Di dalam kedamaian malam, Gilang dan Saras duduk berdua di balkon, tempat favorit mereka saat berduaan seperti sekarang. Dibalut oleh gemerlap bintang-bintang di langit, cahaya lembut dari lentera membuat wajah mereka bersinar dengan kehangatan.Mereka saling memandang dengan mata penuh cinta dan pengertian, menyuarakan apa yang ingin mereka sampaikan."Sayang," bisik Gilang, suaranya seperti angin lembut, "malam ini sangat indah, seperti kita.""Benar, Mas Gilang. Ini seperti mimpi yang indah, dan aku ingin selalu seperti ini."Saras tersenyum manis, merasakan kehangatan yang mengalir dari kata-kata suaminya.Mereka memeluk erat satu sama lain, tak ada kata-kata yang perlu diucapkan. Kedua hati mereka berbicara dengan bahasa cinta yang tak terucapkan.Sentuhan-sentuhan lembut mereka memancarkan rasa damai dan kenyamanan, mengisi ruang sekitar mereka dengan aura kasih sayang."Sayang, aku ingin mengusulkan sesuatu. Mengingat situasi yang kita hadapi, aku rasa lebih baik jika kamu berh
"Bayi Tante tidak meninggal dunia, tapi diambil oleh kakak iparnya, dan itu karena paman sedang bertugas ke luar kota."Deg!"K-amu ... kamu yakin, kak Gladis?" tanya Gilang meminta penjelasan lebih.Teman masa kecil Ibra, sekaligus keponakannya sang paman datang dari luar negeri. Gadis tersebut akhirnya membeberkan suatu rahasia yang disimpan lama dari mendiang istri sang Paman dan juga mamanya Gilang.Rahasia ini adalah kesepakatan dua wanita tersebut, yang ingin melindungi Gilang sewaktu masih bayi.Ternyata, dendam Sang Paman dikarenakan anaknya yang baru saja lahir meninggal dunia bersama sang istri yang menyusul kemudian. Padahal yang sebenarnya adalah, anak yang meninggal itu tidak meninggal melainkan Gilang, yang telah diambil setelah diberikan oleh istri Sang Paman sendiri."Apa semua ini benar?" Gilang, tidak mempercayai cerita tersebut."Ya, sebab aku ada di sana saat itu. Meskipun umurku baru tujuh tahun, tapi aku sudah mengerti bagaimana mereka berbicara, bukan?"Istri Sa
Mereka menunggu dengan penuh harap dan ketegangan, berdoa agar dokumen-dokumen tersebut akan membawa mereka pada kebenaran yang mereka cari."Terima kasih atas kesabarannya. Saya sudah menemukan beberapa dokumen terkait kasus tersebut," ucap Petugas Administrasi rumah sakit."Apakah Anda menemukan dokumen yang bisa membantu menguatkan bukti bahwa Gilang adalah anak dari Nyonya Tia?" tanya Pengacara, yang diangguki oleh Gladis dan juga Gilang."Tunggu sebentar. Saya menemukan beberapa catatan medis yang mencatat tentang kelahiran dan kematian anak-anak pada waktu itu. Saya juga menemukan beberapa surat dan keterangan dari pihak rumah sakit terkait kejadian tersebut," ungkap Petugas Administrasi.Polisi yang ikut bersama dengan mereka membuat dokumentasi dengan memperhatikan keadaan dan situasi yang terjadi.Gilang menunggu dengan wajah tegang, sebab ini terkait dengan kebenaran siapa sebenarnya dirinya."Apakah kami bisa melihat dokumen-dokumen tersebut?" tutur pengacara, meminta izin.
"Aku deg-degan, Mas." Saras menggenggam tangan Gilang erat."Tenang. Kita harus bisa menyesuaikan diri, ya?" Gilang mengangguk, menyambut genggaman tangan istrinya.Mereka tiba di lapas dengan campuran perasaan campur aduk. Gilang dan Saras saling berpegangan tangan, siap menghadapi momen yang tidak terduga saat ini.Keduanya datang ke lapas, ingin memastikan bahwa Ibra dan sang Paman tahu bahwa kebenaran yang telah terungkap, tidak membuat mereka membenci. Mereka berdua siap untuk memulai babak baru dalam kehidupan mereka."A-pakah, paman tidak akan marah? Emhhh, maksudku membenci kita seperti dulu." Saras, bertanya dengan suara bergetar."Tidak apa-apa, yang penting kita memiliki niat baik."Saat mereka masuk ke dalam lapas, suasana terasa dingin dan hening, seolah-olah menyambut mereka.Mereka terus berjalan menuju ke ruang kunjungan dan menunggu dengan hati berdebar-debar, nantikan saat bertemu Ibra dan pamannya.Ralat! Sang Paman sekarang ini adalah papanya Gilang yang asli.Akhir
Setahun kemudian."Halo, Kak Ibra. Bagaimana kabarmu hari ini?" tanya Gilang dengan senyum hangat."Halo, Gilang. Aku baik-baik saja. Terima kasih sudah datang, ke sini."Ibra tersenyum, saat datang bersama dengan pamannya dengan dikawal sipir penjara. Hal ini sudah biasa terjadi sehingga dia tidak terkejut saat Gilang datang menjenguknya."Halo, Gilang. Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk datang mengunjungi kami," ucap sang Paman dengan mata berkaca-kaca karena merasa terharu.Hubungan Gilang dan kakaknya membaik, begitu juga dengan pamannya, yang sebenarnya adalah ayahnya Gilang sendiri.Gilang rutin dua minggu sekali datang ke lapas untuk menjenguk mereka. Kadang ia datang seorang diri atau kadang bersama dengan istrinya.Satu tahun ini adalah tahun yang luar biasa bagi Gilang. Hubungannya dengan kakak dan pamannya telah mengalami perbaikan yang signifikan. Mereka telah mampu mengatasi masa lalu yang penuh konflik, dan kini menjadi lebih dekat dan lebih saling memahami."Apa k
"Hallo, i Jhon. I just came from abroad, intending to make an investment. Anyone interested?" Mario, memperkenalkan diri dengan nama John"Halo, Mr Jhon. Welcome to Indonesian. Senang bertemu dengan Anda. Apa yang membawa Anda datang ke sini dan berminat untuk investasi?" tanya seorang pengusaha yang ditemui Mario.Ketika dia berbicara dengan orang-orang, dia berusaha untuk tidak menunjukkan kebingungannya atau ketidakyakinannya. Dia berbicara dengan mantap, mencoba untuk menyesuaikan diri dengan situasi dan orang-orang baru di sekitarnya.Mario berusaha untuk membangun ulang image dirinya dengan sangat hati-hati, mencoba untuk tidak menarik perhatian orang-orang yang mungkin memiliki kenangan atau hubungan lama dengannya. Dia tahu bahwa dia harus bergerak dengan bijak dalam situasi baru ini.Tentu saja, Mario bijak menggunakan nama lain dalam keadaan baru ini. Ini adalah langkah yang cerdas untuk memastikan bahwa dia tidak terdeteksi atau terhubung kembali dengan identitas lamanya. D
"Jadi, dalam rencana kerja ini, kita akan fokus pada ekspansi pasar ke wilayah Asia Tenggara," ujar Mario, yang Mr Jhon."Oh, tentu saja, Mr Jhon. Saya setuju," sahut Gilang dengan mengangguk.Gilang mengangguk seraya mencoba memasukkan pikirannya ke dalam pembicaraan. Namun, dalam benaknya, ada sesuatu yang tetap mengganjal.Sementara itu, Mario, dengan cermat menyusun setiap kata dan tindakannya. Dia tahu betul betapa pentingnya untuk mempertahankan identitas barunya yang tersembunyi dengan baik. Setiap gerakannya direncanakan dengan matang untuk memastikan bahwa rahasia dan rencananya tetap aman.Pertemuan berlanjut dengan diskusi yang mendalam tentang strategi ekspansi. Gilang mencoba semaksimal mungkin untuk tetap fokus pada topik bisnis, meskipun kebingungannya masih mengganggunya. Dia berusaha tidak membiarkan keraguan mengambil alih pikirannya."Mari kita ulas rincian proyek ini lebih lanjut. Bagaimana menurutmu tentang strategi pemasaran yang kami ajukan?" Gilang bertanya, de
"Pertama-tama, kita perlu memastikan bahwa kita memiliki jaringan yang kuat di luar sana. Akses informasi dan bantuan dari orang-orang yang dapat diandalkan sangat penting," terang Mario menyakinkan.Mario pun memulai pembicaraan dengan Ibra dan pamannya untuk merencanakan langkah selanjutnya.Mereka menyadari bahwa kesempatan untuk bekerja sama dengan Mario bisa menjadi peluang emas untuk mencapai tujuan mereka di luar lapas."Saya punya beberapa kontak dari masa lalu. Mereka mungkin bisa membantu kita dalam hal ini," tutur Ibra, memberikan informasi."Dan a-ku ... punya beberapa orang yang mungkin bersedia bergabung dengan kita," ujar sang Paman - Hendra, yang notabene adalah ayah kandung Gilang sendiri.Setelah berdiskusi dengan Ibra dan pamannya, Mario dan mereka merencanakan langkah-langkah untuk mencapai tujuan bersama.Mereka semua sadar, bahwa waktu adalah hal yang krusial dalam situasi seperti ini. Tidak ada waktu yang luang untuk berhelah-hela!"Bagus. Selain itu, kita harus