Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas120. RENCANA GERY DAN TUTI (Bagian A)Pagi ini suasana terasa hangat di rumah Ellen dan Galuh yang biasanya sangat sepi, kini ada Ajeng, Dewi, Abdul serta Ambar juga Ibra di sana, mereka semua tengah menikmati sarapan pagi dengan tenang dan juga nyaman.Sesekali obrolan kecil dan juga ocehan imut Ibra turut mengiringi sarapan pagi mereka, suapan demi suapan makanan yang dimasak Ambar dan juga Dewi terasa sangat enak pagi ini.Tidak ada suasana canggung lagi antara Ajeng dan Galuh, yang ada hanyalah aura hangat kekeluargaan. Ajeng sangat perhatian dengan Galuh dia mengambilkan makanan anaknya ke dalam piring, dan memberikan obat yang sudah dibuka kepada anak dan menantunya itu.Dewi dan Ambar yang melihat kedekatan antara ibunya dan juga adiknya merasa sangat senang, mereka tahu hal inilah yang diinginkan Galuh dari dulu.Hal sederhana namun sangat sulit dilakukan oleh Ajeng, hal sederhana yang sangat sulit didapatkan oleh Galuh. Namun kini semua
121. RENCANA GERY DAN TUTI (Bagian B)"Bang! Abang bilang akan mengambil motor itu, tapi mana buktinya?" ucap Tuti dengan manja.Dia tengah bersandar di bahu Gery, saat ini mereka tengah duduk di bibir ranjang. Pakaian Tuti yang seksi dan juga amat menggoda membuat mata Gery jelalatan ke sana ke mari.Dan dengan santainya Tuti semakin menentukan tubuhnya, sehingga Gary bisa melihat belahan dada Tuti yang berisi. Gerry menelan ludah melihat pemandangan itu, namun ketika dia hendak mencicipi hidangan yang diberikan oleh Tuti, si empunya badan menghindar ke samping sehingga Gerry hanya menggapai angin."Jangan harap kamu bisa menyentuhku Bang sebelum motor itu sampai ke tanganku," ujar Tuti dengan ketus."Dek, Iya! Pasti akan abang usahakan, tapi kamu harus sabar! Karena motor itu kan sekarang ada di tangan Ambar, jadi Abang harus pelan-pelan dan mengatur strategi untuk mengambilnya kembali," kata Gery berusaha meyakinkan Tuti."Halah … Bilang saja Abang memang sengaja, memberikan motor
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas122. KEKESALAN RATMI (Bagian A)POV AUTHOR"Assalamualaikum!" "Waalaikumsalam, hati-hati ya, Bang!" Ellena memandang kepergian Galuh dengan sunggingan senyuman di bibir, Galuh sudah sangat sehat sekarang. Lelaki dua puluh delapan tahun itu kini sudah bisa kembali menjalankan aktivitasnya seperti biasa.Pagi ini dia akan mendatangi Wak Ijal untuk kembali belajar tentang reparasi alat elektronik, yang kemarin sempat ditinggalkannya karena sakit.Galuh juga akan mengecek bangunan bengkelnya, karena Gitok tadi malam mengirimkan pesan melalui Wa, dan mengatakan kalau kalau bangunan itu akan segera rampung.Galuh berharap bangunan bengkel itu rampung bersamaan dengan selesainya pelajaran yang dia terima dari Wak Ijal, Galuh tidak sabar untuk segera membuka usaha yang lebih besar.Sedangkan Ellena akan membuka kembali usaha jahitnya yang juga tertutup, semenjak dia sakit. Karena memang sudah banyak orang yang menanyakan, kapan usaha jahitnya kembali
123. KEKESALAN RATMI (Bagian B)"Tenang sayang, mungkin Ibu sedang banyak pikiran sehingga dia tidak mendengar apa yang tadi kita ucapkan. Iya, kan, Bu?" tanya Gery padaku dengan lembut."Aku sedang tidak punya pikiran apa-apa, aku hanya tidak mau mendengar apa yang kalian katakan, memangnya penting?" kataku ketus. "Ya ampun, Ibu … kami itu tengah membicarakan dan merencanakan bagaimana caranya menguasai harta Ambar," kata Tuti dengan sangat antusias.Aku memutar bola mataku dengan sangat bosan, saat melihat wajahnya yang dibuat-buat sangat manja itu."Memangnya kalian bisa mengambil harta Ambar?" tanyaku dengan nada yang sangat mengejek. "Tentu saja bisa, Bu. kalau Bang Gery bisa kembali sama Ambar, dan aku bisa tinggal di rumah Ambar, dan menjadi Nyonya di rumah itu," kata Tuti dengan sangat semangat.Aku kembali menghela nafas dengan kebodohan menantu baruku itu, bagaimana bisa dia menjadi Nyonya di rumah itu? Sedangkan Ajeng masih hidup dan sehat jelas dia tidak akan membiarkan
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas124. AMBAR MAU RUJUK (Bagian A)POV ELLENHari ini Kak Ika datang berkunjung dan membawa Aksa, keponakanku yang tampan itu tak berhenti mengoceh sedari tadi. Dia membicarakan apapun yang menarik perhatiannya, dia benar-benar aktif dan juga pintar.Melihat perkembangan Aksa yang begitu pesat, aku kembali teringat dengan rencanaku dan juga Bang Galuh yang ingin mempunyai anak secepatnya. Rencana yang kemarin sempat tertunda, karena kami mengalami kecelakaan. Namun sekarang keinginanku untuk memiliki buah hati tengah menggebu-gebu.Aku ingin memiliki anak yang bisa kupeluk dan ku timang dengan sayang, anak yang bisa kucium dengan penuh cinta, dan anak yang akan membuat aku dan Bang Galuh semakin utuh.Ah, aku harus membicarakan ini nanti dengan Bang Galuh, sepertinya waktu tiga tahun sudah cukup untuk menunggu memiliki anak. Tidak ada salahnya kami melakukan ikhtiar dengan menemui dokter, dan berkonsultasi dengan nya."Len, Kakak di sini sampai ma
125. AMBAR MAU RUJUK (Bagian B)Dia yang sedang melihat ponselnya pun langsung mendongak dan menatapku dengan pandangan bertanya, mungkin karena melihat wajahku yang serius makanya dia langsung meletakkan ponselnya di atas meja dan fokus menatapku."Kenapa? Ada apa? Kamu sakit?" tanyanya bertubi-tubi.Aku menggeleng kecil, dan tersenyum manis. Kak Ika memang keras, tapi dia begitu penyayang dan juga perhatian."Enggak," kagaku sambil menggeleng kecil."Terus? Kamu kenapa?" tanyanya lagi."Aku juga pengen punya anak sendiri," kataku sambil memalingkan wajah.Suaraku sedikit bergetar, dan tenggorokanku tercekat. Aku takut bila aku menatap Kak Ika, maka tangisanlah yang akan aku keluarkan.Dari ekor mataku, aku bisa melihat Kak Ika yang terpaku menatapku dan dia kemudian menghela nafas dengan berat, segera dia menggenggam tanganku dan mengelusnya dengan lembut."Sabar, ya. Kamu bisa menganggap Aksa sebagai anak kamu untuk sementara," kata Kak Ika pelan.Entah kenapa, malah aku bisa meras
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas126. KEPUTUSAN GERY (Bagian A)"HEH SIALAN!" Dia berteriak kuat di depan wajahku, selain telingaku yang pengang karena suaranya yang kuat dan lantang. Aku juga mengeryit jijik karena ludahnya yang muncrat, dasar jorok!"Apa? Gak usah teriak-teriak, kami enggak tuli!" kataku menyindir. "Eh, entah kalau sekarang Bang Gery tuli, aku kurang tahu juga. Bisa saja saat bersamamu dia menjadi tuli, karena turun kasta," kataku ketus.Enak saja mau teriak-teriak, aku bukan Ambar yang dulu. Yang menangis sendirian dan menyembunyikan segala kesakitan dan ketakutannya.Aku sudah berubah, aku mempunyai orang-orang yang sayang padaku, dan aku mempunyai keluarga yang akan membelaku selagi aku masih berada di pihak yang benar."Apa maksudmu? Hah? Kau mau menyuruh suamiku menceraikan aku?" tanyanya tak terima.Aku mengangguk membenarkan, dengan santai aku tersenyum mengejek padanya dan mencebikkan bibirku main-main demi menarik emosinya."Iya! Kenapa?" tanyaku de
127. KEPUTUSAN GERY (Bagian B)"Bu—bukan begitu maksud Abang, Dek!" kata Bang Gery tergagap.Aku menggeleng miris, wajah garang yang selalu ditunjukkannya padaku, tak terlihat sedikitpun saat ini. Dulu, jangankan membujuk dan merayuku, Bang Gery lebih sering mengayunkan tangan kekarnya itu untuk menyakitiku.Tapi sekarang, dengan Tuti dia begitu berbeda. Lembut, tanpa amarah sama sekali, padahal Tuti telah marah-marah dan berkata begitu tinggi padanya.Aku dulu, jangankan marah-marah, bahkan untuk mengemukakan pendapatku saja aku begitu ketakutan. Takut jika kata-kataku salah, dan ujung-ujungnya tubuhku harus menanggung akibatnya, dipukuli olehnya."Jadi? Jadi apa? Hah?!" pekik Tuti dengan kuat."Aduh, kalau mau bertengkar silahkan di rumah kakian sana. Jangan di sini, mengganggu kenyamanan orang lain saja!" kataku santai."Heh, sialan! Jangan ikut campur kau, ini urusanku dengan suamiku!" kata Tuti nyolot.Wah, lama-lama aku bisa terikut emosi saat menghadapi wanita sundel ini. Waja