Selepas mendapatkan kepercayaan Martin. Melani langsung memberitahu kelompok Wolf, kali ini mereka sudah menjadi bagian dari bawahan Martin. Mau tidak mau harus menuruti perintah pria yang merupakan pemimpin kelompok Mafia keluarga Luther sebenarnya.Melani kembali ke apartemen dimana ia dan kelompoknya tinggal."Apa kamu yakin Mel, melakukan semua ini?" tanya Susan Boyle yang merupakan orang kepercayaan Melani.Melani menghela napas. "Lantas apa lagi yang harus kita lakukan? Hanya ini caranya agar kita terbebas dari Martin, lagi pula tidak ada salahnya bergabung dengan mereka. Kita bisa menyempurnakan rencana yang sudah dibuat.""Kamu mungkin benar Mel, masalahnya sekarang bawahan Martin yang masih menyimpan dendam, apa kita bisa mempercayai mereka?" tanya Nando, orang kepercayaan Melani lainnya."Sudahlah, kalian tidak perlu khawatir, aku bisa memanfaatkan istri Martin yang merupakan teman baik ku, sekarang kalian fokuslah dengan rencana kita saja," ucapnya penuh dengan penekanan.Su
Awalnya mobil kelompok Swan melewati pos penjagaan perbatasan dengan lancar. Namun, setelah mereka sudah sedikit jauh dari pos penjagaan.Sebuah peluru Basoka melesat ke arah mobil yang ada didepan.BoommmMobil yang ada didepan langsung meledak seketika saat peluru Basoka mengenainya. Sontak saja hal tersebut membuat Swan dan bawahannya yang berada di mobil belakang terkejut."Keluar dari mobil, semuanya berlindung!" seru Swan yang langsung mencari tempat perlindungan.Wilayah perbatasan masihlah tanah kosong, hanya ada bebatuan dan beberapa pohon di sana, membuat mereka sebenarnya kesulitan untuk bersembunyi.Kelompok Swan berlarian ke batu-batu besar untuk bersembunyi. Namun, bawahan Zarko yang melihat hal tersebut langsung menembaki mereka semua tanpa henti.Drtt!Drtt!BoommmSuara senapan sergap terus terdengar ditambah granat yang dilemparkan meledak, membuat bawahan Swan kalang kabut.BoommmArgh!Bawahan Swan yang terkena ledakan granat terhempas, berteriak keras sebelum akhi
Zarko dan bawahannya membersihkan tempat pembantaian kelompok Swan dengan cepat agar tidak membuat orang-orang yang lewat nantinya ketakutan melihat mayat-mayat bergeletakan di wilayah itu.Pada dasarnya wilayah Newland dan Souland dikuasai oleh beberapa kelompok mafia, sehingga pihak kepolisian di sana tidak bisa berbuat apa-apa jika bersangkutan dengan para Mafia.Sudah menjadi rahasia umum jika kepolisian kedua negara tersebut memang tidak memiliki kuasa sama sekali jika berhubungan dengan kelompok Mafia di sana. ***Setelah penyergapan berhasil, Zarko kembali ke Mansion Dreams tempat dimana tuannya tinggal untuk memberikan laporan.Ditempat Martin berada, ia sedang bersama sang istri di ruang keluarga menonton televisi."Martin, apa aku boleh menemui Ayah dan Ibu?" tanya Jesica tiba-tiba.Martin mengernyitkan dahi, menatap sang istri dengan seksama. "Untuk apa kamu menemui mereka? Apa kamu tidak suka tinggal di sini?"Jesica menggelengkan kepalanya. "Tidak seperti itu, aku hanya i
Ramsdale Roosevelt, pria yang dibawa bawahan Martin ke ruang bawahan tanah, pasalnya pria paruh baya itu sudah mencoba mengorek informasi tentang Martin.Terlebih Ramsdale merupakan salah satu pengusaha bawahan Danil. Ivan menangkapnya agar pria paruh baya tersebut tidak melaporkan keberadaan Martin terhadap pamannya."Tu-Tuan Luther, tolong lepaskan saya, S-Saya tahu Theodore salah," ucapnya sambil bersandar di dinding."Theodore, siapa dia?" tanya Martin datar."A-Anak saya yang telah membuat keributan dengan anda di pesta ulang tahun tahun pak tua Vlar," jawabnya langsung.Martin mengernyitkan dahi. "Oh dia anakmu, pantas saja bodohnya sama seperti kamu."Ramsdale benar-benar ketakutan, ia pikir kesalahannya karena sang anak yang telah berurusan dengan Martin. Namun, nyatanya bukan itu yang dipermasalahkan pria yang sedang duduk didepannya dengan santai itu.Martin menengadahkan tangannya ke samping, Ivan dengan cekatan langsung mengerti, memberikan pistol kepada tuannya.Ramsdale y
Danil sedang geram dikediamannya mengetahui Swan tewas bersama anak buahnya. Martin sedang menuju Scot Grup yang merupakan rekan bisnis Roosevelt industri. Ia sudah tidak mau berpangku tangan lagi, mengingat ada orang-orang yang harus dilindungi nya."Tuan, apa anda tidak terlalu terburu-buru melakukan ini?" tanya Ivan sambil menyetir."Kenapa? Apa kamu takut?" Martin balik bertanya."Bu-Bukan begitu tuan, saya hanya tidak ingin anda kenapa-napa, seharusnya biarkan kami yang menyelesaikan masalah ini," jawabnya gugup.Martin menatap keluar jendela mobil. "Selama dua tahun ini apa yang kalian lakukan memangnya? Ketidakberdayaan kalian membuat pendukung Danil semakin menjamur, hasilnya Souland yang merupakan negara kecil saja sudah menghilangkan keberadaan ku begitu saja," ucapnya datar.Ivan seketika terdiam, pria tua itu menyadari kalau tuannya mulai kehilangan kepercayaan kepada mereka. Namun, Ivan tahu itu semua di akibatkan karena wilayah tuannya semakin mengecil, hanya tersisa beb
Martin memberikan perintah mendadak terhadap Fredrik tanpa mendengarkan penjelasan keduanya sama sekali.Tentu saja hal itu membuat Fredrik tidak berdaya, pria itu menatap rekannya yang tampak sangat ketakutan."Fredrik, kita ini rekan!" raung Rowling panik.Fredrik menoleh kearah Martin. "Tuan, apa jika aku membunuhnya anda akan melepaskan saya?" tanyanya memastikan."Fredrik Kau ...!" Rowling berteriak marah.Martin menggendikan bahunya dengan santai, menatap kedua orang yang sedang memperjuangkan hidup mereka.Fredrik menghela napas, tatapannya berubah menjadi tajam, ia sudah tidak peduli lagi dengan kerjasamanya dengan Rowling.Sifat aslinya muncul, demi menyelamatkan nyawanya sendiri ia rela mengabaikan persahabatan mereka.Pada dasarnya sifat manusia memang seperti itu, mereka akan cenderung mementingkan diri sendiri saat dalam ambang kematian, mungkin ada beberapa orang yang berpikiran berbeda, tapi itu hanya 1:100 jikapun ada.Fredrik mengulurkan tangannya, langsung mencekik Ro
Martin sudah sangat tahu bagaimana sikap pamannya. Ia yakin besok ketika melakukan transaksi barang haram Danil akan datang, apa lagi Zarko mengatakan kalau nilai transaksi tersebut sangatlah besar.Danil orang yang kepercayaannya terhadap bawahan sangatlah rendah, berbeda dengan Martin jika sudah suka dengan kerjaan bawahan tersebut maka akan langsung percaya padanya.Sebab itulah Martin sangat yakin kalau Danil akan datang dalam transaksi ratusan juta dolar tersebut.***Martin baru sampai di Mansion Dreams, pria itu tampak sangat tergesa-gesa masuk kedalam. Wajah seriusnya berubah menjadi wajah khawatir terhadap istrinya."Tuan," sapa pelayan yang berjaga didepan pintu kamar Jesica."Bagimana keadaan istriku?" tanyanya memastikan."Nyonya sudah sadar dari tadi tuan, hanya saja beliau tidak mau makan apa-apa," jawabnya tidak berdaya.Martin tidak bertanya lagi, ia bergegas masuk kedalam. Terlihat seorang pelayan sedang merayu Jesica untuk memakan sesuatu.Melihat kedatangan Martin pe
Jimy bergegas mengenakan pakaiannya, mengajak Adrian duduk di sofa yang ada didalam ruang tersebut.Pria itu mengambilkan sebotol anggur terbaik yang dimilikinya menuangkan untuk rekannya itu."Jadi benar tuan besar masih hidup Adrian?" tanya Jimy serius.Adrian menghela napas. "Kau ini terlalu santai Jimy, jika tuan yang datang kemari habis sudah nyawamu!" "Hehehe ... tuan tidak mungkin datang kemari, dia tahu tempat ini tidak layak untuknya," jawab pria dengan tubuh sedikit gempal memiliki banyak tato itu dengan santai.Adrian menggelengkan kepalanya tidak berdaya, kemudian berbicara lagi. "Susah mengingatkanmu. Siapkan semua bawahanmu ke kota Nectra, kita akan memburu Danil layaknya dia memburu tuan besar dulu!" "Akhirnya bajingan itu akan mendapatkan hukuman juga, kamu tenang saja aku akan langsung menyuruh semua anak buah ku ke sana, termasuk trio Crazy!" jawabnya bersemangat."Bagus, hanya itu yang ingin aku bicarakan padamu, ingat jangan kecewakan tuan, beliau sudah cukup ters
Setelah Adama sampai di Narika, pria itu langsung melakukan penangkapan terhadap Patricia. Mengatasnamakan keamanan Narika atas transaksi ilegal yang dilakukan wanita itu, membuat Patricia pun tidak bisa berkilah lagi.Patricia berhasil ditangkap oleh Adama di bantu keamanan Narika, menggunakan bukti-bukti transaksi ilegal yang dilakukan wanita itu.Bahkan beberapa orang yang bekerjasama dengannya juga ikut terseret masuk kedalam jeruji besi.Di ruang interogasi, terlihat Adama sedang duduk dihadapan Patricia yang sudah mengenakan pakaian tahanan."Katakan padaku, apa saja yang kamu ketahui tentang Martin Luther?" tanya Adama.Patricia hanya diam, menatap tajam Adama, tanpa berbicara sepatah kata pun.Adama menghela napas panjang. "Kakakmu bukanlah orang yang baik, seharusnya kamu hidup lebih baik darinya, tidak perlu meneruskan usahanya, tetap sembunyi di Vlasir."Patricia masih tetap diam, ia tidak berbicara sama sekali, hanya memperhatikan Adama dengan seksama.Adama memijat pangkal
Adama sebenarnya tidak ingin melibatkan Martin terlebih dahulu. Akan tetapi Patricia berhubungan dengan Leonardo dan yang lebih penting wanita itu sedang mengincar Jessica, sehingga ia pikir kalau Martin harus tahu tentang masalah tersebut."Kamu tidak perlu datang ke Narika, aku cuma memberitahumu. Setelah bukti-bukti terkumpul, akan aku seret wanita itu kehadapan kamu," ucap Adama mencoba menenangkan Martin.Martin menghela napas. "Selama ini aku sudah merepotkan kalian, tidak enak jika diriku tetap diam dan masalah ini juga berhubungan dengan Istriku, Adama.""Ck, kau baru saja kembali, anak dan Istrimu masih merindukan kamu, serahkan semuanya pada kami," ujar Adama.Adama mengangguk pelan sembari tersenyum agar Martin percaya padanya dan tidak memikirkan masalah tersebut.Martin memijat pangkal hidungnya, lantas buka suara. "Baiklah ... selesaikan dengan cepat Adama, aku tidak ingin Istriku kenapa-napa.""Siap Bos!" jawab Adama sembari hormat.Martin terkekeh geli melihat tingkah A
"Kenapa bengong, tidak mau?" tegur si gadis.Matias seketika langsung tersadar, mengambil kopi kaleng pemberian gadis tersebut. "Terima kasih."Gadis itu mengangguk pelan, ia duduk disebelah Ivan sambil menenggak minuman kaleng yang ada ditangannya.Matias terlihat gugup, ia mencuri-curi pandang ke arah di gadis sambil mengusap-usap minuman kaleng yang dipegangnya."Seila Rosemary Weil, itu namaku," ucap si gadis tiba-tiba."Eh ... a-aku Mati ....""Matias Luther, aku sudah tahu," sela Seila ketika Matias belum selesai berbicara.Matias hanya tersenyum kecut, ia tidak bisa berkata-kata lagi, karena saking gugupnya. Ini pertama kalinya ia mengobrol dengan gadis tapi segugup itu, padahal kalau disekolah ia tidak pernah seperti itu.Seila menoleh menatap Matias, ia memperhatikan Matias yang sedang menundukkan kepalanya sambil menggenggam minuman kaleng yang ia berikan."Kamu tidak suka kopi?" tanya Seila."Su-suka!" jawab Matias langsung membuka kopi kaleng ditangannya dan menenggaknya."
Orang yang datang tersebut ternyata anak dan cucu Profesor Erikson, mereka memang sering menjemput pria tua itu, jika Martin tidak mengundangnya.Anak dan Cucu Profesor Erikson terkejut saat melihat wajah Martin yang terlihat buruk rupa, bahkan gadis yang usianya sama dengan Matias sampai bersembunyi di balik tubuh sang Ayah, padahal tadi sangat bersemangat."Ayah, siapa mereka?" tanya anak profesor Erikson penasaran."Orang yang selalu Ayah bicarakan, dialah yang selama ini meminta bantuan Ayah. Martin, kenalkan mereka anak dan cucuku," ucap Profesor Erikson."Astaga, jadi benar ada orang yang terluka parah masih hidup," celetuk cucu profesor Erikson.Ayah gadis itu langsung memelototi sang anak, sehingga si gadis langsung menutup mulutnya sambil sedikit membungkukkan badan.Martin mengulas sebuah senyum, ia mengulurkan tangannya. "Maaf selama ini telah merepotkan Ayah anda, saya Martin Luther, mereka anak dan Istriku."Anak Profesor Erikson menyambut uluran tangan Martin, balas terse
Martin, Istri dan anaknya pulang ke Mansion, kedatangan mereka di sambut Celine, Adama dan Norman yang memang sudah menunggu mereka.Adama dan Norman memang langsung terbang ke Souland setelah mendengar Martin telah kembali."Martin!" Adama langsung menghambur memeluknya.Martin balas memeluk sambil tersenyum. Norman yang melihat wajah Martin separuh buruk rupa membuatnya sedih, ia tidak pernah menyangka kalau keponakannya menjadi seperti itu.Adama melepaskan pelukannya. "Kondisi kamu, kenapa seperti ini?""Aku tidak apa, asalkan kalian sudah mengenaliku itu lebih dari cukup," jawab Martin lembut.Adama menghela napas, melihat kondisi saudaranya seperti itu, jelas saja membuatnya sedih, ia yakin kalau Martin telah melewati masa sulit."Lama tidak bertemu Paman," sapa Martin, memeluk Norman yang sudah terlihat semakin tua.Norman balas memeluk Martin, sedikit menepuk-nepuk punggungnya. "Syukurlah kamu baik-baik saja."Martin melepaskan pelukannya, ia tersenyum menatap Norman dan Adama,
Matias tidak mempermasalahkan Ibunya mengencani siapa pun, tetapi yang membuat ia bingung kenapa tiba-tiba, ditambah pria yang dikencani buruk rupa.Melihat Matias yang menatapnya dengan seksama. Martin menyadari kalau putranya tersebut mengenali dirinya saat pertama kali bertemu di gunung Soul."Kita bertemu lagi," ucap Martin sambil tersenyum."Astaga ... jadi benar itu kau Paman!" Matias terlihat terkejut, kemudian bertanya, "Paman mengenal Ibuku?""Tunggu dulu, kalian sudah saling kenal?" sela Jessica diantara Suami dan Putranya.Martin menggelengkan kepalanya. "Tidak, tapi kami pernah bertemu satu kali, saat anak kita bolos sekolah ke gunung Soul.""Astaga ...." Jessica menutup mulutnya tidak percaya, ternyata ada sebuah kebetulan seperti itu bukan hanya di film-film saja.Matias mengernyitkan dahi ketika Paman buruk rupa itu menganggapnya sebagai anak. Ia menatap sang Ibu yang tampak sangat tergila-gila dengan sosok tersebut, terlihat dari sorot matanya.Pemuda itu ingin bertanya
Jessica tidak merasa sama sekali kalau Suaminya buruk rupa, ia masih memperlakukannya sama seperti dulu, ketika ia masih sangat tampan.Mereka berdua keluar dari Mansion Luther. Martin dan Jessica sedikit terkejut ketika melihat semua bawahannya berbaris di halaman Mansion. Adrian, Zarko, Jimy, Ivan dan Sulivan berdiri paling depan memimpin mereka semua."Selamat datang kembali Tuan!" sapa semua bawahan Martin serempak sambil membungkukkan badan.Martin merasa terharu melihat mereka semua masih menghargainya, padahal ia sudah berprasangka buruk kepada mereka semua dan tidak berani memunculkan wajah buruk rupanya.Jessica merangkul lengan sang Suami, Martin menoleh menatap sang Istri, terlihat Jessica tersenyum padanya sambil menganggukkan kepala.Martin meminta para bawahannya untuk berdiri tegap kembali, mereka semua pun langsung berdiri tegap siap mendengarkan apa yang akan pemimpinnya katakan."Terima kasih untuk kalian semua yang sudah menjaga keluargaku dengan baik ... dan maaf, s
Semua orang yang ada di sana tercengang, mereka semua tidak menyangka kalau Istri Tuannya tidak merasa jijik sama sekali dengan kondisi wajah Martin.Celine yang tertegun segera tersadar, ia memberikan kode kepada semua pengawal penjaga Mansion agar pergi meninggalkan tempat tersebut.Mereka semua pun bergegas pergi sesuai dengan kode yang Celine berikan agar tidak mengganggu pertemuan kembali Tuan mereka.Celine tersenyum ketika ikut keluar dengan para penjaga Mansion. Ia juga merasa lega melihat Martin yang ternyata masih hidup.Martin membalas kecupan Jessica, ia memeluk wanita yang telah ditinggalkannya tersebut selama belasan tahun lamanya, ia memeluk tubuhnya dengan erat.Keduanya melepaskan cumbuan mereka, terlihat Jessica memegang kedua pipi Martin. "Selama ini ... kamu pasti menderita sendirian," ucapnya lembut.Martin menggelengkan kepalanya. "Tidak, kalian lah yang lebih menderita dariku, maaf."Air mata mereka berdua tidak terbendung lagi, keduanya kembali berpelukan melepa
Zarko dan Adrian sampai di pantai Heracles, di mana Jimy mengatakan terlihat di salah satu CCTV jalan dekat dengan pantai.Mereka berdua turun dari mobil mendongak menatap CCTV yang ada di sebuah tiang pinggir jalan."Zarko, apa kamu yakin kemungkinan beliau ada di sini?" tanya Adrian sambil menatap tepi pantai yang tampak sangat sepi."Jangan banyak bertanya, kita cari jejaknya!" tegur Zarko yang langsung berlari ke arah CCTV menyorot.Adrian berdecak kesal, pasalnya jika Zarko sudah bergerak, pria itu tidak akan menyerah sampai apa yang ia inginkan terpenuhi.Mereka berdua pun menyusuri pantai Heracles sepanjang malam. Namun, keduanya tidak menemukan apa pun di sana."Ah ... aku lelah." Adrian ambruk di pantai, telentang menatap langit yang mulai cerah.Zarko menghela napas, ia juga berhenti dan duduk di sebelah rekannya tersebut sambil mengacak-acak rambutnya. Karena tidak berhasil menemukan apa pun di sana."Tuan, di mana kamu sebenarnya?" gumam Zarko.Adrian menoleh mendengar reka