#15"Mas, ayo pulang sekarang! Kamu nggak lembur kan hari ini?" Luna masuk ke ruangan Andra dan mengajak pria itu untuk pulang bersama.Bukannya menjawab Luna, Andra justru memandangi berkas-berkas yang ada di mejanya dengan tatapan kosong. Pria itu tidak menoleh sedikitpun ke arah Luna. Namun, Luna kembali mengoceh di depan Andra meskipun Andra tidak menggubris."Aku mau beli tisu sama kapas dulu nanti. Mampir ke minimarket ya," ujar Luna lagi.Andra tidak memberikan tanggapan. Sepertinya pria itu sibuk dengan pikirannya sendiri hingga ia tak mendengar perkataan Luna."Ayo buruan pulang! Keburu macet nanti," ajak Luna dengan cerewetnya.Andra bergeming. Luna makin jengkel melihat Andra yang tak mau merespons sejak tadi."Kamu kenapa sih, Mas?" Luna menepuk bahu Andra dengan kencang."Nirma?" Andra tersadar dari lamunannya, tapi pria itu kelepasan menyebut nama sang mantan istri."Kamu bilang apa?" tanya Luna dengan sorot mata tajam. "Nirma? Nirma siapa? Nirma si Gendut?" omel Luna.A
#16"Di mana fotonya sekarang, Bu? Fotonya masih ada, kan?" tanya Andra berulang kali pada Bu Retno menanyakan tentang foto pernikahannya dengan Nirma dulu."Kenapa kamu tiba-tiba nanyain foto lama?" tanya Bu Retno keheranan."Jawab aja, Bu! Fotonya masih Ibu simpan nggak?" Bu Retno terdiam sejenak. Wanita paruh baya itu berusaha mengingat kembali kapan terakhir ia melihat foto pernikahan putranya dengan mantan menantunya."Kayaknya fotonya masih ada di gudang," jawab Bu Retno kemudian."Beneran masih ada?" "Kamu coba cari aja. Ibu nggak inget masih nyimpen fotonya apa nggak," ujar Bu Retno. "Kamu ngapain cari-cari foto itu? Kamu udah nggak ada urusan sama Nirma lagi, kan?"Andra tak menggubris. Pria itu langsung berlari menuju gudang belakang rumah untuk mencari foto Nirma.Andra ingin memastikan lagi wajah Nirma saat wanita itu kurus. Andra yakin, wajah bos barunya sangat mirip dengan Nirma saat Nirma kurus dulu."Aku harus nemuin foto itu!"Andra mengobrak-abrik isi gudang yang p
#17Hari itu Nirma terus berusaha meyakinkan diri untuk menghadapi mantan suaminya dan wanita yang menjadi selingkuhan dari pria yang sama. Saat itu butuh waktu yang tidak sedikit untuk Nirma meyakinkan dirinya sendiri. Karena bagaimanapun trauma bukan sesuatu hal yang mudah untuk diatasi dalam sekejap. “Kamu harus memberanikan diri. Nirma, kamu memiliki keluarga yang akan terus mendukungmu apa pun yang terjadi. Jika sampai Andra menyakitimu lagi, maka kakak tidak akan tinggal diam.” Begitu yang dikatakan Aleena kepada sang adik kala sedang bergumul dengan perasaan ragu.Nirma sangat bersyukur karena kondisi hidupnya sudah berubah drastis bukan hanya dukungan fisik saja melainkan dukungan emosi yang benar-benar sangat membantu dirinya. Sekarang yang menjadi masalah bukanlah faktor di luar dirinya seperti yang dulu dia alami selagi masih menjadi istri Andra. Saat ini yang menjadi masalah adalah apa yang ada dalam hatinya. Efek dari hinaan dan perlakuan kasar dari keluarga mantan suami
#18“Ngomong-ngomong soal rencana itu, sebenarnya apa yang ingin kakak lakukan kepada Mas Andra?” Nirma mendadak diserang rasa penasaran. Sejak awal, dia tidak memiliki hal-hal kecil maupun besar untuk ditunjukkan kepada Andra. Dia terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri yang masih meragukan kualitas diri. Membalas dendam? Nirma rasa itu sedikit berlebihan, atau memang dirinya yang terlalu pengecut? “Untuk memunculkan diri dan memperkenalkan diri di depan mereka aja aku berkeringat dingin,” keluhnya pada diri sendiri. “Andra sudah merusak hidupmu, Nirma. Apa kamu nggak pernah kepikiran buat membalas rasa sakitmu?” Nirma terdiam. Selama ini, bahkan dalam perjalanannya untuk mengubah diri menjadi lebih baik, perasaan benci memang ada. Memikirkan balas dendam juga terbesit dalam hati, tetapi tidak benar-benar Nirma anggap sungguh-sungguh. Bagaimana bisa dia melakukannya? Hanya berhadapan dengan sang mantan suami saja dia sudah gemetar ketakutan. Melihat ekspresi Nirma, Aleena menghel
#19Kata-kata Aleena bagaikan mantra bagi Nirma. Jantungnya berdegup kencang, bukan lagi karena rasa takut, melainkan semangatnya yang membara. “Tapi bagaimana kalau aku merasa terpuruk lagi?” gumamnya dalam hati. “Aku takut menghancurkan ekspektasi Kak Aleena dan yang lainnya.” Namun, ada saat di mana Nirma juga membenci dirinya sendiri yang tidak konsisten. Ketakutan itu datang dan pergi tak kenal waktu. Helaan napas kembali terdengar. “Mau sampai kapan aku harus begini?!” jeritnya pelan saat menatap diri sendiri di depan cermin. Sekali lagi dia mematut diri, menatap penampilannya yang … jujur saja, dia masih tidak menyangka akan bertransformasi sejauh ini. Sekelebat ingatan kembali muncul dalam benaknya. Tatapan di mana saat dirinya memperkenalkan diri di hadapan banyak karyawan, juga tatapan Andra yang hampir tidak berpaling darinya meski sedetik saja. “Benar juga. Aku punya apa yang nggak Mas Andra punya. Kenapa juga aku harus takut? Kak Aleena siap menjagaku. Aku punya duku
#20Semua orang bertepuk tangan, menyambut sosok baru yang akan menjadi pemimpin perusahaan. Aleena sengaja memilih tempat untuk memperkenalkan sang adik sebagai pengganti posisinya yang semula di ruang rapat, kini berada di ruangan yang lebih luas.Selain itu, Aleena juga ingin melihat seberapa Nirma percaya diri dan mampu mengendalikan situasi. Tentu saja Aleena mendukung dari jarak jauh. Sebelum Nirma membuka suara di atas podium, Aleena maju lebih dulu untuk menyapa semua karyawan yang ada di sana. Mulai dari karyawan biasa dari semua divisi, sampai para petinggi perusahaan. Pandangan Andra tidak bisa lepas dari sosok wanita cantik yang berdiri tegap, anggun, dan tatapan yang tajam. “Pembawaan sikapnya sangat bertolak belakang dari Nirma yang aku kenal. Tapi, aku yakin dia memang orang yang sama.” Dia bergumam sendiri. Sementara itu, Luna yang sejak tadi memperhatikan suaminya juga menyadari bahwa Andra sedang fokus pada satu orang di depan sana. “Dia kenapa, sih?!” jengkelnya
#21Hari itu berjalan normal. Cukup normal untuk Nirma yang sebelumnya beranggapan bahwa dia akan berada di situasi sulit setelah perkenalan dirinya. Ruangan yang didominasi warna putih keabuan itu menjadi tempatnya sekarang. Meja dengan papan nama yang tertulis namanya beserta jabatan. Ruangan CEO yang pernah dia datangi sebelumnya tidak ada bedanya, hanya saja suasana hari Nirma berbeda dari sebelumnya. Beberapa hari yang lalu, dia datang dengan perasaan tertekan, malu dan sangat tidak percaya diri. Namun, saat ini hanya ada rasa percaya diri yang begitu kuat hingga jika ada yang mengejeknya tentang kehidupan masa lalu, dia sama sekali tidak peduli. Dia memulai pekerjaan sebagai pemimpin baru di perusahaan ini. Beberapa jam berlalu dan pintu ruangannya diketuk. Nirma berseru pada orang itu untuk masuk. Lalu, seseorang masuk. Situasi seperti ini sudah Nirma prediksi akan terjadi. Andra datang ke ruangannya. Lelaki itu datang dengan membawa sebuah berkas yang Nirma tebak merupakan
#22Andra keluar dengan kepala tertunduk. Kepercayaan dirinya mendadak menciut dan rasa malu bersarang di hatinya. Andra menatap pintu ruangan CEO itu dengan tatapan tajam. “Sial! Kenapa malah aku yang dipermalukan seperti tadi?!” Pria itu menggeram kesal. Selama berada di dalam ruangan itu, dia mendapat banyak kejutan. Padahal sebelumnya dia sangat percaya diri, berniat untuk memprovokasi agar Nirma mengingat masa lalu mereka. Namun, yang terjadi justru dirinya sendiri yang dipermalukan. “Kenapa juga dia berbicara seolah dirinya bukan Nirma?!” Langkah kaki Andra menjauh dari sana. Dia terus mengomel sendiri seperti orang gila sepanjang lorong menuju ke ruangannya sendiri. Di satu sisi, Luna ternyata menunggu Andra keluar dari ruangan Nirma. Wanita itu berdiri dengan tatapan tajam dan tangan bersedekap, tak jauh dari ruangan Andra. Seolah petugas keamanan ruangan itu, dia memasang wajah sangat. Lalu, saat dia melihat kedatangan sang suami, hatinya semakin meradang. “Kenapa baru b