Bab 35. PANGERAN KECIL “Ada apa nyonya?” Pelayan yang menemani Angeline memilih pakaian, menyapa ketika melihat Angeline tampak sedang kebingungan dan seperti tidak fokus memilih pakaian untuknya. “Saya tidak melihat anak dan suami saya.” Angeline menjawab pertanyaan pelayan toko tanpa menoleh kepadanya, kemudian dia pergi begitu saja meninggalkan pelayan dan pakaian yang baru saja di pilihnya. Pelayan toko yang sedari tadi menemani Angeline juga langsung mengikuti di belakangnya. “Sri, kamu tahu dimana anak dan suami nyonya ini?” Pelayan yang berjalan di belakang Angeline bertanya kepada rekannya yang sedang berdiri menunggu kunjungan pelanggan lainnya. “Tadi mereka ke toko pakaian pria,” sahut Sri sambil menunjuk ke arah toko pria yang ada di samping toko wanita dimana Angeline berada. Setelah tahu kalau suami dan anak wanita ini pergi ke toko pakaian pria yang merupakan masih satu perusahaan, seketika hati pelayan yang menemani Angeline merasa tenang demikian juga den
Bab 36. KINCIR RAKSASA “Ini Kartu Banknya, bayar semua belanjaan istri dan anak saya.”Darko kembali menyerahkan Kartu Bank yang sebelumnya diserahkan pelayan senior ini. Kali ini pelayan senior tidak banyak bertanya lagi, dia langsung menyuruh rekannya untuk membungkus pakaian milik Faizi, setelah itu dia bertanya kepada pelayan yang sedari tadi melayani Angeline. “Apa pakaian nyonya ini sudah kamu kemas?” “Belum kak.” “Cepat dibungkus semua pakaian yang sudah dipilih nyonya ini, nanti saya akan ke toko wanita untuk memindainya.” Mendengar perkataan pelayan senior ini, pelayan yang sedari awal melayani Angeline tidak langsung pergi menjalankan perintahnya. Pelayan wanita ini malah berdiri sambil menatap kepala toko di depannya dengan perasaan enggan. Tentu saja dalam pikiran pelayan wanita ini enggan untuk pergi, dia berpikir kalau penjualannya hari ini akan direbut oleh kepala toko. “Kenapa masih diam saja? Pergi cepat bungkus belanjaan nyonya
Bab 37. ANGELINE DIGANGGU DUA PRIA “Ibu…? Kenapa ibu gak ikut, kan jadi tidak asik kalau ibu gak ikut naik kincir raksasa itu?” “Kamu sama ayah saja ya, ibu takut.” “Ha ha ha ha… masa ibu takut naik kincir raksasa. Bukankah ibu sudah besar, Izi yang masih kecil saja berani.”Bukannya marah, Faizi malah menertawakan ketakutan Angeline yang tidak berani naik kincir raksasa. “Faizi sama ayah saja ya? Biarkan ibu menunggu kita di bawah.”Darko segera mengerti ketakutan pada diri Angeline yang tidak berani naik kincir raksasa. Darko sangat memaklumi hal ini, karena memang ada sebagian orang yang phobia dengan ketinggian demikian juga dengan Angeline. “Ayah, kenapa ibu takut naik kincir raksasa? Ibu kan sudah besar, masa takut sih?” “Ibu itu wanita, jadi kamu sebagai anak laki-laki harus memakluminya. Yang penting Ayah tidak takut naik kincir raksasa bersama Faizi.” Setelah di hibur Darko, akhirnya Faizi tidak mempermasalahkan ketidak ikutan ibunya untuk
Bab 38. BUNUH DIRI Angelina semakin panik melihat tidak ada orang yang membantunya, saat dia melihat kearah kincir raksasa, suaminya masih berada di puncak tertinggi. Kincir raksasa ini sedang berhenti dan membiarkan semua penumpangnya yang ada di sangkar burung raksasa melihat pemandangan kota Silangit dari ketinggian. Angeline hanya bisa mengigit giginya dengan kuat, Angeline bersiap untuk melawan kedua pria yang mengganggunya karena tidak mungkin dia mengharapkan bantuan dari Darko. Sementara itu Darko yang sedang bercanda dengan Faizi tanpa sadar memandang kebawah, lebih tepatnya kearah ruang tunggu di samping loket masuk ke wahana kincir raksasa. “Angeline… apa yang terjadi dengan Angeline?”Darko tampak bergumam saat melihat ada dua orang pria yang sedang mengganggu Angeline sambil mengerutkan keningnya. Ekspresi wajah Darko tiba-tiba menggelap saat melihat salah seorang pria sedang berusaha menyentuh dagu Angeline. “Kurang ajar!” “Ayah ad
Bab 39. PENGECUT “Kalian benar-benar orang yang ingin mencari mati, apa kalian tidak takut di tangkap Petugas keamanan kalau membuat onar di tempat ramai seperti ini?”Darko berkata dengan rasa penasaran sambil menatap ke arah kedua pria di depannya ini. “Ha ha ha ha… kamu mengancam kami dengan petugas keamanan taman bermain ini? Apa kamu tahu siapa kami?”Leo berkata dengan congkak, di wajahnya terlihat sikap angkuh dan sombong. Seakan di dunia ini tidak ada yang membuat mereka takut. Mendengar perkataan Leo, Darko segera menyebarkan pandangannya ke sekeliling. Seketika itu juga Darko bisa melihat, tak jauh dari wahana kincir angin ada segerombol petugas keamanan yang sedang bersembunyi, seakan tidak mau melihat apa yang sedang dilakukan Leo bersama temannya. “Dasar orang-orang pengecut, apa gunanya ada kalian menjaga taman bermain ini kalau membiarkan setiap orang membuat onar?” Geram Darko dalam hatinya. Setelah tahu situasinya, Darko segera menatap kedua
Bab 40. AURA MEMBUNUH YANG MENGHANCURKAN “Faizi, apa kamu masih ingin mencoba wahana bermain yang lain?’ “Mau, mau, Izi masih mau bermain. Ayo Yah, kita mencoba wahana yang lain.”Seperti tidak terjadi apa-apa, Darko dan keluarga kecilnya langsung pergi begitu saja meninggalkan wahana kincir raksasa. Darko sama sekali tidak peduli dengan dua pria yang baru saja di hajar olehnya, menurut Darko urusan mereka menjadi tanggung jawab manajemen taman bermain ini. Darko tentu saja lebih mengutamakan kegembiraan anaknya daripada mengurusi keributan yang baru saja ditimbulkannya. Hari ini mereka bergembira tanpa terjadi masalah yang tidak perlu, Darko dan Angeline juga sangat senang melihat kebahagian anak satu-satunya yang sudah lama tidak bertemu dengan ayahnya. Setelah hampir tiga jam bergembira di taman bermain, Darko segera keluar saat menjelang sore. Sesuatu yang mengejutkan menyambutnya sesaat setelah mereka keluar dari loket masuk taman bermain.
Bab 41. MATINYA BANG ROZAK Melihat ratusan preman yang sebelumnya begitu garang kini berlutut di tanah dengan tubuh gemetaran, Darko tersenyum dingin. Bahkan di sela-sela kakinya terlihat air menggenang membasahi celana sebagian preman yang berbaris di bagian depan. Tatapan Darko masih terlihat dingin saat menatap semua preman ini, mereka sama sekali tidak berani menatap langsung ke arah mata Darko. Saat Darko akan memberi pelajaran lagi kepada para preman ini, tiba-tiba dia berhenti melangkah dan menengokkan wajahnya ke arah Angeline dan Faizi. Pada saat matanya bertemu pandang dengan mata Angeline dia tampak termangu. Karena pada saat itu juga Angeline memberi kode dengan matanya sambil mengarahkan matanya ke arah Faizi yang sedang di peluk sambil membenamkan matanya ke tubuhnya, agar Faizi tidak melihat ke hororan yang dilakukan Darko. Seketika jantung Darko seperti berhenti berdetak saat melihat kode mata yang ditunjukkan Angeline. Seketika
Bab 42. KEMBALI KE KOTA MANDIRAJA Ucap Rossa dengan nada tak percaya. Tentu saja Rossa dan Abimanyu tidak tahu kalau Angeline dan yang lainnya pergi ke kota Silangit yang jaraknya dua ratus kilometer jauhnya dari kota Mandiraja. Keesokan paginya setelah sarapan seadanya dengan apa yang ada di dalam lemari pendingin, mereka bertiga berniat untuk kembali ke kota Mandiraja lebih tepatnya ke kecamatan Karangkobar, dimana Rossa dan Abimanyu berada. Dengan mengendarai mobil sportnya, Darko mengemudikan mobilnya dengan cepat membelah lalu lintas kota Silangit menuju kota Mandiraja. Darko tidak langsung menuju kecamatan Karangkobar dimana rumah tua Angeline berada, dia malah mengajak anak dan istrinya berkeliling kota Mandiraja. Tentu saja apa yang dilakukan Darko membuat Angeline merasakan sebuah nostalgia yang selama lima tahun ini tidak pernah dia pikirkan. Apalagi Darko membawa mobil sportnya melewati perusahaan yang sebelumnya dimiliki Angeline yaitu
Bab 193. MASA LALU BAMBANG “Mas Tegar….”Terdengar suara parau dari mulut Siti ketika berhadapan dengan jarak yang sangat dekat dengan Bambang. Meskipun suara Siti tidak terlalu keras, akan tetapi bisa terdengar oleh pegawai Dinas Sosial yang ada di tempat ini. “Tegar? Kenapa wanita ini memanggil Bambang dengan nama Tegar?” “Mas Tegar, apakah kamu mas Tegar kan?” “Mas Tegar? Siapa mas tegar yang ibu maksud?”Bambang yang di panggil mas Tegar oleh Siti tampak bertanya balik dengan wajah penuh dengan kebingungan. “Mas Tegar, ini Siti. Apa mas Tegar lupa dengan Siti?” Mata Siti semakin berkaca-kaca setelah mendengar perkataan Bambang. Pada akhirnya Siti harus mempercayai perkataan pihak Rumah Sakit Jiwa yang sebelumnya merawat Bambang, kalau Bambang memang benar-benar sudah lupa ingatan. Melihat situasi yang kurang kondusif, pegawai Dinas Sosial segera menyuruh Bambang untuk duduk berhadapan dengan Siti hanya terhalang sebuah meja Jati.
Bab 192. BERTEMU PRIA PARUH BAYA YANG DICARINYA “Bu Siti, apa yang membuat anda datang ke Rumah Sakit ini? Apakah anda bersama pak Darko?” “Saya datang sendiri ke Rumah Sakit ini, kemarin saya seperti mengenali seseorang yang ada di Rumah Sakit ini, sehingga saya ingin menghilangkan rasa penasaran saya.” “Ibu punya kenalan orang di Rumah Sakit ini? Apakah karyawan di tempat ini atau siapa?”Dokter Irawati tampak sangat serius mendengarkan apa yang dikatakan Siti. Bagaimanapun juga dia tidak ingin mengecewakan orang sekelas Siti dan Darko yang masih deposit uang perawatan untuk Angelina yang sisanya masih sangat banyak. “Saya tidak tahu, orang itu kerja di Rumah Sakit ini atau pasiennya. Tapi yang jelas saya penasaran dengan sosok pria yang saya lihat kemarin itu.” Dokter irawati tampak semakin bingung dengan perkataan Siti, kemudian dia minta informasi lebih lengkap tentang pria paruh baya yang dilihat Siti saat itu. Setelah Siti menceritakan ihwal
Bab 191. SITI MENCARI PRIA PARUH BAYA DI RUMAH SAKIT JIWA “Apa Darko? Bagaimana bisa pria tidak berguna itu membawa pergi Angelina.?”Rossa tampak sangat kesal begitu mendengar perkataan petugas resepsionis yang sedang melayaninya. Melihat dan mendengar perkataan Rossa, Resepsionis ini hanya bisa diam, baginya dia tidak tahu menahu masalah pasien maupun keluar masuknya pasien ke Rumah Sakit ini. Karena tugasnya hanya menerima tamu dan memberikan informasi sesuai data yang tersedia di komputernya. “Sudahlah bu, sebaiknya kita pulang saja. Kita tidak usah ribut-ribut di tempat ini.”Abimanyu yang masih mempunyai pikiran panjang, segera membujuk Rossa untuk kembali saja. Apalagi dari catatan yang terdokumentasi oleh komputer Rumah sakit di beritahukan kalau Angelina keluar dari Rumah Sakit bersama Darko. Meskipun dengan perasaan kesal, akhirnya Rossa tetap mengikuti perkataan Abimanyu untuk pulang tanpa bersama Angelina. Tak lama setelah Rossa dan Abim
Bab 190. ROSSA INGIN MEMBAWA PULANG ANGELINA Tanpa sadar Siti menggumamkan sebuah nama yang selama ini selalu tersimpan di hatinya. Siapakah mas Tegar itu? Mas Tegar adalah suami Siti sewaktu mereka muda dan masih kuliah di Universitas Mandiraja. Sedangkan Tegar itu sendiri adalah ayah biologis dari Darko sang tokoh utama yang selama ini belum pernah dilihatnya. “Tunggu….”Tiba-tiba Siti berkata dengan sedikit ragu-ragu tergambar jelas di raut wajahnya. “Sepertinya saya pernah melihat mas Tegar, tapi dimana ya?” “Betul sekali, pria itu.” “Pria yang ada di Rumah Sakit Jiwa tempat Angelina dirawat, wajahnya sangat mirip dengan mas Tegar.”Siti tampak sedang mengingat-ingat sosok pria paruh baya yang sedang duduk di bawah pohon yang sebelumnya di lihatnya. Semakin dipikirkan, Siti semakin penasaran dengan pria paruh baya itu yang ada di Rumah Sakit Jiwa. Pria paruh baya itu adalah gelandangan yang ditemukan petugas polisi kota di pi
Bab 189. PELUKAN MENGHARUKAN Kedatangan Darko yang mendadak bersama Angelina serta Siti tentu saja mengejutkan Widyawati dan George, demikian juga dengan Faizi yang sedang bersama kakek dan neneknya. “Assalamu’alaikum.” “Wa’alaikum salam.” “Eh ada tamu agung datang mengunjungi gubuk kami yang reot ini.”Widyawati langsung menyambut kedatangan Siti dan Angelina dengan sebuah sapaan merendah sebagai sopan santun yang umum bagi masyarakat jawadwipa setelah sebelumnya menjawab salam mereka. Darko terlebih dahulu melakukan sungkem dengan menjabat tangan kedua orang tuanya dengan cara mencium punggung tangannya. Setelah itu barulah Widyawati serta George langsung menyambut kedatangan Siti dan Angelina. “Anakku… kamu juga ikut pulang kerumah ibu?”Widyawati segera memeluk tubuh Angelina yang terlihat kurus, sebelumnya kedua orang tuanya sudah tahu kalau hubungan Darko dan Angelina sudah bercerai karena permintaan keluarga Wibisono. Karena hal in
Bab 188. ANGELINA DIBAWA KE IBUKOTA Setelah melihat Darko menganggukkan kepalanya sebagai tanda mengiyakan, seketika ekspresi panik Angelina pun menghilang. “Betul sekali, kamu tidak akan bertemu dengan Rossa dan Abimanyu. Kamu akan tinggal bersama kami, disana juga ada Faizi.” “Apa? Saya akan bertemu dengan Faizi?” “Betul sekali, untuk apa aku berkata bohong?” “Tapi… tapi bagaimana kalau Rossa tahu dan mencari kita?” “Kamu tidak usah khawatir, di tempat ini Rossa dan keluarga Wibisono tidak akan berani macam-macam lagi.” Setelah berbincang-bincang sebentar meluapkan rasa rindu dengan saling berpelukan, Darko segera mengajak semua orang untuk kembali. Tapi sebelum kembali Darko menghubungi Bambang untuk menyiapkan pakaian untuk Angelina, serta membawakan mobil yang cukup besar untuk membawa mereka bertiga, karena sebelumnya Darko membawa mobil sport yang hanya mempunyai dua kursi penumpang saja. Dan tak lupa Darko meminta Bambang untuk me
Bab 187. MEMBAWA PULANG ANGELINA “Apakah itu Angelina? Kenapa dia tinggal di tempat seperti ini?”Tanda tanya besar menghantui pikirannya setelah melihat Angelina yang berwajah pucat dan terlihat kerutan di keningnya. Maklumlah kalau Siti terkejut, karena dia sama sekali tidak menyangka kalau menantunya ternyata dalam kondisi yang cukup memprihatinkan. “Sayang, aku datang.”Darko berteriak ketika jaraknya tinggal lima puluh meter dari Angelina yang sedang asik dengan tanaman bunganya. Angelina segera menoleh ke arah sumber suara, seketika ekspresi wajahnya bersinar melihat Darko yang memanggilnya. “Kak Darko.”Angelina berbisik pelan memanggil nama Darko, karena saking gembiranya mengetahui kedatangan Darko, Angelina sampai mengabaikan keberadaan Siti yang berjalan di belakangnya. Sementara itu dokter Irawati hanya berdiri diam sambil tersenyum melihat interaksi antara Angelina dan Darko. Sebagai seorang dokter jiwa, tentu saja dokter Irawati tahu
Bab 186. SITI MENJENGUK ANGELINA “Rumah Sakit Jiwa? Kenapa Darko membawaku ke Rumah Sakit Jiwa? Bukankah saya ingin bertemu dengan Angelina?”Kepala Siti langsung berdenyut ketika memikirkan apa yang sedang direncanakan Darko. Meskipun dia penasaran, Siti tetap diam tidak bertanya apa yang menjadi uneg-uneg dalam hatinya. “Mari turun bu.”Setelah sampai di tempat parkir, Darko keluar dari mobil sportnya terlebih dahulu, kemudian dia berjalan memutar untuk membuka pintu dimana Siti berada. Pemandangan ketika Darko membuka pintu dan mempersilahkan Siti keluar dari mobil sportnya tampak menarik perhatian masyarakat serta karyawan Rumah Sakit Jiwa yang sedang di lobi maupun di tempat parkir. “Coba lihat itu, Boss dari mana tuh yang datang ke Rumah Sakit Jiwa yang khusus untuk orang tidak waras?” “Iya, apa mungkin keluarga mereka ada yang sakit jiwa?” “Bisa saja, namanya orang gila itu bisa melanda siapapun tidak pandang orang kaya maupun orang mis
Bab 185. KEDATANGAN SITI Airmata kebahagiaan bercampur dengan kesedihan tiada henti membasahi pipi Siti yang sedang terlarut dalam euforia yang sama sekali tidak pernah disangka-sangkanya. Hingga pada akhirnya dia menghela nafas berat setelah memandangi foto Faizi di ponselnya. “Sebaiknya saya menemui cucuku ini, daripada selalu rindu dan bersalah tidak bisa membahagiakan Darko saat kecil.”Setelah bergumam dan menentukan pilihan apa yang akan dilakukan, Siti segera bangkit dari duduknya dan merapikan semua barang yang ada di atas meja kerja. Kemudian Siti pulang lebih awal, dia berpesan kepada sekretaris dan bawahannya kalau dia akan pergi ke Nusantara untuk beberapa hari. Siti sudah berada di bandar udara Internasional kota Parigi untuk menuju negara Nusantara. Siti dikawal lima orang pengawal kepercayaannya selama bepergian ke Nusantara. Akhirnya pesawat yang ditunggu pun tiba, Siti dan kelima pengawalnya menaiki pesawat yang akan terbang men