Adama dan Zarko menyipitkan matanya ketika melihat tangan Robot pria tersebut. Mereka menduga kalau dia orang-orang modifikasi dari organisasi perdagangan gelap, mengingat hanya kelompok tersebut yang memiliki anggota dengan tubuh fisik yang aneh."Zarko, hati-hatilah," ucap Adama sambil bersiap menyerang dengan menggenggam pisaunya erat.Zarko menganggukkan kepalanya, ia tahu kalau lawannya sangat kuat. Karena dirinya juga sudah di buat babak belur.Tiba-tiba Pria berlengan Robot tersenyum, ia merentangkan tangan robotnya kedepan.Adama membelalakkan mata lebar. "Zarko menghindar!" teriak Adama sambil berlari zig-zag menghindar.Benar saja dugaan Adama, dari tangan Robot pria tersebut keluar peluru layaknya senapan mesin.Terdengar suara bunyi tembakan yang sangat cepat mengincar Adama. sementara Zarko langsung berlari mencari tempat persembunyian.Adama bergerak cukup cepat dan terus maju kedepan, pria itu bermaksud untuk menghancurkan tangan Robot pria tersebut."Hahaha ... makan it
Martin, Adama dan Zarko berhadapan dengan Galard, mereka bertiga menatap Galard dengan waspada, pasalnya pria itu terlihat lebih kuat dari orang-orang yang sudah berhasil dikalahkan.Galard melepaskan rompi yang ia kenakan, terlihat ia hanya mengenakan singlet. Bentuk tubuhnya sangatlah kekar, hampir mirip dengan Adama yang memiliki bekas luka hampir di sekujur tubuhnya.Adama menatap bekas-bekas luka tersebut dengan seksama, ia sangat yakin kalau Galard telah melakukan pelatihan ekstrim sama seperti dirinya."Martin, hati-hatilah," ucap Adama serius.Martin mengangguk mengerti, kondisinya masih belum sepenuhnya pulih. Ia harus melakukan beberapa terapi lagi. Namun, jika ia membiarkan Galard, yang ada bawahannya semua bisa terbunuh.KralakTerdengar suara Galard yang meremas kedua tangannya sendiri, hingga berbunyi renyah.Martin membuka membuka meridian nya, mau tidak mau ia harus menggunakan itu untuk melindungi keluarganya."Adama, aku akan menyerang terlebih dahulu, kalian berdua g
Adama dan Zarko tersenyum melihat siapa yang menghampiri mereka. Keduanya merasa senang melihat sosok Martin yang tampak berbeda dan begitu santai."Sial, kenapa kekuatanmu bisa kembali dengan cara seperti itu," gerutu Adama kesal."Mulutmu itu selalu membuat petaka, tunggulah di sini sebentar, aku akan menyelesaikan ini," balas Martin santai.Adama hanya bisa mengangguk pelan sambil sedikit melihat Martin yang pergi menghampiri Galard yang tadi ia tendang jauh.SwuzzMartin bergerak sangat cepat, ia sampai ditempat Galard terhempas. Terlihat Galard yang sudah penuh luka berdiri kembali sambil meraung marah.Martin berdiri dihadapan Galard, mereka saling menatap satu sama lain. Martin sangat santai tidak seperti sebelumnya."Ternyata kau belum mati bajingan!" seru Galard penuh amarah.Martin tersenyum, lantas menjawab, "begitulah, aku memang masih hidup dan berdiri tegap dihadapan mu."Galard mengepalkan tangannya, ia berteriak dan melesat kearah Martin dengan sangat cepat.SwutDuak!
Sementara Martin yang merencanakan kepulangannya ke Newland. Di mana dia bisa menggunakan seluruh fasilitasnya di sana, mengingat di Newland segala sesuatu yang diperlukan semua ada, dan tidak bersembunyi lagi untuk melawan Leonardo.Jesica masih berperang dengan perasaannya sendiri, apakah ia ingin ikut bersama sang Suami atau tetap tinggal di Souland bersama dengan Ibunya.Martin kembali ke kamarnya, terlihat Jesica yang sedang bersandar dari ranjang langsung beranjak berdiri menghampiri sang Suami."Apa kamu sudah memutuskan?" tanya Martin lembut."Martin, apakah aku boleh meminta waktu untuk tinggal bersama dengan orang tuaku terlebih dahulu, aku janji setelah mendapatkan jawaban akan langsung menyusul kamu ke Souland," jawabnya yakin.Martin mengepalkan tangannya, ia memaksakan sebuah senyum, pria itu mengambil sesuatu dari laci, sebuah Black Card yang isinya tanpa batas."Aku tidak bisa memaksa kamu untuk tinggal bersamaku, hanya ini yang bisa aku berikan, aku harap kamu menjalan
Ada kata-kata yang mengatakan, jika hubungan rumah tangga akan awet saat mereka bisa saling mengerti satu sama lain. Mungkin kata-kata itu benar adanya.Martin yang berusaha keras untuk mengerti sang Istri, dengan memberikan kebebasan padanya untuk memilih. Sementara sang Istri tidak berusaha mengerti kondisi Martin yang ingin menjauhkannya dari bahaya.Dari situ saja sudah jelas, kalau mereka tidak bisa mengerti satu sama lain. Ego Jesica masih terlalu tinggi. Martin terlalu baik membiarkan Jesica bersikap semaunya. Sementara Jesica tidak mengindahkan perkataan Martin sama sekali, wanita itu cenderung masih mementingkan dirinya sendiri dibandingkan dengan perasaan sang Suami. Sebab itulah ada mis komunikasi diantara keduanya.Sekarang keduanya sedang berada dalam masa dilema, antara membenarkan keputusan masing-masing atau malah salah mengambil keputusan. Namun, semua itu sudah terjadi dan Martin sudah memutuskan untuk mematikan perasaannya agar bisa fokus menyelesaikan masalah yang
Martin masih membaca email dari orang-orangnya di laptop milik Norman. Ia tampak sangat serius membaca semua laporan tersebut.Norman, Ivan dan Daryl tidak berani menegur sama sekali, mereka bertiga diam menunggu Martin berbicara terlebih dahulu."Daryl, apa kamu tahu dimana Istri dan Anak Leonardo berada?" tanya Martin masih menatap laptop.Daryl menggelengkan kepalanya. "Saya tidak tahu sama sekali Tuan. Bahkan saya tidak tahu kalau dia sudah menikah atau belum," jawabnya yakin.Martin memegang dagunya dan bertanya, "jadi selama ini tidak ada yang tahu dia sudah menikah atau tidak, begitu maksudmu, Daryl?" "Benar Tuan, kami tidak pernah tahu dia sudah menikah atau belum. Kemungkinan yang tahu Leonardo luar dalam, mereka yang selalu bersamanya," jawab Daryl lagi."Mereka yang selalu bersamanya ...." Martin menyenderkan tubuhnya di kursi, pria itu tampak berpikir sebentar, lantas bertanya lagi, "apa kamu mengenal orang yang selalu bersama Leonardo?" Daryl mengangguk. "Saya pikir ada
Leonardo di ruangannya bersama dengan Helinsiki. Seperti kata Daryl, pria itu memang hampir selalu ikut kemanapun Leonardo pergi, termasuk di kantornya."Galard belum memberiku kabar sama sekali semenjak ia akan memulai penyerangan terhadap Martin, apakah menurutmu dia juga gagal?" tanya Leonardo serius sambil menopang dagunya dengan kedua tangan yang saling bertautan."Saya tidak tahu Tuan, selama ini yang bisa menghubungi Galard cuma anda seorang," jawab Helinsiki jujur.Leonardo menghela napas berat, ia menyenderkan tubuhnya di kursi. Terlihat wajah kesal pira itu, mengingat tidak biasanya Galard akan mengabaikan dirinya.Galard orang yang sangat Leonardo percayai selain Helinsiki, pasalnya pria itu selalu menjalankan misi sesuai dengan perintah yang ia berikan."Aku mungkin terlalu khawatir padanya," ucap Leonardo tidak berdaya.Tok! Tok!Terdengar suara ketukan pintu dari luar. Leonardo menatap Helinsiki menyuruhnya membuka pintu. Bawahan setia Leonardo itu mengangguk mengerti mem
Martin sampai di pelabuhan ketika larut malam, pria itu sengaja tidak ingin terlihat oleh orang lain saat sampai di sana.Bawahan Norman yang sudah diberitahu perihal Martin yang akan secara langsung memimpin transaksi, mereka langsung menyambutnya."Selamat datang Tuan besar, mari ikut saya," ajak bawahan Norman sopan.Martin mengangguk, ia mengikuti bawahan Norman, masuk ke sebuah kontainer yang sudah di sulap menjadi rumah yang sangat nyaman.Pria itu menyapu pandangannya ke seluruh isi kontainer, ia cukup puas dengan tempat yang di sediakan bawahan pamannya tersebut."Maaf Tuan, hanya tempat ini yang bisa saya sediakan," ucap bawahan Norman sopan."Tidak apa, ini cukup bagus. Siapa nama kamu?" tanya Martin sambil duduk."Raka Tuan," jawabnya sopan.Martin mengangguk pelan. "Jam berapa kapal akan berangkat?" "Jam delapan, nanti saya akan jemput Tuan, istirahatlah dengan nyaman," jawabnya sopan.Martin mengangguk lagi. Raka langsung pamit undur diri, ia sebenarnya sangat gugup saat
Setelah Adama sampai di Narika, pria itu langsung melakukan penangkapan terhadap Patricia. Mengatasnamakan keamanan Narika atas transaksi ilegal yang dilakukan wanita itu, membuat Patricia pun tidak bisa berkilah lagi.Patricia berhasil ditangkap oleh Adama di bantu keamanan Narika, menggunakan bukti-bukti transaksi ilegal yang dilakukan wanita itu.Bahkan beberapa orang yang bekerjasama dengannya juga ikut terseret masuk kedalam jeruji besi.Di ruang interogasi, terlihat Adama sedang duduk dihadapan Patricia yang sudah mengenakan pakaian tahanan."Katakan padaku, apa saja yang kamu ketahui tentang Martin Luther?" tanya Adama.Patricia hanya diam, menatap tajam Adama, tanpa berbicara sepatah kata pun.Adama menghela napas panjang. "Kakakmu bukanlah orang yang baik, seharusnya kamu hidup lebih baik darinya, tidak perlu meneruskan usahanya, tetap sembunyi di Vlasir."Patricia masih tetap diam, ia tidak berbicara sama sekali, hanya memperhatikan Adama dengan seksama.Adama memijat pangkal
Adama sebenarnya tidak ingin melibatkan Martin terlebih dahulu. Akan tetapi Patricia berhubungan dengan Leonardo dan yang lebih penting wanita itu sedang mengincar Jessica, sehingga ia pikir kalau Martin harus tahu tentang masalah tersebut."Kamu tidak perlu datang ke Narika, aku cuma memberitahumu. Setelah bukti-bukti terkumpul, akan aku seret wanita itu kehadapan kamu," ucap Adama mencoba menenangkan Martin.Martin menghela napas. "Selama ini aku sudah merepotkan kalian, tidak enak jika diriku tetap diam dan masalah ini juga berhubungan dengan Istriku, Adama.""Ck, kau baru saja kembali, anak dan Istrimu masih merindukan kamu, serahkan semuanya pada kami," ujar Adama.Adama mengangguk pelan sembari tersenyum agar Martin percaya padanya dan tidak memikirkan masalah tersebut.Martin memijat pangkal hidungnya, lantas buka suara. "Baiklah ... selesaikan dengan cepat Adama, aku tidak ingin Istriku kenapa-napa.""Siap Bos!" jawab Adama sembari hormat.Martin terkekeh geli melihat tingkah A
"Kenapa bengong, tidak mau?" tegur si gadis.Matias seketika langsung tersadar, mengambil kopi kaleng pemberian gadis tersebut. "Terima kasih."Gadis itu mengangguk pelan, ia duduk disebelah Ivan sambil menenggak minuman kaleng yang ada ditangannya.Matias terlihat gugup, ia mencuri-curi pandang ke arah di gadis sambil mengusap-usap minuman kaleng yang dipegangnya."Seila Rosemary Weil, itu namaku," ucap si gadis tiba-tiba."Eh ... a-aku Mati ....""Matias Luther, aku sudah tahu," sela Seila ketika Matias belum selesai berbicara.Matias hanya tersenyum kecut, ia tidak bisa berkata-kata lagi, karena saking gugupnya. Ini pertama kalinya ia mengobrol dengan gadis tapi segugup itu, padahal kalau disekolah ia tidak pernah seperti itu.Seila menoleh menatap Matias, ia memperhatikan Matias yang sedang menundukkan kepalanya sambil menggenggam minuman kaleng yang ia berikan."Kamu tidak suka kopi?" tanya Seila."Su-suka!" jawab Matias langsung membuka kopi kaleng ditangannya dan menenggaknya."
Orang yang datang tersebut ternyata anak dan cucu Profesor Erikson, mereka memang sering menjemput pria tua itu, jika Martin tidak mengundangnya.Anak dan Cucu Profesor Erikson terkejut saat melihat wajah Martin yang terlihat buruk rupa, bahkan gadis yang usianya sama dengan Matias sampai bersembunyi di balik tubuh sang Ayah, padahal tadi sangat bersemangat."Ayah, siapa mereka?" tanya anak profesor Erikson penasaran."Orang yang selalu Ayah bicarakan, dialah yang selama ini meminta bantuan Ayah. Martin, kenalkan mereka anak dan cucuku," ucap Profesor Erikson."Astaga, jadi benar ada orang yang terluka parah masih hidup," celetuk cucu profesor Erikson.Ayah gadis itu langsung memelototi sang anak, sehingga si gadis langsung menutup mulutnya sambil sedikit membungkukkan badan.Martin mengulas sebuah senyum, ia mengulurkan tangannya. "Maaf selama ini telah merepotkan Ayah anda, saya Martin Luther, mereka anak dan Istriku."Anak Profesor Erikson menyambut uluran tangan Martin, balas terse
Martin, Istri dan anaknya pulang ke Mansion, kedatangan mereka di sambut Celine, Adama dan Norman yang memang sudah menunggu mereka.Adama dan Norman memang langsung terbang ke Souland setelah mendengar Martin telah kembali."Martin!" Adama langsung menghambur memeluknya.Martin balas memeluk sambil tersenyum. Norman yang melihat wajah Martin separuh buruk rupa membuatnya sedih, ia tidak pernah menyangka kalau keponakannya menjadi seperti itu.Adama melepaskan pelukannya. "Kondisi kamu, kenapa seperti ini?""Aku tidak apa, asalkan kalian sudah mengenaliku itu lebih dari cukup," jawab Martin lembut.Adama menghela napas, melihat kondisi saudaranya seperti itu, jelas saja membuatnya sedih, ia yakin kalau Martin telah melewati masa sulit."Lama tidak bertemu Paman," sapa Martin, memeluk Norman yang sudah terlihat semakin tua.Norman balas memeluk Martin, sedikit menepuk-nepuk punggungnya. "Syukurlah kamu baik-baik saja."Martin melepaskan pelukannya, ia tersenyum menatap Norman dan Adama,
Matias tidak mempermasalahkan Ibunya mengencani siapa pun, tetapi yang membuat ia bingung kenapa tiba-tiba, ditambah pria yang dikencani buruk rupa.Melihat Matias yang menatapnya dengan seksama. Martin menyadari kalau putranya tersebut mengenali dirinya saat pertama kali bertemu di gunung Soul."Kita bertemu lagi," ucap Martin sambil tersenyum."Astaga ... jadi benar itu kau Paman!" Matias terlihat terkejut, kemudian bertanya, "Paman mengenal Ibuku?""Tunggu dulu, kalian sudah saling kenal?" sela Jessica diantara Suami dan Putranya.Martin menggelengkan kepalanya. "Tidak, tapi kami pernah bertemu satu kali, saat anak kita bolos sekolah ke gunung Soul.""Astaga ...." Jessica menutup mulutnya tidak percaya, ternyata ada sebuah kebetulan seperti itu bukan hanya di film-film saja.Matias mengernyitkan dahi ketika Paman buruk rupa itu menganggapnya sebagai anak. Ia menatap sang Ibu yang tampak sangat tergila-gila dengan sosok tersebut, terlihat dari sorot matanya.Pemuda itu ingin bertanya
Jessica tidak merasa sama sekali kalau Suaminya buruk rupa, ia masih memperlakukannya sama seperti dulu, ketika ia masih sangat tampan.Mereka berdua keluar dari Mansion Luther. Martin dan Jessica sedikit terkejut ketika melihat semua bawahannya berbaris di halaman Mansion. Adrian, Zarko, Jimy, Ivan dan Sulivan berdiri paling depan memimpin mereka semua."Selamat datang kembali Tuan!" sapa semua bawahan Martin serempak sambil membungkukkan badan.Martin merasa terharu melihat mereka semua masih menghargainya, padahal ia sudah berprasangka buruk kepada mereka semua dan tidak berani memunculkan wajah buruk rupanya.Jessica merangkul lengan sang Suami, Martin menoleh menatap sang Istri, terlihat Jessica tersenyum padanya sambil menganggukkan kepala.Martin meminta para bawahannya untuk berdiri tegap kembali, mereka semua pun langsung berdiri tegap siap mendengarkan apa yang akan pemimpinnya katakan."Terima kasih untuk kalian semua yang sudah menjaga keluargaku dengan baik ... dan maaf, s
Semua orang yang ada di sana tercengang, mereka semua tidak menyangka kalau Istri Tuannya tidak merasa jijik sama sekali dengan kondisi wajah Martin.Celine yang tertegun segera tersadar, ia memberikan kode kepada semua pengawal penjaga Mansion agar pergi meninggalkan tempat tersebut.Mereka semua pun bergegas pergi sesuai dengan kode yang Celine berikan agar tidak mengganggu pertemuan kembali Tuan mereka.Celine tersenyum ketika ikut keluar dengan para penjaga Mansion. Ia juga merasa lega melihat Martin yang ternyata masih hidup.Martin membalas kecupan Jessica, ia memeluk wanita yang telah ditinggalkannya tersebut selama belasan tahun lamanya, ia memeluk tubuhnya dengan erat.Keduanya melepaskan cumbuan mereka, terlihat Jessica memegang kedua pipi Martin. "Selama ini ... kamu pasti menderita sendirian," ucapnya lembut.Martin menggelengkan kepalanya. "Tidak, kalian lah yang lebih menderita dariku, maaf."Air mata mereka berdua tidak terbendung lagi, keduanya kembali berpelukan melepa
Zarko dan Adrian sampai di pantai Heracles, di mana Jimy mengatakan terlihat di salah satu CCTV jalan dekat dengan pantai.Mereka berdua turun dari mobil mendongak menatap CCTV yang ada di sebuah tiang pinggir jalan."Zarko, apa kamu yakin kemungkinan beliau ada di sini?" tanya Adrian sambil menatap tepi pantai yang tampak sangat sepi."Jangan banyak bertanya, kita cari jejaknya!" tegur Zarko yang langsung berlari ke arah CCTV menyorot.Adrian berdecak kesal, pasalnya jika Zarko sudah bergerak, pria itu tidak akan menyerah sampai apa yang ia inginkan terpenuhi.Mereka berdua pun menyusuri pantai Heracles sepanjang malam. Namun, keduanya tidak menemukan apa pun di sana."Ah ... aku lelah." Adrian ambruk di pantai, telentang menatap langit yang mulai cerah.Zarko menghela napas, ia juga berhenti dan duduk di sebelah rekannya tersebut sambil mengacak-acak rambutnya. Karena tidak berhasil menemukan apa pun di sana."Tuan, di mana kamu sebenarnya?" gumam Zarko.Adrian menoleh mendengar reka