebutkan nama anaknya. “Namanya Faizi Mangkusadewo.” “Faizi Mangkusadewo? Faizi… Faizi cucuku… Faizi cucuku….”Suasana hati Presdir Siti seketika menjadi baik, seakan semua kesusahan dan kesedihan yang selama ini menghantuinya lenyap begitu saja setelah mengetahui kalau dia mempunyai seorang cucu. “Darko, ayo kita kembali ke kota Mandiraja. Ibu sudah tidak sabar untu
Bab 216. AKHIR BAHAGIA Kini Rossa dan Abimanyu baru tersadar kalau pesan kakek Wibisono ternyata sangat benar dan bukan omong kosong biasa. Akan tetapi kekecewaan dan penyesalan pasti selalu datang terlambat setelah semuanya terjadi dan terlewati, apalagi saat ini kebesaran keluarga besar Wibisono benar-benar sudah musne Pepatah asli dari Indonesia bisa mengungkapkan apa yang dialami keluarga besar Wibisono yaitu ‘Ibarat nasi sudah menjadi bubur’. Maka tidak ada yang bisa dilakukan keluarga besar Wibisono yang sudah hancur, sekarang yang ada hanya keluarga besar Mangkusadewo, karena Angelina sebagai generasi ketiga keluarga besar Wibisono sudah menjadi istri dan bagian dari keluarga besar Mangkusadewo. Kenapa menjadi keluarga Mangkusadewo bukannya keluarga besar Tegar dan Siti, hal ini disebabkan kedua orang tua kandung Darko tidak ingin merubah nama Darko yang memakai nama Mangkusadewo sejak kecil atau sejak mereka tinggalkan di depan pintu panti asuhan A
Bab 215. WASIAT KAKEK WIBISONO Keinginannya Rossa untuk membelot dan menolak permintaan Darko seketika menghilang setelah di bentak oleh pengawal yang bersama mereka. Dengan gugup dan dengan hati yang dipenuhi rasa penasaran mereka berdua berjalan memasuki Bandar udara kota Mandiraja tanpa tahu akan dibawa kemana oleh Darko. Hingga akhirnya ketika mereka melihat ada sebuah pesawat jet pribadi yang sangat indah berada di depan mata mereka, seketika rasa bingung dan shock mulai menghantui pikiran Rossa dan Abimanyu. Darko dan Angelina sama sekali tidak banyak bicara selama perjalan hingga memasuki jet pribadi milik Darko, hingga saking tidak sabarnya ingin tahu mereka akan dibawa kemana oleh Darko, Rossa memberanikan diri berbicara. “Darko, sebenarnya kami akan kamu bawa kemana? Dan kenapa kita naik jet pribadi yang begini bagus, apa maksudnya?” “Diamlah, jangan banyak bicara atau kalian akan saya lempar keluar dari pesawat.”Darko yang merasa kesal kep
Bab 214. NYALI ROSSA MENCIUT Sebelum Rossa tersadar dengan apa yang terjadi, Angelina sudah ditarik Darko ke sisinya. Seketika wajah Rossa menjadi jelek mengetahui Angelina sudah berpindah tempat lebih tepatnya di samping menantu yang tidak berguna itu. Ekspresi wajah Angelina juga terlihat sangat terkejut ketika tiba-tiba tubuhnya bergeser kesamping Darko sesaat setelah terdengar suara Darko memanggil pengawal. Apalagi Rossa emosinya seakan meluap mengetahui Angelina sudah berdiri di samping Darko. Pada saat dia akan menarik tangan Angeline kembali, tiba-tiba ada sesosok tubuh kekar berdiri tepat di depannya seakan sebuah benteng yang kokoh sebagai pembatas antara dirinya dengan Angelina. “Minggir, jangan halangi jalanku.”Dengan kasar Rossa berusaha mendorong pengawal kekar yang diperintahkan Darko untuk melindungi Angelina. “Argh… Lepaskan.”Rossa menjerit kesakitan mengetahui tangan yang sebelumnya akan digunakan untuk mendorong pria kekar di depa
Bab 213. DOKUMEN DARI MAHKAMAH AGUNG Hal ini tentu saja menimbulkan kecurigaan di pihak kepolisian yang menyelidiki musibah kebakaran ini. Mereka sama sekali tidak tahu kalau sumber bencana itu ada didepan mereka, andai saja mereka tahu tentu Darko akan langsung ditangkap dan dimintai keterangan. Akan tetapi saat ini orang yang sudah membuat keonaran itu ekspresinya tampak datar dan tidak menunjukkan ekspresi wajah sedih maupun belasungkawa mengetahui salah satu kerabatnya mengalami musibah. Untungnya tidak ada yang mencurigai Darko, karena banyak juga warga sekitar yang menonton lokasi kebakaran dengan ekspresi datar seperti halnya Darko. Angelina menangis di pelukan Rossa seakan dia lupa kalau sebelumnya Rossa sangat jahat kepada dirinya. Bagi Angelina sejahat apapun Rossa dia sudah sangat memahami sifatnya yang seperti flamboyan selalu berubah-ubah mengikuti arah angin. Meskipun dia selalu tidak setuju dengan nasehat serta saran Rossa, sebag
Bab 212. PULANG KE KOTA MANDIRAJA Darko tetap diam tidak ada satu katapun keluar dari mulutnya setelah Widyawati menyuruhnya untuk pergi ke kota Mandiraja melihat situasi terkini keluarga Wibisono. Hal ini membuat Widyawati menatap tajam ke arahnya, sementara itu Angelina sudah menghentikan tangisannya dan mengusap air mata yang terus mengalir di pipinya sambil menunggu jawaban Darko dengan hati berdebar-debar. “Baiklah, saya akan mengajak Angelina menengok keluarga Wibisono. Ibu saya titip Faizi bersama kalian.”Setelah menghela nafas sebentar Darko menyetujui saran Widyawati untuk pergi ke kota Mandiraja, tak lupa dia menitipkan Faizi dalam pengawasan dua neneknya ini. Dengan mengatakan hal ini maka secara otomatis dia hanya ingin berdua saja tanpa mengajak Faizi maupun yang lainnya. “Kamu tenang saja, Faizi pasti akan kami jaga dengan baik. Pergilah, jangan lama-lama di rumah ingat kamu harus menjaga menantu ibu yang cantik ini dengan baik.” “Ba
Bab 211. PERINTAH WIDYAWATI Widyawati membelai punggung Angelina untuk menenangkannya sambil menghibur agar Angelina tidak khawatir dengan Darko. “Tapi ibu?”Angelina masih khawatir kalau Darko tidak mengizinkan dia pulang ke kota Mandiraja untuk melihat dan mencari informasi lebih jelas keadaan nyonya besar Wibisono. Karena Angelina tahu kalau Darko sangat membenci keluarga nya, lebih utamanya kepada nenek dan pamannya. Karena hal inilah dia merasa sangat tertekan dan hanya bisa menangis saja. Melihat Angelina tampak bersedih seakan perkataan Widyawati masih belum cukup untuk membuatnya tenang. Hal ini membuat Widyawati segera mengambil ponselnya dan menelepon seseorang. Angelina masih diam dengan air mata terus membasahi pipinya. Sebenci apapun dia kepada nenek dan pamannya sebagai bagian dari keluarga besar Wibisono, tentu saja hatinya akan merasa sedih melihat mereka mati terpanggang oleh kebakaran di villanya. Sedangkan
Bab 210. KEPANIKAN ANGELINA, ROSSA DAN ABIMANYU Abimanyu yang sedang dalam keadaan shock menoleh ke arah Rossa dan menatapnya dengan tatapan sayu dengan mata memerah dan hanya bisa menganggukkan kepalanya saja untuk mengiyakan perkataan Rossa. “Ibu….” terdengar gumaman sendu dari bibir Abimanyu yang sedang dalam kondisi mental terendah dalam hidupnya. Meskipun selama ini dia sering direndahkan dan tidak dianggap oleh nyonya besar Wibisono, akan tetapi saat mendengar ibunya mati dengan cara mengenaskan tentu saja jiwanya langsung terpukul. Sebagai anak meskipun Abimanyu selalu dianggap sebagai anak yang tidak berguna, dia masih tetap menganggap nyonya besar Wibisono sebagai ibu kandungnya. Setelah mendapat persetujuan, pada akhirnya mereka berdua segera pergi mengunjungi villa keluarga Wibisono yang sudah menjadi abu. Sesampainya di Villa keluarga Wibisono, taksi yang mereka naiki ditahan petugas yang menjaga kawasan ini dan tidak membiarkan warga
Bab 209. TANGISAN ABIMANYU Ekspresi wajah Darko tidak berubah dan tetap datar seakan tanpa ekspresi apapun, bagi Darko membunuh sudah menjadi pekerjaannya selama di medan perang. Meskipun dia sudah terbiasa membunuh di medan perang, tapi sekarang adalah pertama kalinya membunuh orang yang bukan musuh di medan perang tapi musuh yang sudah berulang kali menyakiti anak dan istrinya. Meskipun mereka masih keluarga Angelina tapi kelakuannya bukan seperti seorang keluarga, maka hukuman yang pantas adalah kematian. Sebelumnya Darko sudah pernah menghukum Rinto Wibisono atau pamannya Angelina yang sering mengganggu. Akan tetapi setelah penyakit yang disebabkan Darko sembuh, bukannya berhenti mengganggu Angeline, Rinto masih saja mengganggunya bahkan meminta Angelina bercerai dengan Darko. Karena hal inilah Darko tidak ingin kejadian serupa tidak terulang lagi terhadap Angelina dan Faizi. Dari keluarga besar Wibisono yang tersisa adalah Rossa dan Abimanyu
Bab 208. MUSNAHNYA KELUARGA BESAR WIBISONO Setelah mengakhiri pengawal keluarga Wibisono yang bernasib sial, Darko segera melanjutkan langkahnya memasuki Villa. Namun teriakan pengawal yang sebelumnya yang menghardik Darko terdengar oleh rekan-rekannya, sehingga beberapa pengawal keluar dari Villa dengan rasa penasaran ingin tahu siapa orang yang memasuki Villa Wibisono ini. Begitu memasuki pintu Villa, Darko langsung berpapasan dengan beberapa pengawal yang mau keluar. “Siapa kamu? Kenapa kamu masuk ke Villa keluarga Wibisono begitu saja sebelum melaporkan kedatanganmu?” Prok prok prokDarko tidak buru-buru menanggapi pertanyaan para pengawal keluarga Wibisono, emosinya sudah meluap merasakan tekanan penderitaan yang selama ini diderita Angelina. Tanpa banyak bicara dia langsung melambaikan tangannya ke arah kepala para pengawal ini, dan seperti teman mereka yang sudah menjadi mayat, pengawal-pengawal ini juga langsung mati begitu saja dengan kepala