Martin sampai di pelabuhan ketika larut malam, pria itu sengaja tidak ingin terlihat oleh orang lain saat sampai di sana.Bawahan Norman yang sudah diberitahu perihal Martin yang akan secara langsung memimpin transaksi, mereka langsung menyambutnya."Selamat datang Tuan besar, mari ikut saya," ajak bawahan Norman sopan.Martin mengangguk, ia mengikuti bawahan Norman, masuk ke sebuah kontainer yang sudah di sulap menjadi rumah yang sangat nyaman.Pria itu menyapu pandangannya ke seluruh isi kontainer, ia cukup puas dengan tempat yang di sediakan bawahan pamannya tersebut."Maaf Tuan, hanya tempat ini yang bisa saya sediakan," ucap bawahan Norman sopan."Tidak apa, ini cukup bagus. Siapa nama kamu?" tanya Martin sambil duduk."Raka Tuan," jawabnya sopan.Martin mengangguk pelan. "Jam berapa kapal akan berangkat?" "Jam delapan, nanti saya akan jemput Tuan, istirahatlah dengan nyaman," jawabnya sopan.Martin mengangguk lagi. Raka langsung pamit undur diri, ia sebenarnya sangat gugup saat
Ke esokan harinya Martin dibangunkan Raka, ketika Kapal akan berangkat menuju Arkansas. Bawahan Norman tersebut tidak berani bertanya apa pun kepada Martin, meski ia selalu ada di samping Martin saat di dalam Kapal."Kenapa? Apa kamu takut?" tanya Martin sambil menatap lautan."Jujur iya Tuan," jawab Raka lemah."Kamu masih sangat muda, apa memiliki keluarga sampai setakut itu?" tanyanya lagi.Raka menggelengkan kepala. "Saya sudah hidup sebatang kara dan kebetulan ikut Tuan Norman saat dia masih gelandangan," jawabnya jujur."Begitu ternyata, apa kamu tahu kenapa aku memberikan kesempatan padamu?" cecar Martin.Raka menggelengkan kepalanya, ia memang tidak tahu sama sekali apa yang ada didalam pikiran Martin."Keluarga, semua yang masuk dalam Kelompoknya Mafia Luther adalah keluarga, jangan meragukan keluarga kalian yang berada di atas. Jika semua yang kamu lakukan benar, pastikan musuhmu terbunuh dan beritahu ke kami masalahnya secara langsung, apa kamu mengerti, Raka?" tanya Martin
Martin masih menatap wajah wanita itu dengan seksama, si wanita juga semakin mendekatkan wajahnya. Ia sudah tertarik dengan Martin, mengingat semenjak pertama datang pria itu tidak menyentuhnya sama sekali.Martin sedikit menoyor kepala wanita itu dengan jarinya sambil tersenyum. "Kau masih bocah, seharusnya fokus dulu dengan belajarmu," ucapnya sambil memalingkan wajah dan menenggak minuman yang ada di tangannya.Si wanita menggembungkan pipinya, ia kesal ternyata Martin masih kekeh dengan pendiriannya."Siapa nama kamu?" tanya Martin sambil menatap lautan."Buat apa tanya nama ku, lagian kita juga tidak akan bertemu lagi dan Anda terlalu suci untukku," jawabnya ketus.Martin menoleh, melihat si wanita yang sedang menenggak minuman digelasnya. Entah kenapa ia sedikit tertarik dengan wanita tersebut yang tampak tidak takut sama sekali dengan dirinya. Meskipun tahu kalau ia seorang pemimpin Mafia."Andai, Istriku seperti kamu, mungkin aku akan menghanyutkannya ke laut," celetuk Martin t
Ke esokan harinya Martin keluar dari hotel pagi-pagi buta. Tentu saja hal tersebut membuat Raka dan yang lainnya terkejut."Tuan, anda mau kemana?" tanya Raka yang berjaga di depan pintu kamar Martin semalaman."Ke taman kanak-kanak yang di kunjungi Leonardo, siapkan mobil segera!" perintah Martin sambil berjalan cepat.Raka langsung mengambil ponselnya, menghubungi bawahannya yang berjaga di depan hotel untuk menyiapkan mobil.Sesampainya di bawah Mobil sudah di siapkan. Raka bergegas membukakan pintu untuk Tuannya dan dia sendiri yang mengemudi untuk Martin.Bawahan Raka langsung bergegas mengikuti Mobil yang di naiki Martin dari kejauhan, agar mereka tidak terlihat mencolok.Setelah satu jam perjalanan, Mobil yang di naiki Martin sampai di taman kanak-kanak di mana Leonardo pernah datang ke sana."Kamu tunggu di sini, aku akan masuk sendirian!" perintah Martin sembari keluar dari Mobil.Raka hanya menganggukkan kepalanya patuh. Ia langsung menghubungi bawahannya agar mengawasi daera
Tiga hari menjelang transaksi akan dilakukan. Martin menggunakannya untuk mencari informasi tentang Leonardo. Ia memang sengaja datang ke sana lebih awal agar bisa melakukan hal tersebut.Siang hari sebelum transaksi. Martin sedang di kamarnya sambil melihat laptop nya. Ia menggabungkan seluruh informasi yang di dapatnya.Ponsel Martin berdering, pria itu langsung mengangkatnya. "Semuanya sudah siap?" tanyanya langsung."Sudah Tuan, tempat transaksi sudah kami amankan, orang-orang dari pihak lain juga sudah mulai berjaga," jawab seseorang dari seberang telepon."Jangan sampai melewatkan sesuatu yang mencurigakan sedikit pun!" perintah Martin tegas."Dimengerti Tuan!" jawab orang di seberang telepon.Martin mematikan ponselnya, ia tersenyum melihat laptop di hadapannya. Pria itu seolah sudah mendapatkan apa yang ia mau.***Malam harinya, di tempat Transaksi berada ....Lokasi Transaksi berada di dekat pelabuhan, di sebuah gedung yang dulunya sebuah hotel. Namun, sudah terbengkalai cuku
Greyat pikir kalau kedatangan Martin ke Narika hanya untuk mengincar Leonardo yang telah membuatnya kehilangan kekuatan. Namun, ternyata pria itu mengetahui tentang bagaimana keluarganya dulu tewas."B-Bagaimana kau tahu tentang itu?" tanya Greyat tergagap.Martin tersenyum. "Sepandai-pandainya kalian menyembunyikan sesuatu, tidak mungkin bisa menutupnya dengan rapat!" Martin mengambil sebuah foto dari balik jasnya. Greyat tercengang melihat foto tersebut, di mana seorang pria tua yang ia sangat kenal sedang duduk bersama keluarganya sambil memeluk mereka."Tidak mungkin, seharusnya dia berada di luar negeri," ucap Greyat semakin ketakutan."Kamu benar Tuan Atkinson dan dia bekerja dengan saudaraku," jawab Martin sambil menyeringai.ClapArgh!Greyat berteriak histeris ketika Martin menancapkan pisaunya di paha pria paruh baya tersebut.Argh!Greyat berteriak lagi saat Martin menggerakkan pisaunya. "Katakan padaku, selain Leonardo, siapa lagi kelompok kalian, atau keluargamu juga perl
Jesica sudah pasrah akan di pukul oleh penjaga gerbang, mengingat bawahan Martin memang semuanya terlihat menakutkan."Berhenti bodoh!" terdengar suara seruan Zarko.Penjaga gerbang menghentikan tangannya, menoleh ke arah suara, terlihat Zarko bergegas berlari menghampirinya.Jesica membuka matanya saat mendengar seruan dari Zarko, wanita itu langsung bergegas berdiri.Zarko bergegas menghampiri Jesica, mendorong penjaga gerbang yang sedang mencekal lengan Jesica."Nyonya, kenapa anda tidak bilang datang kemari?" tanya Zarko sopan.Jesica menghela napas. "Aku tidak punya nomor kalian," jawabnya sedih.Zarko menepuk jidatnya, mentap iba Istri Tuannya itu yang terlihat sangat lelah. "Kita masuk dulu, pasti anda sangat lelah."Jesica menganggukkan kepalanya, ia bersyukur bisa bertemu dengan Zarko setelah semua yang telah ia lewati.Penjaga gerbang ketakutan, tidak berani bergerak sama sekali. Ia mengutuk dirinya sendiri atas kebodohan yang telah di perbuatnya."Kenapa kau diam, bawakan ba
Ke esokan harinya ....Martin sudah terbangun dari tidurnya, ia bergegas keluar dari kamar hotel. Raka dan yang lainnya sudah menunggu di depan kamar."Raka, kamu sudah menghubungi Paman Norman mengenai persiapan pengambil alihan saham?" tanya Martin sambil berjalan."Sudah Tuan, mereka akan langsung bergerak ketika bursa saham di buka," jawab Raka sambil berjalan mengikuti Martin di belakang."Riquelme, apa sudah ada titik terang?" tanya Martin lagi."Masih dalam pencarian Tuan, tapi saya mendengar mereka sudah sedikit menemukan petunjuk tentang keberadaannya," jawab Raka lagi.Martin menganggukkan kepalanya, ia masuk Lift bersama dengan Raka dan bawahannya yang lain. Martin berencana dengan cepat mengakhiri semuanya.Mereka pun keluar dari Lift dan langsung pergi keluar Hotel. Mobil sudah di siapkan depan hotel oleh bawahan Raka. Setelah Martin masuk ke dalam mobil. Mereka pun langsung berangkat ke tempat Leonardo berada.Martin tidak ingin melewatkan kesempatan, ia tahu hari ini Le
Setelah Adama sampai di Narika, pria itu langsung melakukan penangkapan terhadap Patricia. Mengatasnamakan keamanan Narika atas transaksi ilegal yang dilakukan wanita itu, membuat Patricia pun tidak bisa berkilah lagi.Patricia berhasil ditangkap oleh Adama di bantu keamanan Narika, menggunakan bukti-bukti transaksi ilegal yang dilakukan wanita itu.Bahkan beberapa orang yang bekerjasama dengannya juga ikut terseret masuk kedalam jeruji besi.Di ruang interogasi, terlihat Adama sedang duduk dihadapan Patricia yang sudah mengenakan pakaian tahanan."Katakan padaku, apa saja yang kamu ketahui tentang Martin Luther?" tanya Adama.Patricia hanya diam, menatap tajam Adama, tanpa berbicara sepatah kata pun.Adama menghela napas panjang. "Kakakmu bukanlah orang yang baik, seharusnya kamu hidup lebih baik darinya, tidak perlu meneruskan usahanya, tetap sembunyi di Vlasir."Patricia masih tetap diam, ia tidak berbicara sama sekali, hanya memperhatikan Adama dengan seksama.Adama memijat pangkal
Adama sebenarnya tidak ingin melibatkan Martin terlebih dahulu. Akan tetapi Patricia berhubungan dengan Leonardo dan yang lebih penting wanita itu sedang mengincar Jessica, sehingga ia pikir kalau Martin harus tahu tentang masalah tersebut."Kamu tidak perlu datang ke Narika, aku cuma memberitahumu. Setelah bukti-bukti terkumpul, akan aku seret wanita itu kehadapan kamu," ucap Adama mencoba menenangkan Martin.Martin menghela napas. "Selama ini aku sudah merepotkan kalian, tidak enak jika diriku tetap diam dan masalah ini juga berhubungan dengan Istriku, Adama.""Ck, kau baru saja kembali, anak dan Istrimu masih merindukan kamu, serahkan semuanya pada kami," ujar Adama.Adama mengangguk pelan sembari tersenyum agar Martin percaya padanya dan tidak memikirkan masalah tersebut.Martin memijat pangkal hidungnya, lantas buka suara. "Baiklah ... selesaikan dengan cepat Adama, aku tidak ingin Istriku kenapa-napa.""Siap Bos!" jawab Adama sembari hormat.Martin terkekeh geli melihat tingkah A
"Kenapa bengong, tidak mau?" tegur si gadis.Matias seketika langsung tersadar, mengambil kopi kaleng pemberian gadis tersebut. "Terima kasih."Gadis itu mengangguk pelan, ia duduk disebelah Ivan sambil menenggak minuman kaleng yang ada ditangannya.Matias terlihat gugup, ia mencuri-curi pandang ke arah di gadis sambil mengusap-usap minuman kaleng yang dipegangnya."Seila Rosemary Weil, itu namaku," ucap si gadis tiba-tiba."Eh ... a-aku Mati ....""Matias Luther, aku sudah tahu," sela Seila ketika Matias belum selesai berbicara.Matias hanya tersenyum kecut, ia tidak bisa berkata-kata lagi, karena saking gugupnya. Ini pertama kalinya ia mengobrol dengan gadis tapi segugup itu, padahal kalau disekolah ia tidak pernah seperti itu.Seila menoleh menatap Matias, ia memperhatikan Matias yang sedang menundukkan kepalanya sambil menggenggam minuman kaleng yang ia berikan."Kamu tidak suka kopi?" tanya Seila."Su-suka!" jawab Matias langsung membuka kopi kaleng ditangannya dan menenggaknya."
Orang yang datang tersebut ternyata anak dan cucu Profesor Erikson, mereka memang sering menjemput pria tua itu, jika Martin tidak mengundangnya.Anak dan Cucu Profesor Erikson terkejut saat melihat wajah Martin yang terlihat buruk rupa, bahkan gadis yang usianya sama dengan Matias sampai bersembunyi di balik tubuh sang Ayah, padahal tadi sangat bersemangat."Ayah, siapa mereka?" tanya anak profesor Erikson penasaran."Orang yang selalu Ayah bicarakan, dialah yang selama ini meminta bantuan Ayah. Martin, kenalkan mereka anak dan cucuku," ucap Profesor Erikson."Astaga, jadi benar ada orang yang terluka parah masih hidup," celetuk cucu profesor Erikson.Ayah gadis itu langsung memelototi sang anak, sehingga si gadis langsung menutup mulutnya sambil sedikit membungkukkan badan.Martin mengulas sebuah senyum, ia mengulurkan tangannya. "Maaf selama ini telah merepotkan Ayah anda, saya Martin Luther, mereka anak dan Istriku."Anak Profesor Erikson menyambut uluran tangan Martin, balas terse
Martin, Istri dan anaknya pulang ke Mansion, kedatangan mereka di sambut Celine, Adama dan Norman yang memang sudah menunggu mereka.Adama dan Norman memang langsung terbang ke Souland setelah mendengar Martin telah kembali."Martin!" Adama langsung menghambur memeluknya.Martin balas memeluk sambil tersenyum. Norman yang melihat wajah Martin separuh buruk rupa membuatnya sedih, ia tidak pernah menyangka kalau keponakannya menjadi seperti itu.Adama melepaskan pelukannya. "Kondisi kamu, kenapa seperti ini?""Aku tidak apa, asalkan kalian sudah mengenaliku itu lebih dari cukup," jawab Martin lembut.Adama menghela napas, melihat kondisi saudaranya seperti itu, jelas saja membuatnya sedih, ia yakin kalau Martin telah melewati masa sulit."Lama tidak bertemu Paman," sapa Martin, memeluk Norman yang sudah terlihat semakin tua.Norman balas memeluk Martin, sedikit menepuk-nepuk punggungnya. "Syukurlah kamu baik-baik saja."Martin melepaskan pelukannya, ia tersenyum menatap Norman dan Adama,
Matias tidak mempermasalahkan Ibunya mengencani siapa pun, tetapi yang membuat ia bingung kenapa tiba-tiba, ditambah pria yang dikencani buruk rupa.Melihat Matias yang menatapnya dengan seksama. Martin menyadari kalau putranya tersebut mengenali dirinya saat pertama kali bertemu di gunung Soul."Kita bertemu lagi," ucap Martin sambil tersenyum."Astaga ... jadi benar itu kau Paman!" Matias terlihat terkejut, kemudian bertanya, "Paman mengenal Ibuku?""Tunggu dulu, kalian sudah saling kenal?" sela Jessica diantara Suami dan Putranya.Martin menggelengkan kepalanya. "Tidak, tapi kami pernah bertemu satu kali, saat anak kita bolos sekolah ke gunung Soul.""Astaga ...." Jessica menutup mulutnya tidak percaya, ternyata ada sebuah kebetulan seperti itu bukan hanya di film-film saja.Matias mengernyitkan dahi ketika Paman buruk rupa itu menganggapnya sebagai anak. Ia menatap sang Ibu yang tampak sangat tergila-gila dengan sosok tersebut, terlihat dari sorot matanya.Pemuda itu ingin bertanya
Jessica tidak merasa sama sekali kalau Suaminya buruk rupa, ia masih memperlakukannya sama seperti dulu, ketika ia masih sangat tampan.Mereka berdua keluar dari Mansion Luther. Martin dan Jessica sedikit terkejut ketika melihat semua bawahannya berbaris di halaman Mansion. Adrian, Zarko, Jimy, Ivan dan Sulivan berdiri paling depan memimpin mereka semua."Selamat datang kembali Tuan!" sapa semua bawahan Martin serempak sambil membungkukkan badan.Martin merasa terharu melihat mereka semua masih menghargainya, padahal ia sudah berprasangka buruk kepada mereka semua dan tidak berani memunculkan wajah buruk rupanya.Jessica merangkul lengan sang Suami, Martin menoleh menatap sang Istri, terlihat Jessica tersenyum padanya sambil menganggukkan kepala.Martin meminta para bawahannya untuk berdiri tegap kembali, mereka semua pun langsung berdiri tegap siap mendengarkan apa yang akan pemimpinnya katakan."Terima kasih untuk kalian semua yang sudah menjaga keluargaku dengan baik ... dan maaf, s
Semua orang yang ada di sana tercengang, mereka semua tidak menyangka kalau Istri Tuannya tidak merasa jijik sama sekali dengan kondisi wajah Martin.Celine yang tertegun segera tersadar, ia memberikan kode kepada semua pengawal penjaga Mansion agar pergi meninggalkan tempat tersebut.Mereka semua pun bergegas pergi sesuai dengan kode yang Celine berikan agar tidak mengganggu pertemuan kembali Tuan mereka.Celine tersenyum ketika ikut keluar dengan para penjaga Mansion. Ia juga merasa lega melihat Martin yang ternyata masih hidup.Martin membalas kecupan Jessica, ia memeluk wanita yang telah ditinggalkannya tersebut selama belasan tahun lamanya, ia memeluk tubuhnya dengan erat.Keduanya melepaskan cumbuan mereka, terlihat Jessica memegang kedua pipi Martin. "Selama ini ... kamu pasti menderita sendirian," ucapnya lembut.Martin menggelengkan kepalanya. "Tidak, kalian lah yang lebih menderita dariku, maaf."Air mata mereka berdua tidak terbendung lagi, keduanya kembali berpelukan melepa
Zarko dan Adrian sampai di pantai Heracles, di mana Jimy mengatakan terlihat di salah satu CCTV jalan dekat dengan pantai.Mereka berdua turun dari mobil mendongak menatap CCTV yang ada di sebuah tiang pinggir jalan."Zarko, apa kamu yakin kemungkinan beliau ada di sini?" tanya Adrian sambil menatap tepi pantai yang tampak sangat sepi."Jangan banyak bertanya, kita cari jejaknya!" tegur Zarko yang langsung berlari ke arah CCTV menyorot.Adrian berdecak kesal, pasalnya jika Zarko sudah bergerak, pria itu tidak akan menyerah sampai apa yang ia inginkan terpenuhi.Mereka berdua pun menyusuri pantai Heracles sepanjang malam. Namun, keduanya tidak menemukan apa pun di sana."Ah ... aku lelah." Adrian ambruk di pantai, telentang menatap langit yang mulai cerah.Zarko menghela napas, ia juga berhenti dan duduk di sebelah rekannya tersebut sambil mengacak-acak rambutnya. Karena tidak berhasil menemukan apa pun di sana."Tuan, di mana kamu sebenarnya?" gumam Zarko.Adrian menoleh mendengar reka