"Selamat siang, Nona Gladis." Polisi yang bertugas menyapa."Selamat siang. Ya, saya sudah siap." Gladis dengan menggangguk."Kami perlu mengajukan beberapa pertanyaan terkait kasus yang berkaitan dengan kasus sebelumnya. Tolong berikan jawaban sejujurnya, ya." Polisi siap mengajukan pertanyaan untuk penyelidikan terhadap Gladis.Gladis sedang diperiksa secara detail oleh pihak kepolisian, terkait kasusnya yang memberikan keterangan atau kesaksian palsu serta manipulasi identitas saat mengatakan bahwa Gilang adalah anaknya Hendrawan. Tao pada kenyataannya, Gladis adalah sugar baby-nya Hendrawan yang telah memiliki hubungan kurang lebih selama 3 tahun.Gladis yang duduk di ruang interogasi, terlihat pucat dan matanya tampak hitam karena kurang tidur dan dalam keadaan cemas."Baiklah, mari kita mulai dari awal. Bisakah Anda ceritakan kembali kronologi peristiwa yang terjadi pada hari itu?" tanya polisi dengan nada biasa, tidak ada tekanan atau intimidasi di awal introgasi."Tentu, saya
"Saya rasa kita harus mempertimbangkan ulang kerjasama dengan Nona Tan. Setelah semua yang terjadi, saya khawatir itu akan memberikan risiko lebih besar pada perusahaan kita." Gilang memikirkan pertanyaan Ryan dengan serius."Saya setuju, Mas Gilang. Kita harus fokus pada proyek-proyek yang sudah ada dan memastikan semuanya berjalan dengan lancar. Mungkin kita bisa mencari mitra lain yang lebih dapat diandalkan." Ryan mengangguk setuju.Mereka melanjutkan diskusi, mengevaluasi setiap aspek dari rencana pengambilalihan usaha Mr Jhon. Mereka tahu bahwa keputusan ini tidak hanya akan memengaruhi proyek-proyek mereka, tetapi juga masa depan perusahaan.Keduanya merasa beban tanggung jawab yang berat, namun mereka siap menghadapinya dengan kepala dingin dan tekad kuat."Apa ada kabar tentang Mario, di lapas?" tanya Gilang, mengenai perkembangan kasus Mario."Kasusnya semakin bertambah setelah beberapa kejahatan di luar terungkap," jawab Ryan menerangkan.Gilang mengangguk saat menerima iPa
"Apa yang harus kita lakukan sekarang?" tanya Nona Tan yang masih terlihat ketakutan."Pertama-tama, tenang. Kami akan mencari tahu lebih lanjut tentang kejadian ini. Mas Gilang, apakah punya ide siapa yang mungkin terlibat?" Ryan, mengajukan pertanyaan pada Bos-nya yang ia ketahui memiliki kelebihan.Gilang merapatkan alisnya, mencoba untuk mencari tahu dengan memegang beberapa benda yang ada di kamar hotel ini.Tapi beberapa kali memegang barang yang tergeletak di lantai, Gilang tidak menemukan jawaban apapun kecuali bayangan-bayangan yang tidak jelas hingga ia mendesah.Pria itu kembali berpikir bahwa kemampuannya sudah tidak berfungsi lagi, sehingga tidak bisa menemukan bayangan yang pasti dari kejadian yang ingin dilihatnya."A-ku ... punya beberapa kecurigaan, tapi saya butuh waktu untuk memastikannya." Gilang tidak bisa memberikan jawaban yang pasti."Baik, bagaimana kalau untuk sementara Nona Tan kembali saja ke Singapura?" tanya Ryan mengusulkan."Ya, sepertinya itu ide yang
"Sepertinya ada potensi besar dalam kerjasama ini, ya?" tanya Saras dengan ramah, begitu acara makan selesai."Aku juga melihat peluang yang bagus, sayang. Tapi tentu saja, ada beberapa hal yang perlu kita pertimbangkan secara detail." Gilang mengangguk setuju dengan pendapat Saras, karena ia juga tahu jika Saras mantan karyawan di kantor ini juga.Setelah membereskan peralatan dan sisa makanan, mereka pun memulai berdiskusi membahas berbagai aspek kerjasama yang diusulkan oleh Nona Tan.Semuanya terlihat serius dan berkomitmen untuk mencapai hasil yang terbaik. Suasana tetap profesional, namun tetap ramah dan kolaboratif.Saat sedang berbincang-bincang, Nona Tan secara sengaja memegang lengan Gilang dengan lembut, sambil tersenyum penuh arti. Wanita itu berusaha menciptakan situasi yang membuat Saras merasa tidak nyaman saat melihat perlakuan tersebut, berharap agar istrinya Gilang itu langsung merasa cemburu dan marah."Sayang," panggil Gilang pada istrinya, saat melihat Saras menat
Seminggu kemudian, Gilang datang menghadiri persidangan Gladis. Sedangkan jadwal persidangan untuk Mario, masih menunggu antrian. Apalagi penyelidikan kasus yang melibatkan Mario ini tersendat dengan berbagai alasan.Di persidangan Gladis, Gilang duduk tegak di bangku pengunjung. Wajahnya serius, penuh dengan perhatian untuk memastikan bahwa kebenaran akan terungkap. Ia memperhatikan setiap detail dari persidangan ini, siap untuk memberikan kesaksian jika diperlukan."Dalam kasus ini, kita akan mendengarkan kesaksian dari pihak tergugat terlebih dahulu. Silakan ajukan saksi pertama," pinta hakim."Terima kasih, Yang Mulia Bapak Hakim. Saksi pertama yang akan kami panggil adalah Nona Gladis," ujar Pengacara Tergugat mengangguk."Ya, Yang Mulia Bapak Hakim." Gladis berdiri di kotak saksi, siap untuk memberikan kesaksiannya.Sementara itu, Gilang menatap ke depan dengan masih memikirkan penyelidikan terhadap Mario, yang membuatnya semakin sulit untuk diatasi. Kepala penyidik terus mencar
"Jemput di butiknya mama, sayang. Kamu tahu tempatnya, kan?" tanya Saras pada suaminya."Tentu, sayang. Aku akan segera ke sana." Gilang cepat memberikan jawaban.Gilang segera berangkat menuju butik Diana untuk menjemput Saras, tapi tidak dengan Diana sebab mama mertuanya itu ingin pulang ke rumahnya sendiri.Di butiknya Diana mereka bertemu dan bersiap untuk pulang, sedangkan Diana masih menunggu beberapa menit ke belakang."Hai, sayang. Apakah kamu sudah siap untuk pulang?" tanya Diana, saat Saras datang bersama Gilang yang menjemputnya."Iya, Mama. Aku rasa sudah waktunya untuk pulang," terang Saras memberikan jawaban."Hati-hati di jalan, Gilang. Jangan ngebut," ujar Diana menasehati anak menantunya.Gilang tersenyum dan menganggukkan kepala kemudian pamit. Begitu juga dengan Saras, yang tipikal-tipis terlebih dahulu bersama mamanya.Sebenarnya mereka berdua menawarkan diri untuk membantu Diana menyelesaikan beberapa hal terakhir di butik sebelum akhirnya pulang bersama. Tapi Dia
Gilang datang ke lapas, memberitahukan kabar duka kematian Hendrawan pada kakaknya. Itu karena ia yakin, kakaknya tidak mengetahui atau mendengar berita tersebut.Dengan hati berat pria itu menyampaikan bahwa Hendrawan telah pergi selamanya. Ia mencoba untuk mengungkapkan kabar tersebut dengan sepelan mungkin, memahami bahwa ini adalah momen yang sulit bagi kakaknya karena dulunya mereka berdua sangat dekat."Maafkan aku, kak Ibra. Aku harus memberitahumu tentang, paman. Beliau telah meninggal dunia," ucap Gilang dengan suara pelan, mencoba memahami rasa kehilangan yang mungkin dirasakan oleh Ibra setelah ini."Oh," sahut Ibra pendek."Kak?" tanya Gilang dengan heran.Tanggapan Ibra ini jauh dari ekspresi Gilang. Kakaknya itu justru terkesan datar, bahkan tersenyum sinis, seakan-akan puas karena Hendrawan telah pergi selamanya.Wajah Ibra tidak menunjukkan rasa sedih sama sekali, seakan merasa jika kehancuran hidupnya adalah karena ulah pamannya yang selalu mencuci otaknya agar memben
"Kami meminta untuk memutuskan kerjasama ini tanpa adanya klaim ganti rugi dari pihak kami. Selain itu, kami juga ingin mempertahankan reputasi baik kami di industri ini." Nona Tan, mencoba untuk negosiasi dengan Gilang."Kami mengerti. Kami akan memastikan semua proses penyelesaian dilakukan dengan transparan, Nona Tan." Gilang mengangguk paham."Baiklah, jika begitu, saya akan mempersiapkan semua dokumen yang diperlukan." Nona Tan akhirnya setuju.Mereka mengakhiri pertemuan itu dengan saling memberikan tanggapan positif. Proses penyelesaian kerjasama pun dimulai dengan penuh keterbukaan dan itikad baik dari kedua belah pihak.Proses penyelesaian kerjasama berjalan lancar. Semua dokumen dan kesepakatan dibuat dengan jelas dan transparan. Setelah semua berkas ditandatangani, kerjasama antara Gilang dan Nona Tan resmi berakhir."Cukup sampai di sini, dan Nona Tan mengerti." Gilang, berkata penuh makna."Hm, padahal aku menginginkan hubungan ini menjadi lebih. Tapi, ya sudahlah." Nona